Home / Pendekar / Jagat Kelana / 127. Penghuni Padepokan Galuh Wening

Share

127. Penghuni Padepokan Galuh Wening

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2024-07-28 21:18:37

Angin menderu menyambut datangnya dua kuda jantan hitam legam. Terlihat sosok wanita cantik dengan gaun biru muda terbang mendekat dan langsung turun begitu dua kuda itu berhenti.

"Selamat datang di gubug reyot kami, Nyai Ratu dan Pengeran!" sapa wanita cantik berambut panjang, "Perkanalkan saya--Roro Wening."

Perempuan itu membungkuk untuk memberi penghormatan. Mendengar nama tersebut terucap mulus di bibir wanita cantik membuat dahi Zavia berkerut. Dia merasa ada yang aneh, bagaimana bisa wanifa itu tahu identitasnya.

"Siapa kamu sebenarnya, Wening? Dari mana kamu tahu nama dan asal usulku?" cerca Zavia.

Belum sempat Wening menjawab pertanyaan Zavia, terlihat dua orang pendekar tua berjalan beriring dengan membawa tongkat. Jagat yang mengenali salah satu pendekar tersebut bergumam. "Ki Bajanglawu!"

"Kau mengenalnya, Le?"

"Mereka pendekar golongan putih yang sejak lama memantau perkembangan kerajaan, Ibu," papar Jagat.

Ki Bajanglawu dan saudaranya mengulum senyum. Lalu keduanya b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Jagat Kelana   128. Pohon Keajaiban

    Bajanglawu mengarahkan kedua tamunya pada pohon beringin yang sejak lama sudah dianggap memiliki kekuatan magis. Bahkan kedua pendekar kembar lawu itu sampai memuja pohon tersebut. "Apa maksudnya ini, Bledek?" tanya Zavia dengan nada tinggi dan penuh tekanan. Bledek tidak mengindahkan pertanyaan Zavia, dia terus berjalan menuju ke pusat pemujaan. Di sana terlihat banyak dupa dan beras warna kuning. "Kau memuja pohon ini, Lawu, apakah kepercayaanmu sudah berbelok?" getam Zavia, "Pohon ini juga ciptaan Hyang Agung."Bledek masih terlihat fokus menabur beras kuning di sekitar pohon itu. Lambat laun beras tersebut terserap masuk ke dalam tanah. Mata Zavia membelalak kaget, baru kali ini di melihat keanehan secara langsung. "Bagaimana kalian bisa temukan pohon ini?" "Awalnya saya juga tidak paham kelebihan pohon ini, Nyai Ratu. Namun, saat Kang Bajang datang bersama Wening yang dalam keadaan terluka parah semua baru terungkap," kata Bledek "Apa maksudnya?"Bledek diam, bibirnya berke

    Last Updated : 2024-07-30
  • Jagat Kelana   129. Energi Baru

    "Argh!" jerit tertahan Wening membuat Zavia tersenyum puas. Namun, tidak untuk Wening. Wanita muda itu seketika merentangkan kedua lengannya tanpa pedulikan rembesan darah segar mulai membasahi jubah tipisnya. Untuk beberapa saat kedua mata wanita itu terpejam. Bersamaan dengan itu beberapa daun pohon keajaiban menyala merah lalu sinarnya melesat masuk ke raga Wening. Saat itu juga tubuh yang awalnya berada di tingkat lima kini naik secara drastis pada tingkat tujuh level satu. "Weh, keren Si Wening. Memang perlu diacungi jempol. Lawan Nyai Ratu hingga babak belur, Wening!" teriak seorang pemuda dengan pakaian lusuhnya. Jagat menoleh pada asal suara. Saat itu juga kedua tangannya mengepal begitu dia melihat wajah pria tersebut. "Siapa dia, Ki?"Bledek menatap pada arah pandang Jagat. Kedua bola matanya mengerjab dan menggeleng tidak tahu pasti. "Memangnya apa ada yang salah, Pangeran?" tanyanya masih tidak mengerti dengan maksud Jagat. "Tidak, hanya saja sepertinya dia berasal d

