Beranda / Pernikahan / Jadi Miskin Di Hadapan Mertua / SATU KANDUNGAN BEDA SPERMA!

Share

SATU KANDUNGAN BEDA SPERMA!

Penulis: Secilia Abigail Hariono
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

SATU KANDUNGAN BEDA SPERMA!

"Iya bukan rumah Ibu. Aku selalu menggadaikan sertifikat rumah milik keluarga Eva," jelas Zain.

"Gila!" bentak bu Nafis.

"Wahhh! Kau ini benar- benar edan! Edan," gumam Bu Nafis sambil memegang dadanya.

"Zain kali ini kau kelewatan. Kau kebacut! Jelas sungguh perilakumu di luar nalarku. Ini tak bisa dibiarkan lagi, Bu. Sudah! Inilah akibatnya jika Ibu terus- terusan membela Zain. Lihat, Bu! Ngelamak! Nngelunjak," bentak Mbak Alif.

"Bukankah dari awal Alif sudah bilang, Bu? Jangan tolong Zain, jangan tolong dia. Biarkan dia menyelesaikan masalahnya sendiri. Biarkan dia berpikir dengan nalarnya. Ini kelewatan, orang hutang itu Ibarat orang yang kehausan, sedangkan orang yang menghutanginya itu ibaratnya memberikan minum dengan air laut! Apa yang terjadi?" tanya Mbak Alif.

"Jika Ibu berpikir dengan menolong Zain melunasi semua hutangnya akan membantu dia berubah, Ibu salah. Justru dia tak tahu diri. Sekali Ibu menolong masih oke, kedua kali ibu menolong aku ma
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   IDE BUSUK BU NAFIS!

    IDE BUSUK BU NAFIS!"Jiwa bisnisnya sama seperti Bapaknya. Hanya saja dia bodoh tak licik seperti Bapaknya," batin Bu Nafis sambil memandang Zain."Baiklah, Ibu tanya dulu beberapa jumlah hutangnya?" tanya Bu Nafis."Lima puluh juta, Bu," jawab Zain lirih."Astagfirullah! Gila kau, mengapa kau mengambil hutang bank begitu banyak sekali? Dari mana aku dapat uang sebanyak itu?" tanya Bu Nafis."Bu, sudah. Tak usah bertanya lo! Sudahlah Ibu tak usah di pikirkan dalam- dalam. Ini semua masalah Zain biar dia yang berpikir. Kenapa Ibu yang bingung," tegur Alif."Ck! Kau itu bagaimana aku tak mikir to, Lif. Kau mau adikmu yang memikirkan itu? Apakah kau tak punya otak juga, Lif? Kau pikir dari mana adikmu bisa mendapatkan uang lima puluh juta, wong uang lima puluh ribu saja tak pastikan tidak ada di dompetnya apalagi kok sampai lima puluh juta," sahut Bu Nafis menghina."Sek to, sebenarnya kau habiskan untuk apa saja semua uang itu?" selidik bu Nafis."Tidak Zain habiskan semua, Bu. Aku hany

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RAYUAN MAUT BU NAFIS

    RAYUAN MAUT BU NAFIS"Ada apa, Dek?" tanya Pak Hendi sambil duduk di depan Bu Nafis."Anakku terkena musibah, Mas," jawab Bu Nafis."Anakmu atau anak kita?" tanya Pak Hendi."Anak kita," jawab Bu Nafis."Ck, aku tak mengerti mengapa dia sungguh berbeda dengan diriku dan dirimu, Dek," ucap Pak Hendi."Kau salah, Mas. Dia sebenarnya sama sepertimu, ingin berbisnis namun selalu gagal dan bangkrut. Apalagi aku tak bisa mendidiknya bisnis, seperti yang kau tahu aku juga bukan pebisnis apalagi almarhum Abah, dia juga bukan seorang pebisnis juga toh," sanggah Bu Nafis."Lalu apa yang bisa aku lakukan sekarang? Aku tak mungkin kan meminjamimu uang begitu saja tanpa ada jaminan," ucap Pak Hendi."Apakah kau tega begitu padaku, Mas?" tanya Bu Nafis sambil memelaskan mukanya."Loh, bukankah kau yang meminta begitu? Kau tahu jawabannya, Nafis. Aku sudah mengajakmu menikah berkali-kali tapi kenapa kau selalu menolak. Aku yang sebenarnya heran denganmu. Apakah ada lelaki lain selain diriku?" selidi

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   DEAL!

