Beranda / Pendekar / Jagat Kelana / 126. padepokan galuh wening

Share

126. padepokan galuh wening

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-27 23:18:29

Jaka terdiam, kedua matanya bergerak cepat melihat sekitar kedai tersebut. Seakan dia takut jika ada orang lain yang mengenali kedua pendekar di depannya.

"Pimpinan kami mengundang Anda berdua untuk datang ke Padepokan Galuh Wening," bisik Jaka.

Jagat menatap pemuda di depannya yang dulu pernah menyerang tanpa alasan pasti. Untuk sesaat Jagat diam, lalu kepalanya menggeleng tidak mengerti. Baru kali ini dia tidak bisa menembus batas pikiran Jaka.

"Rupanya ada batas tipis yang menyimuti pola pikir Jaka," batin Jagat.

"Ada apa denganmu, Le?" bisik Zavia.

Jagat kembali tersenyum sambil menggelengkan kepalanya tanda dia tidak apa. Namun, bukan Zavia jika dia mengejar tanya.

"Lalu?"

"Kita ikuti saja apa yang diinginkan oleh pedepokan itu, Ibu!"

Zavia tersenyum, lalu dia bangkit menuju ke bagian pembayaran makanan yang sudah dimakan bersama Jagat. Sambil berjalan kedua matanya memindai keseluruhan situasi kedai tersebut.

Jagat pun beranjak dari duduknya, dia berjalan keluar kedai leb
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jagat Kelana   127. Penghuni Padepokan Galuh Wening

    Angin menderu menyambut datangnya dua kuda jantan hitam legam. Terlihat sosok wanita cantik dengan gaun biru muda terbang mendekat dan langsung turun begitu dua kuda itu berhenti. "Selamat datang di gubug reyot kami, Nyai Ratu dan Pengeran!" sapa wanita cantik berambut panjang, "Perkanalkan saya--Roro Wening."Perempuan itu membungkuk untuk memberi penghormatan. Mendengar nama tersebut terucap mulus di bibir wanita cantik membuat dahi Zavia berkerut. Dia merasa ada yang aneh, bagaimana bisa wanifa itu tahu identitasnya. "Siapa kamu sebenarnya, Wening? Dari mana kamu tahu nama dan asal usulku?" cerca Zavia. Belum sempat Wening menjawab pertanyaan Zavia, terlihat dua orang pendekar tua berjalan beriring dengan membawa tongkat. Jagat yang mengenali salah satu pendekar tersebut bergumam. "Ki Bajanglawu!""Kau mengenalnya, Le?""Mereka pendekar golongan putih yang sejak lama memantau perkembangan kerajaan, Ibu," papar Jagat. Ki Bajanglawu dan saudaranya mengulum senyum. Lalu keduanya b

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-28
  • Jagat Kelana   128. Pohon Keajaiban

    Bajanglawu mengarahkan kedua tamunya pada pohon beringin yang sejak lama sudah dianggap memiliki kekuatan magis. Bahkan kedua pendekar kembar lawu itu sampai memuja pohon tersebut. "Apa maksudnya ini, Bledek?" tanya Zavia dengan nada tinggi dan penuh tekanan. Bledek tidak mengindahkan pertanyaan Zavia, dia terus berjalan menuju ke pusat pemujaan. Di sana terlihat banyak dupa dan beras warna kuning. "Kau memuja pohon ini, Lawu, apakah kepercayaanmu sudah berbelok?" getam Zavia, "Pohon ini juga ciptaan Hyang Agung."Bledek masih terlihat fokus menabur beras kuning di sekitar pohon itu. Lambat laun beras tersebut terserap masuk ke dalam tanah. Mata Zavia membelalak kaget, baru kali ini di melihat keanehan secara langsung. "Bagaimana kalian bisa temukan pohon ini?" "Awalnya saya juga tidak paham kelebihan pohon ini, Nyai Ratu. Namun, saat Kang Bajang datang bersama Wening yang dalam keadaan terluka parah semua baru terungkap," kata Bledek "Apa maksudnya?"Bledek diam, bibirnya berke

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-30
  • Jagat Kelana   129. Energi Baru