    Last Updated : 2024-07-30
  • Jagat Kelana   130. Rusa Betina

    Tawa sumbang terdengar begitu lama dan mampu membuat tanah sekitarnya bergetar. Tubuh Wening tiba-tiba merinding begitu tawa itu makin membahana. "Siapa sebenarnya pria ini?" batin Wening, "Tenaganya begitu kuat."Jagat seketika langsung terdiam, ekor matanya melihat ke arah Wening yang menatapnya penuh tanya. "Apa kabar pemuda itu, Ki?" tanya Jagat. "Sepertinya dia sekarat di sudut 12 derajat, Pangeran."Jagat melihat pada arah yang disebutkan oleh Ki Bledek, lalu bibirnya mengulas senyum masam. Zavia yang merasakan tindakan putranya pun berbalik badan dan menyentil dahi Jagat. "Jangan sering berbuat nakal, Le. Tidak baik untuk seorang pepimpin," kata Zavia. "Maaf, Ibu."Dari jauh terlihat seorang pemuda berjalan tertatih menuju ke saung dimana Jagat dan lainnya duduk berbincang akrab. Pemuda itu yang tidak lain adalah Sasapati meringis mengikis jaraknya. Hingga akhirnya dia membungkuk di hadapan Jagat. "Maafkan aku, Pria Ayu!" ujat Sasapti dengan nada rendah, "Aku mohon, ini

    Last Updated : 2024-08-01
  • Jagat Kelana   131. Suling Emas

    Jagat memindai seluruh kondisi rusa betina itu. Dengan telaten diusapnya perut hewan tersebut seolah dia sedang mengusap perut istrinya. Apa yang dilakukan oleh Jagat membuat Zavia penasaran apalagi tanyanya tidak dijawab oleh sang putra. Perlahan dia turun dari saung lalu berjalan mendekati Jagat dan duduk sila di depan jalan keluar kotoran hewan itu. Kedua mata Zavia menyipit kala terlihat pergerakan yang tidak biasa. "Anakmas, ini bukan hamil. Rusa ini seakan kesakitan membawa sesuatu dalam perutnya," ungkap Zavia. "Begitulah, Ibu. Jagat sudah berusaha maksimal saat di dasar jurang tadi. Tetapi sepertinya benda itu tidak mau jinak," jawab Jagat. Zavia berdiri melihat ke sekitar. Dia kembali menyipit memindai sumber daya yang dimiliki beberapa pendekar yang mumpuni. Lalu bibirnya melengkung, dia tersenyum. "Biarkan yang lain mencoba mengeluarkan benda itu, Jagat! Mungkin di antara murid Ki Bajanglawu atau Ki Bledek ada yang mampu," kata Zavia. "Ini harus segera, Ibu. Karena ha

    Last Updated : 2024-08-02
  • Jagat Kelana   132. Penyelamatan Galasbumi

    Jagat sudah berdiri di tembok pembatas antara penjara bawah tanah dan ruang isolasi yang lain. Alunan seruling emas masih mendayu menyapa seluruh indera pendengaran prajurit jaga malam itu. Jagat bergerak senyap masuk ke ruang bawah tanah, untuk sesaat dia berdiri terpaku di dua jalan bercabang. Kali ini instingnya berkata lorong kirilah tempat yang dia tuju. Maka, segera kakinya melangkah mengikuti insting. Dan benar, sosok tua berjenggot tergeletak tiada daya dengan ditemani dua pemuda di luar terali besi. "Pangeran!" Suara kedua pemuda bersamaan saat sosok Jagat berdiri menjulang. "Bagaimana kabar Paman Galas?"Kedua pemuda yang diyakini Jagat sebagai perawat sekaligus murid Galasbumi itu saling pandang laku keduanya berpaling pada sosok tubuh Galasbumi. "Sebelum Pangeran Abimana dan Gusti Ayi Selir datang kondisi guru segar bugar. Namun, setelah mereka menyingkir seperti inilah, Pangeran!"Jagat diam, tangannya memberi isyarat agar keduanya menepi untuk sesaat. Setelah mere

