Share

DRAMA BARU!

Author: Secilia Abigail Hariono
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

DRAMA BARU

"Waalaikumsalam, ada apa kok tumben telepon, Mbok? Apakah ada tamu yang penting datang?" tanya Bapak Dinda.

"Pak gawat, Pak! Gawat!" pekik Mbok Jum tertahan.

"Kenapa, Mbok? Ada apa?" tanya Papa Dinda heran.

"Ini Mas Hasan, Pak. Mas Hasan suami Mbak Dinda datang kemari," bisik Mbok Jum lirih.

'Deg' Pak Bukhori kaet mendengar ucapan Mbok Jum. Dia tak mengira bahwa menantunya itu memiliki keberanian juga medatanginya ke rumahnya. Dia pikir Hasan tak berani datang.

"Apakah mungkin Ibu mertuanya juga datang ya?" batin Pak Bukhori.

"Apa dia datang sendiri ke sana, Mbok? Atau sama siapa, Mbok?" tanya Pak Bukhori penasaran.

"Entahlah, Pak. Tapi dia datang tak sendiri, memang dia datang bersama seorang lelaki setegah baya. Katanya tetangganya, Pak. Mereka hanya berdua naik mobil ke sini, tidak tahu mobil siapa. Warnanya silperr, Pak," ujar Mbok Jum ketakutan dengan bahasa medoknya.

"Pak, saya harus mengatakan apa? Bapak tahu tidak, tadi mereka sudah bertanya dimana Bapak kok tidak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   DIAM BUKAN EMAS!

    DIAM BUKAN EMAS! Dinda yang memang tidak tahu kedatangan suaminya cukup kaget. Begitu pun dengan Hasan yang melihat Dinda datang, bahkan taka lama motor Mbak Eva menyusul di belakang."Ada apa ini?" tanya Hasan."Kenapa dia ada di sini, Pa?" tanya Dinda."Sttt! Kau diam saja, Nduk. Mari Papa antar ke atas, biar Papa nanti yang menjelaskan semua pada Hasan. Kau tak usah menjawab apapun," perintah Pak Bukhori.Melihat Dinda sang istri yang tak menjawab, Hasan pun mendekati sang istri yang berjalan dengan di gandeng Papa dan Mama nya. Mbok Jum dari belakang pun langsung datang menyambut kedatangan mereka."Ambil semua barang di bagasi, Mbok!" perintah Pak Bukhori."Nggeh, Dek," jawab Mbok Jum."Ayok sini tak bantu, Mbok," ucap Eva yang tiba- tiba datang di samping mereka setelah motornya di parkir di belakang."Dek sebenarnya kau dari mana, Dek?" tanya Hasan."Mengapa kau di sini sih, Mas!" jawab Dinda dengan sinisnya."Jangan mendekat!" pekik Dinda saat Hasan hendak mendekatinya."Ast

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   DEBAT MERTUA VS MENANTU!

    DEBAT MERTUA VS MENANTU!"Sebab, faktanya rata-rata pria adalah makhluk yang kurang peka. Mereka lebih mengandalkan logika dibandingkan dengan perasaan. Jangan sampai pernikahanmu hancur hanya karena enggan untuk mengkomunikasikan masalah sekecil apapun itu," jelas Hasan."Sudahlah Hasan, jangan berdebat hal yang kiranya tak penting sekarang. Lebih baik berkacalah dulu sebelum kau berkata seperti itu," tegur Pak Bukhori yang cukup tersinggung atas ucapan sang menantu.Bagi Pak Bukhori Hasan berkata seperti itu tanpa dia sadari bahwa dirinya sendiri selama ini menjadi suami belumlah sempurna namun menuntut istri yang sempurna dan mengerti dirinya. Bahkan Pak Bukhori merasa kali ini Hasan kelewat batas menegur sang istri di hadapn orang tuanya langsung. Andai saja saat ini anaknya yang salah mungkin dia akan terima saja, tapi saat ini dia tahu yang salah bukanlah anaknya namun keluarga besannya."Maksudnya, Pak?" tanya Hasan mulai tersinggung dengan ucapan mertuanya. Mungkin karena lel

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KENYATAAN DAN PUKULAN TELAK!