    "Argh!" jerit tertahan Wening membuat Zavia tersenyum puas. Namun, tidak untuk Wening. Wanita muda itu seketika merentangkan kedua lengannya tanpa pedulikan rembesan darah segar mulai membasahi jubah tipisnya. Untuk beberapa saat kedua mata wanita itu terpejam. Bersamaan dengan itu beberapa daun pohon keajaiban menyala merah lalu sinarnya melesat masuk ke raga Wening. Saat itu juga tubuh yang awalnya berada di tingkat lima kini naik secara drastis pada tingkat tujuh level satu. "Weh, keren Si Wening. Memang perlu diacungi jempol. Lawan Nyai Ratu hingga babak belur, Wening!" teriak seorang pemuda dengan pakaian lusuhnya. Jagat menoleh pada asal suara. Saat itu juga kedua tangannya mengepal begitu dia melihat wajah pria tersebut. "Siapa dia, Ki?"Bledek menatap pada arah pandang Jagat. Kedua bola matanya mengerjab dan menggeleng tidak tahu pasti. "Memangnya apa ada yang salah, Pangeran?" tanyanya masih tidak mengerti dengan maksud Jagat. "Tidak, hanya saja sepertinya dia berasal d

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-30
  • Jagat Kelana   130. Rusa Betina

    Tawa sumbang terdengar begitu lama dan mampu membuat tanah sekitarnya bergetar. Tubuh Wening tiba-tiba merinding begitu tawa itu makin membahana. "Siapa sebenarnya pria ini?" batin Wening, "Tenaganya begitu kuat."Jagat seketika langsung terdiam, ekor matanya melihat ke arah Wening yang menatapnya penuh tanya. "Apa kabar pemuda itu, Ki?" tanya Jagat. "Sepertinya dia sekarat di sudut 12 derajat, Pangeran."Jagat melihat pada arah yang disebutkan oleh Ki Bledek, lalu bibirnya mengulas senyum masam. Zavia yang merasakan tindakan putranya pun berbalik badan dan menyentil dahi Jagat. "Jangan sering berbuat nakal, Le. Tidak baik untuk seorang pepimpin," kata Zavia. "Maaf, Ibu."Dari jauh terlihat seorang pemuda berjalan tertatih menuju ke saung dimana Jagat dan lainnya duduk berbincang akrab. Pemuda itu yang tidak lain adalah Sasapati meringis mengikis jaraknya. Hingga akhirnya dia membungkuk di hadapan Jagat. "Maafkan aku, Pria Ayu!" ujat Sasapti dengan nada rendah, "Aku mohon, ini

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-01
  • Jagat Kelana   131. Suling Emas

    Jagat memindai seluruh kondisi rusa betina itu. Dengan telaten diusapnya perut hewan tersebut seolah dia sedang mengusap perut istrinya. Apa yang dilakukan oleh Jagat membuat Zavia penasaran apalagi tanyanya tidak dijawab oleh sang putra. Perlahan dia turun dari saung lalu berjalan mendekati Jagat dan duduk sila di depan jalan keluar kotoran hewan itu. Kedua mata Zavia menyipit kala terlihat pergerakan yang tidak biasa. "Anakmas, ini bukan hamil. Rusa ini seakan kesakitan membawa sesuatu dalam perutnya," ungkap Zavia. "Begitulah, Ibu. Jagat sudah berusaha maksimal saat di dasar jurang tadi. Tetapi sepertinya benda itu tidak mau jinak," jawab Jagat. Zavia berdiri melihat ke sekitar. Dia kembali menyipit memindai sumber daya yang dimiliki beberapa pendekar yang mumpuni. Lalu bibirnya melengkung, dia tersenyum. "Biarkan yang lain mencoba mengeluarkan benda itu, Jagat! Mungkin di antara murid Ki Bajanglawu atau Ki Bledek ada yang mampu," kata Zavia. "Ini harus segera, Ibu. Karena ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-02
  • Jagat Kelana   132. Penyelamatan Galasbumi

    Jagat sudah berdiri di tembok pembatas antara penjara bawah tanah dan ruang isolasi yang lain. Alunan seruling emas masih mendayu menyapa seluruh indera pendengaran prajurit jaga malam itu. Jagat bergerak senyap masuk ke ruang bawah tanah, untuk sesaat dia berdiri terpaku di dua jalan bercabang. Kali ini instingnya berkata lorong kirilah tempat yang dia tuju. Maka, segera kakinya melangkah mengikuti insting. Dan benar, sosok tua berjenggot tergeletak tiada daya dengan ditemani dua pemuda di luar terali besi. "Pangeran!" Suara kedua pemuda bersamaan saat sosok Jagat berdiri menjulang. "Bagaimana kabar Paman Galas?"Kedua pemuda yang diyakini Jagat sebagai perawat sekaligus murid Galasbumi itu saling pandang laku keduanya berpaling pada sosok tubuh Galasbumi. "Sebelum Pangeran Abimana dan Gusti Ayi Selir datang kondisi guru segar bugar. Namun, setelah mereka menyingkir seperti inilah, Pangeran!"Jagat diam, tangannya memberi isyarat agar keduanya menepi untuk sesaat. Setelah mere

