Beranda / Pendekar / Jagat Kelana / 72. Menghidu Jasad

Share

72. Menghidu Jasad

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-29 21:50:30

Wedari terbang melayang mengitari lokasi terakhir perkelahian Jagat dan Sasapati. Pandangannya menyapu seluruh lokasi yang masih diselimuti asap dan debu hasil pertemuan dua jurus tingkat tinggi.

Tatapan Wedari menajam kala terlihat pergerakan yang tidak biasa di antara tebalnya rumput gajah. Tubuh Wedari melesat ke arah rumput tersebut. Dengan pelan disibak tumbuhan liar, saat matanya menangkap ujung jari kaki mulut perempuan itu memekik lirih.

"Ibu jari kaki, milik siapa ini?" kata Wedari sambil menenteng ibu jari itu.

Dengan sabar dan langkah pelan, pendekar wanita itu melangkah maju. Kemudian kedua matanya melotot saat melihat tubuh Sasapati hancur tak berbentuk.

"Beh, jurus yang sangat menakutkan."

Setelah berhasil mengenali sosok tubuh yang hancur itu, Wedari menyentak kaki kanan agar dia bisa melompat dan kembali terbang. Kedua lengan wanita itu terentang, gaun tipisnya melambai dibawa angin. Berulang kali Wedari terbang berputar mencari jasad Jagat.

Setelah asap dan debu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jagat Kelana   73. Memilukan

    "Tuan, dimana jasadmu? Apakah kau masih hidup?" Suara perempuan yang sangat dikenal oleh Jagat dan Wedari, siapa lagi jika bukan Akshita. "Tuan, tubuh Sasapati hancur lebur akibat pertemuan jurus itu. Lalu bagaimana dengan tubuhmu, Tuanku?" Suara itu masih berbicara menanyakan keadaan Jagat, tetapi tubuh pemilik suara belum menampakkan wujudnya. Hal ini membuat Jagat penasaran bagaimana keadaan tubuh wanita itu. Meskipun rasa penasarannya tinggi, Jagat tidak mau gegabah mengeluarkan suaranya untuk menjawab semua tanya suara itu. Tidak jauh berbeda dengan Wedari, dia juga memilih diam meskipun kini tangannya sudah bisa digerakkan. Wanita siluman itu mencoba meraih kain penutup tubuh atasnya yang teronggok di depannya. "Tuan, tolong jawab panggilanku agar melegakan perasaan!" pinta Akshita. Jagat yang masih dalam mode pengobatan terpaksa diam saja, hal ini akan merusak jalan napasnya lagi jika dia mengeluarkan suara. Melihat keadaan Jagat yang diselimuti asap putih, Wedari berinis

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Jagat Kelana   74. Perkelahian Yang Tidak Imbang

    "Bagaimana bisa, Jagat?" tanya Wedari lirih, "Kau adalah entitas murni dan fana," tegas Wedari menolak kenyataan. "Tuan, tolong Aks mu!" Akshita meminta lirih sambil menangkupkan kedua telapak tangannya di dada. Harimau bersayap itu melirik tubuh Akshita yang sudah terkoyak perutnya. Kedua sayapnya bergerak pelan lalu makin cepat hingga menimbulkan angin kencang. Tubuh Wedari pun mulai terbawa arus angin yang ditimbulkan oleh kepakan sayap harimau putih. Lambat laun tubuh siluman rubah pun mulai mengalami perubahan menjadi rubah betina. Harimau putih mengaum keras hingga suaranya menimbulkan aura yang pekat. Seberkas cahaya melesat menembus udara dan angin menuju ke arah perut Akshita. Sementara tubuh rubah merubah dan mengalami kenaikan tingkat. Dengan kekuatan yang maha dahsyat, rubah melompat menerjang pada tubuh harimau. Kedua kaki depannya siap memberi cakaran. Namun, dengan gerak cepat harimau melompat ke udara terbang berputar hingga membelok untuk menyerang tubuh rubah. P

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Jagat Kelana   75. Terpenjara Selamanya

