Jagat terlihat sudah siap untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke kotaraja. Sesuai instingnya di sana dia akan menemukan jati diri yang selama ini masih terlihat abu-abu. Sementara Akshita masih sibuk mengemasi barang dan menata kembali apa saja yang perlu dibawanya. "Jangan terlalu bawa barang banyak, Aks. Pilih seperlunya sesuai kebutuhan kita!""Baik, Jagat.""Nah, bagus. Mulailah memanggilku dengan nama, karena kamu bukan budakku, Aks," kata Jagat datar. Akshita mengulum senyum, dia paham akan maksud kalimat pria di depannya. Memang dirinya bukanlah budak, melainkan wanita yang selalu ada buat temani perjalanannya. Akshita sangat telaten menyediakan apa saja yang dibutuhkan Jagat meskipun tak terbalas. Setelah di rasa cukup, maka Akshita mengajak Jagat untuk segera berangkat. Dengan menggunakan kuda, keduanya pun mulai menghentak tali kekangnya. Kedua kuda jantan berwarna hitam dan putih melaju dengan kecepatan teratur. Akshita yang menaiki kuda jantan putih tidak mau tertin
Jagat terhenyak kaget saat sosok wanita yang baru saja memijakkan kakinya pada tanah berumput menyebut nama pria berjenggot adalah Sasapati. Dalam ingatannya, pria itu sudah menemui ajal, entah mengapa bisa hadir lagi di depannya. Akshita sendiri juga ikut bingung akan hadirnya Ki Sasapati yang berhasil dibunuhnya pada masa silam. "Aneh!"Kekehan renyah menyapa telinga Akshita, tawa yang begitu nyata dan membawa aura hitam. Sasapati menatap penuh hasrat pada Akshita yang dulu gagal dimilikinya. Kini dia sudah berdiri dengan kesaktian yang berbeda dengan mengorbankan sebagian sumber daya. "Rupanya kau juga inginkan perjaka pria ayu itu, Rubah wanita?" bisik Sasapati. "Sudah lama aku mencari keberadaannya, Sasapati. Cakranya ternyata meningkat drastis hingga sulit kubaca," ujar Wedari. "Siluman Rubah, apa kabarmu?" tanya Akshita. Wedari tersenyum menatap wanita yang berdiri di samping Jagat. Kemudian dia berjalan mengikis jaraknya sedikit lebih dekat dengan pria incarannya. Ketika
Wedari terbang melayang mengitari lokasi terakhir perkelahian Jagat dan Sasapati. Pandangannya menyapu seluruh lokasi yang masih diselimuti asap dan debu hasil pertemuan dua jurus tingkat tinggi. Tatapan Wedari menajam kala terlihat pergerakan yang tidak biasa di antara tebalnya rumput gajah. Tubuh Wedari melesat ke arah rumput tersebut. Dengan pelan disibak tumbuhan liar, saat matanya menangkap ujung jari kaki mulut perempuan itu memekik lirih. "Ibu jari kaki, milik siapa ini?" kata Wedari sambil menenteng ibu jari itu. Dengan sabar dan langkah pelan, pendekar wanita itu melangkah maju. Kemudian kedua matanya melotot saat melihat tubuh Sasapati hancur tak berbentuk. "Beh, jurus yang sangat menakutkan."Setelah berhasil mengenali sosok tubuh yang hancur itu, Wedari menyentak kaki kanan agar dia bisa melompat dan kembali terbang. Kedua lengan wanita itu terentang, gaun tipisnya melambai dibawa angin. Berulang kali Wedari terbang berputar mencari jasad Jagat. Setelah asap dan debu
"Tuan, dimana jasadmu? Apakah kau masih hidup?" Suara perempuan yang sangat dikenal oleh Jagat dan Wedari, siapa lagi jika bukan Akshita. "Tuan, tubuh Sasapati hancur lebur akibat pertemuan jurus itu. Lalu bagaimana dengan tubuhmu, Tuanku?" Suara itu masih berbicara menanyakan keadaan Jagat, tetapi tubuh pemilik suara belum menampakkan wujudnya. Hal ini membuat Jagat penasaran bagaimana keadaan tubuh wanita itu. Meskipun rasa penasarannya tinggi, Jagat tidak mau gegabah mengeluarkan suaranya untuk menjawab semua tanya suara itu. Tidak jauh berbeda dengan Wedari, dia juga memilih diam meskipun kini tangannya sudah bisa digerakkan. Wanita siluman itu mencoba meraih kain penutup tubuh atasnya yang teronggok di depannya. "Tuan, tolong jawab panggilanku agar melegakan perasaan!" pinta Akshita. Jagat yang masih dalam mode pengobatan terpaksa diam saja, hal ini akan merusak jalan napasnya lagi jika dia mengeluarkan suara. Melihat keadaan Jagat yang diselimuti asap putih, Wedari berinis
