Hidup itu tidak adil. Itulah yang dirasakan oleh Sally, gadis yang berusia 25 tahun. Ia tidak pernah memilih untuk bisa dilahirkan dalam keluarga berantakan ataupun keluarga harmonis. Bahkan dalam nalar pikirannya yang kini sudah berusia dewasa, segala hal yang terjadi dalam keluarganya pun bukanlah kesalahannya.
Dijuluki sebagai anak dari perusak rumah tangga orang sudah biasa ditelan oleh hati Sally sendiri. Mama Sally ditinggal oleh pacarnya yang saat itu tahu kalau Carol sedang hamil Sally. Papa kandung Sally yang saat itu anak seorang konglomerat hanya bisa tunduk ketika orangtuanya menjodohkannya dengan anak dari rekan bisnis sang ayah.
Raka yang mencintai Carol sejak kuliah, mendekati Carol dan berkata untuk bertanggung jawab. Takut kandungannya akan dicap sebagai anak haram, Carol menerima pinangan Raka. Setelah 2 tahun berumah tangga, Carol mengetahui kenyataan pahit bahwa Raka sudah menikah sebelumnya dan juga memiliki seorang anak perempuan.
Disinilah awal ketidak adilan hidup Sally yang harus ia jalani sampai di usianya sekarang. Yang bisa dilakukan Sally selama ini selalu mengalah dan menelan kelakuan buruk dari ibu tiri dan kakak tirinya. Carol sang mama hanya berkata kalau ini sudah jadi takdir mereka.
Saat ini Sally sedang duduk dengan teman laki-lakinya bernama Viko. Bagi Viko, Sally adalah kekasihnya meskipun gadis itu tidak menjanjikan bahwa hatinya dapat mencintai Viko. Sally sendiri menerima mencoba membuka hati pada Viko karena pria ini yang selalu menemaninya melewati trauma di masa lalu yang hampir saja merengut kesuciannya. Sayangnya Dania sang kakak tiri juga mencintai Viko yang adalah teman kuliahnya dulu.
“Maafkan aku, Sal. Aku terpaksa mengikuti keinginan Papa dijodohkan dengan Dania.” Ucap Viko mendesah sedih harus mengungkap kenyataan yang harus diterimanya.
“Aku sudah menduganya kok.”
Viko terperanjat menatap Sally bingung. “Sal..”
“Kak Dania memang selalu mengatakan kalau kamu itu miliknya sejak kamu datang ke rumah. Untung saja aku belum jatuh cinta sama kamu yah, Vik.” Ucap Sally memberi tawa lirih.
“Tapi aku ngak cinta sama Dania, Sal. Aku maunya kamu yang jadi istriku.”
Tiba-tiba Viko menggenggam tangan Sally dengan erat seakan memiliki jalan keluar. “Kita kawin lari saja, yuk. Aku yakin kamu pasti akan mencintaiku, Sal.”
Sally menarik tangannya lepas dari genggaman Viko.
“Aku belum senekat itu untuk menghancurkan keluargaku sendiri, Vik. Kalau memang garis hidup kalian berjodoh, mau sekuat apapun berusaha pasti akhirnya tetap bersatu. Dan soal rasa, kamu tahu sendiri sejak dulu aku tidak pernah menjanjikan apapun sama kamu.”
“Jadi kamu rela kalau aku menikah sama Dania?” Ucap Viko merasa kecewa Sally tidak mempertahankannya.
Viko Adiratama. Pemuda 28 tahun yang sudah dua tahun ini selalu melindungiku. Viko mengenal Sallu sejak gadis itu masuk kuliah dan sempat menolongnya melewati rasa trauma yang dulu pernah menimpa Sally. Penerimaan Sally pada Viko semata karena rasa balas budi, bukan karena cinta. Itu sebabnya ia tidak merasa sakit hati sedikitpun saat mendengar berita pertunangan Viko dengan kakak tirinya.