    Ledakan dahsyat kembali terdengar, sebuah kejadian yang sudah tidak asing lagi bagi Akshita. Namun, ledakan kali ini sedikit beda suaranya. Bahkan terasa asing dan aneh. "Apa yang Anda lakukan, Tuan? Apakah semua kesaktian Wedari harus dicabut dan lenyapkan?" cerca Akshita. "Hanya itu yang mungkin bisa hentikan semua sepak terjangnya untuk saat ini. Setidaknya dunia persilatan tidak akan mengenal lagi siluman rubah ekor tiga."Jagat berjalan meninggalkan Akshita yang masih bingung dengan kalimat pemuda yang sudah berhasil menawan jiwa dan batinnya. Akshita memilih segera melangkah mengikuti Jagat dari belakang. Akan tetapi, baru kakinya melangkah sejauh satu meter terlihat bayangan hitam melompat dari tebalnya debu yang beterbangan akibat lain pertempuran itu. Akshita menjerit sambil mundur. "Augh. Hai, dasar rubah!" umpat Akshita sambil melangkah mundur Mendengar pekikkan lirih dan umpatan Akshita membuat Jagat menghentikan langkahnya dan berbalik badan untuk memastikan apa yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Jagat Kelana   76. Menolak Halus Tidak Bisa, Maka ....

    Akshita menangkupkan kedua tapak tangannya di dada sambil membungkukkan badannya. Namun, apa yang dilakukan oleh Akshita justru memperlihatkan belahan dadanya yang indah. Pria itu seketika menelan salivanya kasar. Tangan pria itu terangkat dan mulai maju hendak menyentuh kulit punggung Akshita yang terlihat jelas keindahannya. Penjual yang sejak awal hanya diam akhirnya memilih segera berdiri untuk memberi pernyataan pada pria itu. "Maaf, Juragan Darso, wanita cantik ini bukanlah pekerja saya. Dia pembeli baru," kata penjual. "Aku tidak peduli lagi siapa wanita ini, Karno. Apa yang ada di depanku dan aku ingin maka dia milikku. Kau pasti paham!"Akshita membeliak tidak percaya dengan pendengarannya. Dia membekap mulutnya yang terbuka, lalu ekor matanya melirik pada Jagat seakan meminta pertolongan. Namun, Jagat masih menatap dan memindai keadaan sekitarnya. Dilihat seluruh kedai terdapat warga biasa yang tidak memiliki kelebihan ilmu kanuragan membuat Jagat sedikit berpikir bagaim

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Jagat Kelana   77. Kembali Diserang

    Akshita menatap heran pada Jagat, lelaki ini seakan bisa membaca dan melihat sesuatu yang belum tampak. Namun, dia juga tidak berani untuk membantah setiap kata yang terucap dari Jagat. Akshita pun gegas menghabiskan sisa makanannya lalu melipat rapi daun jati pembungkus nasi dan lauknya. "Sudah, Tuan.""Sebaiknya selama penyerang itu datang jangan pernah kau tinggalkan batang ini. Paham?"Akshita mengangguk mengerti. Lalu dia mulai mencari batang yang sedikit lebih besar untuk mampu menopang tubuhnya. Setelah menemukan tempat ternyaman, Akshita meletakkan barang bawaannya dan menyelonjorkan kedua tungkai. Wanita yang masih tertutup misteri itu pun perlahan bersandar pada pohon utama sambil menatap wajah Jagat. Pria yang mampu menawan hatinya sejak usia dini itu kini telah nyata ada di depannya. Namun, secara jiwa dan hati masih belum mampu dia raih dan reguk madu manis lendir perjaka Jagat. "Apalagi yang harus aku lakukan, Dyang?" batin Akshita mengutarakan pertanyaan pada penguas

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • Jagat Kelana   78. Kembali Diserang 2

    Mendengar bentakan Darso membuat keempat pria yang mengepung Jagat seketika langsung bergerak maju mulai menyerang Jagat dari empat arah. Tendangan dan tinju datang silih berganti dari keempatnya. Namun, dengan santai dan cepat Jagat bisa menghindar meskipun sesekali dia bisa membalas gerakan mereka. Hingga mencapai jurus ke 25 mereka masih menggunakan tangan kosong, sementara senjata mereka biarkan tergantung di pinggang masing-masing. Bagitu pun Jagat. Pemuda itu melayani semua serangan mereka dengan tangan kosong. SreetSuara kain sobek terdengar nyata membuat salah satu penyerang berhenti untuk memastikan. Kedua bola mata Rebo membeliak tidak percaya, bagaimana bisa kain atasnya robek saat tinjunya berhasil menyentuh dada Jagat. "Sialan, apa yang kau lakukan pada pakaianku?" tanya Rebo dengan lantang. Jagat mengulum senyum, lalu mengangkat dagunya seakan menunjuk pada gerakan kawan Rebo yang berakibat senjata temannya itu berhasil merobek kain atasnya. "Kau ...!" geram Rebo.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • Jagat Kelana   79. Akhirnya

