Sebuah daratan bernama Jawa, disebut-sebut sebagai surganya dunia. Karena apapun yang ditanam disana akan berbuah. Segala jenis rempah tersedia disana.
Tidak hanya rempah, sayang dan kasih juga tumbuh subur disini. Semua yang tinggal disana sangat bahagia. Mereka hanya bekerja untuk perut mereka di hari itu. Tidak tahu menahu cara menyimpan harta di gudang mereka. Begitu sederhana.
Hingga orang-orang negeri asing menemukan daratan surga dunia itu. Para penduduk daratan Jawa menyambut mereka dengan ramah tamah tapi para pendatang asing itu semena-mena. Tidak ada lagi bahagia, yang ada hanya derita.
Setiap hari akan terjadi perang antara si penjajah dan si terjajah di beragam daerah. Tapi orang-orang daratan Jawa selalu kalah, karena pada era itu mereka baru mengerti cara menyakiti orang lain.
Pertikaian di daratan Jawa terdengar oleh Negeri-negeri lain di belahan dunia yang berbeda. Bukannya akan mereda, negeri dari belahan dunia lain itu datang memperkeruh suasana. Mereka saling berebut di daratan yang padahal bukan hak mereka.
Dataran Jawa yang indah bagai surga kini porak-poranda bagai neraka. Kelaparan dan kematian dimana-mana membuat para penduduk Jawa mulai terbiasa dengan itu semua. Tidak ada lagi penduduk Jawa yang ramah, mereka akan menjarah apa yang bisa dijarah, tidak tahu lagi mana saudara atau musuh nyata karena setiap hari mereka juga diadu domba oleh negeri-negeri penguasa.
Era itu disebut Era Kegelapan atau Tahun-Tahun Kegelapan.
Hingga suatu masa mereka lelah di adu domba. Mata penduduk Jawa mulai terbuka yang sebelumnya buta. Mereka bersatu melawan negeri-negeri penjajah. Kemahiran mereka untuk menyakiti pun sudah tidak perlu diasah. Pemberontakan kembali terjadi di setiap jengkal Jawa, tapi kali ini berbeda. Para penjajah kewalahan, penduduk Jawa menyatukan kekuatan hingga secara perlahan para penjajah terusir dari Dataran Jawa.
Tapi setelahnya Dataran Jawa bukan lagi Dataran yang ramah tamah. Mereka menjadi waspada bagi siapa saja yang berani menyapa. Para penjajah mungkin sudah tiada. Tapi peninggalan mereka berupa sifat tamak dan amarah masih tertinggal disana.
Hingga akhirnya di Dataran Jawa terbangun Lima Kerajaan Penguasa yang sebenarnya juga menjajah daerah atau kerajaan lebih kecil sekitarnya.
Kelima Kerajaan itu tidak pernah akur satu sama lainnya. Masing-masing darinya ingin berkuasa atas segalanya. Tidak jauh berbeda dengan era kegelapan pertumpahan darah juga sudah lumrah pada saat itu.
Tiap Raja sudah silih berganti tapi perang masih belum terhenti. Hingga terbentang waktu dimana kelima Raja dari kerajaan itu mendapatkan keturunan yang lebih waras daripada pendahulu mereka.
Raja-raja muda itu membuat janji perdamaian walau mereka sebenarnya tidak pernah satu paham. Tapi setidaknya mereka paham perang harus segera dihentikan segera, sudah ribuan anak manusia binasa.
Dengan perjanjian itu berakhir lah Era Kerajaan. Atau Tahun-Tahun Kerajaan.
Perjanjian yang telah disepakati oleh Lima Kerajaan sebenarnya adalah perjanjian semu. Sehingga menghasilkan perdamaian semu. Mungkin mereka tidak lagi berperang memakai ratusan orang. Tapi kini mereka begitu picik dan dingin.
Pada era ini Lima Kerajaan menemukan suatu ilmu yang disebut Kanuragan di daratan mereka. Dengan Kanuragan satu orang bisa setara dengan belasan bahkan puluhan orang. Bahkan satu orang berkanuragan bisa melenyapkan suatu daerah. Kini tiap kerajaan berperang dengan prajuritnya yang mempunyai kanuragan atau disebut juga Pendekar.
Maka disinilah Era Pendekar atau Tahun-Tahun Pendekar dimulai.
