Di gerbang Desa Asoka, Regu 1 sudah berkumpul bersama Pangeran Jati serta para pengawalnya. Hanya satu orang lagi yang sedang mereka tunggu saat itu.
"Ah sial, kenapa pria itu harus ikut? Bukankah kita bisa mengawal Jati sendiri hingga sampai ke rumahnya?" gerutu Abimana sembari melipat tangannya dan menghentak-hentakan kakinya. Sementara orang-orang yang disana hanya pura-pura tidak mendengar ocehan Abimana termasuk dua temannya Sekar dan Giri.
"Sekar, kau sependapat denganku bukan?"
Buk! Sekar malah menjitak kepala Abimana dengan cukup keras.
"Argh Sekar kenapa kau selalu memukulku?""Sopanlah kepada Pangeran Jati. Kau tidak bisa begitu saja menyebut namanya seolah dia temanmu! Kau juga tidak boleh meremehkan misi ini!" bentak Sekar geram.
"Ah baiklah-baiklah." Abimana segera menciut saat Sekar memarahinya. Sementara Giri sungguh malu melihat tingkah Abimana dan Sekar di depan Pangeran Jati.
"Pangeran apa kau yakin mereka bisa melindungi kita?" bisik salah seorang pengawal Jati.
"Haha aku tidak tahu. Tapi aku yakin mereka bisa," balas Jati kepada pengawalnya. Jati juga masih tidak percaya orang kekanakan yang ada di depannya adalah yang menyelamatkan dirinya kemarin.
"Hey apa kalian sudah lama menunggu?" ucap seseorang tiba-tiba. Pria itu berambut pendek dengan beberapa helai uban yang tampak dan memakai penutup mulut di wajahnya dan memakai baju pendekar berwarna biru tua.
"Zali! Kau lama sekali!" teriak Abimana.
Buk! Sekar kembali memukul Abimana karena sikapnya yang tidak sopan kepada Zali. "Sopanlah Abimana, dia itu senior kita dan bagaimana pun ia pendekar tingkat tinggi!"
"Ah tapi aku memang tidak suka ia yang begitu santai padahal sedang terlambat," tambah Sekar lagi berbisik. Lagi-lagi Sekar bermuka dua.
"Maafkan aku, aku terlambat karena menolong nenek-nenek tenggelam di kali," kelit Zali.
"Yang benar saja!" jerit Abimana dan Sekar serentak.
"Ah lupakan itu, yang terpenting aku sudah disini. Mari membuat lingkaran sebagai ketua misi aku akan memberitahu rencanaku."
Batara, tidak akan begitu saja menyerahkan misi tingkat menengah kepada para pendekar pemula sekalipun itu Regu 1 yang catatan penyelesaian misinya sangat baik.
Bagaimana pun mereka sedang mengawal seorang Pangeran kini, Putra Mahkota Kerajaan Geni selanjutnya. Jika sampai misi tersebut gagal, Jati Narapati tidak selamat ketika dalam perjalanan. Tidak hanya Batara yang terkena imbasnya. Desa Asoka mungkin akan diasingkan oleh Kerajaan Geni dan mereka akan memperumit Desa Asoka kedepannya. Orang-orang yang tinggal di dalam desa pasti akan sengsara.
Oleh karena itu Batara mengutus Zali Admaja langsung untuk misi ini. Salah satu dari pengawalnya.
"Baiklah misi kita kali ini adalah mengawal Pangeran Jati Narapati. Selain aku dan Regu 1 ternyata ada pengawal pribadi pangeran yang turut ikut dalam perjalanan dua hari dua malam ini," ucap Zali. Ia yang sedang memaparkan rencana tampak sangat berwibawa. Tidak ada berani menyelanya termasuk Abimana.
"Sebelumnya aku juga sudah membaca situasi yang dialami Pangeran Jati. Ia diserang oleh Pendekar Rantai Besi, berarti memang ada yang menginginkan Pangeran terluka atau mati. Dan sepertinya yang menginginkan Pangeran Jati terluka bukan sembarang orang, karena untuk menyewa Pendekar Rantai Besi membutuhkan emas yang tidak sedikit."