    Last Updated : 2024-08-03
  • Jagat Kelana   133. Perdebatan

    Angin malam berhembus sedikit berbeda. Udara yang biasanya dingin menjadi panas. Gayatri terlihat gelisah, wanita itu seakan sedang menunggu seseorang. "Sialan, udara cepat sekali berubah. Apa yang akan terjadi esok hari?"Wanita itu hampir semalaman tidak memejamkan mata hingga terdengar suara derap langkah kaki yang bertahap. Dahi Gayatri berkerut. Wanita itu merasakan adanya peristiwa besar yang terjadi di istana. Dia segera berkemas mempersiapkan diri, selanjutnya wanita itu berjalan tergesa di ruang agung. Didorongnya pintu berukir dengan ketinggian lima meter kasar. "Apa yang terjadi, Suamiku?" tanya Gayatri tanpa menunggu waktu. Albara yang sedang duduk di singgasananya bersama sang ratu terlihat murung. "Apa yang kamu lakukan di sana bersama Abimana masa silam?" tanya Albara dingin. Gayatri menatap penuh tanya pada suaminya dan Arsinta bergantian. Dia tidak mengerti arah pertanyaan suaminya. "Kau harusnya sadar diri, Gayatri, ingat kau hanya selir!" geram Arsinta. Gaya

    Last Updated : 2024-08-04
  • Jagat Kelana   134. Abimana Bersuara

    Di saat semua diam, terdengar langkah kaki tergesa. Dari ambang pintu utama terlihat wajah Abimana yang suram. Pria muda itu seakan dipenuhi dengan rasa penasaran dan curiga. Setelah jaraknya dengan kedua pemimpin, Abimana berhenti dan membungkuk memberi hormat. Kemudian tatapannya beralih pada setiap wajah yang ada di dalam ruang agung. "Maafkan jika aku harus datang. Aku rada ada sesuatu yang aku ungkap di sini," kata Abimana. Albara menatap putranya. Ada semburat ragu dengan perkataan Abimana. Baginya pria muda itu masih belum tahu apa yang sedang diperebutkan. "Coba ungkap apa yang Pangeran lihat selama berada di ruang bawah tanah itu!" pinta Sakuntala. Abimana tersenyum pada bawahannya itu. Perlahan dia mulai menceritakan apa yang telah terjadi saat itu hingga dia beranjak pergi. "Jadi, Galasbumi sempat keluar dari teralis besi itu? Lalu bagaimana bisa dia langsung melebur jadi abu?" tanya Sakuntala. Abimana berpaling menatap pada Gayatri, "Mohon Ibu Selir ungkap semua saa

    Last Updated : 2024-08-06
  • Jagat Kelana   135. Mencoba Menawar

    Gayatri berpaling menatap pada suaminya, lalu bibirnya melengkung sempurna. Senyum yang sama saat pertama kali Albara menyentuh tubuhnya. Dengan senyum itu, Gayatri berharap bahwa lelakinya kembali takluk padanya. Namun, amarah masih tersirat di sorot tajam manik mata Albara. Meskipun begitu tidak menyurutkan langkah Gayatri untuk mendekati raja itu. "Berhenti di sana, Gayatri!" hentak Albara kala langkah selirnya makin bergerak maju menyisakan jarak lima depa. "Katakan saja dari sana!"Gayatri seketika menghentikan langkahnya dan menghela napas panjang, lalu bibirnya mengulum senyum dan mulai bergerak lirih, "Bagaimana jika aku minta wilayah selatan sebagai hadiah atas nyawa Galasbumi, Suamiku!""Bangsat, apa ini tujuanmu, Nyai Dewi!" umpat Abimana lantang. Pria muda itu seketika memuncak emosinya. Dia tidak rela jika wilayah selatan yang diinginkan oleh wanita itu. Wilayah yang begitu memendam kisah manis dan pahitnya perjalanan hidupnya. Abimana mengerang tidak terima dan melak

