Gavin terkejut mendengar ucapan Yeni barusan. Ini seperti petir menyambar pohon di siang bolong. Tanpa hujan dan tanpa angin, tiba-tiba Yeni meminta bercerai darinya.
“Sayang ... kau tidak sungguh-sungguh mengatakannya, ‘kan?” lirih Gavin bertutur.
Ia sangat berharap kalau kata-kata yang baru keluar dari mulut Yeni tadi adalah sebuah gurauan saja. Namun, sepertinya Gavin salah duga karena tidak tampak sedikit pun nada bergurau di ucapan Yeni.
“Aku sungguh-sungguh. Aku ingin cerai darimu,” tandas Yeni.
Gavin menghela napas panjang. Padahal baru saja kemarin Yeni bersikap manis dan baik kepadanya kenapa hari ini dia sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Apa seperti ini ibu yang sedang mengalami baby blues.
Gavin terdiam kemudian mengulurkan tangan membelai rambut Yeni, merapikan anak rambutnya lalu menyelipkan ke belakang telinga dengan lembut. Kini tangannya sudah beralih membelai pipi Yeni yang tampak lembab kar
Pagi yang sendu menyambut Alya dengan mendung yang bergelayut. Alya baru saja memarkir mobilnya di rumah sakit. Hari ini sebelum berangkat ngantor Alya sengaja mampir ke tempat Putri dirawat. Sudah hampir lima hari Gavin tidak masuk kerja karena harus menjaga putrinya. Kondisi Yeni sama dengan sebelumnya, dia tidak peduli dengan Gavin apalagi dengan keadaan buah hatinya. Ini sangat miris, tetapi Gavin menerimanya dengan lapang dada.Usai kejadian beberapa hari semakin membuat Alya yakin untuk memperhatikan kakak angkatnya. Secara tidak sadar Gavin sudah menyesali pilihannya untuk menerima perjodohan dengan Yeni. Mungkin ini tidak patut ditiru, tetapi Alya cukup senang saat Gavin menuturkan penyesalannya. Dengan begitu ada sedikit celah untuk masuk ke hati Gavin dan mendapatkannya.Alya membuka pintu kamar rawat inap perlahan, ia melihat Gavin sedang menggendong Putri sambil mendendangkan sebuah lagu. Alya tersenyum dan tampak senang melihat pemandangan yang mengharukan
Sisa hujan tadi pagi masih terlihat di pelataran rumah Gavin dengan genangan-genangan di beberapa bagian. Sepertinya hujan pagi ini merata menyiram bumi di mana saja. Gavin sudah memarkir dengan rapi mobilnya di garasi. Siang ini dia memang menyempatkan pulang ke rumah saat babysitter putrinya datang ke rumah sakit. Gavin berjalan keluar mobil dan langsung masuk ke dalam rumah. Bu Aminah langsung menyambut Gavin yang datang dengan sebuah senyuman teduhnya. “Gimana keadaan Putri, Vin?” tanya Bu Aminah kemudian. Gavin tersenyum kemudian sudah mendekat ke Bu Aminah. “Alhamdulillah, Bu. Besok Putri boleh pulang,” jelas Gavin. Sontak raut kegembiraan langsung terpancar dari wajah tua Bu Aminah. Ia senang akhirnya bisa melihat cucunya lagi. “Yeni mana, Bu?” tanya Gavin kini sambil sibuk celinggukan. “Tadi di kamar, tapi gak tahu lagi,” ucap Bu Aminah. “Ya sudah, biar Gavin lihat di kamar. Oh ya, Ibu sudah makan?” kembali Gavin bertanya.
Hujan baru saja mengguyur kota malam ini, memberi kesejukan dan sedikit angin segar pada daun-daun yang kering. Memang sudah memasuki musim hujan di awal bulan ini maka tak jarang bila hujan akan semakin sering turun.Alya terdiam duduk di sofa penunggu sambil melirik sosok pria yang sedang menunduk di sampingnya. Gavin baru saja reda menghentikan tangisnya. Alya tidak tahu apa yang sedang terjadi, yang pasti pria bermata sipit di sebelahnya ini sedang terpuruk. Alya hanya diam menurut saat kakak angkatnya itu memintanya memeluk erat tanpa banyak bicara.“Aku akan masuk kerja mulai besok, Al,” tiba-tiba Gavin bersuara.Ia sudah mengangkat kepala dan menatap Alya dengan sendu. Alya hanya menghela napas sambil mengangguk.“Apa tidak masalah, Mas? Kalau memang masih diperlukan Mas boleh ambil cuti, kok,” urai Alya.Secepat kilat Gavin menggelengkan kepala.“Gak, Al. Aku lebih baik masuk kerja saja dan tidak larut s