“Kalau kamu berharap aku akan mempertahankanmu, kamu salah, Vik. Seharusnya dari awal kamu juga tahu kalau aku hanya menganggapmu sahabat, tidak lebih sebagai seorang kakak saja. Lagipula, mama mu juga pernah mendatangiku dan menyuruhku untuk menjauhimu. Aku tidak mungkin bisa menikah sama kamu kalau harus membuatmu bertengkar dengan mama mu sendiri. Kamu tidak akan pernah tahu rasanya terasing dari keluargamu. Sungguh tidak enak.”
“Maaf.” Hanya itu yang bisa Viko katakan sambil mengusap wajahnya frustasi terlihat begitu putus asa.
“Padahal kalau kamu bersedia, aku pun ikhlas meninggalkan keluargaku berikut fasilitas dari mereka. Aku benar-benar cinta sama kamu, Sal.”
Sally tersenyum getir. “Jangan pernah melepaskan sesuatu yang nantinya akan kamu sesali, Vik. Menikahlah dengan Kak Dania, aku ikhlas.”
“Tapi aku yang ngak ikhlas, Sal! Kamu kok kayak ngak ngerti perasaanku sama sekali!”
Sally mendengus kasar, lihat saja bahkan Viko mulai bertingkah seperti kakak tirinya yang selalu mencari celah untuk membuatnya merasa bersalah. Sally mengalah pada Dania semata-mata karena tidak ingin sang mama menjadi korban amarah ibu tiri dan anaknya.
Meskipun Raka sang papa lebih menyayangi Sally dan mama nya sampai sekarang, namun dengan keadaannya sekarang Raka hanya bisa pasrah diam menatap istri kesayangannya jadi bulan-bulanan Briana sang istri tua.
Viko menggenggam tangan Sally, berusaha membujuknya kembali agar mau menuruti keinginannya.
“Sal, aku cinta kamu dan mau berkorban meskipun seumur hidup kamu tidak mencintaiku pun aku rela. Asalkan kamu mau nikah sama aku.”
“Maaf, Vik. Kalau kamu hanya memikirkan perasaanmu saja, maka aku harus memikirkan perasaan mama ku dan juga keselamatan papa ku. Jangan paksakan yang tidak mungkin terjadi. Menikahlah dengan Kak Dania.”
Genggaman tangan Viko terlepas sambil menatap kecewa pada Sally.
“Kalau memang aku tidak bisa meruntuhkan kerasnya hatimu, kita sudahi saja hubungan ini. Sejak awal kamu hanya memanfaatkan kebaikanku karena aku yang terus mendekatimu.”
Rasanya Sally sudah cukup jengah berada di restoran berhadapan dengan Viko. Perlahan, sifat asli Viko mulai terlihat. Rasa kecewanya pada Sally justru ia luapkan dengan terus menghujam Sally dengan perkataan menuduhnya.
“Anggaplah aku memanfaatkan kebaikanmu dan menyesal sudah mengenalmu. Lagipula tadi aku sudah meminta maaf juga kan. Anggap saja aku munafik supaya kamu bisa ikhlas menikah sama Dania nanti.” Ucap Sally datar dan dingin.
Tidak terima mendengar penuturan Sally, Viko bangun dari tempat duduknya dalam kemarahan yang terlihat dari kepalan tangannya dan meninggalkan Sally sendirian di sana.
Sally menghirup banyak oksigen masuk dan menghelanya kasar. Dirinya tidak sakit hati dengan sikap Viko barusan. Hidupnya sejak kecil sudah sulit, orang yang lahir dengan keistimewaan sebagai pewaris seperti Viko tidak akan bisa mengerti bagaimana jadi seorang Sally.
Bukan hanya dirinya saja yang harus dipikirkan, ada mama ditambah lagi sekarang dengan papa nya yang harus ia pikirkan dalam setiap tindakan yang diambilnya.
“Maaf, Vik. Memang lebih baik seperti ini karena kamu tidak akan pernah bisa berada di posisiku. Kamu tidak pernah merasakan keputusasaan di tengah kubangan serigala namun tidak bisa pergi dari sana.”
Kemudian Sally pun beranjak dan kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya.
Hanya pekerjaan yang mampu membuatnya melupakan rumitnya kehidupan yang ia jalani sejak kecil.
Menjelang waktu pulang kerja, Sally melihat notifikasi pesan di ponselnya. Salah satunya dari sang mama.
