ANAK ADALAH PRIORITAS"Kakak rasa sudah cukup semua drama ini, Dek! Kau hanya tak ingin kehilangan Arif dan tak rela jika Arif menemukan yang lain bukan?" tanya kakak Nova itu.Nova hanya terdiam beberapa saat mendengar ucapan kakak kandungnya itu. Nova nggak menyangkal, tetapi tak bisa lagi karena memang sebenarnya dia telah menyesal sekali berpisah dengan Arif. Mengingat Arif benar-benar sosok suami yang baik dan ayah yang bijak. Arif dan Nova sudah berumah tangga selama hampir dua belas tahun sedangkan mereka sudah berpacaran sejak SMA, hubungan mereka terjalin kurang lebih selama hampir tujuh belas tahun.Lamanya pernikahan ternyata tak menjamin kelanggengan cinta pasangan. Nova tergida oleh lelaki yang lebih muda. Seorang pengacara tampan, yang di kenalnya dari sosial media. Lelaki itu menawarkan cinta yang begitu banyak, hasrat cinta yang membara membuat lelaki itu sangat bagus dalam memperlakukan Nova seperti Princes. Hal yang sangat bertolak belakang dari pada Arif. "Jawablah
Pengorbanan IfahAnak-anak itu saling berpandangan. Mata mereka menaap seorang sedang mencari tahu jawaban hatinya. Kemudian Arif mencium pipi gembul keduanya. Dia sangat mencintai anaknya lebih dari apapun di dunia ini."Jawablah anak-anak," perintah Nova."Saka suka jika Papa dan Mama jadi satu lagi! Tetapi Saka tidak suka jika Mama dan Papa sering bertengkar kalau satu rumah lagi," ujar saka bocah kecil itu."Kalau begitu bagaimana jika Papa dan Mama berjanji tidak akan bertengkar lagi demi Saka dan Bima. Apakah Saka dan Bima mau?" tanya Nova."Ye! Ye! Saka dan Bima suka!" kata Saka dengan muka riang dan tawa polosnya."Dek," panggil Saka mencolek adiknya yang masih asik makan ciki."Apahhh?" tanya Bima dengan suara khasnya."Mulai besok, Papa dan Mama akan kembali lagi ke rumah kita! Besok Papa akan pulang ke rumah! Jadi kita tidak usah menelpon Papa lagi," ujar Saka pada adiknya.Namanya anak- anak yang memang tak tahu apa-apa hanya bertepuk tangan gembira mendengar kakaknya juga
KEMANA PERGINYA HASAN?"Sudah kau di sini saja, biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri! Siapa tahu dengan begitu Ifah bisa melihat bahwa Hasan benar-benar sungguh menyayanginya," ujar Mbak Alif."Tapi Mbak apakah tidak bahaya dengan membiarkan...""Duduklah!" perintah Bu Nafis."Biar mereka menyelesaikan dulu, Din!" sambung bu Nafis.Mau tak mau kali ini Dinda setuju saja. Dia kembali duduk di bangku dan melihat keadaan di depan. Hasan sudah berdiri sambil mengepalkan tangannya, sedangkan Ifah meneteskan air mata yang tak henti-henti sambil mengusapnya dengan lengan baju tangan. Sedangkan Mas Andri mengusap wajahnya dengan gusar, dia tak tahu lagi harus memihak yang mana kali ini."Mas! Duduklah," perintah Ifah di sela tangisnya. Dia mulai mengangkat suaranya dan berbicara."Tapi, Dek! Ini semua aku lakukan untukmu," sanggah Hasan."Ifah tahu kok, Mas! Terima kasih banyak ya, sudah membela Ifah sampai seperti ini, tetapi Mas duduk dulu. Biar Ifah mengambil keputusan," jelas I
APAKAH AKU HARUS MEMBUNUHNYA, DEK?"Kakakku mana? Mana Mas Hasan? Mana?" teriak Ifah lagi sambil menengok ke kiri dan ke kanan.Semua orang sekarang panik mencari keberadaan Hasan. Karena Dinda sendiri juga tak tahu keberadaan suaminya tadi di dapur. Dia hanya melihat suaminya sekilas ke belakang sedangkan Andri dari tadi tak melihat Hasan. Terakhir melihat adik iparnya saat tak mau bersalaman dengan keluarga Nova dan Arif. "Bu tolong Ibu sekarang panggilkan Mas Hasan! Mas Hasan tadi ke belakang," perintah Dinda.Tanpa berpikir panjang lagi bu Nafis kali ini mengikuti saran Dinda. Dia berusaha untuk berlari sebisanya ke arah belakang. Tepatnya ke kamar mandi karena terdengar air mengalir dari kran. Hasan yang sedari tadi sedang asik di kamar mandi tak mengetahui kekacauan yang ada di depan."San! San! Adikmu! Adikmu," teriak Bu Nafis panik. Sampai dia menggedor-gedor kamar mandi belakang yang sedang di pakai oleh Hasan."Ya, Bu! Sebentar!" sahut Hasan dari dalam."Cepat adikmu, San!