"Bagaimana bisa, Jagat?" tanya Wedari lirih, "Kau adalah entitas murni dan fana," tegas Wedari menolak kenyataan. "Tuan, tolong Aks mu!" Akshita meminta lirih sambil menangkupkan kedua telapak tangannya di dada. Harimau bersayap itu melirik tubuh Akshita yang sudah terkoyak perutnya. Kedua sayapnya bergerak pelan lalu makin cepat hingga menimbulkan angin kencang. Tubuh Wedari pun mulai terbawa arus angin yang ditimbulkan oleh kepakan sayap harimau putih. Lambat laun tubuh siluman rubah pun mulai mengalami perubahan menjadi rubah betina. Harimau putih mengaum keras hingga suaranya menimbulkan aura yang pekat. Seberkas cahaya melesat menembus udara dan angin menuju ke arah perut Akshita. Sementara tubuh rubah merubah dan mengalami kenaikan tingkat. Dengan kekuatan yang maha dahsyat, rubah melompat menerjang pada tubuh harimau. Kedua kaki depannya siap memberi cakaran. Namun, dengan gerak cepat harimau melompat ke udara terbang berputar hingga membelok untuk menyerang tubuh rubah. P
Ledakan dahsyat kembali terdengar, sebuah kejadian yang sudah tidak asing lagi bagi Akshita. Namun, ledakan kali ini sedikit beda suaranya. Bahkan terasa asing dan aneh. "Apa yang Anda lakukan, Tuan? Apakah semua kesaktian Wedari harus dicabut dan lenyapkan?" cerca Akshita. "Hanya itu yang mungkin bisa hentikan semua sepak terjangnya untuk saat ini. Setidaknya dunia persilatan tidak akan mengenal lagi siluman rubah ekor tiga."Jagat berjalan meninggalkan Akshita yang masih bingung dengan kalimat pemuda yang sudah berhasil menawan jiwa dan batinnya. Akshita memilih segera melangkah mengikuti Jagat dari belakang. Akan tetapi, baru kakinya melangkah sejauh satu meter terlihat bayangan hitam melompat dari tebalnya debu yang beterbangan akibat lain pertempuran itu. Akshita menjerit sambil mundur. "Augh. Hai, dasar rubah!" umpat Akshita sambil melangkah mundur Mendengar pekikkan lirih dan umpatan Akshita membuat Jagat menghentikan langkahnya dan berbalik badan untuk memastikan apa yan
Akshita menangkupkan kedua tapak tangannya di dada sambil membungkukkan badannya. Namun, apa yang dilakukan oleh Akshita justru memperlihatkan belahan dadanya yang indah. Pria itu seketika menelan salivanya kasar. Tangan pria itu terangkat dan mulai maju hendak menyentuh kulit punggung Akshita yang terlihat jelas keindahannya. Penjual yang sejak awal hanya diam akhirnya memilih segera berdiri untuk memberi pernyataan pada pria itu. "Maaf, Juragan Darso, wanita cantik ini bukanlah pekerja saya. Dia pembeli baru," kata penjual. "Aku tidak peduli lagi siapa wanita ini, Karno. Apa yang ada di depanku dan aku ingin maka dia milikku. Kau pasti paham!"Akshita membeliak tidak percaya dengan pendengarannya. Dia membekap mulutnya yang terbuka, lalu ekor matanya melirik pada Jagat seakan meminta pertolongan. Namun, Jagat masih menatap dan memindai keadaan sekitarnya. Dilihat seluruh kedai terdapat warga biasa yang tidak memiliki kelebihan ilmu kanuragan membuat Jagat sedikit berpikir bagaim
Akshita menatap heran pada Jagat, lelaki ini seakan bisa membaca dan melihat sesuatu yang belum tampak. Namun, dia juga tidak berani untuk membantah setiap kata yang terucap dari Jagat. Akshita pun gegas menghabiskan sisa makanannya lalu melipat rapi daun jati pembungkus nasi dan lauknya. "Sudah, Tuan.""Sebaiknya selama penyerang itu datang jangan pernah kau tinggalkan batang ini. Paham?"Akshita mengangguk mengerti. Lalu dia mulai mencari batang yang sedikit lebih besar untuk mampu menopang tubuhnya. Setelah menemukan tempat ternyaman, Akshita meletakkan barang bawaannya dan menyelonjorkan kedua tungkai. Wanita yang masih tertutup misteri itu pun perlahan bersandar pada pohon utama sambil menatap wajah Jagat. Pria yang mampu menawan hatinya sejak usia dini itu kini telah nyata ada di depannya. Namun, secara jiwa dan hati masih belum mampu dia raih dan reguk madu manis lendir perjaka Jagat. "Apalagi yang harus aku lakukan, Dyang?" batin Akshita mengutarakan pertanyaan pada penguas