Hari yang baru mulai dijalani Gavin kali ini. Ia bangun sebelum subuh, mandi, sholat dan kini sudah bersiap. Ia tersenyum sambil menatap dirinya di depan cermin. Berulang ia mengatur dasinya yang entah mengapa terlihat tidak rapi sedari tadi. Mungkin terlalu lama cuti sehingga membuat tangannya kaku memakai dasi.Gavin melirik tempat tidur di sampingnya. Tidak ada Yeni yang biasanya masih terlelap di sana. Istrinya memang masih dirawat inap di rumah sakit dan sepertinya Gavin sedikit tidak ambil pusing dengan keadaannya. Hatinya masih sakit saat pembicaraan terakhir ia dengan istrinya kapan hari lalu. Ia sudah pernah membaca kondisi seorang ibu yang mengalami baby blues, tetapi tidak parah seperti Yeni ini. Entah mengapa Gavin merasa Yeni tidak seperti yang dia kenal dulu. Padahal seharusnya dengan kehadiran Putri semakin mempererat rasa cinta kasih di antara Gavin dan Yeni, ini malah sebaliknya.Sebuah helaian napas panjang sudah keluar dari bibir tipis Gavin. Kini su
Pagi ini Alya sangat bersemangat memimpin meeting dan memulai lagi aktivitasnya. Apalagi kali ini ada Gavin yang kembali aktif bekerja. Para rekan kerja ikut senang menyambut kehadiran Gavin di tengah mereka. Tak urung banyak pula yang menanyakan tentang keadaan buah hati Gavin dan juga Yeni. Tentu saja untuk berbasa basi, Gavin sudah menjelaskan dengan baik.Alya menyudahi meetingnya hampir mendekati jam makan siang. Hari ini memang banyak sekali yang dibahas apalagi dengan adanya pembangunan perumahan baru di luar kota semakin menambah jadwal kesibukan mereka.“Al, kamu besok jadi ikut ke luar kota sama aku, ‘kan?” tanya Rendy mengejar begitu meeting baru saja usai.Alya yang keluar ruangan lebih dulu sudah menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Rendy yang kebetulan juga sedang berjalan bersisian dengan Gavin.“Eng ... lihat besok, Ren. Aku tanya Rini dulu apa jadwalku,” jawab Alya kemudian.Rendy hanya mengangg
Gavin sudah memarkirkan mobilnya dengan rapi di pelataran rumah sakit. Gara-gara hujan deras sepanjang sore tadi membuat dia sedikit terlambat menjemput Yeni. Gavin berjalan bergegas masuk ke rumah sakit. Ia segera ke bagian administrasi untuk mengurus keperluan istrinya yang hendak pulang.Tak berapa lama dia sudah berjalan beriringan dengan Yeni dan bibinya Yeni.“Bibi menginap saja malam ini di rumah. Kebetulan ada ibu juga,” ucap Gavin kepada bibinya Yeni.Bibi Yeni sepertinya menyetujui permintaan Gavin. Mereka tidak banyak bicara di dalam mobil. Mungkin karena lelah dan tidak ada yang perlu dibicarakan. Hanya lima belas menit jarak rumah sakit ke rumah Gavin, biasanya Gavin bisa menempuhnya dalam jarak sepuluh menit. Mungkin karena hujan baru reda sehingga menimbulkan banyak genangan air di jalan sehingga perjalanan mereka sedikit tersendat.Begitu sampai rumah, Gavin bergegas turun lebih dulu membawa barang-barang masuk kemudian membant
Sudah hampir tiga bulan usia Putri dan dalam waktu sesingkat itu bayi kecil nan mungil tersebut bolak balik keluar masuk rumah sakit. Memang kondisi Putri yang membedakan dengan bayi lain membuat dia harus diperhatikan ekstra. Gavin memang memberinya banyak kasih sayang, bahkan dia sering mengalah untuk mengambil cuti jika Putri masuk rumah sakit.Sikap Yeni tetap sama seperti yang dulu. Dia tidak berubah dan kadang tidak peduli dengan keadaan Putri. Seperti hari ini, Putri baru saja pulang dari rumah sakit dan Gavin berniat seusai menjemput Putri, dia akan masuk kerja. Gavin merasa tak enak kalau harus sering izin.Gavin sudah masuk ke kamar usai menurunkan semua barang kemudian dia terkejut saat melihat Yeni yang tampak rapi seakan hendak pergi.“Kamu mau ke mana, Sayang?” tanya Gavin penasaran.Yeni tersenyum sambil menatap Gavin yang tampak berantakan. Memang semalaman Gavin tidak tidur karena menjaga Putri. Yeni sama sekali tidak mau dimi
Mata Gavin masih terbelalak kaget menatap wajah manis adik angkat di depannya ini. Sudah begitu lama waktu berlalu, ternyata keinginan Alya tentang yang satu itu tidak pernah berubah. Andai sikap Yeni se-konsisten Alya, pasti Gavin akan senang sekali.Kemudian tak lama Gavin sudah tersenyum dan mengacak rambut Alya dengan gemas. Tentu saja si pemilik rambut kesal dengan ulah Gavin ini.“Jangan bercanda pagi-pagi, Al. Tapi jujur saja candaanmu menghiburku,” cetus Gavin kemudian sambil berlalu.Alya langsung manyun mendengar ucapan kakaknya ini. Padahal sedikit pun tidak terlintas gurauan dalam ucapannya tadi. Apa belum cukup sikapnya selama ini untuk memperlihatkan rasa cinta ke Gavin?“Aku tidak bercanda, kok. Kenapa Mas Gavin tidak pernah menghiraukan ucapanku, sih,” protes Alya.Gavin urung melangkah dan berhenti sambil menatap Alya. Kemudian ia tersenyum sambil menarik dagu Alya ke atas.“Aku tahu kamu tidak