Trang! Bersama dengan jatuhnya Giri pada pangkuan Abimana. Pedang Zali pun patah ketika beradu dengan parang raksasa Wangkawa. Wangkawa tersenyum puas, entah karena Manggala yang berhasil membunuh Giri atau kerena Zali kini sudah tidak memiliki pedang lagi.
"Bawahanmu cukup hebat. Tapi masih belum cukup bila lawannya Manggala," ujar Wangkawa menyeringai. Kali ini Zali tidak bisa membantah lagi. Memang tampak jelas tidak jauh dari mereka Giri sudah terbujur kaku di pangkuan Abimana.
"Kau!!! Tidak akan aku maafkan!" ucap Abimana yang sangat marah. Angin sangat kencang tiba-tiba mengitari Abimana yang sedang meletakkan tubuh Giri secara perlahan.
Sangking kencangnya membuat Zali dan Wangkawa menghentikan pertarungan karena angin tersebut sangat mengganggu.
Zali, Wangkawa, dan Manggala terbelalak ketika melihat Abimana. Karena mereka bisa merasakan kanuragan, dan kanuragan milik Abimana mendadak menjadi sangat besar dalam sekejap. 
Wangkawa tampak tidak gentar sama sekali. Tapi para berandal di belakangnya menciut nyalinya melihat jumlah lawan yang harus mereka hadapi. Walaupun mereka berandal yang biasa bertarung, tetap saja mereka akan berpikir dua kali jika harus bertarung dengan kelompok yang jumlahnya dua kali lebih banyak dari mereka. "Jurus bayangan!" Zali mengeluarkan jurus bayangan tingkat dua. Kini ada puluhan Zali di depan mereka. Raut wajah para berandal pun semakin tampak ciut. Sedangkan warga kota Perjuangan semakin bersemangat melihat para kembaran Zali. Melihat reaksi berandal yang semakin takut karena jumlah Zali semakin banyak Abimana pun tidak tinggal diam. "Jurus bayangan!" Sama seperti Zali Abimana mengeluarkan jurus bayangan tingkat dua. Jumlah kembarannya pun mendekati Zali. "Anak itu padahal baru saja sadarkan diri. Tapi mempunyai kanuragan sebanyak itu untuk mengeluarkan jurus bayangan?" gumam Zali meliha
Beberapa hari setelah misi mengawal Pangeran. Di salah satu rumah orang kaya di Desa Asoka,"Argh Kakek Tua menyebalkan! Kita mendapatkan misi rendahan lagi!" gerutu Abimana."Cepatlah Abimana, rumput-rumput ini tidak akan tercabut sendiri!" balas Sekar.Abimana menghela nafas, lalu ikut mencabut rumput bersama Sekar dan Giri."Raden Batara pasti berpikir berulang kali saat hendak memberikan kita misi tingkat menengah lagi, mengingat kita hampir mati saat menyelesaikannya," ujar Sekar."Hmm itukan Giri, bukan diriku," sahut Abimana."Cih." Giri tampak kesal saat disindir oleh Abimana."Haha Abimana! Padahal kau juga hampir mati juga!" celetuk Sekar berusaha menghibur Giri."Jangan banyak bicara, cepatlah selesaikan misi ini. Agar aku bisa segera berlatih," balas Giri ketus membuat Sekar tidak berdaya. Di dunia ini memang hanya boleh Giri seorang yang berbicara kasar padanya.
Setelah rapat pengadaan ujian pendekar, Lingga langsung diminta Batara untuk segera menguji kelayakan para pendekar yang disarankan tanpa menunda lagi karena waktunya sudah sangat dekat. Beberapa pendekar menatap sinis Lingga, karenanya pendaftaran ujian pendekar kali ini menjadi rumit. Tapi Lingga tidak memperdulikan itu, sesuai arahan Batara ia akan segera melaporkan hasil dari pengujian yang ia berikan. "Baiklah, setiap orang disini sudah aku berikan beberapa nama. Ujilah kelayakan mereka apakah mereka memang layak mengikuti ujian pendekar. Ujilah dengan siasat apapun, bila perlu yang tersulit. Karena aku yakin, semua yang ada disini sudah tahu dan merasakan betapa mengerikannya ujian pendekar itu," ucap Lingga di depan beberapa pendekar. "Siap!" jawab serentak para pendekar tingkat menengah yang di depan Lingga. Dengan cepat mereka segera bergerak ke segala penjuru, untuk menguji nama-nama pendekar pemula yang diberikan Lingga.