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-03
  • Jagat Kelana   133. Perdebatan

    Angin malam berhembus sedikit berbeda. Udara yang biasanya dingin menjadi panas. Gayatri terlihat gelisah, wanita itu seakan sedang menunggu seseorang. "Sialan, udara cepat sekali berubah. Apa yang akan terjadi esok hari?"Wanita itu hampir semalaman tidak memejamkan mata hingga terdengar suara derap langkah kaki yang bertahap. Dahi Gayatri berkerut. Wanita itu merasakan adanya peristiwa besar yang terjadi di istana. Dia segera berkemas mempersiapkan diri, selanjutnya wanita itu berjalan tergesa di ruang agung. Didorongnya pintu berukir dengan ketinggian lima meter kasar. "Apa yang terjadi, Suamiku?" tanya Gayatri tanpa menunggu waktu. Albara yang sedang duduk di singgasananya bersama sang ratu terlihat murung. "Apa yang kamu lakukan di sana bersama Abimana masa silam?" tanya Albara dingin. Gayatri menatap penuh tanya pada suaminya dan Arsinta bergantian. Dia tidak mengerti arah pertanyaan suaminya. "Kau harusnya sadar diri, Gayatri, ingat kau hanya selir!" geram Arsinta. Gaya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Jagat Kelana   134. Abimana Bersuara

    Di saat semua diam, terdengar langkah kaki tergesa. Dari ambang pintu utama terlihat wajah Abimana yang suram. Pria muda itu seakan dipenuhi dengan rasa penasaran dan curiga. Setelah jaraknya dengan kedua pemimpin, Abimana berhenti dan membungkuk memberi hormat. Kemudian tatapannya beralih pada setiap wajah yang ada di dalam ruang agung. "Maafkan jika aku harus datang. Aku rada ada sesuatu yang aku ungkap di sini," kata Abimana. Albara menatap putranya. Ada semburat ragu dengan perkataan Abimana. Baginya pria muda itu masih belum tahu apa yang sedang diperebutkan. "Coba ungkap apa yang Pangeran lihat selama berada di ruang bawah tanah itu!" pinta Sakuntala. Abimana tersenyum pada bawahannya itu. Perlahan dia mulai menceritakan apa yang telah terjadi saat itu hingga dia beranjak pergi. "Jadi, Galasbumi sempat keluar dari teralis besi itu? Lalu bagaimana bisa dia langsung melebur jadi abu?" tanya Sakuntala. Abimana berpaling menatap pada Gayatri, "Mohon Ibu Selir ungkap semua saa

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-06

Bab terbaru

  • Jagat Kelana   226. S2

    Sinar biru keemasan melesat membungkus tubuh tua Ki Cadek. Tanpa permisi, Jagat Kelana melempar tubuh tua itu kembali ke alamnya. Mau tidak mau Ki Cadek mengikuti semua perintah pemiliknya, dia terbang menuju ke alamnya. Setelah kepergian Ki Cadek tubuh Jagat tiba-tiba terasa lemas, tulang sendinya seakan tidak mampu menopang. Bahunya naik turun hingga terdengar isak tangis lirih. 'Maafkan aku, Ki. Ini yang terbaik untukmu setelah pertempuran dengan Pasopati,' kata Jagat tak mampu bersuara. Raja muda Singgalang terlihat begitu terluka secara fisik dan rohani. Baru saja dia berpisah dengan istri tercinta kini sebuah keputusan harus diambil dengan paksa. Cukup lama Jagat tertunduk dengan kedua telapak tangannya menyentuh tanah. Perlahan ada aliran hangat menjalar memasuki lengan. Hal itu tidak dipedulikan oleh Jagat. Dia justru makin menunduk hingga dahinya menyentuh tanah. Jagat bersujud. 'Jangan tinggalkan aku, Hyang Widi Agung!'Samar terdengar langkah pelan dan lembut mendekati

  • Jagat Kelana   225. S2

    Usai mengaku kalah, Panglima Pasopati berjalan tertatih dengan menarik pedangnya. Wajahnya tertekuk dalam. Dia tidak berani menatap bulan yang sedang bersinar malu. Angin malam menembus tulang, tetapi Jagat masih berdiri tegak menatap kepergian Panglima Galunggung. Ada sedih yang membayang di wajah raja muda itu, tetapi tidak semua orang bisa tahu apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Akshita berjalan mendekati suaminya, dia memeluk pinggang Jagat dari belakang dengan kepala bersandar pada punggungnya. "Sebaiknya kita jalani di dunia yang berbeda, Kang!"Mendengar bisikan istrinya, Jagat segera berbalik badan. Dia menangkap wajah kekasihnya, "jika aku merindukanmu, bagaimana?""Bukanlah Kakang bisa masuk ke duniaku meskipun tanpa portal?" tanya Akshita lembut. Jagat masih menangkap wajah ayu istrinya tanpa berkedip. Hal ini membuat Akshita menjadi salah tingkah. "Kang...." Tatapan Jagat mulai berkabut, napasnya terdengar berat tetapi dia masih enggan untuk mengeluarkan suara.