Seorang pemuda baru saja terbangun dari tidurnya, dengan sedikit kantuk ia menghampiri meja makan yang tidak jauh dari tempat ia tidur. Dengan sedikit menguap ia membuka tudung saji yang berisi makanan kemarin malam. Ia pun melahap ubi rebus tersebut walau sudah sedikit aneh rasanya, tapi ia yakin tetap bisa memberinya sedikit tenaga di hari itu. "Hoaaah. Misi apa yang akan diberikan kakek tua itu ya. Pasti misi-misi rendahan lagi. Kalau begitu kapan aku menjadi kuatnya," gumamnya sambil menyantap makanan paginya. Setelah merasa cukup kenyang ia pergi ke bagian belakang rumahnya untuk sedikit membersihkan diri. Pemuda itu adalah Abimana Yasa, ia adalah pemuda 19 tahun dengan paras yang cukup tampan. Rambutnya pendek dan te
Beberapa saat sebelum Abimana menyusul. Seorang penunggang kuda yang mengenakan pakaian serba hitam itu melempar sebuah rantai yang di ujung rantai tersebut terdapat sebilah pisau berukuran sedang. Pria itu melemparkan senjatanya ke arah roda kereta yang ia kejar sehingga kereta itu pun terbalik ketika pria tersebut menarik rantai tersebut yang sengaja ia sangkutkan. "Kenapa kau membuat pekerjaanku sulit? Andai kau tidak kabur mungkin kematianmu akan aku buat lebih mudah," ucap pria tersebut menyeringai sambil memutar-mutar senjata rantainya. Pria lain yang terluka parah karena kereta yang ia kendarai jatuh terbalik di tanah tidak menjawab apapun. Dengan wajah penuh darah karena terseret tanah ia hanya mengatur nafasnya yang sangat menggebu. Sepintas ia sudah berpikir sepertinya memang pagi
Abimana berlari kencang ke arah balai desa. Ia yakin sudah terlambat dari janji temunya bersama dua temannya. Tapi ia tidak begitu khawatir karena ia baru saja menyelamatkan seseorang. Perasaannya sangat bagus sekarang. "Aku tidak sabar memberitahunya kepada Sekar. Ia pasti sangat bangga kepadaku," gumam Abimana sendiri sambil berlari. Beberapa saat kemudian, akhirnya Abimana sampai di balai desa. Seperti biasa suasananya ramai diisi oleh pendekar yang hendak mengambil misi atau pun melaporkan misi. Mata Abimana mencari ke segala arah, hingga akhirnya ia mendapati dua temannya ternyata sudah menunggu dengan kesal di luar balai desa. "Abimana! Kemana saja kau! Beraninya kau membuat kami menunggu!" jerit Sekar. Ia adalah pendekar perempuan yang mempunyai kemampuan pengobatan. Rambutnya
Batara tahu betul kenapa Giri sangat ingin menjalankan misi tingkat menengah. Ia tahu, Giri juga berambisi untuk menjadi jauh lebih kuat. Tapi tidak seperti Abimana, yang berambisi menjadi Raja. Giri berambisi jauh lebih kuat hanya sekedar balas dendam.Giri Mahasura, berasal dari keluarga yang disegani Desa Asoka. Tapi malangnya kini hanya ia sendirilah satu-satunya orang yang berasal dari keluarga Mahasura.Beberapa tahun yang lalu, seluruh garis keturunan Mahasura dibantai oleh seorang yang tidak dikenal, termasuk ayah dan ibu Giri. Giri satu-satunya Mahasura yang selamat atas insiden tersebut karena saat itu ia sedang berlatih di hutan selepas belajar dari perguruan.Sejak saat itu Giri bersumpah akan mencari pelaku atas pembantaian itu. Tapi Giri yang
Di gerbang Desa Asoka, Regu 1 sudah berkumpul bersama Pangeran Jati serta para pengawalnya. Hanya satu orang lagi yang sedang mereka tunggu saat itu."Ah sial, kenapa pria itu harus ikut? Bukankah kita bisa mengawal Jati sendiri hingga sampai ke rumahnya?" gerutu Abimana sembari melipat tangannya dan menghentak-hentakan kakinya. Sementara orang-orang yang disana hanya pura-pura tidak mendengar ocehan Abimana termasuk dua temannya Sekar dan Giri."Sekar, kau sependapat denganku bukan?"Buk! Sekar malah menjitak kepala Abimana dengan cukup keras."Argh Sekar kenapa kau selalu memukulku?""Sopanlah kepada Pangeran Jati. Kau tidak bisa begitu saja menyebut namanya seolah dia temanmu! Kau juga tidak boleh meremehkan misi ini!" bentak Sekar geram."Ah baiklah-baiklah." Abimana segera menciut saat Sekar memarahinya. Sementara Giri sungguh malu melihat tingkah Abimana dan Sekar di depan Pangeran Jati."Pangeran apa