    DEAL!'Glek' Bu Nafis menelan ludahnya kasar. Dia harus bisa untuk mengeles dan meyakinkan Pak Hendi agar dia tak harus berjanji apalagi membuat perjanjian tanda tangan diatas materai."Dek," panggil Pak Hendi."Ah iya, Mas. Wes gampanglah nanti. Mosok sampean tak percaya padaku?" tanya Bu Nafis."Benar ya, kapan kau butuh uangnya?" tanya Pak Hendi."Secepatnya, Mas. Ya, kalau bisa besok sih, Mas. Aku tak ingin menunda-nunda waktu lagi,"jawab Bu Nafis."Bukankah kau harusnya ikut ke Kediri juga, Dek?" ujar Pak Hendi memakan makanan yang sudah di pesan Bu Nafis.Memang Bu Nafis memiliki kebiasaan hanya hobi memesan dan foto- foto saja. Dia hanya mengicip sedikit dan membiarkan Pak Hendis menghabiskannya. Bu Nagis menatap Pak Hendi dengan tatapan berkaca- kaca."Bukankah lebih baik begitu, Mas? Atau kau memiliki usul lain? Aku butuh dirimu, Mas. Aku butuh sandaran," ujar Bu Nafis."Benar, Dek. Menuruku lebih baiik kau sendiri yang bawa uangnya

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KECURIGAAN HASAN!

    KECURIGAAN HASAN!"San," panggil Pak Hendi. Hasan menoleh."Aku hanya ingin membantu keluargamu tanpa harus ada yang di jaminkan. Agar sama- sama enak," sambungnya."Apa maksudnya?" tanya Hasan sambil mengernyitkan keningnya heran.Hasan hanya tersenyum dan berlalu pergi karena tak ingin berbasa basi lebih banyak lagi. Sepanjang jalan ke rumah yang tak seberapa jauh itu, Hasan terus memikirkan ucapan Pak Hendi tadi. Hasan mengusap wajahnya kasar, dia mencoba berpikir positif tak mungkin ibunya aneh- aneh, lagi pula apa yang mau di jaminkan di rumah."Assalamualaikum," sapa Hasan masuk dalam rumah."Waalaikum salam," sahut semua orang. Nampak Bu Nafis dan Zain duduk berdua di meja makan."San," panggil Bu Nafis."Duduk sini, Le," perintahnya. Hasan pun duduk di samping Bu Nafis berhadapan dengan Mas Zain."Ada apa, Bu?" tanya Hasan."Besok Ibu ingin pergi ke Kediri," ucap Bu Nafis. Hasan terhenyak."Mbok ya jangan mendadak to, Bu. Has

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   EGOIS

    EGOISTapi di sisi lain dia juga tak bisa berbohong dengan suaminya, bagaimanapun juga suaminya berhak tahu. Kalau ada apa-apa dengan dirinya nanti suaminya lah yang bisa diandalkan. Hasan bingung melihat Dinda tak bersemangat."Kenapa kau terdiam?" tanya Hasan."Ya begitulah Mas. Aku bingung harus menjelaskannya bagaimana. Memang alhamdulillahnya bayi kita sudah banyak berkembang meskipun perkembangannya sangat lambat," ujar Dinda."Alhamdulillah kalau begitu, Dek. Jaga baik- baik ya," pinta Hasan."Tapi ada sedikit masalahnya, Mas," jawab Dinda."Masalah? Masalah apa itu?" tanya Hasan."Kita tak tahu juga, karena kata dokter nanti harus USG seminggu sekali, Mas. Ini untuk membantu memantau perkembangannya," jelas Dinda."Maksudnya?" tanya Hasan."Ya kan kategorinya berkembangnya lambat, Mas. Jadi harus di pantau terus sebagaimana mestinya atau tidak berkembangnya. Kalau memang tidak maka dokter menyarankan untuk dikuret rasa saja. Apalagi ada komplikasi darah tinggi...""Akibat kel

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KETAKUTAN ZAIN!