    Darso tidak mengindahkan apa yang sudah disarankan oleh Jagat, dia ngotot menyerang lawannya hanya untuk mendapatkan tubuh Akshita yang sudah membuatnya malu dan berhasrat. Darso langsung merapal mantra khusus, kedua lengannya manekuk ke dalam dan mulai berputar searah mata angin. Lama kelamaan lengan itu terlihat patah dan terbang melesat menuju ke tubuh Jagat. Melihat hal yang tidak biasa membuat langkah Jagat mundur beberapa langkah. Dia tidak mengerti dengan jenis ilmu yang digunakan oleh Darso. Namun, dia berusaha untuk meredam rasa bimbangnya dan bertekad untuk menaklukkan. Sementara di atas pohon lebih tepatnya batang pohon tempat Akshita istirahat mulai bergetar. Getaran tersebut membuat wanita cantik tersadar lalu segera menyelaraskan pandangannya dengan sekitar. "Oo, rupanya aku masih di sini. Aneh, rasanya aku tidak hanya tidur. Mungkinkah?" gumam Akshita berbicara sendiri. Kemudian batang itu mulai bergetar lagi seakan ada angin yang membuatnya goyah. Akshita pun mul

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • Jagat Kelana   80. Kematian Darso

    Jagat terdiam, dia tidak ingin melakukan hal diluar janjinya. Baginya Darso sudah sekarat, maka tidak pantas baginya untuk menghilangkan nyawa. Lagi pula pria senja itu tidak sepenuhnya bersalah. Akshita sendiri pun belum sempat terjamah ataupun dilecehkan jadi dia berpendapat bahwa Darso bukanlah penjahat. Perlahan Jagat melangkah mendekati Darso yang duduk sila sambil sesekali memuntahkan darah kental. "Bagaimana jika kita barter, Juragan?""Cuih, aku tidak sudi. Bagiku siapa pun yang menghalangi niatku, maka dia adalah musuhku. Aku tidak peduli," ungkap Darso. "Lukamu cukup parah, Juragan. Mari kita bertukar obat, bagaimana?"Darso tidak meluluskan apa yang diinginkan oleh Jagat, dia justru meludahi wajah pemuda ayu tersebut. Dengan pelan Jagat mengusap wajahnya yang terlempar ludah bacin. Namun, semua itu tidak membuat pemuda itu naik darah. "Suamiku menawarkan hal baik padamu, Darso. Tetapi apa tanggapanmu! Kau adalah manusia nista, tidak ingatkah kamu akan nasih anak istri

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-05

Bab terbaru

  • Jagat Kelana   226. S2

    Sinar biru keemasan melesat membungkus tubuh tua Ki Cadek. Tanpa permisi, Jagat Kelana melempar tubuh tua itu kembali ke alamnya. Mau tidak mau Ki Cadek mengikuti semua perintah pemiliknya, dia terbang menuju ke alamnya. Setelah kepergian Ki Cadek tubuh Jagat tiba-tiba terasa lemas, tulang sendinya seakan tidak mampu menopang. Bahunya naik turun hingga terdengar isak tangis lirih. 'Maafkan aku, Ki. Ini yang terbaik untukmu setelah pertempuran dengan Pasopati,' kata Jagat tak mampu bersuara. Raja muda Singgalang terlihat begitu terluka secara fisik dan rohani. Baru saja dia berpisah dengan istri tercinta kini sebuah keputusan harus diambil dengan paksa. Cukup lama Jagat tertunduk dengan kedua telapak tangannya menyentuh tanah. Perlahan ada aliran hangat menjalar memasuki lengan. Hal itu tidak dipedulikan oleh Jagat. Dia justru makin menunduk hingga dahinya menyentuh tanah. Jagat bersujud. 'Jangan tinggalkan aku, Hyang Widi Agung!'Samar terdengar langkah pelan dan lembut mendekati

  • Jagat Kelana   225. S2

    Usai mengaku kalah, Panglima Pasopati berjalan tertatih dengan menarik pedangnya. Wajahnya tertekuk dalam. Dia tidak berani menatap bulan yang sedang bersinar malu. Angin malam menembus tulang, tetapi Jagat masih berdiri tegak menatap kepergian Panglima Galunggung. Ada sedih yang membayang di wajah raja muda itu, tetapi tidak semua orang bisa tahu apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Akshita berjalan mendekati suaminya, dia memeluk pinggang Jagat dari belakang dengan kepala bersandar pada punggungnya. "Sebaiknya kita jalani di dunia yang berbeda, Kang!"Mendengar bisikan istrinya, Jagat segera berbalik badan. Dia menangkap wajah kekasihnya, "jika aku merindukanmu, bagaimana?""Bukanlah Kakang bisa masuk ke duniaku meskipun tanpa portal?" tanya Akshita lembut. Jagat masih menangkap wajah ayu istrinya tanpa berkedip. Hal ini membuat Akshita menjadi salah tingkah. "Kang...." Tatapan Jagat mulai berkabut, napasnya terdengar berat tetapi dia masih enggan untuk mengeluarkan suara.

