Pagi ini Alya sangat bersemangat memimpin meeting dan memulai lagi aktivitasnya. Apalagi kali ini ada Gavin yang kembali aktif bekerja. Para rekan kerja ikut senang menyambut kehadiran Gavin di tengah mereka. Tak urung banyak pula yang menanyakan tentang keadaan buah hati Gavin dan juga Yeni. Tentu saja untuk berbasa basi, Gavin sudah menjelaskan dengan baik.
Alya menyudahi meetingnya hampir mendekati jam makan siang. Hari ini memang banyak sekali yang dibahas apalagi dengan adanya pembangunan perumahan baru di luar kota semakin menambah jadwal kesibukan mereka.
“Al, kamu besok jadi ikut ke luar kota sama aku, ‘kan?” tanya Rendy mengejar begitu meeting baru saja usai.
Alya yang keluar ruangan lebih dulu sudah menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Rendy yang kebetulan juga sedang berjalan bersisian dengan Gavin.
“Eng ... lihat besok, Ren. Aku tanya Rini dulu apa jadwalku,” jawab Alya kemudian.
Rendy hanya mengangg
Gavin sudah memarkirkan mobilnya dengan rapi di pelataran rumah sakit. Gara-gara hujan deras sepanjang sore tadi membuat dia sedikit terlambat menjemput Yeni. Gavin berjalan bergegas masuk ke rumah sakit. Ia segera ke bagian administrasi untuk mengurus keperluan istrinya yang hendak pulang.Tak berapa lama dia sudah berjalan beriringan dengan Yeni dan bibinya Yeni.“Bibi menginap saja malam ini di rumah. Kebetulan ada ibu juga,” ucap Gavin kepada bibinya Yeni.Bibi Yeni sepertinya menyetujui permintaan Gavin. Mereka tidak banyak bicara di dalam mobil. Mungkin karena lelah dan tidak ada yang perlu dibicarakan. Hanya lima belas menit jarak rumah sakit ke rumah Gavin, biasanya Gavin bisa menempuhnya dalam jarak sepuluh menit. Mungkin karena hujan baru reda sehingga menimbulkan banyak genangan air di jalan sehingga perjalanan mereka sedikit tersendat.Begitu sampai rumah, Gavin bergegas turun lebih dulu membawa barang-barang masuk kemudian membant
Sudah hampir tiga bulan usia Putri dan dalam waktu sesingkat itu bayi kecil nan mungil tersebut bolak balik keluar masuk rumah sakit. Memang kondisi Putri yang membedakan dengan bayi lain membuat dia harus diperhatikan ekstra. Gavin memang memberinya banyak kasih sayang, bahkan dia sering mengalah untuk mengambil cuti jika Putri masuk rumah sakit.Sikap Yeni tetap sama seperti yang dulu. Dia tidak berubah dan kadang tidak peduli dengan keadaan Putri. Seperti hari ini, Putri baru saja pulang dari rumah sakit dan Gavin berniat seusai menjemput Putri, dia akan masuk kerja. Gavin merasa tak enak kalau harus sering izin.Gavin sudah masuk ke kamar usai menurunkan semua barang kemudian dia terkejut saat melihat Yeni yang tampak rapi seakan hendak pergi.“Kamu mau ke mana, Sayang?” tanya Gavin penasaran.Yeni tersenyum sambil menatap Gavin yang tampak berantakan. Memang semalaman Gavin tidak tidur karena menjaga Putri. Yeni sama sekali tidak mau dimi
Mata Gavin masih terbelalak kaget menatap wajah manis adik angkat di depannya ini. Sudah begitu lama waktu berlalu, ternyata keinginan Alya tentang yang satu itu tidak pernah berubah. Andai sikap Yeni se-konsisten Alya, pasti Gavin akan senang sekali.Kemudian tak lama Gavin sudah tersenyum dan mengacak rambut Alya dengan gemas. Tentu saja si pemilik rambut kesal dengan ulah Gavin ini.“Jangan bercanda pagi-pagi, Al. Tapi jujur saja candaanmu menghiburku,” cetus Gavin kemudian sambil berlalu.Alya langsung manyun mendengar ucapan kakaknya ini. Padahal sedikit pun tidak terlintas gurauan dalam ucapannya tadi. Apa belum cukup sikapnya selama ini untuk memperlihatkan rasa cinta ke Gavin?“Aku tidak bercanda, kok. Kenapa Mas Gavin tidak pernah menghiraukan ucapanku, sih,” protes Alya.Gavin urung melangkah dan berhenti sambil menatap Alya. Kemudian ia tersenyum sambil menarik dagu Alya ke atas.“Aku tahu kamu tidak
Gavin melirik ke arah Alya yang duduk terdiam di sampingnya dan tampak serba salah. Mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di area parkir kantor dan mereka bersiap turun. Namun, gara-gara kejadian spontan yang baru saja terjadi di area parkir mall membuat keduanya jadi canggung. Alya terus menundukkan kepala sambil pura-pura sibuk melepas seat belt-nya. Gavin melihat sikap Alya yang tiba-tiba canggung usai ciuman mereka tadi. Sedikit banyak, Gavin juga bersalah dalam hal ini.Tiba-tiba tangan Gavin menyentuh tangan Alya yang sibuk melepas seat belt-nya. Alya terkejut dan mengangkat kepala sambil melihat ke arah Gavin. Keempat netra mereka sudah bertemu kini dan hanya membisu tak bicara satu sama lain.“Aku minta maaf, Al,” cicit Gavin kemudian.Alya menarik napas sambil menganggukkan kepala. Tepat dugaannya, ulah Gavin saat di area parkir tadi pasti karena amarah yang sedang melanda di dadanya. Dia marah melihat istrinya berjalan dengan pria lain