“Sal, nanti kamu langsung pulang yah. Briana bilang kamu harus sudah ada di rumah sebelum jam 6.”
Bahu Sally naik turun mendengus kasar. ‘Ada apa lagi, Tante Brim au ngapain lagi sih.’
Tidak ingin membuat sang mama dalam masalah, Sally bergegas pulang ke rumah. Saking takutnya, Sally memutuskan pulang dengan taksi daripada angkot.
Keputusannya memang tepat, 5 menit lagi Sally hampir saja terlambat.
Baru saja kakinya menginjak masuk lantai rumah, suara Briana sudah menggelegar.
“Dasar anak jallang! Sudah dibilang sebelum jam 6 malah jam segini baru sampai! Duduk kamu!” Seru Briana menggebu-gebu.
Sally yang sudah terbiasa mendengar ocehan Briana itu hanya diam tidak protes ataupun berusaha menjelaskan. Lebih baik diam daripada bicara meskipun benar. Itulah yang dipelaari Sally dengan kelakuan mama tiri nya itu.
Sally duduk bersebelahan dengan Carol, menemani Raka yang duduk di kursi roda. Melihat raut wajah kedua orang tuanya kening Sally mengerut. Carol menatap Sally seperti mengiba, mata sang mama nampak mengembun menahan tangis. Begitu juga dengan papa nya, membuatnya bertanya-tanya ada masalah apa lagi kali ini.
“Ada apa, Tan? Apa ini soal pertunangan Kak Dania sama Kak Viko?”
Mendengar pertanyaan Sally, tatapan Briana semakin menusuk membuat Sally meringis meskipun masih tidak tahu apa salahnya.
“Kamu sudah berhasil membujuk Viko kan! Aku tidak mau Dania ku harus memohon belas kasih Viko karena kehadiranmu. Minggu depan, kamu dan mama mu tidak perlu hadir di sini. Kalian aku bebaskan keluar sehari, menghilanglah dan kembali sore nanti. Awas kalau sampai kalian mengadu yang tidak-tidak pada keluarga yang lain!” Ancam Briana menatap nyalang ke arah Sally, Carol dan suaminya sendiri.
“Viko mau menerima Dania kok, Tan.”
“Bagus! Kamu tahu kan kalau aku sampai marah seperti apa!”
Sally hanya mengangguk diam. Sejak Raka terserang struk dan lumpuh, Briana yang menggantikan posisi suaminya. Sejak saat itu keangkuhannya semakin menjadi dan semakin berkuasa di rumah ini. Tentu saja Sally dan Carol semakin menderita karena sejak bekerja, Briana sama sekali tidak mengeluarkan sepeserpun uang untuk mengobati Raka.
“Iyah, Tante.”
“Bagus. Aku menyuruhmu pulang cepat karena tadi sore, kita baru menerima tamu kehormatan. Seorang konglomerat pemilik beberapa perusahaan besar. Katanya dulu kakek kalian saling menjodohkan cucu masing-masing jika memang sepasang. Sayangnya, cucu dari pihak mereka itu terkenal kejam dan mudah emosian.”
Sally masih diam mencoba mencerna maksud dari ucapan Briana. Mengapa menceritakan perihal ini kepadanya.
“Tapi karena putriku sudah punya pilihan lain yaitu Viko. Jadi aku menawarkan kamu yang menjadi calon istri keluarga mereka. Aku rasa dengan latihan yang sering kuberikan, kamu pasti bisa menghadapi suami seperti itu bukan?” Tutur Briana menyeringai menyebalkan.
Sedangkan bola mata Sally membola saat mendengar ucapan Briana.
“Mak-maksud Tante, aku dinikahin sama anak pengusaha itu?”
“Yah, baik kan aku. Setelah nikah, kamu bawa mama dan papa mu ke rumah baru suamimu di sana. Bebanku terangkat dengan kamu menikah nanti, Sal.”
“Tapi, Tante bilang kalau orang itu mudah emosian. Aku ngak mung…”
Belum selesai Sally meneruskan, pipinya sudah merasa perih karena tamparan cepat dari Briana.