Regu 1 serta Jati dan pengawalnya tercengang dengan analisa Zali. Sesaat Jati merasa perjalanan kali ini akan baik-baik saja. Beruntung Batara mengutus Zali untuk mendampingi Regu 1.
"Baiklah begini rencananya, aku tidak ingin perjalanan kita kali ini menjadi perjalanan yang mencolok. Aku tidak ingin para pengawal pribadi Pangeran Jati ikut dalam perjalanan ini, kalian pulanglah ke Ibukota di lain waktu selain saat ini."
"Hey apa maksudmu! Apa kau meragukan kemampuan kami? Atau kau ingin bersiasat buruk kepada Pangeran!" seru salah satu pengawal Pangeran yang sudah cukup senior.
"Iya apa maksudmu Zali! Bukankah lebih baik bila semakin banyak orang yang menjaga Jati!?" seru Abimana yang juga tidak setuju.
"Diamlah Abimana. Dengarkan saja dulu Kakanda Zali," timpal Giri. Zali tersenyum kepada Giri, seperti yang ia duga Giri memang berbeda. Sejatinya ia sudah tahu apa rencana Zali walau ia belum memberikan rincian luasnya.
"Sejujurnya iya, aku meragukan kemampuan kalian. Pangeran mengatakan saat itu kalian ada sepuluh orang tapi tujuh diantara kalian mati karena tidak bisa menghadapi satu orang saja," ucap Zali dingin. Para pengawal Pangeran langsung kikkuk tidak tahu harus membalas apa.
"Tapi Zali...!" Abimana berusaha membela pengawal pangeran.
"Abimana, sampai kapanpun kau tidak akan bisa melampaui Giri jika banyak bicara seperti ini. Apalagi menjadi Raja?" balas Zali.
Jleb. Perkataan Zali sungguh menyakitkan bagi Abimana. Ia sangat kesal, tapi ia tidak tahu membalas apapun lagi.
"Aku akan menjelaskan lebih rinci tentang bagaimana rencanaku. Aku tidak ingin perjalanan kita terlihat mencolok seolah kita memang sedang membawa orang yang penting. Hal itu justru akan mengundang konflik yang tidak diinginkan. Aku ingin perjalanan kita seolah seperti rombongan biasa. Jadi itulah kenapa aku mengurangi jumlah orang dalam perjalanan ini, aku dan Regu 1 sudah cukup untuk mengawal Pangeran."
"Cih." Pengawal Pangeran tidak bisa membantah.
"Itu berarti Pangeran juga harus menukar pakaiannya seolah-olah masyarakat biasa?" celetuk Sekar.
"Benar, kau pintar Sekar. Itu memang bagian dari rencanaku. Kita juga tidak membutuhkan kereta kuda yang mewah. Cukup bagi kita dengan menaiki kuda masing-masing."
"Maafkan aku Pangeran, semua demi keselamatan anda," tambah Zali.
Jati pun mengangguk mengerti. "Baiklah aku mengerti Pendekar Zali. Aku akan mengikuti arahanmu."
"Tapi Pangeran!" salah seorang pengawal masih belum setuju.
"Tidak apa, aku percaya mereka. Aku setuju rencana yang diberikan Zali. Seperti yang kalian tahu, sebenarnya aku tidak suka menjadi pusat perhatian."
Para pengawalnya pun terdiam.
"Baiklah aku akan mengganti pakaianku dulu seperti yang direncanakan," ucap Jati lalu pergi masuk ke kereta yang ada disana untuk berganti pakaian.
Rencana Zali berhasil, seperti yang ia duga Jati akan menerima rencananya. Tapi bila yang ia kawal sekarang anggota kerajaan lain ia tidak akan berani menyarankan rencana perjalanan seperti itu.
"Hey Pendekar! Kalau begitu kami akan bergerak esok hari. Jarak perjalanan kita satu hari, jika saat kami sampai di Ibukota tapi Tuan Muda belum ada disana, aku akan meminta Raja untuk menghancurkan desa kalian!" ucap pengawal Jati yang paling senior.