  • Jagat Kelana   224. S2

    Jagat segera berdiri dan menatap pada Panglima itu, dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Apalagi saat ini sudah ada kekasihnya yang berdiri di samping kanan sambil memeluknya. "Apa kabar, Tuan Pasopati?" Suara lembut Akshita memecah keheningan malam. Suara yang mampu membuat Pasopati berhenti bernapas untuk sesaat. Dia terkejut melihat sosok wanita itu hingga jantungnya sempat berhenti. 'Tidak mungkin.'Pasopati masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang dulu begitu membuatnya gila kini telah berdiri di sisi Jagat. "Rupanya apa yang aku dengar bukan kabar angin. Ini kenyataannyakah, Nyai?" tanya Pasopati dengan nada bergetar. Hatinya melesat, emosinya seketika berhenti. Sungguh dia tidak mengerti bagaimana wanitanya kini memeluk mesra lengan musuhnya. "Iya, seperti ini hidup, Pasopati. Apakah kamu menyesal?""Buat apa menyesali atas hubungan dengamu, Jalang. Sekali jalang selamanya tetap, Jalang!"Mendengar satu kata yang sudah biasa didengarnya tidak memb

  • Jagat Kelana   223. S2

    Sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Jagat, Panglima Pasopati menyiapkan kedua telapak tangannya yang dipenuhi dengan sinar merah. Gagang pedang itu digenggam erat, lalu diangkat tinggi. "Kali ini nyawamu tidak akan selamat, Jagat!" Pasopati melompat tinggi, kedua kakinya berjalan di udara dengan ujung pedang terhunus ke depan. Jagat masih diam dengan kujangnya di tangan. Pada ujung kujang itu muncul sinar perak dan dua permatanya keluar dari lubang. Angin malam bertiup makin kencang membuat jubah Jagat beterbangan, tetapi tidak membuat fokus raja itu terputus. "Rasakan jurus terbaruku, pedang pendek penghancur raga!" teriak Pasopati. Bersamaan itu, pedang panjangnya pun terayun dengan sasaran lengan kiri Jagat. Melihat gerakan itu membuat Jagat melakukan tubuhnya ke samping menghadap datangnya pedang. Kedua jarinya menjepit ujung pedang dan menggerakkan ke belakang. Akibat gerakan itu pedang milik Pasopati pun patah di ujungnya. Seketika kedua mata Panglima itu

  • Jagat Kelana   222. S2.

    Kedua pemimpin sudah saling berhadapan. Jagat masih berdiri tegak dengan tatapan dingin, sementara Panglima Pasopati berdiri dengan senyum samar. Keduanya dalam mode tenaga full dengan senjata masing-masing. Pasopati menggenggam pedang panjang dengan gerigi bak gergaji yang tajam. Jagat hanya memegang kujangnya dengan sembilan permata. "Apa sebenarnya hingga seorang Panglima datang ke tanah milikku?""Aku inginkan nyawamu, Jagat Kelana!""Bukankah kamu baru menatapku hari ini, bagaimana bisa sudah inginkan tanah Singgalang?"Panglima Pasopati seketika tertawa terbahak, dia meludah di depan Jagat Kelana. "Cuih, jangan kau kira aku tidak miliki kekuasaan mutlak hingga kau rendahkan aku, Jagar!""Baik, jika ini inginmu, Pasopati. Tunjukkan digdayamu!"Begitu mendengar kalimat tantangan dari Jagat, saat itu juga Panglima mengeluarkan seluruh kekuatannya. Dia menggerakkan pedang panjang yang terlihat begitu berat. Gerakannya yang terlihat begitu piawai membuat Jagat sedikit nyeri. Dia m

