Pak Johan lalu mengajakku bicara berdua, tanpa dihadiri oleh karyawan yang dipecat tersebut. Karena membicarakan kasus aku mau saja, tapi tidak mau di tempat tertutup, aku memilih bicara di cafe yang ada di hotel tersebut. "Kamu jadi pengacara ya, Butet?""Iya, Pak, magang,""Mantap lah itu, Butet,""Kasus tetap kasus ya, Pak," kataku lagi."Iya, tapi kamu masih mentah jika masalah tenaga kerja ini," kata Pak Johan."Iya, betul, tapi aku sudah tahu undang-undang ciptak karya, Pak,""Hmmm, beda dipecat sama di-PHK pun kamu tidak tahu, jika dipecat karena melanggar aturan, itu tidak wajib' diberikan pesongan, yang wajib' hanya gaji dia sampai saat hari dipecat, mereka sudah melanggar peraturan yang sudah disepakati bersama, kami semua sudah sepakat saat hotel ini diubah, tidak boleh ada miras, pengunjung saja tidak boleh bawa miras, apalagi karyawan, mereka pesta semalam suntuk, memakai satu kamar VIP. Itu terjadi saat aku tidak ada di sini, ini sudah yang kedua kali, yang pertama sud
Mamak mungkin terharu aku dapat gaji pertama, padahal ini berita gembira, aku bahkan senang sekali, mumgkin Setelah jadi mamak-mamak aku baru bisa paham apa yang disedihkan.Ada memang beberapa hal yang sampai sekarang Aku tidak mengerti apa yang disedihkan itu. Saat lebaran tiba, aku selalu heran kenapa ibu-ibu bersalaman sambil menangis sesenggukan, sampai saat ini aku belum bisa menangis di hari lebaran. Banyak orang menyalamiku sambil menangis, biarpun kulihat Mamak minta maaf ke Ayah sambil sesunggukan. Aku belum bisa paham dan belum bisa menangis saat bersalaman di hari raya.Ini mungkin yang kedua, gaji pertama adalah sesuatu yang sangat disenangi, ini berita gembira kenapa Mamak justru menangis?"Udah pakai aja dulu Butet, banyak kebutuhanmu di sini," begitu kata Mamak masih sambil menangis."Ini terlalu banyak untukku, Mak, nanti aku jadi boros lihat makanan enak mau jajan aja kerja aku," kataku kemudian."Abangmu sudah mau diwisuda, Mamak sama Ayah mau ke Jakarta ini, kau ik
Sepertinya tidak bisa minta bantuan Bang Sandy lagi, Setelah dia calon polisi justru berubah jadi suka bawa perasaan. Padahal dari dulu hubungan kami cuma segini. Menghubungi jika ada yang perlu. Bahkan dia yang selalu datang menawarkan bantuan jika ada masalah. "Bagaimana kabar Bang Sandy sudah lulus sekolahnya?" Pesanku akhirnya."Alhamdulillah sudah, kau mau lihat fotoku seragam polisi kah?" Balas Bang Sandy."Coba lihat," Kemudian Bang Sandy mengirimkan foto dirinya, rambutnya yang biasa panjang itu kini sudah dipotong pendek. Dia tampak gagah, aku jadi teringat aktor Korea yang lagi wajib militer. Wajahnya memang mirip. "Selamat ya Bang Sandy, Semoga bisa jadi polisi yang amanah," balasku akhirnya."Terima kasih, aku langsung ditugaskan di Jakarta,""Waw, kamu di Jakarta sekarang?""Belum, tiga hari lagi berangkat berangkat," "Sekali lagi selamat ya," kataku kemudian."Oh ya, kamu tadi punya masalah apa?" "Gak usahlah lagi, Bang Sandy,""Jangan gitu, dong, kita kan sahaba
Aku segera berkemas hendak pulang kampung, tidak ada kendaraan kali ini, aku naik becak ke loket bus, beli tiket dan naik bus yang sudah menunggu. Di daerah kami angkutan sekarang pakai mobil L300. Tidak ada bus besar lagi seperti dulu. Bus besar sekarang ambil jarak jauh yang ke kota-kota besar.Salah satu yang paling menyebalkan jika naik angkutan ini adalah tidak akan jalan sampai penuh satu mobil, tidak seperti pesawat atau bus yang jalan saja biarpun penumpangnya kurang. Ini seperti mirip angkot. Panas dan gerah di dalam mobil penumpang masih 3 orang. Melihat ada penjual bakso bakar di pinggir jalan, aku segera turun dari mobil. Sambil berpesan pada sopir untuk menunggu, karena penumpang di dalam mobil tersebut belum penuh juga.Sambil makan bakso bakar dan minum es teh aku duduk di pinggir jalan menunggu mobil itu berisi. Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil yang panjang. Mobil berhenti tepat di depanku. "Butet!" Terdengar suara pria memanggil namaku."Eh, Pak Johan," Ternya
