Untuk pertama kali aku berduaan di dalam mobil dengan laki-laki yang bukan mahram, akan tetapi aku berada di jok belakang, tempat duduk paling belakang."Kok Jauh kali duduknya di sana?" tanya Pak Johan."Jujur saja ya, Pak, ya, baru kali ini aku berdua di dalam mobil bersama yang bukan mahram," kataku jujur saja."Subhanallah, beruntung sekali dirimu Butet," kata Pak Johan."Beginilah, kalau bapak anggap Ini sebuah keberuntungan,""Tunggu sebentar," kata Pak Johan seraya memutar arah mobil, dia lagi berbicara melalui hp-nya, kemudian kami tiba di rumah yang besar,""Ini rumah orang tuaku," kata Pak Johan sebelum aku sempat bertanya."Biar tidak kita berduaan di dalam mobil, aku akan ajak ibuku," kata Pak Johan lagi. "Terima kasih atas perhatiannya, Pak," karaku kemudian.Ibunya Johan sudah bersiap, saat keluar dari rumah aku terkejut melihat ibunya Johan yang sudah berubah penampilan, dulu pernah terjadi geger di kampung kami gara-gara Ibu ini berpakaian senam di pagi hari kelilin
"Kami akan menikah bulan depan, ini lagi pengurusan, nikah sama polisi memang ribet," kata Agnes lagi, saat itu kami masih mengintai penjual motorku.Ini seperti bukan pengintaian lagi, jarak kami ke warung itu hanya sekitar lima puluh meter, dan kami justru duduk di tempat terbuka. Memandang ke seberang jalan tempat mata-mata calon pembeli tersebut. "Kalian kapan menikah?" tanya Agnes lagi seraya melihat ke arah Pak Johan."Rencananya tiga tahun lagi, sudah jalan enam bulan dari janji tersebut, sekarang dua setengah tahun lagi," kataku kemudian."Hahaha, lucu kali kalian," "Kok lucu pula?"Belum sempat Agnes menjawab, terlihat motorku parkir di warung kopi seberang jalan. Bang Umar pun memberikan kode, mereka yang berpakaian sipil lalu pergi ke seberang jalan, aku, Agnes dan Pak Johan tinggal. Beberapa saat kemudian terjadi keributan di depan, Aku segera berlari kesana, Pria itu bukan orang yang mencuri motorku, dia bilang dia hanya disuruh dengan imbalan dua ratus ribu.Segera aku
Seorang wanita berdiri berkacak pinggang di depan sebuah rumah, dia menatap ke arah kami sepertinya menyambut kedatangan kami. Begitu kami sampai belum sempat bertanya belum sempat duduk. Wanita itu langsung mengomel."Bagaimana, Bondan? Sudah dapat uangnya? Mamak kita makin parah itu," kata wanita tersebut."Tidak dapat, Kak," jawab pencuri yang ternyata bernama Bondan itu."Bagaimana sih? katamu tadi mau ambil duit 2 juta, ibu kita harus bawa ke rumah sakit ini secepatnya," kata wanita itu lagi."Maaf, Kak, gagal tidak dapat uang aku," data Bondan seraya masuk rumah.Aku, Pak Johan dan Bang Sandy mengikuti dari belakang, saat kami masuk rumah ada seorang ibu tua terbaring di tilam kusut. Ada juga beberapa orang yang duduk di situ.Ternyata pria ini benar, aku jadi terharu melihat pria itu duduk dan membisikkan sesuatu ke ibunya."Udah bawa saja ke rumah sakit, pinjam sama toke dulu," kata seorang ibu-ibu yang ada di situ."Aku sudah coba pinjam Etek, tapi tidak dikasih lagi karena u
Ibu itu terlihat masih menggeleng-gelengkan kepalanya, Dia mungkin masih tak percaya aku bisa berbuat seperti itu. Ibu itu menatapku bergantian dengan Pak Johan."Bagaimana bisa?" tanyanya lagi."Bisa, Bu, Ayahku sudah biasa berbuat seperti ini, " kataku kemudian."Tunggu sebentar, ada orang mencuri motormu, lalu ibunya yang mencuri itu kamu bawa berobat ke rumah sakit, dan katamu ayahmu biasa melakukan yang seperti itu," kata ibunya Johan lagi."Benar, Bu, emang begitu adanya, bahkan biaya rumah sakit ini pun akan dibayar oleh anak ibu," "Si Johan?" "Iya, Bu,""Tidak mungkin, sepupunya aja sakit dia tidak mau membantunya," kata ibu tersebut."Bagaimana, Pak," kataku seraya melirik pria bermata sipit tersebut."Iya, saya akan menyediakan uangnya," kata Pak Johan.Beberapa saat kemudian, Pak Johan terlihat berdebat dengan ibunya, akan tetapi aku tidak mengerti apa yang mereka debatkan,l, karena mereka memakai bahasa hokkian. Akan tetapi dugaanku masih seputar Pak Johan yang mau