  • Jagat Kelana   221. S2

    Hempasan jubah Jagat seketika melenyapkan beberapa anak panah berapi. Tidak hanya senjata, pemakainya pun juga ikut terpental. Apa yang terjadi dengan prajurit pilihannya membuat Panglima Pasopati melongo tidak percaya. Sosok yang menyibakkan jubahnya saja masih berdiri tegak di ujung menara. "Bagaimana mungkin, rasanya hanya sang terpilih yang mampu melakukan hal itu." Panglima Pasopati berbicara sendiri tanpa berniat untuk berbagi. Sesungguhnya Jagat hanya memainkan trik kecil saja tanpa berniat untuk melenyapkan seluruh pasukan panah berapi. Semua hanya permainan saja. "Kang, jangan permainkan mereka seperti itu! Semua ada batasnya!" kata Akshita. "Mereka sudah mengira aku hanya raja rendahan saja hingga mereka berani merendahkan Kerajaan Singgalang. Alasan ini yang tidak aku suka, Aks.""Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Mereka hanya bawahan yang tidak mengerti alasan apa meruntuhkan Singgalang," kata Akshita. Jagat hanya tersenyum, dia mengurai pelukan dan kini menatap pada

  • Jagat Kelana   220. S2. Serangan Galunggung

    Suara terompet panjang tanda penyerangan dimulai. Pasukan Kerajaan Galunggung bertolak menuju ke perbatasan Karajaan Singgalang. Paling depan Panglima Pasopati terlihat berkuda dengan gagah berani. Ujung tombaknya terangkat ke udara memberi semangat pada para prajuritnya. Pasukan dibagi menjadi tiga bagian. Mereka memiliki pemimpin sendiri dengan kekuatan dan kapasitas yang memadai. Panglima Pasopati terlihat memimpin di depan dengan kuda jantan hitam dan tombak panjang di tangan kanannya. "Serang!"Semua prajurit Galunggung bergerak dengan senyap dan cepat, tetapi aura yang mereka timbulkan. Jagat sendiri masih terlena dengan sentuhan akhir Roro Wening hingga tubuhnya bermandikan keringat. "Kang, aura ini begitu membahayakan rakyat dan penghuni Kerajaan. Tidakkah ingin sudahi semua?" tanya Roro Wening dengan suara rendah dan sesekali mendesah akibat serangan beruntun dari suaminya yang begitu nikmat. Jagat tidak memedulikan apa yang dikatakan oleh istrinya, dia terus menggerakk

  • Jagat Kelana   219. S2. Persiapan Galunggung

    Jagat berdiri menatap langit yang masih malu menampakkan sinar mentari. Cuaca hari itu sedikit sendu, seakan membawa angin kesedihan. Roro Wening pun ikut berdiri tetapi dia tidak mengikuti arah pandang suaminya. Wanita nomer satu di Kerajaan Singgalang justru menatap ke arah utara sedangkan suaminya menatap ke arah timur. Dua arah yang berbeda meskipun berjalan pasti tidak akan menemui ujungnya. Keduanya masih diam menatap pada arah tersebut. Angin yang berhembus pun seakan enggan memberi kabar atas cuaca yang tidak bersahabat. "Akankah ada bencana lagi, Suamiku? Ada yang berbeda aroma angin berhembus hari ini," kata Roro Wening. "Sepertinya begitu, Nyai Wening. Semua bisa terjadi yang datang dari berbagai arah." Beberapa saat kemudian, Jagat berbalik melihat sosok istrinya yang sedang hamil lima bulan. Perut Roro Wening sudah terlihat membuncit. Lalu Jagat segera meraih tubuh istrinya dan digendong ala bridal. Dibawanya tubuh sang istri ke dalam sebuah bilik di dekat pendopo.

  • Jagat Kelana   218. S2. Jiwa Yang Sepi

    Jagat terus melangkah tanpa menoleh ke setiap pintu paviliun milik selir-selirnya. Dia terus melangkah hingga sampai di pendopo sunyi tempat biasa dia bermeditasi. Jagat berdiri menatap hamparan tanah hijau dalam gelita malam. Bibirnya tertutup rapat tetapi pikirannya melayang tak tentu arah. Dia mencari alasan mengapa istri gaibnya begitu ingin menjauh kembali setelah sekian lama tak berjumpa dalam dunia nyata. "Mungkin saat ini wanitamu itu sedang ada masalah lagi di Kerajaan gaib miliknya, Pangeran." Suara tua yang sudah lama tidak terdengar di telinga Jagat. "Ki, akhirnya kamu muncul juga setelah lama kita tidak berbincang." "Saya sedang meditasi, Pangeran. Bukankah selama saya pergi semua masih bisa terkendali secara fisik dan rohani?"Jagat menghela napas panjang dan berat. Apalagi sejak kepergian Ki Cadek beberapa waktu lalu setelah kembalinya Ashita, Jagat sering di uji gairah yang sulit terkendali. Dia sadar bahwa selama ini gairahnya seringkali tidak mendapat tempat yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status