  • Jagat Kelana   224. S2

    Jagat segera berdiri dan menatap pada Panglima itu, dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Apalagi saat ini sudah ada kekasihnya yang berdiri di samping kanan sambil memeluknya. "Apa kabar, Tuan Pasopati?" Suara lembut Akshita memecah keheningan malam. Suara yang mampu membuat Pasopati berhenti bernapas untuk sesaat. Dia terkejut melihat sosok wanita itu hingga jantungnya sempat berhenti. 'Tidak mungkin.'Pasopati masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang dulu begitu membuatnya gila kini telah berdiri di sisi Jagat. "Rupanya apa yang aku dengar bukan kabar angin. Ini kenyataannyakah, Nyai?" tanya Pasopati dengan nada bergetar. Hatinya melesat, emosinya seketika berhenti. Sungguh dia tidak mengerti bagaimana wanitanya kini memeluk mesra lengan musuhnya. "Iya, seperti ini hidup, Pasopati. Apakah kamu menyesal?""Buat apa menyesali atas hubungan dengamu, Jalang. Sekali jalang selamanya tetap, Jalang!"Mendengar satu kata yang sudah biasa didengarnya tidak memb

  • Jagat Kelana   223. S2

    Sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Jagat, Panglima Pasopati menyiapkan kedua telapak tangannya yang dipenuhi dengan sinar merah. Gagang pedang itu digenggam erat, lalu diangkat tinggi. "Kali ini nyawamu tidak akan selamat, Jagat!" Pasopati melompat tinggi, kedua kakinya berjalan di udara dengan ujung pedang terhunus ke depan. Jagat masih diam dengan kujangnya di tangan. Pada ujung kujang itu muncul sinar perak dan dua permatanya keluar dari lubang. Angin malam bertiup makin kencang membuat jubah Jagat beterbangan, tetapi tidak membuat fokus raja itu terputus. "Rasakan jurus terbaruku, pedang pendek penghancur raga!" teriak Pasopati. Bersamaan itu, pedang panjangnya pun terayun dengan sasaran lengan kiri Jagat. Melihat gerakan itu membuat Jagat melakukan tubuhnya ke samping menghadap datangnya pedang. Kedua jarinya menjepit ujung pedang dan menggerakkan ke belakang. Akibat gerakan itu pedang milik Pasopati pun patah di ujungnya. Seketika kedua mata Panglima itu

  • Jagat Kelana   222. S2.

    Kedua pemimpin sudah saling berhadapan. Jagat masih berdiri tegak dengan tatapan dingin, sementara Panglima Pasopati berdiri dengan senyum samar. Keduanya dalam mode tenaga full dengan senjata masing-masing. Pasopati menggenggam pedang panjang dengan gerigi bak gergaji yang tajam. Jagat hanya memegang kujangnya dengan sembilan permata. "Apa sebenarnya hingga seorang Panglima datang ke tanah milikku?""Aku inginkan nyawamu, Jagat Kelana!""Bukankah kamu baru menatapku hari ini, bagaimana bisa sudah inginkan tanah Singgalang?"Panglima Pasopati seketika tertawa terbahak, dia meludah di depan Jagat Kelana. "Cuih, jangan kau kira aku tidak miliki kekuasaan mutlak hingga kau rendahkan aku, Jagar!""Baik, jika ini inginmu, Pasopati. Tunjukkan digdayamu!"Begitu mendengar kalimat tantangan dari Jagat, saat itu juga Panglima mengeluarkan seluruh kekuatannya. Dia menggerakkan pedang panjang yang terlihat begitu berat. Gerakannya yang terlihat begitu piawai membuat Jagat sedikit nyeri. Dia m