Zali hanya tersenyum menanggapi ancaman tersebut. Tidak lama kemudian Jati pun kembali sudah dengan berpakaian seperti orang biasa.
Zali, Regu 1, serta Jati menaiki kuda masing-masing.
"Tuan Muda berhati-hatilah. Jika ada bahaya, larilah dengan kuda ini. Ini adalah kuda tercepat yang telah kami siapkan untuk anda," ucap Pengawal Jati.
"Terimakasih, sampai bertemu kembali di Ibukota," balas Jati menanggapi kekhawatiran pengawalnya.
Rombongan itu pun bergerak dengan Zali yang memimpin jalan. Di belakangnya Jati berkuda dengan Sekar dan Abimana di sisi kiri dan kanannya. Sementara Giri menjaga area belakang.
Abimana saat berkuda sangat kesal, kata-kata Zali saat terakhir kali sangat menusuk hatinya. "Lihat saja nanti, aku akan menunjukkan seberapa kuatnya diriku," gumam Abimana.
Sudah cukup lama mereka berkuda meninggalkan Desa Asoka. Perjalanan itu sungguh sangat membosankan bagi Abimana. Sementara Zali dan Giri tampak waspada menjaga depan dan belakang. Sedangkan Sekar sibuk curi-curi pandang ke arah Giri. "Sekar, apa kau tidak lelah berkuda sendirian? Bagaimana kalau kita berdua menunggangi di satu kuda yang sama saja?" celetuk Abimana mengganggu konsentrasi Sekar ketika melihat Giri. "Abimana kau benar mau mati ya!!" balas Sekar geram. Sementara Jati cukup terhibur melihat tingkah Abimana dan Sekar. "Abimana, tetaplah waspada," celetuk Giri. "Haha Giri, kau terlalu penakut. Bukankah kita sedang menggunakan rencana Zali agar perjalanan kali ini tidak mencolok? Tidak ada yang sadar bahwa ada pangeran disini." "Awas!" jerit Zali tiba-tiba menarik kudanya dengan kencang. Semua orang yang dibelakangnya pun ikut panik dan menghentikan kuda juga secara bersamaan. Sreek! Sreek! Dua or
Sesaat kemudian beberapa pendekar utusan Desa Asoka tiba ke tempat Zali dan Regu 1 berada. Tapi Pendekar Pedang Bersaudara pun tetap tidak buka suara. Oleh karena itu Zali memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka, sedangkan Pendekar Pedang Bersaudara dibawa paksa ke Desa Asoka untuk diperiksa lebih lanjut.Kelompok Pendekar Pelarian memang sudah terkenal sepak terjangnya. Jadi mereka tidak akan bicara hanya dengan interogasi biasa.Perjalan berkuda kembali berlanjut, tapi sekarang kondisi sangat tegang dan waspada. Apalagi Abimana merasa sangat tidak berguna saat mereka diserang terakhir kali. Ia menatap Giri dengan kesal, kenapa selalu saja ia kalah dengan Giri. Giri selalu berada di satu tingkat di atasnya."Hiya! Hiya!" Abimana tiba-tiba memacu kudanya dengan sangat cepat melewati Zali bahkan mulai sangat jauh meninggalkan teman-temannya."Abimana! Sedang apa kau!" jerit Zali. Tapi Abimana tidak peduli, ia sengaja melaju l
"Eh? Apa ini tidak apa?""Pria itu berani sekali. Apa ia sudah memikirkan perbuatannya?""Bukankah kelima orang itu pencuri yang memang sudah sering berulah disekitar sini?"Orang-orang yang melihat Abimana sebenarnya daripada kagum atas apa yang telah ia lakukan mereka sejatinya khawatir."Raja katanya? Apa dia sudah gila?""Hey ayo kita pergi dari sini sebelum orang itu tahu,""Benar, palingan dia besok akan merasakan akibatnya,"Satu per satu warga yang tadi penasaran dengan ulah Abimana mulai membubarkan diri tanpa sepatah rasa terimakasih pun. Tidak ada yang satu warga pun yang tampak memberinya selamat.Abimana yang sedang menunggu pujiannya pun terheran. Kota itu memang tidak beres, pikirnya. "Tuan Pendekar teri..makasih atas bantuan anda. Tapi sebaiknya tadi kau tidak perlu membantu saya," ucap wanita yang ditolong Abimana. "Kenapa Nona? Apa sebenarnya yang akan terjadi," balas Abimana.