"Haha awas kau Kaiswaran, kau pikir larimu sudah cepat hah!" "Haha coba saja Kanda Abimana, kau akan aku buat jaga selamanya." Lingga sungguh kesal melihat pemandangan di depannya. Abimana sedang bermain kejar-kejaran dengan anak berusia lima tahun bernama Kaiswaran Hardiyanta. Ia adalah cucu dari Batara, si Kepala Desa. "Bukannya berlatih dan meningkatkan kemampuanmu, kau malah bermain-main disini," gumam Lingga yang melihat pemandangan itu. Bug! Kaiswaran tersungkur setelah Abimana menyepaknya cukup keras, "Haha, sekarang kau yang jaga Kaiswaran!" Lingga sontak terbelalak. "Abimana, bagaimana bisa kau menyepak cucu Raden Batara sekuat itu?" gumamnya lagi. Tentu saja Kaiswaran yang masih berusia lima tahun pun menangis keras. "Kanda Abimana kenapa kau menyepakku dengan sangat keras huhuhu..." "Kaiswaran, aku sudah menyepakmu dengan cukup lembut. Jika kau musuhku pasti sudah aku sepak lebi
Malam hari di hari yang sama Lingga dan beberapa pendekar melakukan pengujian terhadap pendekar pemula, Zali terhanyut duduk di atap rumahnya yang tinggi menatap keindahan bulan yang saat itu bulat utuh.Tiba-tiba sesosok pendekar muncul di belakang Zali. Walau tidak bersuara sama sekali Zali mengetahui keberadaannya karena kanuragan miliknya."Bagaimana Guru Lingga atas pengujian pendekarnya?" sapa Zali duluan tanpa berbalik badan dan tanpa mengalihkan pemandangannya dari bulan."Anda sungguh hebat Tuan Zali. Anda bisa mengenali bahwa ini saya tanpa menoleh ke belakang bahkan saya masih dalam pakaian penyamaran," balas Lingga.Zali hanya tersenyum."Aku meminta maaf karena sebelumnya meragukan dirimu atas pilihan pendekar yang anda pilih. Hari ini, aku menguji langsung Giri, Abimana, dan Sekar. Mereka semua sudah layak mengikuti ujian pendekar," tambah Lingga kemudian."Seperti perkataan kasarku terakhir kali,
Masih di lapangan latihan tersebut, Zali berdiri berhadapan dengan Regu 1. Ia akan memulai latihannya di hari itu juga. "Baiklah, aku akan memulai latihan kita yang pertama," celetuk Zali. "Wah apakah kau akan mengajari kami jurus cakar petir? Atau jurus pemanggil anjing?" sahut Abimana sangat bersemangat padahal beberapa saat yang lalu ia yang paling gengsi menerima Zali sebagai guru. "Tidak Abimana, kalian terlalu dini untuk mempelajari jurus itu. Kedua jurus itu adalah jurus tingkat tinggi," jelas Zali. "Ahhh," Abimana kecewa. "Pada latihan pertama ini, aku hanya ingin melihat kemampuan kalian. Terakhir kali, aku tidak begitu jelas melihat kemampuan Giri ataupun Abimana yang bertarung dengan murid Wangkawa. Sekar pun tidak terlibat dalam keahlian." "Jadi, sekarang aku akan menguji kalian bertiga sekarang juga," tambah Zali. Abimana dan Giri sanga