    Last Updated : 2024-08-07

Latest chapter

  • Jagat Kelana   232. S2

    Waktu begitu cepat berganti, sinar mentari masuk kamar Jagat melalui jendela yang terbuka sejak semalam, bahkan tubuh raja Singgalang pun masih tergolek berselimut di atas ranjang berteman sekuntum bunga mawar merah pekat. Prameswari yang melewati jendela kamar tersebut berdiri terdiam untuk beberapa saat lamanya. Pikirannya menerawang penuh tanya. "Tidak biasanya jendela itu terbiar begitu lama. Ada apa gerangan?" Pertanyaan demi pertanyaan menguar begitu saja tanpa ada kejelasan jawaban. Prameswari akhirnya melanjutkan perjalanan, dengan perutnya yang sudah besar membuat wanita itu sedikit kesulitan berjalan. Di tengah perjalanan pandangannya menangkap bayangan wanita cantik sedang bersenandung gending jawa yang dia tidak mengerti. Gerak wanita tersebut begitu familiar dan lembut, senyumnya terlihat lepas tulus. "Siapa wanita itu, wajahnya begitu indah bahkan aroma tubuhnya menguar hingga jauh."Tanpa sadar Prameswari terus melangkah mendekat pada sosok tersebut, bibirnya berger

  • Jagat Kelana   231.

    Untuk sesaat Airlangga masih tenggelam dalam samudra ragu, pemuda itu menatap langit yang telah gulita, hembusan napasnya begitu terdengar berat, seakan membawa beban.Jagat Kelana yang belum bisa memahami apa jalan pikiran putra berdarah silumannya dengan sabar menunggu deretan kata yang mungkin keluar dari untaian kegelisahan.Kembali terdengar hembusan napas berat Airlangga membuat hati Jagat seketika berontak, lalu kepalanya menoleh memindai keseluruhan wajah putranya, dia mencari arti di setiap gurat wajah Airlangga. "Jangan membuat semua menjadi sulit jika jalan termudah itu ada, Putraku. Utarakan saja!"Airlangga menoleh menatap ayah biologisnya yang telah lama dia rindukan sejak kecil. Selama ini, dia hanya mendengar semua kisah pria tersebut dari ibunya tanpa mengenal secara nyata. Perlahan bibir Airlangga melengkung tipis, bahkan hampir tanpa terlihat oleh Jagat. Namun, sebagai seorang ayah Jagat Kelana masih bisa menangkap gerakan tipis bibir itu. "Jika Engkau kecewa den

  • Jagat Kelana   230. S2.

    Hati terus berlalu, waktu silih berganti. Angin pun seakan berhenti meninggalkan jejaknya. Jagat Kelana terlihat gelisah menunggu kelahiran putra Roro Wening.Wajahnya yang tampan mulai berkeringat dingin, tetapi auranya masih begitu memukau. Prameswari masih setia menemani Jagat meskipun dia sendiri juga dalam keadaan lemah akibat hamil muda. "Duduk saja di sini, Tuanku," pinta Prameswari masih dengan nada lembut. "Mengapa lama sekali prosesnya, Prames?""Ini sudah hal yang biasa, apakah masa silam Anda tidak pernah mengerti kelahiran Pangeran Airlangga, Tuanku?"Jagat Kelana menatap sendu pada selirnya, bibirnya bergerak lirih, "sayangnya aku tidak ada saat Airlangga lahir. Apakah sesakit itu?"Prameswari meringis, dia tidak menjawab tanya suaminya. Pendengarannya saja dibuat mati. "Prames, ada apa denganmu?""Tidak, aku hanya belum ingin merasakan sakitnya.""Lalu mengapa ada noda di sana?"Kalimat suaminya seketika membuat wajah Prameswari menjadi pias, dia mencengkeram punggun