"Baiklah, besok kami akan pergi sendiri tanpamu," ujar Zali dengan dingin. "Terserah kalian," balas Abimana tidak mau kalah. "Abimana, jangan gegabah. Apakah kau tahu atas pilihanmu itu? Kau akan dianggap pendekar yang tidak patuh oleh Desa Asoka dan Kerajaan Geni. Kau akan diasingkan sebagai pendekar. Masa depanmu sebagai pendekar akan terancam kecuali kau menjadi pendekar pelarian," jelas Sekar. "Cih." Abimana sedikit terbayang dengan apa yang dijelaskan Sekar. Sepertinya pilihannya kali ini akan membuatnya sulit kedepannya. "Baiklah, aku sadar penuh akan pilihanku. Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi ke depannya. Bagiku, ini adalah jalan pendekarku. Membela yang lemah. Apa gunanya setia kepada kerajaan yang tidak dapat mengatasi hal ini?" ucap Abimana kemudian dengan dingin. Semua tercengang mendengar ucapan Abimana. Tidak biasanya Abimana seserius itu. "Aku akan ikut Abimana," celetuk Giri t
Abimana dengan semangat pendekar mencari tiap jalan di kota Hancur untuk mencari Wangkawa yang dikatakan pemimpin dari semua berandal yang ada di kota Hancur. "Hey apa kau tahu dimana Wangkawa?" tanya Abimana bertanya kepada seorang pemuda yang duduk di pinggir jalan. Tapi pemuda itu langsung lari kocar-kacir. "Tidak! Aku tidak tahu!" jerit pemuda itu sambil berlari. "Dasar aneh," gumam Abimana. Tidak jauh dari sana Abimana melihat pengemis, segera ia bertanya juga kepada pengemis tersebut hal yang sama. "Ah pergilah! Jangan ganggu aku!" teriak pengemis tersebut dan langsung lari secepat mungkin meninggalkan Abimana. Tapi Abimana yang sudah geram dan tidak tahu lagi harus mencari kemana, langsung saja ia mengejar pengemis tersebut dan buak! Pengemis tersebut dibuat jatuh oleh Abimana hingga ia tersungkur di tanah. "Tolong lepaskan aku, lepaskan. Aku tidak tahu apa-apa," ucap si pengemis saat tubuhn
Sekar tampak panik, Zali terdesak beradu senjata dengan Wangkawa. Giri pun begitu kaget dengan kehebatan lawannya. Jika ia bergerak maka Pangeran Jati akan tanpa perlindungan, bagaimana jika ada musuh lain yang menargetkan Pangeran. "Hey bangun, aku belum selesai," ucap pria yang membuat Giri terhempas. Kini Giri diangkat hanya dengan menarik pakaian pendekarnya ke atas. "Giri!" jerit Sekar lagi, kali ini ia ingin beranjak dari tempatnya. "Sekar! Fokus saja melindungi Pangeran! Giri tidak selemah itu" jerit Zali membuat langkah Sekar terhenti. Lagi-lagi Sekar tidak bisa mengkendalikan perasaannya ketika melihat Giri terluka. Ia sampai lupa bahwa saat ini keselamatan Pangeran Jati adalah yang utama. "Haha Zali, kau pikir siapa yang sedang dihadapi bawahanmu itu? Dia adalah Manggala, muridku," ucap Wangkawa. "Aku tidak peduli siapa dia, Cepat atau lambat ia akan dikalahkan Giri." "Zali, seharusnya kau mengkhawatir
Trang! Bersama dengan jatuhnya Giri pada pangkuan Abimana. Pedang Zali pun patah ketika beradu dengan parang raksasa Wangkawa. Wangkawa tersenyum puas, entah karena Manggala yang berhasil membunuh Giri atau kerena Zali kini sudah tidak memiliki pedang lagi."Bawahanmu cukup hebat. Tapi masih belum cukup bila lawannya Manggala," ujar Wangkawa menyeringai. Kali ini Zali tidak bisa membantah lagi. Memang tampak jelas tidak jauh dari mereka Giri sudah terbujur kaku di pangkuan Abimana."Kau!!! Tidak akan aku maafkan!" ucap Abimana yang sangat marah. Angin sangat kencang tiba-tiba mengitari Abimana yang sedang meletakkan tubuh Giri secara perlahan.Sangking kencangnya membuat Zali dan Wangkawa menghentikan pertarungan karena angin tersebut sangat mengganggu.Zali, Wangkawa, dan Manggala terbelalak ketika melihat Abimana. Karena mereka bisa merasakan kanuragan, dan kanuragan milik Abimana mendadak menjadi sangat besar dalam sekejap. 