Zali mengejar Giri yang bersembunyi di balik hutan lebat. Ia tahu keberadaannya dari aura kanuragan milik Giri. Zali berniat menyelesaikan latihan tarung tersebut. Namun tiba-tiba langkah Zali terhenti dan ia tersenyum kecil. "Giri, tidak heran kau dikatakan pendekar pemula terbaik," gumam Zali. Zali menghentikan langkah bukan tanpa alasan. Tiba-tiba aura kanuragan milik Giri telah menghilang. Tidak mudah menyembunyikan aura kanuragan apalagi masih tingkat pendekar pemula. Kini Zali benar-benar kehilangan jejak Giri. Sedangkan Giri masih terus memantau Zali jauh, yang berdiri di lapangan terbuka. Buak! Tiba-tiba Giri sudah di belakang Zali dengan memberikan tendangan. Beruntung Zali cepat menyadari dan langsung menangkis tendangan tersebut. "Anak ini, selain bisa menyembunyikan kanuragan. Ia dapat melangkah tanpa terdengar langkahnya?" Zali membatin. Pertarungan pun terjadi antara Zali dan Giri. Tentu saja
Hari yang ditunggu-tunggu pendekar pemula pun tiba. Ujian pendekar. Regu 1 sebelumnya berkumpul tidak jauh dari rumah Abimana. Mereka akan bergerak bersama menuju perguruan, karena disanalah tempat ujian pendekar tahap pertama akan diselenggarakan. "Oy Kakek! Kami akan melakukan ujian pendekar saat ini! Doakan kami!" ucap Abimana saat berjalan melewati tetangganya yang sering mengejeknya. "Cih. Kau hanya beruntung bisa ikut ujian itu, pastilah kau akan gugur hanya pada tahap pertama," ketus tetangganya. "Tidak kakek! Aku akan lulus menjadi pendekar menengah. Dan suatu hari nanti menjadi Raja. Lihat saja!" Kakek tua itu hanya menatap kesal Abimana. Tapi sejujurnya ia berharap memiliki usia yang panjang untuk melihat ucapan anak tersebut terbukti benar atau hanya ocehan belaka. Walau baru sebentar dilatih oleh Zali, tapi rasanya memang ada yang berbeda bagi Giri terkhususnya. Zali telah mengajarkan banyak hal kepa
Lika maju ke arena dengan perasaan yang sangat takut. Sementara Yodha tampak biasa saja dan terlihat yakin dapat mengalahkan Lika."Mereka berdua dari keluarga yang sama? Tapi berbeda desa?" celetuk Abimana polos."Ya begitulah, keluarga Kusuma tidak hanya ada di Asoka. Mereka juga ada di tempat lain yang masih kekuasaan Kerajaan Geni, tapi Desa Alamanda jumlah anggota keluarga Kusumanya hampir sama banyak seperti Desa Asoka," jelas Sadana.Abimana pun termangu-mangu mengerti."Nona Lika, aku tidak akan menahan diri. Aku akan menghabisimu disini," ujar Yodha, pendekar dengan rambut dikepang tersebut."Ba..iklah," balas Lika masih takut."Djani, kali ini muridmu akan tidak baik-baik saja," celetuk Rumi yang melihat pertarungan tersebut."Cih. Aku sudah tahu itu, Yodha, pendekar pemula terbaik asal Desa Alamanda pasti akan menyulitkan Lika," balas Djani.