“Aku tidak meminta persetujuanmu! Kamu mau atau ngak, aku tidak peduli. Pokoknya kamu harus menikah sama anak mereka, titik! Kalau kamu menolak, papa kamu akan aku buat sengsara sampai masuk rumah sakit. Kamu tahu kan biaya rumah sakit itu tidak kecil!” Seru Briana tertawa lantang.
Kalau saja tidak memikirkan mama dan papa-nya, Sally ingin meludah wajah wanita paru baya itu dan mencakarnya tidak berbentuk.
Setelah menerima dengan tulus pertunangan Viko dengan kakak tirinya nyatanya tidak membuat puas kedua wanita itu. Mama tiri Sally selain egois, juga mata duitan. Bagi Briana segala hal yang mendatangkan keuntungan untuk dirinya dan sang putri semata wayang akan diraihnya, meskipun harus dengan jalan yang salah.Briana dan Raka menikah juga karena perjodohan kedua orang tua mereka.Dulu Raka mencintai Carol dalam diam. Dan ternyata takdir harus membuatnya menyerahkan keinginannya untuk mendekati Carol dan menikah dengan Briana. Meski demikian, Raka masih terus mencari tahu tentang kehidupan Carol. Saat itu Carol belum menikah.Seakan tengah dipermainkan takdir, justru Carol bekerja menjadi salah satu manajer si perusahaan Raka dan akhirnya mereka bertemu.Keadaan terpuruk Carol saat ditinggal oleh kekasihnya dalam keadaan hamil membuat Raka mengambil kesempatan untuk bersedia menikahinya. Sayangnya Carol tidak tahu kalau ternyata Raka sudah menikah dan memiliki anak.Ketahuan oleh ayah
Diterimanya Sally di perusahaan baru adalah batu loncatan terbaik dalam hidupnya. Setidaknya hal ini akan menjadi dasar kelak bagi dirinya untuk hidup mandiri jika suatu hari harus keluar dari kediaman sang papa.Sepuluh tahun lalu, Sally dan Carol sempat keluar dari rumah itu dan memilih tinggal di rumah kontrakan yang dibayar oleh Carol sendiri karena tidak tahan dengan makian Briana setiap hari. Namun dua tahunan ini, mereka terpaksa pindah kembali atas suruhan Briana karena Raka terserang struk berat.Jiwa kemanusiaan Carol tidak tega jika mengacuhkan keadaan suaminya itu. Raka tahu bahwa menikahi Carol untuk menutupi identitas Sally dari gunjingan anak haram adalah keputusan berat bagi Carol, terlebih lagi saat Carol tahu suami barunya itu telah berbohong mengenai statusnya yang sudah menikah lebih dulu.Menjadikan Carol di posisi bersalah, membuatnya pasrah menerima cercaan dari keluarga Raka dan Briana.Surat pengunduran diri langsung dibuat oleh Sally setelah mendapat balasan
Jantung Sally berdebar tidak karuan. Hidupnya sudah penuh dengan ketidak adilan tapi kenapa memilih suami pun ia tidak berhak.Sally berusaha berdiri meskipun lututnya terasa lemas. Pemuda itu menghampirinya dan mengulurkan tangan.“Namaku Ben.” Ucap pemuda itu menatap Sally.“Sa-Sally.”Dalam keluarga Sally hanya Briana dan Dania yang tersenyum bahagia melihat pemandangan yang tengah terjadi diantara mereka saat ini. Sedangkan Carol dan Raka sendiri nampak menyembunyikan kesedihan mereka.Jangan ditanya bagaimana perasaan Sally saat ini melihat wajah pemuda yang akan dijodohkan dengannya. Pantas saja Dania tidak bersedia dijodohkan dengan anak dari konglomerat ini, ternyata pemuda ini memiliki kekurangan dari fisiknya.Di wajahnya terdapat dua guratan bekas luka bakar bahkan hampir menutupi pipi juga bibirnya. Mungkin bagi Dania sosok pria dihadapan Sally saat ini layaknya seorang manusia berwujud monster menyeramkan. Namun saat mata Sally menatap mata Ben, entah mengapa jantungnya m