Wangkawa tampak tidak gentar sama sekali. Tapi para berandal di belakangnya menciut nyalinya melihat jumlah lawan yang harus mereka hadapi. Walaupun mereka berandal yang biasa bertarung, tetap saja mereka akan berpikir dua kali jika harus bertarung dengan kelompok yang jumlahnya dua kali lebih banyak dari mereka. "Jurus bayangan!" Zali mengeluarkan jurus bayangan tingkat dua. Kini ada puluhan Zali di depan mereka. Raut wajah para berandal pun semakin tampak ciut. Sedangkan warga kota Perjuangan semakin bersemangat melihat para kembaran Zali. Melihat reaksi berandal yang semakin takut karena jumlah Zali semakin banyak Abimana pun tidak tinggal diam. "Jurus bayangan!" Sama seperti Zali Abimana mengeluarkan jurus bayangan tingkat dua. Jumlah kembarannya pun mendekati Zali. "Anak itu padahal baru saja sadarkan diri. Tapi mempunyai kanuragan sebanyak itu untuk mengeluarkan jurus bayangan?" gumam Zali meliha
Lika maju ke arena dengan perasaan yang sangat takut. Sementara Yodha tampak biasa saja dan terlihat yakin dapat mengalahkan Lika."Mereka berdua dari keluarga yang sama? Tapi berbeda desa?" celetuk Abimana polos."Ya begitulah, keluarga Kusuma tidak hanya ada di Asoka. Mereka juga ada di tempat lain yang masih kekuasaan Kerajaan Geni, tapi Desa Alamanda jumlah anggota keluarga Kusumanya hampir sama banyak seperti Desa Asoka," jelas Sadana.Abimana pun termangu-mangu mengerti."Nona Lika, aku tidak akan menahan diri. Aku akan menghabisimu disini," ujar Yodha, pendekar dengan rambut dikepang tersebut."Ba..iklah," balas Lika masih takut."Djani, kali ini muridmu akan tidak baik-baik saja," celetuk Rumi yang melihat pertarungan tersebut."Cih. Aku sudah tahu itu, Yodha, pendekar pemula terbaik asal Desa Alamanda pasti akan menyulitkan Lika," balas Djani.
