Untung saja Alya dan Gavin menuruti nasehat Rendy untuk segera berangkat menghadiri undangan tersebut. Ternyata mereka datang tepat waktu dan banyak pula yang hadir dalam acara tersebut, terlebih perusahaan yang bergerak di pengembangan dan pembangunan rumah serta infrastruktur sama seperti perusahaan yang Alya pimpin. Alya bersyukur Gavin mau menemaninya tadi sehingga dia tidak ketinggalan info yang ada.
Alya tersenyum lebar begitu acara tersebut usai. Cukup lama kali ini mereka menghadiri suatu acara pertemuan. Dari jam sepuluh pagi dan baru berakhir jam empat sore. Alya menguap lebar sambil merentangkan tangan mencoba menghalau lelahnya. Gavin yang berjalan di sampingnya hanya tersenyum melihat ulah adik angkatnya ini.
“Mau langsung pulang, Al?” tawar Gavin.
Alya diam kemudian tersenyum.
“Kita jalan-jalan dulu yuk, Mas! Kebetulan kota ini terkenal dengan keindahan pantainya. Aku yakin mereka bakal indah kalau dinikmati di senja sepert
Pukul sebelas malam saat mobil Gavin tiba di garasi rumahnya. Usai mengantar Alya menghadiri pertemuan di luar kota dan menikmati sunset, Gavin langsung pulang ke rumah. Dia sudah memarkir mobilnya dengan rapi namun, Gavin sedikit terkejut karena mobil Yeni belum ada di sebelahnya.“Yeni ke mana? Apa dia belum pulang?” gumam Gavin sambil bergegas turun dari mobil.Di ruang tamu, bibi asisten rumah tangga Gavin menyambut dan langsung menanyakan hendak disiapkan makan malam atau tidak. Gavin menggeleng dengan enggan dan bergegas masuk ke kamar. Dia semakin terkejut saat sampai di kamar, kasurnya masih rapi. Dia juga tidak mendapati Yeni di dalam sana. Gavin beranjak keluar lagi.“Bi, Ibu mana? Belum datang?” tanya Gavin ke bibi ART.“Iya, Pak. Ibu belum datang, tadi sudah telepon ke rumah katanya ada tugas luar kota,” jawab bibi ART.Gavin menghela napas panjang. Ia langsung merogoh ponselnya dan memang ponselnya d
Alya mendecak kesal sambil berulang mengetuk-ketukkan jarinya ke atas meja. Dia sangat kesal hari ini, gara-gara semalam Bu Aminah membicarakan tentang Reno dan niatnya untuk menjodohkan Alya. Lalu barusan Alya menerima telepon dari Bu Aminah kalau Reno mengajaknya ketemuan di kafe dekat kantor Alya. Tentu saja Bu Aminah menyambut kabar itu dengan gembira hingga akhirnya membuat Alya menekuk wajahnya kesal.“Huff!!” Alya meniup keras udara di depan wajahnya membuat rambutnya terangkat.Dia bingung harus bagaimana menolak Reno nanti. Kalau tidak datang pasti Bu Aminah akan marah besar kepadanya dan tentu saja ujung-ujungnya Alya akan dimusuhi ibunya berhari-hari. Selain itu masih banyak lagi yang harus Alya terima jika tidak menuruti keinginan ibunya itu.Helaan napas panjang dan terasa berat keluar dari mulut Alya. Ia sudah duduk menyandarkan punggungnya sambil terus mengetuk-ketuk jari di atas meja. Saat ini Alya seperti orang yang sedang putus asa
Alya dan Gavin sontak terdiam, entah mengapa tiba-tiba Alya merasa takut. Bagaimana kalau Reno mengenali Gavin sebagai kakak angkatnya dan mengatakan hal tersebut ke ibunya.“Aku Mahendra, kamu boleh memanggilku Hendra,” sahut Gavin membuyarkan ketegangan mereka.Gavin sudah mengulurkan tangan dan disambut dengan hangat oleh Reno.“Eng ... aku pikir namamu bukan itu, ternyata hanya mirip. Aku juga punya teman seperti kamu namanya Toni. Aku pikir pacarmu itu temanku, Al,” jelas Reno.Alya hanya tersenyum seraya memperlihatkan gigi putihnya. Beruntung tadi Gavin memperkenalkan dirinya dengan menyebut nama belakangnya saja.“Kalian sudah makan? Bagaimana kalau hari ini aku traktir?” pinta Reno kemudian.“Enggak usah, Ren. Kami langsung balik saja,” tolak Alya bersiap bangkit.“Jangan gitu dong, Al. Sayang banget aku sudah jauh-jauh hari reservasi di sini,” ucap Reno kemudian.