Sally terkejut seolah Sean yang sedang bicara dengannya melalui telefon. Ia menatap layar ponselnya memastikan nama penelpon yang ternyata adalah Ben. Pasti Ben bertanya demikian karena mendengar suara parau Sally. “Oh, Ben. Maaf, aku pikir temanku yang lain.” “Kamu kenapa? Apa habis menangis? Apa kamu menyesal jadi tunanganku?” Tanya Ben. “Hah! Oh, bukan gitu. Hanya teringat masa lalu yang kurang menyenangkan saja makanya.” “Masih ada waktu kalau kamu berubah pikiran, Sally. Aku bakalan ngerti kok, cukup sadar diri sama wajah buruk rupa ku ini memang tidak mudah diterima semua orang.” “Bukan. Bukan begitu, Ben. Maaf kalau aku buat kamu tersinggung.” “Kenapa harus minta maaf? Kamu ngak salah kok. Malah aku senang ternyata ada cewek tulus yang masih mau nerima aku meskipun dijodohkan. Ehm, sebenarnya aku nelfon hanya ingin mulai kenal kamu saja. Bolehkan mulai sekarang kita telfonan begini, ngobrolin apa saja biar saling kenal.” “Iy-iyah, boleh kok. Ngak masalah.” Setelah bicara
Sally Minela seorang gadis sederhana, ia masuk di SMA yang sama dengan Sean, bedanya ia adalah siswi baru di sekolah itu.Sally tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Sejak lahir ia sudah tinggal dengan papa tirinya yang bernama Raka. Ternyata Papa Raka sudah beristri ketika menikah dengan mama nya yang bernama Carol. Waktu pindah ke rumah besar Raka, Sally baru berusia 3 tahun saja. Kehidupan Carol dan Sally bagai di neraka karena Briana bersikap semena-mena pada mereka.Tidak tahan dengan sikap dan perlakuan dari istri pertama Raka yang bernama Briana juga kakak tiri Sally yang bernama Dania. Carol memutuskan keluar dari rumah itu membawa Sally meskipun Raka tidak mau menceraikan Carol. Saat itu Sally baru naik SMP.Raka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Carol dan hal ini membuat Briana marah besar dan mengancam akan menyakiti Carol jika Raka masih berkeras memilih istri mudanya itu. Akhirnya Raka mengalah dan menjauhi Carol juga Sally.Sally sendiri yang sudah mengerti kal
Selalu bertemu dengan Sally setiap hari disekolah membuat dinding pertahanan Sean perlahan melemah meskipun Sally tidak berusaha untuk menarik perhatiannya. Sejak tabrakan kemarin wajah Sally selalu melekat dalam pikirannya mulai merusak dinding yang dibangunnya selama ini dari para kaum hawa. Sally termasuk anak yang cerdas, ia cepat sekali menerima pelajaran dari sekolah barunya. Otomatis Ceri sangat suka dengan menjadi sahabatnya yang punya otak encer dibanding dirinya yang lebih lemot dalam menangkap pelajaran. Ceri tidak bodoh bahkan ia termasuk dalam sepuluh besar peringkat kelas, hanya saja ia perlu waktu lebih banyak dari orang lain untuk menangkap pelajaran yang diajarkan oleh guru.. Sally dan Ceri sering pulang berdua, kebetulan rumah mereka satu komplek. Tidak heran mereka cepat menjadi sahabat, mereka selalu bertemu dan bermain baik di rumah ataupun saat di sekolah. Suatu hari Ceri sakit dan ijin dari sekolah, terpaksa Sally pulang sendiri sambil memasang wajah cemberut
Sally merutuk dalam diamnya karena kebodohan perkataan yang terdengar seperti sedang merayu Sean. Terlebih lagi rona kemerahan yang tidak bisa disembunyikan dari wajah Sally membuat Sean merasa gemas dengan sikap gadis yang dirasa berbeda dari teman-teman lainny. Belum selesai berkutat dengan rasa malu, jawaban Sean malah semakin membuatnya salah tingkah tapi ia pun merasa penasaran apa maksud dari ucapan Sean barusan. "Kenapa harus di depan aku dan Mark saja? Memangnya ada daftar nama orang yang boleh melihat tawa? Kita kan tertawa karena merasa senang dan itu ngak bisa dipaksain." Seru Sally mengeluarkan pendapatnya. "Tidak apa-apa. Oh iya, kalo kamu punya kesulitan pelajaran, kamu bisa tanya ke aku. gini-gini otakku encer juga hahaha." Sadar dirinya juga keceplosan, Sean mengalihkan ucapannya daripada menjawab cecaran pertanyaan Sally yang membuatnya salah tingkah sendiri sambil menggaruk kepalanya. "Dih, pede sama sombong kadang beda tipis loh. Tapi boleh juga nanti kalo aku bin