Sudah cukup lama mereka berkuda meninggalkan Desa Asoka. Perjalanan itu sungguh sangat membosankan bagi Abimana. Sementara Zali dan Giri tampak waspada menjaga depan dan belakang. Sedangkan Sekar sibuk curi-curi pandang ke arah Giri. "Sekar, apa kau tidak lelah berkuda sendirian? Bagaimana kalau kita berdua menunggangi di satu kuda yang sama saja?" celetuk Abimana mengganggu konsentrasi Sekar ketika melihat Giri. "Abimana kau benar mau mati ya!!" balas Sekar geram. Sementara Jati cukup terhibur melihat tingkah Abimana dan Sekar. "Abimana, tetaplah waspada," celetuk Giri. "Haha Giri, kau terlalu penakut. Bukankah kita sedang menggunakan rencana Zali agar perjalanan kali ini tidak mencolok? Tidak ada yang sadar bahwa ada pangeran disini." "Awas!" jerit Zali tiba-tiba menarik kudanya dengan kencang. Semua orang yang dibelakangnya pun ikut panik dan menghentikan kuda juga secara bersamaan. Sreek! Sreek! Dua or
Sesaat kemudian beberapa pendekar utusan Desa Asoka tiba ke tempat Zali dan Regu 1 berada. Tapi Pendekar Pedang Bersaudara pun tetap tidak buka suara. Oleh karena itu Zali memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka, sedangkan Pendekar Pedang Bersaudara dibawa paksa ke Desa Asoka untuk diperiksa lebih lanjut.Kelompok Pendekar Pelarian memang sudah terkenal sepak terjangnya. Jadi mereka tidak akan bicara hanya dengan interogasi biasa.Perjalan berkuda kembali berlanjut, tapi sekarang kondisi sangat tegang dan waspada. Apalagi Abimana merasa sangat tidak berguna saat mereka diserang terakhir kali. Ia menatap Giri dengan kesal, kenapa selalu saja ia kalah dengan Giri. Giri selalu berada di satu tingkat di atasnya."Hiya! Hiya!" Abimana tiba-tiba memacu kudanya dengan sangat cepat melewati Zali bahkan mulai sangat jauh meninggalkan teman-temannya."Abimana! Sedang apa kau!" jerit Zali. Tapi Abimana tidak peduli, ia sengaja melaju l
"Eh? Apa ini tidak apa?""Pria itu berani sekali. Apa ia sudah memikirkan perbuatannya?""Bukankah kelima orang itu pencuri yang memang sudah sering berulah disekitar sini?"Orang-orang yang melihat Abimana sebenarnya daripada kagum atas apa yang telah ia lakukan mereka sejatinya khawatir."Raja katanya? Apa dia sudah gila?""Hey ayo kita pergi dari sini sebelum orang itu tahu,""Benar, palingan dia besok akan merasakan akibatnya,"Satu per satu warga yang tadi penasaran dengan ulah Abimana mulai membubarkan diri tanpa sepatah rasa terimakasih pun. Tidak ada yang satu warga pun yang tampak memberinya selamat.Abimana yang sedang menunggu pujiannya pun terheran. Kota itu memang tidak beres, pikirnya. "Tuan Pendekar teri..makasih atas bantuan anda. Tapi sebaiknya tadi kau tidak perlu membantu saya," ucap wanita yang ditolong Abimana. "Kenapa Nona? Apa sebenarnya yang akan terjadi," balas Abimana.
Lika maju ke arena dengan perasaan yang sangat takut. Sementara Yodha tampak biasa saja dan terlihat yakin dapat mengalahkan Lika."Mereka berdua dari keluarga yang sama? Tapi berbeda desa?" celetuk Abimana polos."Ya begitulah, keluarga Kusuma tidak hanya ada di Asoka. Mereka juga ada di tempat lain yang masih kekuasaan Kerajaan Geni, tapi Desa Alamanda jumlah anggota keluarga Kusumanya hampir sama banyak seperti Desa Asoka," jelas Sadana.Abimana pun termangu-mangu mengerti."Nona Lika, aku tidak akan menahan diri. Aku akan menghabisimu disini," ujar Yodha, pendekar dengan rambut dikepang tersebut."Ba..iklah," balas Lika masih takut."Djani, kali ini muridmu akan tidak baik-baik saja," celetuk Rumi yang melihat pertarungan tersebut."Cih. Aku sudah tahu itu, Yodha, pendekar pemula terbaik asal Desa Alamanda pasti akan menyulitkan Lika," balas Djani.