    KENYATAAN DAN PUKULAN TELAK! Sepersekian detik dia baru sadar mengingat sang istri sekarang sedang hamil muda. Hasan mengusap wajahnya dengan kasar."Astaghfirullahaladzim!" pakik Hasan tertahan."Jangan begitu kau, Nak! Istigfar. Berpikir yang positif saja," tegur Pak Hendi. Seketika Hasan terdiam, pikirannya kacau sekarang. Untunglah tak lama pak Hendi Bukhori turun dari lantai dua. Dia turun sendiri tak ditemani dengan sang istri kemudian menyapa Hasan dan pak Hendi bersalaman sejenak dengan para tamunya."Maaf ya kalau saya lama," ujarnya."Tak apa-apa Pak," sahut Pak Hendi."Mbok sirup untuk tamu-tamu jangan lupa di keluarkan. Siang- siang begini paling enak minum sirup. Tolong buatkan ya," perintah Pak Bukhari melihat para tamunya hanya di suguhi secangkir kopi. Kepada tamu yang berkunjung, sangat disarankan menghidangkan makanan dan minuman yang terbaik. Akan tetapi, jangan sampai ketika menghidangkan makanan yang terbaik, kita jadi menyulit

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   PAK BUKHORI MENJALANKAN TAKTIKNYA!

    PAK BUKHORI MENJALANKAN TAKTIKNYA!"Pertanyaan yang sebenarnya sudah saya pikirkan jauh- jauh hari itu, Pak. Jujur saja sebagai seorang Bapak rasa memiliki anak perempuan itu sangat kuat, namun jika dia mencintai seoraang lelaki namun kita tidak menyukainya dan sang anak tetap mengotot ingin menikah dengannya apa yang bisa di lakukan sebagai orang tua selain menerima, Pak? Bukankah semua akan orang tua korbankan? Jangan kan hanya perasaan, hati dan nyawa pun rela di berikan Bapak ke anaknya," imbuh Pak Hendi."Apakah Papa tak menyukai Hasan sejak awal?" tanya Hasan."Sudah, Le. Diam dulu, biar mertuamu menjelaskan semuanya," tegur Pak Hendi. Meskipun Hasan sakit hati, tak terima, dan sejuta tanya ada di benaknya namun dia hanya bisa diam sekarang ketika Pak Hendi sudah menegurnya. Dia tak bisa lagi menyaggah mertuanya meskipun hatinya sangat ingin tahu alasan Bapak mertuanya seperti itu. Hasan bahkan hanya bisa istigfar saja. Dia memposisikan dirinya sebagai Dinda."Nah, saya lanjutk

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   SIDANG LEWAT VIDEO CALL

    SIDANG LEWAT VIDEO CALL"Ya mungkin ini berat tapi mau bagaimana lagi? Karena bukan kita sekali lagi yang menjalankan rumah tangga itu, tapi Putri kita, anak kita dialah yang lebih tahu mana yang baik mana yang buruk dalam rumah tangganya. Yang penting saya akan melihatnya dari dua sisi, jika memang itu pilihan yang terbaik untuk putri saya dan putri saya ikhlas menjalaninya, ya Monggo mungkin itu memang sudah garis tapi yang harus di lakukannya. Mungkin ini adalah cara Gusti Allah agar putri saya bisa mencari pahala dengan lebih mudah yaitu ujiannya pada suaminya, begitu Pak Bukhari," jelas pak Hendi dengan bijak. Pak Bukhori menghela nafasnya panjang. Dia sedang mempertimbangkan semua ucapan Pak Hendi, jujur saja apa yang di katakan Pak Hendi memang tak salah. Bahkan semua nya benar, hanya saja hatinya masih saja sakit dan tak terima sebagai sosok seorang Ayah yang memang membesarkan putrinya."Baiklah karena saya menghormati pak Hendi dan saya mempertimbangkan semua saran pak Hend

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   AKU MENANTU BUKAN MADUMU, BU!