Aku jadi ikut terharu dengan yang terjadi pada ibunya Johan, ternyata dengan menunjukkan kebaikan kita bisa meluluhkan hati orang yang keras. Tak kubalas pesan tersebut hanya kubaca karena memang begitu kata Pak Johan. Aku berangkat kuliah hari itu dengan naik angkot, karena motorku belum juga diantar Bang Sandy. Sampai di kampus, Bang Johan sudah mengirim pesan lagi."Butet entah bagaimana melukiskan rasa ini, saat melihat Bondan menangis sambil menerima uang tersebut, Aku merasa bahagia sekali. Jujur saja selama ini aku adalah orang yang perhitungan. Akan tetapi setelah bertemu denganmu kenal keluargamu, semua itu berubah. Bahkan selama ini penghasilan saya milliaran dalam satu tahun. Tidak pernah kuberikan kepada orang secara cuma-cuma. Biasanya aku berikan kepada karyawan itu karena aku butuh tenaga mereka," begitu pesan dari Pak Johan.Tak kubalas, hanya baca dan berikan stiker, karena memang aku tidak tahu mau berkata apa. Di kampus sekarang aku banyak kali tugas, karena aku
Ayah dan mamak datang juga dari Jakarta. Mereka sampai pada hari Jumat, katanya mau ajak aku sekalian pulang dulu ke desa. Karena semenjak aku magang jadi pengacara. Aku belum pernah pulang. Seperti biasa jika ayah dan mamak datang ke kota ini, istirahatnya selalu di hotel, karena di tempat kosku tidak memungkinkan untuk istirahat.Aku mengantar Ayah dan mamak ke hotel, hotel terdekat adalah hotel tempat Pak Johan. Saat kami sampai di situ, Pak Johan langsung menjamu kami."Pak, kudengar bapak punya pesantren di kampung ya?" tanya Pak Johan pada Ayah."Iya, namanya pesantren Sawit Nauli," jawab ayah."Menerima santri lagi?""Menerima, kami selalu menerima santri baru," jawab ayah."Begini, Pak, bisakah santrinya orang tua," kata Pak Johan lagi."Ada kelas khusus orang tua di pesantren tersebut, tapi cuma belajar mengaji," kata ayah."Memang ada orang tua yang mau masuk pesantren?" Mamak ikut bertanya."Ibuku mau belajar agama," kata Pak Johan.Kulihat ayah dan mama sempat berpandanga
"Ampun, Pak, kami yang jual sapinya." Begitu kata Ramon dan Rambe hampir serempak."Astaghfirullah, kenapa kalian jual?" tanya Ayah."Kami butuh uang, Pak,""Butuh untuk apa?" Dua laki-laki itu saling tatap untuk beberapa saat. Sepertinya mereka saling menunggu siapa yang bicara ke Ayah."Untuk apa?" Ayah terdengar mengeraskan suaranya."Kami kecanduan judi online, Pak," kata Ramon kemudian."Astagfirullah," "Tolong bantu kami, Pak," "Maaf ya, kalau yang cari penyakit, saya tidak bisa bantu, rasakan sendirilah di situ, ini saya serahkan ke para tetua desa," kata ayah kemudian.Pada ketua desa bermusyawarah, kedua orang itu meminta tolong supaya jangan disebarkan ke warga desa kalau mereka menjual sapi sendiri. Akhirnya disepakati mereka harus mengganti sapi tersebut bagaimanapun caranya. Kalau tidak mereka ganti selamanya mereka tidak akan pernah dapat bantuan apa-apa lagi di desa ini. Hukuman paling berat di desa adalah dikeluarkan dari masyarakat. Dalam hal ini para ketua desa m
Pria ini tampak tenang saja, tidak seperti orang yang baru kemalangan. Katanya orang tuanya dua hari yang lalu baru meninggal. Ini dia datang minta bantuan hukum untuk menuntut harta warisan. Aku bingung juga sebenarnya. Karena kebanyakan orang membagi warisan itu menurut agama. Bagaimana saudara-saudaranya nanti."Bagaimana Bu, kok malah bengong," tanya pria itu lagi."Bagaimana ya, Pak? Sebaiknya cari pengacara lain saja," kataku kemudian."Ibu ini bagaimana sih, kemarin katanya mati dulu ayahmu baru datang, sekarang malah bilang cari pengacara lain,," "Kasus bapak mengandung Ssra,""Kok sara pula?""Iya, karena Bapak sudah pindah agama, jadi rumit untuk membaginya, karena menurut agama Islam orang yang sudah pindah agama tidak berhak untuk mendapat warisan," kataku kemudian."Kan sudah kubilang, aku temui pengacara karena mau dibagi secara hukum negara, bukan hukum Islam,""Sebaiknya kita tanya dulu saudaramu Apakah mereka setuju harta warisan kalian dibagi secara hukum negara