Para pendekar yang lain cukup kaget dengan hasil imbang tersebut. Beberapa dari mereka juga baru tahu ternyata jika kedua pendekar tidak dapat melanjutkan pertandingan maka keduanya akan dianggap gugur."Sekar! Kau sudah melakukan yang terbaik!" jerit Abimana.Sekar yang mendengar Abimana berteriak tidak marah lagi kepadanya. Sekar hanya melemparkan senyum saat beberapa pengawas menggotongnya dengan tandu, di pertarungannya dengan Inge barusan jika Abimana tidak berteriak ketika Inge melakukan jurus pemindah jiwa, mungkin ia akan kalah saat itu.Sekar walau telah dianggap gugur pada ujian pendekar. Ia sangat senang dengan hasil pertandingannya terakhir, dulu ia pikir ia tidak bisa melampaui Inge, tapi ternyata tidak. Sekar bisa menyeimbangi Inge.Sementara Inge yang setengah sadar saat digotong oleh beberapa pengawas. Ia sangat kesal tidak bisa mengalahkan Sekar pada saat itu."Uhuk...baiklah aku akan mengambil kertas untuk
Sekar dan Inge sudah berdiri di tengah arena. Inge tampak tersenyum menyeringai, Sekar sendiri tampak terintimidasi karena senyuman Inge tersebut."Sekar berjuanglah!!! Jangan kalah dari nenek lampir itu!" teriak Abimana berusaha memberi semangat Sekar."Diam kau Abimana!!" jerit Sekar kemudian. Abimana pun menjadi ciut. Bukannya tambah semangat, teriakan Abimana di ruangan justru membuatnya tertekan sangat malu."Sekar belahan jiwaku! Berjuanglah!" teriak seseorang lagi, dan ternyata itu adalah Laksmana."Kau juga diam!!!" Sekar sungguh naik pitam."Sekar, masih ada waktu untuk menyerah. Seperti yang kau tahu, kau tidak akan bisa mengalahkan aku," ucap Inge dengan nada provokasi."Diam kau Inge pesek! Aku tidak akan menyerah darimu!""Apa kau bilang? Pesek? Dasar dada rata!""Apa!!!"Eka terlihat jengah, padahal pertarungan belum dimulai, tapi keduanya sudah sangat berisik di arena pertarungan.&n
"Mungkin lebih baik kau menyerah daripada menyesal selanjutnya," ucap Sakta serius."Heeeeh? Kenapa pendekar-pendekar Asoka begitu menyebalkan?" balas Jaku kesal."Aku serius," ucap Sakta lagi."Brengsek kau!""Mulai!" seru Eka.Sakta hanya berdiri begitu santai di tempatnya sementara Jaku langsung menyerang membabi buta. Ia terus menyerang Sakta dengan pukulan dan tendangan. Tapi Sakta tampak santai seolah dia sedang berlatih."Sialan kau! Kau tidak menganggap serius pertarungan ini hah!" ucap Jaku geram."Tembakan angin!" Bush!! Sakta kemudian terdorong saat menerima jurus dari Jaku."Hehe, mampus kau.""Apa hanya ini kemampuanmu? Angin memang sesuatu yang berbahaya. Tapi jika itu anginnya cukup kencang. Jika hanya sebatas ini, bukankah kau hanya akan membuat diriku lebih nyaman dari gerahnya ruangan ini?""Apa kau bilang!!!!" Jaku terpancing saat Sakta memprovokas
Para pendekar Asoka tampak terbelalak, terlebih Abimana dan Sekar.Pembimbing pendekar Swara tampak sangat senang melihat Giri terdesak seperti itu. Tapi tiba-tiba ia mengucapkan beberapa mantra yang hanya dirinya sendiri yang mendengar.Giri melihat Eka hendak menghentikan pertarungan."Aku belum menyerah," ucap Giri dengan leher tercekik. Langsung saja Eka mengurungkan niatnya."Menyerahlah!" ucap Yada semakin kuat menyekik leher Giri."Arrrrg..""Arrrrgghhhhh!" tiba-tiba Giri menjerit hingga terdengar menggelegar satu ruangan."Hey Eka kenapa kau tidak menghentikan pertarungannya! Giri temanku terdesak!" jerit Abimana.Tapi Eka tahu Giri menjerit bukan karena dicekik, tapi karena suatu hal lain."Wuarghhhh!!!!" Giri menjerit menggelegar lagi. Bahkan Yada sendiri tahu itu bukan karena dirinya.Giri dengan sekuat tenaga berdiri, membuat Yada tergendong di belakang Giri.&n