Untuk pertama kali aku berduaan di dalam mobil dengan laki-laki yang bukan mahram, akan tetapi aku berada di jok belakang, tempat duduk paling belakang."Kok Jauh kali duduknya di sana?" tanya Pak Johan."Jujur saja ya, Pak, ya, baru kali ini aku berdua di dalam mobil bersama yang bukan mahram," kataku jujur saja."Subhanallah, beruntung sekali dirimu Butet," kata Pak Johan."Beginilah, kalau bapak anggap Ini sebuah keberuntungan,""Tunggu sebentar," kata Pak Johan seraya memutar arah mobil, dia lagi berbicara melalui hp-nya, kemudian kami tiba di rumah yang besar,""Ini rumah orang tuaku," kata Pak Johan sebelum aku sempat bertanya."Biar tidak kita berduaan di dalam mobil, aku akan ajak ibuku," kata Pak Johan lagi. "Terima kasih atas perhatiannya, Pak," karaku kemudian.Ibunya Johan sudah bersiap, saat keluar dari rumah aku terkejut melihat ibunya Johan yang sudah berubah penampilan, dulu pernah terjadi geger di kampung kami gara-gara Ibu ini berpakaian senam di pagi hari kelilin
"Kami akan menikah bulan depan, ini lagi pengurusan, nikah sama polisi memang ribet," kata Agnes lagi, saat itu kami masih mengintai penjual motorku.Ini seperti bukan pengintaian lagi, jarak kami ke warung itu hanya sekitar lima puluh meter, dan kami justru duduk di tempat terbuka. Memandang ke seberang jalan tempat mata-mata calon pembeli tersebut. "Kalian kapan menikah?" tanya Agnes lagi seraya melihat ke arah Pak Johan."Rencananya tiga tahun lagi, sudah jalan enam bulan dari janji tersebut, sekarang dua setengah tahun lagi," kataku kemudian."Hahaha, lucu kali kalian," "Kok lucu pula?"Belum sempat Agnes menjawab, terlihat motorku parkir di warung kopi seberang jalan. Bang Umar pun memberikan kode, mereka yang berpakaian sipil lalu pergi ke seberang jalan, aku, Agnes dan Pak Johan tinggal. Beberapa saat kemudian terjadi keributan di depan, Aku segera berlari kesana, Pria itu bukan orang yang mencuri motorku, dia bilang dia hanya disuruh dengan imbalan dua ratus ribu.Segera aku
Seorang wanita berdiri berkacak pinggang di depan sebuah rumah, dia menatap ke arah kami sepertinya menyambut kedatangan kami. Begitu kami sampai belum sempat bertanya belum sempat duduk. Wanita itu langsung mengomel."Bagaimana, Bondan? Sudah dapat uangnya? Mamak kita makin parah itu," kata wanita tersebut."Tidak dapat, Kak," jawab pencuri yang ternyata bernama Bondan itu."Bagaimana sih? katamu tadi mau ambil duit 2 juta, ibu kita harus bawa ke rumah sakit ini secepatnya," kata wanita itu lagi."Maaf, Kak, gagal tidak dapat uang aku," data Bondan seraya masuk rumah.Aku, Pak Johan dan Bang Sandy mengikuti dari belakang, saat kami masuk rumah ada seorang ibu tua terbaring di tilam kusut. Ada juga beberapa orang yang duduk di situ.Ternyata pria ini benar, aku jadi terharu melihat pria itu duduk dan membisikkan sesuatu ke ibunya."Udah bawa saja ke rumah sakit, pinjam sama toke dulu," kata seorang ibu-ibu yang ada di situ."Aku sudah coba pinjam Etek, tapi tidak dikasih lagi karena u
Ibu itu terlihat masih menggeleng-gelengkan kepalanya, Dia mungkin masih tak percaya aku bisa berbuat seperti itu. Ibu itu menatapku bergantian dengan Pak Johan."Bagaimana bisa?" tanyanya lagi."Bisa, Bu, Ayahku sudah biasa berbuat seperti ini, " kataku kemudian."Tunggu sebentar, ada orang mencuri motormu, lalu ibunya yang mencuri itu kamu bawa berobat ke rumah sakit, dan katamu ayahmu biasa melakukan yang seperti itu," kata ibunya Johan lagi."Benar, Bu, emang begitu adanya, bahkan biaya rumah sakit ini pun akan dibayar oleh anak ibu," "Si Johan?" "Iya, Bu,""Tidak mungkin, sepupunya aja sakit dia tidak mau membantunya," kata ibu tersebut."Bagaimana, Pak," kataku seraya melirik pria bermata sipit tersebut."Iya, saya akan menyediakan uangnya," kata Pak Johan.Beberapa saat kemudian, Pak Johan terlihat berdebat dengan ibunya, akan tetapi aku tidak mengerti apa yang mereka debatkan,l, karena mereka memakai bahasa hokkian. Akan tetapi dugaanku masih seputar Pak Johan yang mau