Para pendekar yang lain cukup kaget dengan hasil imbang tersebut. Beberapa dari mereka juga baru tahu ternyata jika kedua pendekar tidak dapat melanjutkan pertandingan maka keduanya akan dianggap gugur."Sekar! Kau sudah melakukan yang terbaik!" jerit Abimana.Sekar yang mendengar Abimana berteriak tidak marah lagi kepadanya. Sekar hanya melemparkan senyum saat beberapa pengawas menggotongnya dengan tandu, di pertarungannya dengan Inge barusan jika Abimana tidak berteriak ketika Inge melakukan jurus pemindah jiwa, mungkin ia akan kalah saat itu.Sekar walau telah dianggap gugur pada ujian pendekar. Ia sangat senang dengan hasil pertandingannya terakhir, dulu ia pikir ia tidak bisa melampaui Inge, tapi ternyata tidak. Sekar bisa menyeimbangi Inge.Sementara Inge yang setengah sadar saat digotong oleh beberapa pengawas. Ia sangat kesal tidak bisa mengalahkan Sekar pada saat itu."Uhuk...baiklah aku akan mengambil kertas untuk
Sekar dan Inge sudah berdiri di tengah arena. Inge tampak tersenyum menyeringai, Sekar sendiri tampak terintimidasi karena senyuman Inge tersebut."Sekar berjuanglah!!! Jangan kalah dari nenek lampir itu!" teriak Abimana berusaha memberi semangat Sekar."Diam kau Abimana!!" jerit Sekar kemudian. Abimana pun menjadi ciut. Bukannya tambah semangat, teriakan Abimana di ruangan justru membuatnya tertekan sangat malu."Sekar belahan jiwaku! Berjuanglah!" teriak seseorang lagi, dan ternyata itu adalah Laksmana."Kau juga diam!!!" Sekar sungguh naik pitam."Sekar, masih ada waktu untuk menyerah. Seperti yang kau tahu, kau tidak akan bisa mengalahkan aku," ucap Inge dengan nada provokasi."Diam kau Inge pesek! Aku tidak akan menyerah darimu!""Apa kau bilang? Pesek? Dasar dada rata!""Apa!!!"Eka terlihat jengah, padahal pertarungan belum dimulai, tapi keduanya sudah sangat berisik di arena pertarungan.&n
"Mungkin lebih baik kau menyerah daripada menyesal selanjutnya," ucap Sakta serius."Heeeeh? Kenapa pendekar-pendekar Asoka begitu menyebalkan?" balas Jaku kesal."Aku serius," ucap Sakta lagi."Brengsek kau!""Mulai!" seru Eka.Sakta hanya berdiri begitu santai di tempatnya sementara Jaku langsung menyerang membabi buta. Ia terus menyerang Sakta dengan pukulan dan tendangan. Tapi Sakta tampak santai seolah dia sedang berlatih."Sialan kau! Kau tidak menganggap serius pertarungan ini hah!" ucap Jaku geram."Tembakan angin!" Bush!! Sakta kemudian terdorong saat menerima jurus dari Jaku."Hehe, mampus kau.""Apa hanya ini kemampuanmu? Angin memang sesuatu yang berbahaya. Tapi jika itu anginnya cukup kencang. Jika hanya sebatas ini, bukankah kau hanya akan membuat diriku lebih nyaman dari gerahnya ruangan ini?""Apa kau bilang!!!!" Jaku terpancing saat Sakta memprovokas
Para pendekar Asoka tampak terbelalak, terlebih Abimana dan Sekar.Pembimbing pendekar Swara tampak sangat senang melihat Giri terdesak seperti itu. Tapi tiba-tiba ia mengucapkan beberapa mantra yang hanya dirinya sendiri yang mendengar.Giri melihat Eka hendak menghentikan pertarungan."Aku belum menyerah," ucap Giri dengan leher tercekik. Langsung saja Eka mengurungkan niatnya."Menyerahlah!" ucap Yada semakin kuat menyekik leher Giri."Arrrrg..""Arrrrgghhhhh!" tiba-tiba Giri menjerit hingga terdengar menggelegar satu ruangan."Hey Eka kenapa kau tidak menghentikan pertarungannya! Giri temanku terdesak!" jerit Abimana.Tapi Eka tahu Giri menjerit bukan karena dicekik, tapi karena suatu hal lain."Wuarghhhh!!!!" Giri menjerit menggelegar lagi. Bahkan Yada sendiri tahu itu bukan karena dirinya.Giri dengan sekuat tenaga berdiri, membuat Yada tergendong di belakang Giri.&n