    KETAKUTAN ZAIN!"Jelas. Kenapa? Kau ingin marah? Kau tak terima? Tak masalah. Ayo kita kembalikan uang ini sekarang juga pada Pak Hendi, tapi ku pastikan kau dan istrimu akan bercerai. Aku yakin dan jamin, Eva tak akan mau memaafkanmu kali ini. Memang kau mau?" ancam Bu Nafis."Ya Allah maafkan aku, sebenarnya aku tak ingin egois seperti ini. Namun sungguh kali ini tak ada pilihan lain," batin Zain dalam hati."Tapi Bu, apakah Pak Hendi benar- benar meminjamkan uang ini secara cuma- cuma? Bukankah Ibu harusnya takut dengan kebaikannya? Apalagi Ibu tidak mau kan menerima pinangannya?" cerca Zain."Aku menggadaikan mobil Dinda," jawab Bu Nafis lirih."Astagfirullah!" pekik Zain kaget."Apakah Ibu berpikir jauh sebelum melakukannya? Bagaimana nanti jika Dinda tahu, Bu? Apalagi kalau Hasan tahu juga. Aku yakin Ibu pasti tak akan meminta timbangan Hasan kan? Ya Allah, Bu! Bisa- bisa kalau Hasan tahu dia akan tambah marah, kalau aku bertemu dengannya aku akan di bunuh olehnya," kata Zain pa

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MENCARI BANGKAI YANG TERSEMBUNYI

    MENCARI BANGKAI YANG TERSEMBUNYI"Dek, sebenarnya Mas Zain itu sedang terlibat masalah yang cukup rumit loh," ujar Mbak Alif."Masalah cukup rumit? Maksudnya apa toh, Mbak?" tanya Hasan yang masih tak paham."Dia memang tak bisa berubah. Dia berulah lagi...""Berhutang?" tebak Hasan murka memotong pembicaraan Mbak Alif.'Glek' Mbak Alif menelan ludah nya kasar. Belum sampai dia menyampaikannya nampak Hasan sudah tersulut emosi. Tangannya langsung mengepal, namun Dinda segera mengulurkan segelas air padanya."Minum dulu, Mas. Jangan emosi," pinta Dinda."Bener, San. Jangan emosi begitu, aku langsung takut melihatmu begitu," ucap Mbak Alif."Begini lo, San. Kau jangan marah kali ini bukan sertifikat rumah kita kok," sambungnya."Lalu apa, Mbak?" tanya Hasan mulai luluh."Ya, jatuhnya lebih bahaya kali ini," gumam nya lirih."Lebih bahaya? Bahaya bagaimana, Mbak?" selidik Hasan."La bagaimana tak lebih bahaya, bukan sertifikat Ibu atau harta kita yang di jaminkan. Tapi yang di hutangkan

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KECURIGAAN MASALAH PERTEMUAN DAN UANG!

    KECURIGAAN MASALAH PERTEMUAN DAN UANG!Hasan hanya tersenyum melihat istrinya yang sangat bersemangat bercerita tentang hari ini. Dia nampak bahagia, padahal sebenarnya Dinda mengkode sang suami untuk memiliki rumah sendiri. Namun rupanya Hasan tak peka juga."Kapan yo, Mas? Kapan kita bisa memiliki rumah sendiri?" tanya Dinda. Hasan mendongakkan kepalanya, melihat Dinda."Hasan hanya tersenyum melihat istrinya yang sangat bersemangat bercerita tentang hari ini. Dia nampak bahagia, padahal sebenarnya Dinda mengkode sang suami untuk memiliki rumah sendiri. Namun rupanya Hasan tak peka juga."Kapan yo, Mas? Kapan kita bisa memiliki rumah sendiri?" tanya Dinda. Hasan mendongakkan kepalanya, melihat Dinda."Kenapa kau menatapku seperti itu, Mas? Apakah ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Dinda dengan wajah polosnya."Tidak ada yang salah dengan semua ucapan dan keinginanmu, Mas. Doakan Mas ya, doakan agar kita bisa segera mendapatkan rumah itu. Doakan agar semua pekerjaan Mas lancar j

Bab terbaru

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ENDING YANG BAHAGIA!

    ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Hamil?

    HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   AWAL BARU KEBAHAGIAAN

    AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HADIAH DARI SUAMI BARU

    HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA

    ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS

    MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!

    RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Izin Pergi Dari Rumah

    IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?

    MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."

DMCA.com Protection Status