Batara duduk di kursinya, di dekatnya banyak sekali pendekar tingkat tinggi yang berasal dari kerajaan Geni. Baik dari desanya maupun desa lain. Dan terdapat pula dua pendekar tingkat tinggi yang diluar kerajaan Geni.Seorang bernama Biki, ia adalah guru pembimbing tiga pendekar bersaudara Wedhi. Dan satu yang lain tidak diketahui namanya, beliau adalah guru pembimbing dari pendekar asal Desa Swara.Batara tampak senang dari kursinya, karena dalam ujian pendekar kali ini Kerajaan Geni tampak unggul. Tiga regu berasal dari Desa Asoka dan dua regu berasal dari Desa Alamanda.Dari lima kerajaan besar, hanya pendekar Wedhi yang berhasil sampai ke tahap tiga. Sungguh memalukan bagi tiga kerajaan besar lainnya. Banyu, Kilat, Hawa. Pasti mereka gugur pada tahap dua yang memang terkenal paling menyeramkan.Malah Desa Swara yang berhasil maju sampai ke tahap tiga, sebuah tempat yang sangat jauh dari kekuasaan lima
Di Tugu Batu, tidak jauh dari tugu tersebut terdapat bangunan satu lantai yang cukup luas. Bangunan tersebut adalah satu-satunya bangunan yang terdapat di Hutan Terlarang. Bangunan itu sebelumnya berfungsi sebagai tempat peristirahatan untuk para pendekar yang sedang melakukan latihan di hutan tersebut.Tapi kali ini, tempat itu menjadi tempat berkumpulnya para pendekar yang sedang melaksanakan ujian pendekar tahap dua. Tentunya yang sudah berhasil membawa dua gulungan, hitam dan putih.Semua regu yang sudah dinyatakan lolos tahap dua ujian pendekar ada disana. Beberapa regu tampak mengasingkan diri memencar diri dari regu lainnya. Hanya para pendekar Kerajaan Geni yang berkumpul dan bercengkrama satu sama lain."Haha Abimana, aku pikir kau tidak akan lolos pada tahap dua ini," sindir Kaloka."Hey Kaloka, apa kau lupa apa yang sering aku katakan? Aku ini calon Raja. Tentu saja tidak akan begitu saja gugur pada ujian rendahan sepert
Regu 1 bersama Fusena segera bergegas menuju daerah tengah hutan. Ternyata rencana Fusena cukup sederhana, yaitu hanya sebatas pergi ke tengah hutan. Karena menurut pengalamannya yang telah berulang kali mengikuti ujian pendekar, di saat hari terakhir seperti ini akan banyak regu disana yang akan saling menunggu dan bertarung.Jadi Fusena berniat membantu Regu 1 agar kesempatan menang dalam pertarungan tengah hutan tersebut semakin besar. Hal itu juga menguntungkan Fusena sendiri, sehingga dirinya bisa pergi ke Tugu Batu dengan selamat. Karena jika ia sendiri ke tengah hutan tentu itu sangat berbahaya."Baiklah! Ayo kita rebut gulungan milik mereka!" ucap Abimana semangat yang berlari paling depan.Suatu ketika mereka berempat beristirahat sejenak di sebuah bongkahan kayu untuk menegak sedikit air demi mengisi tenaga."Tugu Batu sudah terlihat," tunjuk Fusena. Benar saja yang disebut Tugu Batu itu sangat mudah dikenali. Karena batu
Kaloka sontak langsung menutup mulut Arka yang sejak tadi ia gendong. Sakta pun memberi isyarat jangan berisik dengan jari di bibirnya. Kaloka dan Lika pun sontak saling mengangguk tidak bergerak."Tidak ada siapapun disana," ujar Ranti."Benar, ayo kita segera Tugu Batu," tambah Kamayan.Ranti dan Kamayan sebenarnya juga menyadari ada tiga orang yang sedang bersembunyi di pepohonan tersebut. Tapi mereka ingin mencegah Darsana untuk membunuh orang lagi, mereka sangat tidak bisa mengatasi jika sesuatu yang di dalam diri Darsana keluar."Jangan bodoh, jelas aku merasakan ada tiga orang bersembunyi disana," ucap Darsana dingin.Deg. Darsana tidak bisa didustai, ia bukan pendekar kemarin sore yang tidak bisa merasakan kanuragan milik orang lain.Ranti dan Kamayan pun pasrah, mereka pun kali ini tidak bisa mencegah Darsana. Jika mereka bersikeras, Darsana tidak akan peduli ia akan membunuh mereka berdua walaupun kedu