  • Jagat Kelana   229. S2

    Setelah dua hari dua malam akhirnya Jagat Kelana menyudahi pergerakan tubuhnya pada selir agung. Bibir pria itu melengkung sempurna kala melihat hasil perbuatannya pada tubuh indah dengan perut buncit itu. "Maafkan aku, Nyai. Tubuhmu begitu candu hingga hasratku sulit dibendung," ucap Jagat dengan nada rendah sambil meraih tubuh polos istrinya itu. Dua hari dua malam tubuh Roro Wening dihajar oleh Jagat membuat wanita itu terlukai lemah di atas ranjang. Dengan lembut, Jagat menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh polos istrinya. "Nyai, rasanya aku tidak sanggup bila harus meninggalkan kami sendiri di sini. Tetapi aku harus masuk lagi ke dunia Akshita. Ada entitas yang akan membahayakan dunia fana ini." Jagat berbicara dengan nada rendah cenderung berbisik. Kemudian Jagat berdiri dan meraih jubah kebesarannya, lalu dia keluar kamar pribadi selir agung. Langkahnya yang panjang membawa sampai ke dapur, tanpa suara Jagat langsung mengambil timba berisi air dan membawanya ke kamar

  • Jagat Kelana   228. S2

    Roro Wening berjalan kembali ke paviliunnya. Dia membuka pintu dan langsung melihat suaminya sudah duduk sila di atas ranjang. Melihat Jagat Kelana sudah duduk sila seketika Roro Wening mempercepat langkahnya. Ada kekhawatiran yang muncul dalam sorot mata sendu, dia merasakan adanya aura lain yang merasuki tubuh suaminya. "Suamiku, ada apa dengan tubuhmu?" ucap Roro Wening sambil duduk di belakang Jagat Kelana. Jemarinya yang lentik menyentuh kulit suaminya, lalu terjadi sengatan begitu kulit keduanya saling bersentuhan. "Jangan ganggu aku dulu, Nyai. Biarkan semua energi ini masuk dalam tubuhku!"Suara Jagat menghentikan gerakan Roro Wening. Wanita itu memilih bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke kursi yang menghadap pada posisi suaminya. Dahi selir agung berkerut kala mendapati tubuh Jagat mulai berkeringat besar dan bergetar. Tubuh telanjang dada itu perlahan mulai terlihat segar dan menggoda akibat lelehan air bening. Beberapa kali Wening menelan air liurnya. Dia send

  • Jagat Kelana   227. S2

    Pitaloka terdiam, dia tidak berani berkata lagi. Tatapan selir agung begitu tajam hingga terasa sesak dada Pitaloka. "Pergilah, Sasti. Segera siapkan apa yang aku pinta!"Sasti pun segera berlalu meninggalkan kedua selir raja yang saling berseteru. Melihat dayang pribadi selir agung pergi kedua mata Pitaloka menyipit, dia meraup wajahnya sendiri "Apa maksud kamu menghalangi pekerjaan dayangku, hem?""Bukan begitu, Yunda Selir. Aku hanya bertanya pada dayang itu, tidak ada maksud lain," jawab Pitaloka. "Iya sudah, lupakan saja. Ini bukan urusan kamu." Usai berkata Wening berlalu meninggalkan tempat itu. Pitaloka mengepalkan kedua tapak tangan sambil menghela napas berat. Dia tidak terima dengan perlakuan selir agung, dia ingin saat ini menjadi permaisuri raja. Setidaknya menjadi wanita di hati raja itu. "Sialan kau, Wanita Tua. Lihat saja nanti!" Pitaloka kembali ke paviliun miliknya, dia memanggil dayang pribadi yang khusus dipilihnya sendiri. Mendengar namanya dipanggil dayang