Para pendekar yang lain cukup kaget dengan hasil imbang tersebut. Beberapa dari mereka juga baru tahu ternyata jika kedua pendekar tidak dapat melanjutkan pertandingan maka keduanya akan dianggap gugur."Sekar! Kau sudah melakukan yang terbaik!" jerit Abimana.Sekar yang mendengar Abimana berteriak tidak marah lagi kepadanya. Sekar hanya melemparkan senyum saat beberapa pengawas menggotongnya dengan tandu, di pertarungannya dengan Inge barusan jika Abimana tidak berteriak ketika Inge melakukan jurus pemindah jiwa, mungkin ia akan kalah saat itu.Sekar walau telah dianggap gugur pada ujian pendekar. Ia sangat senang dengan hasil pertandingannya terakhir, dulu ia pikir ia tidak bisa melampaui Inge, tapi ternyata tidak. Sekar bisa menyeimbangi Inge.Sementara Inge yang setengah sadar saat digotong oleh beberapa pengawas. Ia sangat kesal tidak bisa mengalahkan Sekar pada saat itu."Uhuk...baiklah aku akan mengambil kertas untuk
Sekar dan Inge sudah berdiri di tengah arena. Inge tampak tersenyum menyeringai, Sekar sendiri tampak terintimidasi karena senyuman Inge tersebut."Sekar berjuanglah!!! Jangan kalah dari nenek lampir itu!" teriak Abimana berusaha memberi semangat Sekar."Diam kau Abimana!!" jerit Sekar kemudian. Abimana pun menjadi ciut. Bukannya tambah semangat, teriakan Abimana di ruangan justru membuatnya tertekan sangat malu."Sekar belahan jiwaku! Berjuanglah!" teriak seseorang lagi, dan ternyata itu adalah Laksmana."Kau juga diam!!!" Sekar sungguh naik pitam."Sekar, masih ada waktu untuk menyerah. Seperti yang kau tahu, kau tidak akan bisa mengalahkan aku," ucap Inge dengan nada provokasi."Diam kau Inge pesek! Aku tidak akan menyerah darimu!""Apa kau bilang? Pesek? Dasar dada rata!""Apa!!!"Eka terlihat jengah, padahal pertarungan belum dimulai, tapi keduanya sudah sangat berisik di arena pertarungan.&n
"Mungkin lebih baik kau menyerah daripada menyesal selanjutnya," ucap Sakta serius."Heeeeh? Kenapa pendekar-pendekar Asoka begitu menyebalkan?" balas Jaku kesal."Aku serius," ucap Sakta lagi."Brengsek kau!""Mulai!" seru Eka.Sakta hanya berdiri begitu santai di tempatnya sementara Jaku langsung menyerang membabi buta. Ia terus menyerang Sakta dengan pukulan dan tendangan. Tapi Sakta tampak santai seolah dia sedang berlatih."Sialan kau! Kau tidak menganggap serius pertarungan ini hah!" ucap Jaku geram."Tembakan angin!" Bush!! Sakta kemudian terdorong saat menerima jurus dari Jaku."Hehe, mampus kau.""Apa hanya ini kemampuanmu? Angin memang sesuatu yang berbahaya. Tapi jika itu anginnya cukup kencang. Jika hanya sebatas ini, bukankah kau hanya akan membuat diriku lebih nyaman dari gerahnya ruangan ini?""Apa kau bilang!!!!" Jaku terpancing saat Sakta memprovokas
Para pendekar Asoka tampak terbelalak, terlebih Abimana dan Sekar.Pembimbing pendekar Swara tampak sangat senang melihat Giri terdesak seperti itu. Tapi tiba-tiba ia mengucapkan beberapa mantra yang hanya dirinya sendiri yang mendengar.Giri melihat Eka hendak menghentikan pertarungan."Aku belum menyerah," ucap Giri dengan leher tercekik. Langsung saja Eka mengurungkan niatnya."Menyerahlah!" ucap Yada semakin kuat menyekik leher Giri."Arrrrg..""Arrrrgghhhhh!" tiba-tiba Giri menjerit hingga terdengar menggelegar satu ruangan."Hey Eka kenapa kau tidak menghentikan pertarungannya! Giri temanku terdesak!" jerit Abimana.Tapi Eka tahu Giri menjerit bukan karena dicekik, tapi karena suatu hal lain."Wuarghhhh!!!!" Giri menjerit menggelegar lagi. Bahkan Yada sendiri tahu itu bukan karena dirinya.Giri dengan sekuat tenaga berdiri, membuat Yada tergendong di belakang Giri.&n