Alya masih duduk terdiam di kursi kerjanya. Usai keluar makan siang tadi, Alya tampak lebih pendiam dari sebelumnya. Bukan karena pertemuannya dengan Reno yang menyebabkan seperti itu melainkan karena tanpa sengaja dia melihat Yeni sedang bermesraan dengan seorang pria. Alya sangat penasaran dengan pria itu.‘Apa dia rekan kerjanya? Atau temannya? Tetapi mengapa juga mereka tampak mesra tadi? Bagaimana kalau ternyata Yeni berselingkuh?’Alya buru-buru menggelengkan kepalanya dengan cepat mencoba menghalau beberapa pikiran buruk yang sempat menerpa di benaknya.“Tidak mungkin Yeni berselingkuh. Dia sangat mencintai Mas Gavin. Ya, meskipun pernikahan mereka merupakan sebuah perjodohan yang dirancang ayah, tetapi aku yakin Yeni tidak akan seperti itu,” gumam Alya.Dia sudah menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi seakan sedang merenung.“Lalu bagaimana kalau sampai Mas Gavin tahu? Ya Tuhan, dia pasti sedih banget
Alya masih terdiam di tempatnya dan tertegun menatap Gavin. Pria bermata sipit dengan tampilan bak artis drama Cina ini memang sudah memikatnya sejak awal. Namun, yang membuat Alya tertegun saat ini adalah ucapan lirih yang baru saja keluar dari bibir tipisnya. Ini benar-benar di luar dugaan Alya, padahal Gavin selalu mati-matian menolaknya mengapa kini malah menyatakan cinta lebih dulu ke Alya.Gavin tersenyum melihat ekspresi Alya yang tampak kebingungan. Gavin yakin perubahan sikapnya ini sangat membuat Alya penasaran. Gavin sudah tidak tahan memendam semuanya, dia lelah bersandiwara. Dia lelah menutupi getar aneh di dadanya setiap berinteraksi dengan Alya. Memang awalnya bisa dia samarkan semua rasa aneh itu, tetapi akhir-akhir ini semuanya sangat sulit dia kontrol. Mungkin perubahan sikap Yeni juga turut mempengaruhi perasaannya kepada Alya. Perasaan yang sempat terpendam lama itu kini muncul kembali dan berkembang sangat cepat menguasai seluruh relung hatinya.&l
Alya terdiam panik saat Gavin sudah meletakkan dirinya di atas kasur. Sejak duduk di sofa tadi hingga sampai ke kamar, Gavin belum melepas pagutannya. Ia membuat Alya kehabisan napas, Alya merasa Gavin benar-benar meluapkan semua perasaannya.Gavin tersenyum sambil menatap wajah ayu Alya, berulang ia menyapu wajah Alya lembut dengan tangannya. Alya hanya terdiam menatap pria tercintanya ini. Baru kali ini Alya berada sangat dekat saling bertatapan seperti ini. Semua terasa indah, begitu cepat menurut Alya. Mulai tadi siang saat Gavin menawarkan dirinya mengantar Alya bertemu Reno kemudian pura-pura menjadi pacar dan berakhir dengan ciuman serta pernyataan Gavin.Alya menghela napas panjang saat wajah Gavin sudah menunduk dan mulai mencumbunya lagi. Berulang kecupan sudah mendarat di leher jenjangnya dan perlahan turun ke bawah. Bahkan Alya merasakan satu persatu kancing blusnya sudah mulai terbuka. Ini tidak benar dan Alya tidak ingin melakukan secepat ini.&ldq
[Pagi, Babe! Sudah bangun? Nyenyak gak tidurnya?]Sebuah pesan baru saja berdenting masuk di ponsel Alya. Alya langsung mengulum senyum saat membaca pesan yang tak lain dari Gavin.“Sejak kapan dia berubah seperti ini? Padahal biasanya dia selalu malu setiap mengutarakan perasaannya. Sepertinya aku harus siap-siap menghadapi semua perubahan sikapnya nanti,” gumam Alya sambil mengulum senyum.Alya masih asyik menikmati sarapan bubur ayam saat ponselnya kembali berdering. Alya terkejut saat membaca siapa nama kontak yang sedang melakukan panggilan kepadanya.“Gawat!! Ibu menelepon. Aku yakin ibu pasti tanya tentang kemarin, tentang pertemuan dengan Reno. Aku harus jawab apa? Aku yakin Reno pasti bilang kalau aku sudah punya pacar. Duh, bahaya!” keluh Alya sambil mendesah kesal.Dia sangat bingung sekarang dan sedang memutar otak untuk memberi alasan yang tepat ke ibunya.“Iya, Bu,” jawab Alya lirih. Alya mem
Alya baru saja mengakhiri meeting pagi ini. Banyak persiapan yang dibahas dalam meeting pagi menyangkut launching perumahan yang akan diadakan akhir minggu ini. Alya bahkan meminta Rendy mengabsen siapa saja yang ikut. Karena ini menyangkut akomodasi mereka selama di sana. Memang perusahaan property yang dipegang Alya semakin melebarkan sayapnya hingga melakukan pengembangan ke luar kota. Alya bahkan berkeinginan membuka kantor cabang di beberapa kota. Itu untuk memudahkan pemasaran dan juga pengawasan.“Kamu jadi membuka kantor cabang di luar kota, Al?” tanya Gavin begitu mereka keluar dari ruang meeting.“Iya, Mas. Kayaknya kita sudah butuh banget. Ada dua proyek di sana yang sedang berlangsung. Aku lihat pemasarannya belum maksimal. Kalau kita buka kantor cabang di sana pasti akan menambah penjualan nantinya,” urai Alya.Gavin manggut-manggut membenarkan penjelasan Alya.“Iya, kamu juga harus menyiapkan SDM-nya, Al. Sarank
Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude
Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen
Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se
Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.
“CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,
Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m
Sinar mentari pagi sudah menerobos masuk tanpa sopan menembus tirai kamar tempat Gavin terpulas. Matanya langsung mengerjap begitu sinar mentari yang hangat ini menyentuh tubuhnya. Dilihat ke samping kasur, sudah tidak ada Alya di sana. Gavin mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Gavin menyimpulkan kalau istri keduanya itu pasti sedang mandi.Gavin mengulum senyum sambil menyibak selimut dan memakai boxernya dengan sembarang. Gavin berjalan berjingkat menuju kamar mandi. Dia ingin meminta bonus tambahan kali ini ke sang Istri. Gavin selalu kecanduan jika sudah melakukan dengan Alya. Tubuh dan pesona Alya seakan terus menghipnotis dirinya dan tak bisa lepas begitu saja.CEKLEKTepat dugaan Gavin, Alya tidak mengunci pintu kamar mandi. Gavin mengulum senyum saat melihat siluet tubuh istrinya sedang berdiri di bawah shower tertutup tirai mandi. Seketika onderdil penting miliknya langsung berdiri menjulang siap menerjang kembali. Pelan Gavin berjalan mendeka
Alya tersenyum sambil menatap pria tampan di sampingnya yang sekarang sibuk mengendarai kendaraan mengurai kemacetan sore ini. Mobil Gavin sudah melaju cepat, tetapi sama sekali tidak mengarah ke rumah Bu Aminah ataupun apartemen mereka berdua. Gavin sudah mengarahkannya ke rumah mereka di tepi pantai yang terletak di luar kota.“Kita ke rumah pantai lagi, Mas?” Alya bertanya. Gavin mengangguk sambil tersenyum.“Iya, aku tidak ingin kamu cemas, Al. Lebih baik kamu beristirahat beberapa hari di sana sampai keadaan di kantor kondusif. Lagipula kerjaan di kantor bisa dihandle Rini dan Rendy,” urai Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum sambil manggut-manggut.“Terus Mas Gavin sendiri ke mana? Aku akan ditinggal sendiri di sana? Sama juga bohong dong, Mas,” dumel Alya sambil memajukan seluruh bibirnya ke depan. Gavin tersenyum. Gemas memperhatikan ulah istri mudanya itu.“Jangan khawatir, Babe. Aku temani, kok. Aku akan
Gavin sibuk memainkan kakinya. Dia gelisah karena operasi Putri belum juga usai. Sudah hampir pukul dua siang dan belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Sesekali Gavin menoleh ke arah Yeni yang tampak duduk terdiam sambil menyandarkan kepalanya ke dinding. Gavin tahu kalau Yeni juga sama gelisahnya dengan dia kali ini.Gavin berdiri hendak mendekat ke arah Yeni kemudian tiba-tiba lampu di atas pintu padam dan tak lama pintu terbuka. Gavin menghela napas lega saat melihat beberapa suster sudah mendorong ranjang tidur rumah sakit tersebut. Gavin dan Yeni bergegas mengikuti.“Bagaimana keadaannya, Sus? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Gavin penasaran. Suster hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar Gavin tenang.“Kita tunggu ya, Pak. Nanti setelah diobservasi baru tahu keadaan adek,” jawab suster itu diplomatis. Gavin mengangguk kemudian dia tiba-tiba menghentikan langkah tidak mengikuti dua suster dan Yeni yang mengiringi Putri tadi. Ponselnya sudah berdering nyaring dan Gavin te