Bab 59 Gavin menghela napas panjang sambil menatap berkas yang menumpuk di depannya. Ia memang sudah berada di kantornya pagi ini. Usai tadi malam, Gavin semakin malas berinteraksi dengan Yeni. Apalagi Yeni semakin asyik dengan dunianya sendiri. Memang Yeni bangun pagi kemudian sibuk membersihkan mobil dan keperluannya bekerja tanpa sedikit pun mengurus Gavin serta Putri, buah hati mereka. Gavin melihat tumpukan berkas yang belum terjamah oleh tangannya. Kemudian dia mengambil selembar dan membacanya sekilas. Tak lama tangannya sudah sibuk menari di atas laptop tanpa sadar kalau semua aktivitasnya itu diamati oleh sosok manis yang baru datang sedang berdiri di depan pintu. “He-em,” sebuah deheman membuat Gavin mengangkat kepalanya. Ia mengarahkan pandangannya ke depan pintu dan melihat Alya sudah berdiri di sana dengan secangkir kopi. “Tumben Mas Gavin sepagi ini sudah di kantor,” ucap Alya kemudian. Gavin hanya tersenyum kemudian menyuruh Alya masuk dengan tangannya. “Aku ingin
Untung saja Alya dan Gavin menuruti nasehat Rendy untuk segera berangkat menghadiri undangan tersebut. Ternyata mereka datang tepat waktu dan banyak pula yang hadir dalam acara tersebut, terlebih perusahaan yang bergerak di pengembangan dan pembangunan rumah serta infrastruktur sama seperti perusahaan yang Alya pimpin. Alya bersyukur Gavin mau menemaninya tadi sehingga dia tidak ketinggalan info yang ada.Alya tersenyum lebar begitu acara tersebut usai. Cukup lama kali ini mereka menghadiri suatu acara pertemuan. Dari jam sepuluh pagi dan baru berakhir jam empat sore. Alya menguap lebar sambil merentangkan tangan mencoba menghalau lelahnya. Gavin yang berjalan di sampingnya hanya tersenyum melihat ulah adik angkatnya ini.“Mau langsung pulang, Al?” tawar Gavin.Alya diam kemudian tersenyum.“Kita jalan-jalan dulu yuk, Mas! Kebetulan kota ini terkenal dengan keindahan pantainya. Aku yakin mereka bakal indah kalau dinikmati di senja sepert
Pukul sebelas malam saat mobil Gavin tiba di garasi rumahnya. Usai mengantar Alya menghadiri pertemuan di luar kota dan menikmati sunset, Gavin langsung pulang ke rumah. Dia sudah memarkir mobilnya dengan rapi namun, Gavin sedikit terkejut karena mobil Yeni belum ada di sebelahnya.“Yeni ke mana? Apa dia belum pulang?” gumam Gavin sambil bergegas turun dari mobil.Di ruang tamu, bibi asisten rumah tangga Gavin menyambut dan langsung menanyakan hendak disiapkan makan malam atau tidak. Gavin menggeleng dengan enggan dan bergegas masuk ke kamar. Dia semakin terkejut saat sampai di kamar, kasurnya masih rapi. Dia juga tidak mendapati Yeni di dalam sana. Gavin beranjak keluar lagi.“Bi, Ibu mana? Belum datang?” tanya Gavin ke bibi ART.“Iya, Pak. Ibu belum datang, tadi sudah telepon ke rumah katanya ada tugas luar kota,” jawab bibi ART.Gavin menghela napas panjang. Ia langsung merogoh ponselnya dan memang ponselnya d
Alya mendecak kesal sambil berulang mengetuk-ketukkan jarinya ke atas meja. Dia sangat kesal hari ini, gara-gara semalam Bu Aminah membicarakan tentang Reno dan niatnya untuk menjodohkan Alya. Lalu barusan Alya menerima telepon dari Bu Aminah kalau Reno mengajaknya ketemuan di kafe dekat kantor Alya. Tentu saja Bu Aminah menyambut kabar itu dengan gembira hingga akhirnya membuat Alya menekuk wajahnya kesal.“Huff!!” Alya meniup keras udara di depan wajahnya membuat rambutnya terangkat.Dia bingung harus bagaimana menolak Reno nanti. Kalau tidak datang pasti Bu Aminah akan marah besar kepadanya dan tentu saja ujung-ujungnya Alya akan dimusuhi ibunya berhari-hari. Selain itu masih banyak lagi yang harus Alya terima jika tidak menuruti keinginan ibunya itu.Helaan napas panjang dan terasa berat keluar dari mulut Alya. Ia sudah duduk menyandarkan punggungnya sambil terus mengetuk-ketuk jari di atas meja. Saat ini Alya seperti orang yang sedang putus asa
Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude
Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen
Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se
Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.
“CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,
Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m
Sinar mentari pagi sudah menerobos masuk tanpa sopan menembus tirai kamar tempat Gavin terpulas. Matanya langsung mengerjap begitu sinar mentari yang hangat ini menyentuh tubuhnya. Dilihat ke samping kasur, sudah tidak ada Alya di sana. Gavin mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Gavin menyimpulkan kalau istri keduanya itu pasti sedang mandi.Gavin mengulum senyum sambil menyibak selimut dan memakai boxernya dengan sembarang. Gavin berjalan berjingkat menuju kamar mandi. Dia ingin meminta bonus tambahan kali ini ke sang Istri. Gavin selalu kecanduan jika sudah melakukan dengan Alya. Tubuh dan pesona Alya seakan terus menghipnotis dirinya dan tak bisa lepas begitu saja.CEKLEKTepat dugaan Gavin, Alya tidak mengunci pintu kamar mandi. Gavin mengulum senyum saat melihat siluet tubuh istrinya sedang berdiri di bawah shower tertutup tirai mandi. Seketika onderdil penting miliknya langsung berdiri menjulang siap menerjang kembali. Pelan Gavin berjalan mendeka
Alya tersenyum sambil menatap pria tampan di sampingnya yang sekarang sibuk mengendarai kendaraan mengurai kemacetan sore ini. Mobil Gavin sudah melaju cepat, tetapi sama sekali tidak mengarah ke rumah Bu Aminah ataupun apartemen mereka berdua. Gavin sudah mengarahkannya ke rumah mereka di tepi pantai yang terletak di luar kota.“Kita ke rumah pantai lagi, Mas?” Alya bertanya. Gavin mengangguk sambil tersenyum.“Iya, aku tidak ingin kamu cemas, Al. Lebih baik kamu beristirahat beberapa hari di sana sampai keadaan di kantor kondusif. Lagipula kerjaan di kantor bisa dihandle Rini dan Rendy,” urai Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum sambil manggut-manggut.“Terus Mas Gavin sendiri ke mana? Aku akan ditinggal sendiri di sana? Sama juga bohong dong, Mas,” dumel Alya sambil memajukan seluruh bibirnya ke depan. Gavin tersenyum. Gemas memperhatikan ulah istri mudanya itu.“Jangan khawatir, Babe. Aku temani, kok. Aku akan
Gavin sibuk memainkan kakinya. Dia gelisah karena operasi Putri belum juga usai. Sudah hampir pukul dua siang dan belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Sesekali Gavin menoleh ke arah Yeni yang tampak duduk terdiam sambil menyandarkan kepalanya ke dinding. Gavin tahu kalau Yeni juga sama gelisahnya dengan dia kali ini.Gavin berdiri hendak mendekat ke arah Yeni kemudian tiba-tiba lampu di atas pintu padam dan tak lama pintu terbuka. Gavin menghela napas lega saat melihat beberapa suster sudah mendorong ranjang tidur rumah sakit tersebut. Gavin dan Yeni bergegas mengikuti.“Bagaimana keadaannya, Sus? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Gavin penasaran. Suster hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar Gavin tenang.“Kita tunggu ya, Pak. Nanti setelah diobservasi baru tahu keadaan adek,” jawab suster itu diplomatis. Gavin mengangguk kemudian dia tiba-tiba menghentikan langkah tidak mengikuti dua suster dan Yeni yang mengiringi Putri tadi. Ponselnya sudah berdering nyaring dan Gavin te