Sally teringat dengan peristiwa dimana Sean memang pernah meminjam ponselnya dan memasukan nomor kontak Sean ke sana, tapi yang tidak Sally ketahui adalah ternyata Sean memasukkan nomornya ke dalam daftar kontak ponsel Sally. Bodohnya lagi Sally tidak mengecek ponselnya setelah Sean meminjamnya saat itu. "Yah kamu juga ngeselin, ngapain pake nama my boy friend segala simpen nomor kamu di hp aku. Ngagetin aku aja tahu ngak." Ketus Sally merasa malu sendiri memikirkan apa maksud Sean memakai nama itu. "Kan memang aku boy friend kamu, coba diaartiin ke bahasa Indonesia nya deh." Jawab Sean dengan entengnya tanpa merasa bersalah, lebih tepatnya pura-pura polos. Merasa terjebak dengan respon Sean, rasa malu gadis itu semakin menjadi. Emosinya juga naik karena Sally sedang kesal dengan kelakuan kakak tirinya tadi. “Loh, kok malah diam. Coba diartiin, perlu aku kirim kamus?” Goda Sean bahkan terdengar suara kekehan pria itu dan membuat mood Sally semakin kesal saja. "Teman laki-laki. Ud
Setelah mengetahui kebenaran tentang kesalahan yang dibuat papa Sall. Beberapa saat kemudian Sally meminta Sean untuk mengajaknya ke Surabaya dan mengajak ibunya untuk mengunjungi makam ayahnya.Sean sebenarnya sudah menyiapkan kejutan bagi Sally, namun setelah mendengar keinginan Sally ia harus merubah beberapa rencana.Sean sengaja tidak membuat rencana kerja untuk satu bulan ke depan, sehingga Mark hanya akan mengurus beberapa proyek yang belum selesai saja. Jadwal meeting untuk semua plan baru ia serahkan kepada Mark dan Ceri.Di kantor ruangan CEO kemarin Sean meminta tolong pada sahabatnya."Mark, kali ini gua minta tolong loe handel dan meeting buat planning proyek berikutnya." Ujar Sean sambil terkekeh meringis karena tahu bakalan diledek oleh Mark.Mark tersenyum mendecih meledek. "Awalnya janji ke gua cuma dua minggu, kenapa bisa beranak jadi satu bulan yah.""Sally mau ke makam papanya di Surabaya sama Mama Carol jadi terpaksa gua nambah cuti, lagian gua kan CEO nya, suka s
John dilaporkan oleh Carol dan Sally beberapa tahun lalu untuk laporan percobaan tindakan asusila untuk memberi hukuman jera pada John.Bahkan setelah bebaspun dia harus menjauh dan tidak boleh dekat sama sekali dengan Sally. John marah dengan hukuman yang ia terima. Akhirnya ia menghubungi Mira dan meluapkan kekesalannya."Hallo Mir, loe lagi sama Erik?""Iya, John. Kenapa yah?""Kagak, gua lagi suntuk aja sejak gua dilarang deketin Sally lagi.""John, kenapa ngak move on saja sih. Lupain Sally, masih banyak cewek yang mau sama loe. Loe itu ganteng, body oke, coba deh buka hati loe jangan mainin cewek cuma buat pelampiasan, ngak bagus juga buat kesehatan loe loh. Di dunia ini loe masih bisa ketemu cewek seperti Sally kan.""Kalau loe cuma mau nasehatin gua mending gua tutup aja deh. Gua nongkrong dulu ke klub."Mira menghela nafas dan menasehati temannya lagi meskipun tahu mungkin sia-sia. "Terserah John, jangan minum sampe teler nanti bikin masalah baru lagi.""Ah bawel loe. Yah uda