  • Jagat Kelana   226. S2

    Sinar biru keemasan melesat membungkus tubuh tua Ki Cadek. Tanpa permisi, Jagat Kelana melempar tubuh tua itu kembali ke alamnya. Mau tidak mau Ki Cadek mengikuti semua perintah pemiliknya, dia terbang menuju ke alamnya. Setelah kepergian Ki Cadek tubuh Jagat tiba-tiba terasa lemas, tulang sendinya seakan tidak mampu menopang. Bahunya naik turun hingga terdengar isak tangis lirih. 'Maafkan aku, Ki. Ini yang terbaik untukmu setelah pertempuran dengan Pasopati,' kata Jagat tak mampu bersuara. Raja muda Singgalang terlihat begitu terluka secara fisik dan rohani. Baru saja dia berpisah dengan istri tercinta kini sebuah keputusan harus diambil dengan paksa. Cukup lama Jagat tertunduk dengan kedua telapak tangannya menyentuh tanah. Perlahan ada aliran hangat menjalar memasuki lengan. Hal itu tidak dipedulikan oleh Jagat. Dia justru makin menunduk hingga dahinya menyentuh tanah. Jagat bersujud. 'Jangan tinggalkan aku, Hyang Widi Agung!'Samar terdengar langkah pelan dan lembut mendekati

  • Jagat Kelana   225. S2

    Usai mengaku kalah, Panglima Pasopati berjalan tertatih dengan menarik pedangnya. Wajahnya tertekuk dalam. Dia tidak berani menatap bulan yang sedang bersinar malu. Angin malam menembus tulang, tetapi Jagat masih berdiri tegak menatap kepergian Panglima Galunggung. Ada sedih yang membayang di wajah raja muda itu, tetapi tidak semua orang bisa tahu apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Akshita berjalan mendekati suaminya, dia memeluk pinggang Jagat dari belakang dengan kepala bersandar pada punggungnya. "Sebaiknya kita jalani di dunia yang berbeda, Kang!"Mendengar bisikan istrinya, Jagat segera berbalik badan. Dia menangkap wajah kekasihnya, "jika aku merindukanmu, bagaimana?""Bukanlah Kakang bisa masuk ke duniaku meskipun tanpa portal?" tanya Akshita lembut. Jagat masih menangkap wajah ayu istrinya tanpa berkedip. Hal ini membuat Akshita menjadi salah tingkah. "Kang...." Tatapan Jagat mulai berkabut, napasnya terdengar berat tetapi dia masih enggan untuk mengeluarkan suara.

  • Jagat Kelana   224. S2

    Jagat segera berdiri dan menatap pada Panglima itu, dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Apalagi saat ini sudah ada kekasihnya yang berdiri di samping kanan sambil memeluknya. "Apa kabar, Tuan Pasopati?" Suara lembut Akshita memecah keheningan malam. Suara yang mampu membuat Pasopati berhenti bernapas untuk sesaat. Dia terkejut melihat sosok wanita itu hingga jantungnya sempat berhenti. 'Tidak mungkin.'Pasopati masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang dulu begitu membuatnya gila kini telah berdiri di sisi Jagat. "Rupanya apa yang aku dengar bukan kabar angin. Ini kenyataannyakah, Nyai?" tanya Pasopati dengan nada bergetar. Hatinya melesat, emosinya seketika berhenti. Sungguh dia tidak mengerti bagaimana wanitanya kini memeluk mesra lengan musuhnya. "Iya, seperti ini hidup, Pasopati. Apakah kamu menyesal?""Buat apa menyesali atas hubungan dengamu, Jalang. Sekali jalang selamanya tetap, Jalang!"Mendengar satu kata yang sudah biasa didengarnya tidak memb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status