Batara duduk di kursinya, di dekatnya banyak sekali pendekar tingkat tinggi yang berasal dari kerajaan Geni. Baik dari desanya maupun desa lain. Dan terdapat pula dua pendekar tingkat tinggi yang diluar kerajaan Geni.Seorang bernama Biki, ia adalah guru pembimbing tiga pendekar bersaudara Wedhi. Dan satu yang lain tidak diketahui namanya, beliau adalah guru pembimbing dari pendekar asal Desa Swara.Batara tampak senang dari kursinya, karena dalam ujian pendekar kali ini Kerajaan Geni tampak unggul. Tiga regu berasal dari Desa Asoka dan dua regu berasal dari Desa Alamanda.Dari lima kerajaan besar, hanya pendekar Wedhi yang berhasil sampai ke tahap tiga. Sungguh memalukan bagi tiga kerajaan besar lainnya. Banyu, Kilat, Hawa. Pasti mereka gugur pada tahap dua yang memang terkenal paling menyeramkan.Malah Desa Swara yang berhasil maju sampai ke tahap tiga, sebuah tempat yang sangat jauh dari kekuasaan lima
Di Tugu Batu, tidak jauh dari tugu tersebut terdapat bangunan satu lantai yang cukup luas. Bangunan tersebut adalah satu-satunya bangunan yang terdapat di Hutan Terlarang. Bangunan itu sebelumnya berfungsi sebagai tempat peristirahatan untuk para pendekar yang sedang melakukan latihan di hutan tersebut.Tapi kali ini, tempat itu menjadi tempat berkumpulnya para pendekar yang sedang melaksanakan ujian pendekar tahap dua. Tentunya yang sudah berhasil membawa dua gulungan, hitam dan putih.Semua regu yang sudah dinyatakan lolos tahap dua ujian pendekar ada disana. Beberapa regu tampak mengasingkan diri memencar diri dari regu lainnya. Hanya para pendekar Kerajaan Geni yang berkumpul dan bercengkrama satu sama lain."Haha Abimana, aku pikir kau tidak akan lolos pada tahap dua ini," sindir Kaloka."Hey Kaloka, apa kau lupa apa yang sering aku katakan? Aku ini calon Raja. Tentu saja tidak akan begitu saja gugur pada ujian rendahan sepert
Regu 1 bersama Fusena segera bergegas menuju daerah tengah hutan. Ternyata rencana Fusena cukup sederhana, yaitu hanya sebatas pergi ke tengah hutan. Karena menurut pengalamannya yang telah berulang kali mengikuti ujian pendekar, di saat hari terakhir seperti ini akan banyak regu disana yang akan saling menunggu dan bertarung.Jadi Fusena berniat membantu Regu 1 agar kesempatan menang dalam pertarungan tengah hutan tersebut semakin besar. Hal itu juga menguntungkan Fusena sendiri, sehingga dirinya bisa pergi ke Tugu Batu dengan selamat. Karena jika ia sendiri ke tengah hutan tentu itu sangat berbahaya."Baiklah! Ayo kita rebut gulungan milik mereka!" ucap Abimana semangat yang berlari paling depan.Suatu ketika mereka berempat beristirahat sejenak di sebuah bongkahan kayu untuk menegak sedikit air demi mengisi tenaga."Tugu Batu sudah terlihat," tunjuk Fusena. Benar saja yang disebut Tugu Batu itu sangat mudah dikenali. Karena batu
Kaloka sontak langsung menutup mulut Arka yang sejak tadi ia gendong. Sakta pun memberi isyarat jangan berisik dengan jari di bibirnya. Kaloka dan Lika pun sontak saling mengangguk tidak bergerak."Tidak ada siapapun disana," ujar Ranti."Benar, ayo kita segera Tugu Batu," tambah Kamayan.Ranti dan Kamayan sebenarnya juga menyadari ada tiga orang yang sedang bersembunyi di pepohonan tersebut. Tapi mereka ingin mencegah Darsana untuk membunuh orang lagi, mereka sangat tidak bisa mengatasi jika sesuatu yang di dalam diri Darsana keluar."Jangan bodoh, jelas aku merasakan ada tiga orang bersembunyi disana," ucap Darsana dingin.Deg. Darsana tidak bisa didustai, ia bukan pendekar kemarin sore yang tidak bisa merasakan kanuragan milik orang lain.Ranti dan Kamayan pun pasrah, mereka pun kali ini tidak bisa mencegah Darsana. Jika mereka bersikeras, Darsana tidak akan peduli ia akan membunuh mereka berdua walaupun kedu