Malu, adalah perasaan yang kini tengah mendera Carol dan juga Sally setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya di balik misteri meninggalnya Ruben. Sebagian dalam diri Carol menyalahkan dirinya sebagai penyebab dari keputusasaan suaminya demi membuktikan diri memperbaiki perekonomian keluarganya lepas dari bantuan kedua orang tua Ruben.Sedangkan putri mereka di masa sekarang malah sudah menikah dengan bos dari Ruben yang memecatnya dan sempat membuat Carol juga Sally salah paham. Tentu saja Carol merasa malu dan sebagai ibu Sally ia memikirkan perasaan putrinya yang kini sudah menjadi menantu di keluarga Linardi. Saat kedua tangan Carol menangkuo ingin meminta maaf, Reina cepat-cepat menghalangi niatan Carol dan merangkul temannya. "Semua sudah berlalu, jangan kamu hukum diri sendiri atas kesalahan yang tidak kamu buat. Kami tidak membenci kalian bahkan semua sudah berlalu. Kita lihat masa depan saja mulai dari sekarang dan menantikan cucu kita pastinya yah."“Maaf kalau aku sempa
Di dalam ruang kerjanya, Samuel merenung tentang kejadian masa lalu mengenai kejadian di Surabaya yang membuatnya terpaksa harus berurusan dengan hukum untuk pertama kalinya. Saat itu dia baru menjabat sebagai CEO menggantikan papa nya. Setelah mendengar cerita dari Carol lalu mendengar nama suaminya yang sama dengan direksi yang dia pecat waktu dulu membuat Samuel mencari tahu kebenaran hubungan antara Ruben karyawannya dengan Carol. Dan ternyata mereka memang pasangan suami istri dan hal itu membuat Samuel resah karena cerita versi Carol sangat berbeda dengan apa yang terjadi sebenarnya."Aku harus mengungkapkan semua ini dengan Sally dan mamanya. Supaya jangan sampai mereka mendengar dari orang lain."Samue berencana mengundang Sean, Sally dan mamanya Sabtu ini makan bersama di rumahnya. Sehari sebelumnya Samuel menyampaikan hal tersebut ke istrinya dan menceritakan kejadian masa lalu itu ke istrinya agar tidak terjadi kesalahpahaman.Reina terkejut bukan main tidak mengira takdir m
Akhirnya aku dapat melewati rasa trauma setahap demi setahap. Semua karena dukungan orang-orang di sekitarku, mulai dari mama, Mark, Ceri, kedua mertuaku dan yang terutama suamiku sendiri Sean. Dialah yang berperan paling besar memulihkan trauma ku. Mau bersabar menunggu mentalku siap untuk bisa menunaikan kewajibanku sebagai seorang istri.Semua pengorbanan yang dilakukan nyatanya tidak sia-sia ditambah dengan keinginanku untuk sembuh dari trauma. Bahkan sekarang aku sudah bisa melakukan kewajibanku sebagai seorang istri dan Sean juga yang memberikan dorongan demi dorongan kecil untuk menyemangatiku agar tidak berkecil hati. Merayakan setiap keberhasilan sekecil apapun itu untuk segala hal yang sudah kulakukan . Aku bersyukur dengan cinta pertamaku yang berakhir di pelaminan. Penantian panjang dan hambatan dapat kita hadapi asalkan bersama-sama memanglah benar hanya saja kalau boleh aku tambahkan juga dengan sikap mau berkorban dan memperjuangkan satu dan yang lainnya.Sean selalu m
Mengandung 21+Sean melihat ruangannya sudah didekor dengan lilin-lilin kecil disepanjang jalan menuju kamar mereka. Ia tersenyum sambil meletakkan kantung belanja berisi kado pemberian keluarga dan kerabatnya di acara tadi."Hai Sayang, wah banyak banget kadonya." Sally menyambut suaminya keluar dari kamar mereka bergegas setelah merapikan kejutan di dalam kamar nanti.Sally menghampiri Sean dan memeluknya serta mencium pipi Sean tersenyum malu-malu terlihat dari rona di kedua pipinya."Jadi ini bukan rencana memberi kejutan Mark kan? Tapi buat aku, hayo ngaku.." Sean tersadar kalau apa yang dilakukan Ceri dan istrinya hanya sandiwara bagi Sally untuk menyiapkan semua ini.Sally tersenyum dan berjalan menuju kamar mereka memberikan senyum yang membuat desiran dalam diri Sean. Setelah meletakkan kado di sofa, ia pun bergegas mengejar Sally, menariknya dan mengecup bibir istrinya."Kamu membuatku tergila-gila padamu, Sayang." nafas Sean semakin menderu menahan diri melawan segala gejol