Batara duduk di kursinya, di dekatnya banyak sekali pendekar tingkat tinggi yang berasal dari kerajaan Geni. Baik dari desanya maupun desa lain. Dan terdapat pula dua pendekar tingkat tinggi yang diluar kerajaan Geni.Seorang bernama Biki, ia adalah guru pembimbing tiga pendekar bersaudara Wedhi. Dan satu yang lain tidak diketahui namanya, beliau adalah guru pembimbing dari pendekar asal Desa Swara.Batara tampak senang dari kursinya, karena dalam ujian pendekar kali ini Kerajaan Geni tampak unggul. Tiga regu berasal dari Desa Asoka dan dua regu berasal dari Desa Alamanda.Dari lima kerajaan besar, hanya pendekar Wedhi yang berhasil sampai ke tahap tiga. Sungguh memalukan bagi tiga kerajaan besar lainnya. Banyu, Kilat, Hawa. Pasti mereka gugur pada tahap dua yang memang terkenal paling menyeramkan.Malah Desa Swara yang berhasil maju sampai ke tahap tiga, sebuah tempat yang sangat jauh dari kekuasaan lima
Di Tugu Batu, tidak jauh dari tugu tersebut terdapat bangunan satu lantai yang cukup luas. Bangunan tersebut adalah satu-satunya bangunan yang terdapat di Hutan Terlarang. Bangunan itu sebelumnya berfungsi sebagai tempat peristirahatan untuk para pendekar yang sedang melakukan latihan di hutan tersebut.Tapi kali ini, tempat itu menjadi tempat berkumpulnya para pendekar yang sedang melaksanakan ujian pendekar tahap dua. Tentunya yang sudah berhasil membawa dua gulungan, hitam dan putih.Semua regu yang sudah dinyatakan lolos tahap dua ujian pendekar ada disana. Beberapa regu tampak mengasingkan diri memencar diri dari regu lainnya. Hanya para pendekar Kerajaan Geni yang berkumpul dan bercengkrama satu sama lain."Haha Abimana, aku pikir kau tidak akan lolos pada tahap dua ini," sindir Kaloka."Hey Kaloka, apa kau lupa apa yang sering aku katakan? Aku ini calon Raja. Tentu saja tidak akan begitu saja gugur pada ujian rendahan sepert
Regu 1 bersama Fusena segera bergegas menuju daerah tengah hutan. Ternyata rencana Fusena cukup sederhana, yaitu hanya sebatas pergi ke tengah hutan. Karena menurut pengalamannya yang telah berulang kali mengikuti ujian pendekar, di saat hari terakhir seperti ini akan banyak regu disana yang akan saling menunggu dan bertarung.Jadi Fusena berniat membantu Regu 1 agar kesempatan menang dalam pertarungan tengah hutan tersebut semakin besar. Hal itu juga menguntungkan Fusena sendiri, sehingga dirinya bisa pergi ke Tugu Batu dengan selamat. Karena jika ia sendiri ke tengah hutan tentu itu sangat berbahaya."Baiklah! Ayo kita rebut gulungan milik mereka!" ucap Abimana semangat yang berlari paling depan.Suatu ketika mereka berempat beristirahat sejenak di sebuah bongkahan kayu untuk menegak sedikit air demi mengisi tenaga."Tugu Batu sudah terlihat," tunjuk Fusena. Benar saja yang disebut Tugu Batu itu sangat mudah dikenali. Karena batu
Kaloka sontak langsung menutup mulut Arka yang sejak tadi ia gendong. Sakta pun memberi isyarat jangan berisik dengan jari di bibirnya. Kaloka dan Lika pun sontak saling mengangguk tidak bergerak."Tidak ada siapapun disana," ujar Ranti."Benar, ayo kita segera Tugu Batu," tambah Kamayan.Ranti dan Kamayan sebenarnya juga menyadari ada tiga orang yang sedang bersembunyi di pepohonan tersebut. Tapi mereka ingin mencegah Darsana untuk membunuh orang lagi, mereka sangat tidak bisa mengatasi jika sesuatu yang di dalam diri Darsana keluar."Jangan bodoh, jelas aku merasakan ada tiga orang bersembunyi disana," ucap Darsana dingin.Deg. Darsana tidak bisa didustai, ia bukan pendekar kemarin sore yang tidak bisa merasakan kanuragan milik orang lain.Ranti dan Kamayan pun pasrah, mereka pun kali ini tidak bisa mencegah Darsana. Jika mereka bersikeras, Darsana tidak akan peduli ia akan membunuh mereka berdua walaupun kedu