Memeluk Ifah!"Apakah aku harus membunuhnya, Dek? Agar kau tak merasakan sakit hati lagi?" tanya Hasan.'Prang' suara gelas jatuh. Itu adalah gelas yang di pegang Dinda untuk membuatkan teh adik iparnya. Gelas itu pecah lepas dari pegangan nya karena kaget mendengar suaminya mengatakan untuk berniat membunuh seperti itu. Padahal tak perlu mengatakan hal-hal buruk seperti itu. Karena dia memiliki seorang istri yang wajib dijaga dan dilindungi bukan seorang adik ipar saja."Astaga, apa sih, Din! Kau situasi seperti ini masih sempat- sempatnya berlaku ceroboh!" tegur bu Nafis yang terlonjak kaget. Begitupun semua orang di sana cukup terkejut mendengar suara gelas pecah."Kau kenapa, Dek?" tanya Mbak Alif mendekati Dinda yang berdiri tertegun menatap Hasan yang berpelukan dengan Ifah. Matanya nyalang mengisyaratkan semburat kemarahan."Mas istighfar kau! Jangan meracuni pikiran Ifah dengan mengatakan hal-hal buruk seperti itu! Apa maksudmu dengan berkata eperti itu? Kau tak mikir jangka p
Daddy Issues!"Kita berobat ya, Dek! Kita ke Bu Nur," ajak Dinda."Untuk apa, Mbak? Ifah tidak lah sakit, mengapa kita harus ke sana?" tanya Ifah menolak."Kau memang tidak sakit, Dek! Siapa yang mengatakan kau sakit? Kita akan ke rumah Bu Nur untuk saling curhat dan bercerita saja. Seperti kemarin, bukankah kau merasa nyaman kalau curhat dengan Bu Nur?" tanya Dinda berusaha membujuk adik iparnya itu."Iya Mbak Dinda, Ifah merasa nyaman sekali saat curhat dengan Bu Nur. Ifah merasa lebih lega saja jika dengan beliau dan beliau sarannya baik-baik," kata Ifah menyetujui bujukan Dinda."Baiklah kalau begitu, mari kita ke Bu Nur! Mbak Dinda sudah memberikan pesan padanya lalu kau tahu kan tadi Bu Nur bersedia kita datang ke sana. Kau kuat tidak berjalan sendiri, Fah? Kalau tidak kuat biar di papah Mbak Dinda dengan Mas Hasan ya," ajak Dinda yang membuat semua orang tertegun karena aura keibuan nya sangat terlihat.Dinda membujuk Ifah dengan lembut sampai Ifah mau pergi ke psikolog. Ifah j
BEDA SAYANG DAN NYAMAN!"Loh jangan salah nanti Mbak Ifah hanya mengalami Daddy issues," jelas B Nur."Apa itu Daddy Issue?" tanya Dinda yang baru mendengar penyakit mental ini."Jadi, Daddy issues adalah efek psikologis yang di alami seseorang karena ia memiliki hubungan yang tidak sehat dan kurang harmonis dengan ayahnya, atau bahkan tidak merasakan kehadiran sosok ayah dalam hidupnya. Meski dapat dialami oleh siapa saja, daddy issues lebih sering terjadi pada wanita," jelas Bu Nur."Daddy issues memang bukan masalah kesehatan mental, tetapi kondisi ini bisa memengaruhi pola pikir, sikap, karakter, dan perilaku seseorang. Daddy issues juga bisa memengaruhi hubungan romantis atau percintaan orang yang mengalaminya, biasanya dia akan tertarik pada orang yang lebih tua karena seseorang yang mengalami daddy issues biasanya cenderung lebih tertarik untuk menjalin hubungan romantis, baik pacaran atau menikah, dengan orang yang usianya lebih tua. Ini karena mereka mendambakan kehadiran sos
AWAL KEHARMONISAN KELUARGA!"Mau keadaan sadar atau mau dalam kondisi rileks?" tanya Bu Nur."Sadar saja, Bu! Ifah memang benar- benar ingin mengatakan dan mengungkapkan langsung permohonan maaf itu," ujar Ifah."Memang siapa orangnya, Nduk?" tanya Bu Nur."Mas Hasan," gumam Ifah lirih sambil memandang ke arah kakaknya yang sedari tadi masih asik melamun saja."Hah! Ada apa, Dek?" sahut Hasan otomatis ketika namanya di panggil."Apakah Mas Hasan kakakmu ini?" tanya Bu Nur lagi."Benar, Bu!" jawab Ifah tegas,"Ada apa sih, Dek?" bisik Hasan pada Ifah. Karena dia sudah bertanya tapi tak ada seorang pun yang menghiraukannya. Dia menyenggol kaki Dinda berkali-kali. Karena Hasan tak paham mengapa sejak tadi Ifah memanggil namanya dan mengapa namanya di bawa-bawa saat ini. Setahu Hasan, Ifah ke sini karena putus cinta dengan Arif bukan ada masalah dengannya. Tetapi kenapa malah dia di panggil Bu Nur. Perasaan masalah Ifah trauma dengannya dulu sudah clear. "Apakah penyakit seperti itu bisa