Sally dan Ceri keluar kantor dengan alasan meeting, namun sebenarnya mereka pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli sesuatu dan memesan kue untuk pesta malam nanti. Setelah itu mereka ke penthouse untuk mendekor ruang tidur mereka. Tentu saja mereka pergi dengan supir kantor sesuai perintah Sean, namun mereka meminta supir tersebut untuk mengatakan kalau dia mengantarkan mereka ke kantor klien untuk meeting bukan ke pusat perbelanjaan. Sally merasa bersemangat mempersiapkan kejutan untuk suaminya. Ia ingin membahagiakan Sean yang semestinya sudah dirinya lakukan sebulan lalu semenjak nama belakangnya berubah menjadi nyonya Rolando..Setelah semua selesai, mereka makan siang dekat kantor lalu kembali bekerja seperti biasanya agar Sean tidak mencurigai mereka. Baru kali ini Sally belanja ala sat-set memilih hadiah untuk Sean karena apa yang dicari langsung terlihat oleh matanya dan dia langsung menyukainya dengan cepat.Jam kantor menunjukkan pukul lima sore, Sally dan Ceri naik ke r
Sejak bertemu dengan John dan memutuskan untuk memaafkan serta melupakan rasa takut akan kejadian buruk sampai membuatku trauma dan mengalami mimpi buruk. Sekarang aku merasa lebih relax dan ringan seperti bebanku terangkat. Wajahku lebih ceria dari sebelumnya, ini semua berkat dukungan orang-orang yang menyayangiku dan juga keputusanku untuk berobat ke psikiater.Sean senang melihat perubahan dalam diriku beberapa hari ini. Setiap malam dia selalu mengecup keningku sebelum tidur lalu dengan lembut mengecup bibirku, entah mengapa ada dorongan dalam diriku yang menginginkan lebih dari ini. Tubuhku dengan reflek maju mendekati tubuh Sean, gemetar yang kurasakan sekarang berbeda dari rasa takut akan kilatan bayangan kejadian buruk itu. Melainkan getaran karena desiran yang menuntut dalam diri ini untuk merasakan lebih lagi.Tiba-tiba ciuman hangat itu berhenti dan Sean memelukku lalu tidur. Entah mengapa ada rasa kecewa malam itu tapi aku tidak berani mengatakannya pada Sean. Meskipun ke
Saran dokter psikolog juga Ceri nyatanya benar setelah Sally membuktikannya sendiri. Luka yang dibuat John tidak menghilang dan terlupakan begitu saja oleh Sally ketika memutuskan untuk bertemu dengan John di dalam sel.Namun ada beban berat dalam pikirannya yang terangkat membuat Sally seolah terlepas dari aura kuasa gelap yang selama ini menderanya. Ditambah lagi dengan permintaan maaf John yang terlihat tulus membuat Sally menaruh rasa iba pada kakak kelasnya itu.Cinta itu memang dapat membawa dampak luar biasa bagi seseorang bagai dua sisi yang saling berlawanan. Seperti kisah cinta segitiga antara Sally, Sean juga John. Sean yang cintanya bersambut justru membuatnya menjadi pribadi yang jauh lebih dewasa untuk mengerti kekurangan Sally.Sedangkan John yang cintanya tidak berbalas pada akhirnya menjadikan Sally bak tropi yang harus dimenangkan bagaimanapun caranya bahkan harus menjadi orang jahat sekalipun dia tidak peduli. Namun pada akhirnya John menyerah mengakui kekalahannya.