  • Jagat Kelana   221. S2

    Hempasan jubah Jagat seketika melenyapkan beberapa anak panah berapi. Tidak hanya senjata, pemakainya pun juga ikut terpental. Apa yang terjadi dengan prajurit pilihannya membuat Panglima Pasopati melongo tidak percaya. Sosok yang menyibakkan jubahnya saja masih berdiri tegak di ujung menara. "Bagaimana mungkin, rasanya hanya sang terpilih yang mampu melakukan hal itu." Panglima Pasopati berbicara sendiri tanpa berniat untuk berbagi. Sesungguhnya Jagat hanya memainkan trik kecil saja tanpa berniat untuk melenyapkan seluruh pasukan panah berapi. Semua hanya permainan saja. "Kang, jangan permainkan mereka seperti itu! Semua ada batasnya!" kata Akshita. "Mereka sudah mengira aku hanya raja rendahan saja hingga mereka berani merendahkan Kerajaan Singgalang. Alasan ini yang tidak aku suka, Aks.""Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Mereka hanya bawahan yang tidak mengerti alasan apa meruntuhkan Singgalang," kata Akshita. Jagat hanya tersenyum, dia mengurai pelukan dan kini menatap pada

  • Jagat Kelana   220. S2. Serangan Galunggung

    Suara terompet panjang tanda penyerangan dimulai. Pasukan Kerajaan Galunggung bertolak menuju ke perbatasan Karajaan Singgalang. Paling depan Panglima Pasopati terlihat berkuda dengan gagah berani. Ujung tombaknya terangkat ke udara memberi semangat pada para prajuritnya. Pasukan dibagi menjadi tiga bagian. Mereka memiliki pemimpin sendiri dengan kekuatan dan kapasitas yang memadai. Panglima Pasopati terlihat memimpin di depan dengan kuda jantan hitam dan tombak panjang di tangan kanannya. "Serang!"Semua prajurit Galunggung bergerak dengan senyap dan cepat, tetapi aura yang mereka timbulkan. Jagat sendiri masih terlena dengan sentuhan akhir Roro Wening hingga tubuhnya bermandikan keringat. "Kang, aura ini begitu membahayakan rakyat dan penghuni Kerajaan. Tidakkah ingin sudahi semua?" tanya Roro Wening dengan suara rendah dan sesekali mendesah akibat serangan beruntun dari suaminya yang begitu nikmat. Jagat tidak memedulikan apa yang dikatakan oleh istrinya, dia terus menggerakk

  • Jagat Kelana   219. S2. Persiapan Galunggung

    Jagat berdiri menatap langit yang masih malu menampakkan sinar mentari. Cuaca hari itu sedikit sendu, seakan membawa angin kesedihan. Roro Wening pun ikut berdiri tetapi dia tidak mengikuti arah pandang suaminya. Wanita nomer satu di Kerajaan Singgalang justru menatap ke arah utara sedangkan suaminya menatap ke arah timur. Dua arah yang berbeda meskipun berjalan pasti tidak akan menemui ujungnya. Keduanya masih diam menatap pada arah tersebut. Angin yang berhembus pun seakan enggan memberi kabar atas cuaca yang tidak bersahabat. "Akankah ada bencana lagi, Suamiku? Ada yang berbeda aroma angin berhembus hari ini," kata Roro Wening. "Sepertinya begitu, Nyai Wening. Semua bisa terjadi yang datang dari berbagai arah." Beberapa saat kemudian, Jagat berbalik melihat sosok istrinya yang sedang hamil lima bulan. Perut Roro Wening sudah terlihat membuncit. Lalu Jagat segera meraih tubuh istrinya dan digendong ala bridal. Dibawanya tubuh sang istri ke dalam sebuah bilik di dekat pendopo.

  • Jagat Kelana   218. S2. Jiwa Yang Sepi

    Jagat terus melangkah tanpa menoleh ke setiap pintu paviliun milik selir-selirnya. Dia terus melangkah hingga sampai di pendopo sunyi tempat biasa dia bermeditasi. Jagat berdiri menatap hamparan tanah hijau dalam gelita malam. Bibirnya tertutup rapat tetapi pikirannya melayang tak tentu arah. Dia mencari alasan mengapa istri gaibnya begitu ingin menjauh kembali setelah sekian lama tak berjumpa dalam dunia nyata. "Mungkin saat ini wanitamu itu sedang ada masalah lagi di Kerajaan gaib miliknya, Pangeran." Suara tua yang sudah lama tidak terdengar di telinga Jagat. "Ki, akhirnya kamu muncul juga setelah lama kita tidak berbincang." "Saya sedang meditasi, Pangeran. Bukankah selama saya pergi semua masih bisa terkendali secara fisik dan rohani?"Jagat menghela napas panjang dan berat. Apalagi sejak kepergian Ki Cadek beberapa waktu lalu setelah kembalinya Ashita, Jagat sering di uji gairah yang sulit terkendali. Dia sadar bahwa selama ini gairahnya seringkali tidak mendapat tempat yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status