    AKU MENANTU BUKAN MADUMU, BU!"Sedangkan Ifah tidak ada siapa- siapa. Dia hanya memiliki saya saja tak ada ibunya tak ada orang lain lagi selain saya saat itu, Jadi saya harus menemaninya sampai melarut malam tak mungkin saya meninggalkan Ifah adik saya sendirian...""KARENA LEBIH PENTIING KELUARGAMU, MAS! DARI PADA AKU ISTRIMU!" teriak Dinda."Nduk! Sabar," teriak Mama Dinda memeluknya langsung. Pecah tangis Dinda, lagi Hasan hanya bisa tertegun melihat reaksi yang di berikan oleh istrinya. Dia tak mengira Dinda akan semarah ini padanya, mengingat selama ini istrinya lah yang lebih mencintainya dari pada dirinya."Tidak, Sayang. Dengarkan, Dek! Kau salah paham, tapi bukan pula ini berarti aku tak mencintaimu, Dinda! Maksudku tidak seperti itu, tapi kondisinya lah yang memang benar-benar mengharuskan aku untuk tidak ke sini. Aku pun baru pulang tadi subuh setelah itu langsung mengajak Pak Hendi untuk segera pergi ke Kediri untuk segera menyelesaikan masalah

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HANYA ORANG TUA YANG MEMANG PEDULI!

    HANYA ORANG TUA YANG MEMANG PEDULI!"Bagaimana aku rasa itu adil, Dek," kata Hasan. Melihat Dinda yang terus terdiam, Pak Hendi pun akhirnya mengambil inisiatif sendiri. Dia tahu jika terus begini tak akan ada penyelesaian. Apalagi dia juga tak ingin jika rumah tangga Hasan dan Dinda harus berakhir mengingat Pak Hendi sendiri sudah menganggapnya sebagai anak dan menantunya sendiri."Nduk, Dinda! Dengarkan Pak Hendi ya!" perintah Pak Hendi."Nggeh, Pak," sahut Dinda."Nah, sekarang Pak Hendi akan menjelaskan padamu. Dinda, Hasan, Pak Hendi itu sangat sayang pada kalian berdua. Sudah tak anggep seperti anakku sendiri kalian berdua itu. Kau juga sudah kuanggap sebagai anakku sendiri, Eva. Begitupun dengan Zain, Ifah, maupun Alif dan Andi. Kalian semua, aku juga sangat menyayangimu dan menyayangi Hasan. Aku tak ingin kalian kenapa-napa, kau percaya pada Pak Hendi kan?" tanya Pak Hendi. Dinda pun menganggukkan kepalanya, begitupun Hasan dan Eva."Nah sekarang jika memang kau percaya kepad

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   BERKACALAH HASAN!

    BERKACALAH HASAN!"Hahaha. Kau bercanda ya, Mbak? Kau menakutiku?" tanya Hasan dengan mata nanar dan tak percaya."Legowo, San! Ikhlas," ucap Mbak Eva."Bohong. Bohong kan, Pa?" selidik Hasan. Pak Bukhori hanya menghela nafas panjang. Semua orang terdiam, otomatis Hasan langsung paham jika memang apa yang di katakan oleh Pak Bukhor adalah satu kenyataan. Hasan langsung mengusap wajahnya kasar."Kau jangan salahkan Dinda, Hasa. Berkacalah ini semua juga karena dirimu. Kau yang membuat dirinya seperti ini. Ini semua karena ulahmu, andai saja jika Ibumu tak melakukan seperti ini, tak pastikan anakmu selamat. Dinda itu setress. Dia itu tertekan!" bentak Eva."Nduk! Sabar," perintah Pak Bukhori."Hasan ini semua musibah. Tolong kuatkan Dinda. Kau sebagai suami harus memastikan bahwa dia sudah bisa menerima dan menahan diri saat berhadapan dengannya, dia yang sedang mengalami kesedihan mendalam. Alih–alih menghibur, bisa jadi dirinya sekarang memiliki perasaan

Latest chapter

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ENDING YANG BAHAGIA!

    ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Hamil?

    HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   AWAL BARU KEBAHAGIAAN

    AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HADIAH DARI SUAMI BARU

    HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA

    ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS

    MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!

    RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Izin Pergi Dari Rumah

    IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?

    MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."

DMCA.com Protection Status