Share

Bab 3

Author: Arizah Karimah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Setelah menyuruh Yuki untuk beristirahat lebih awal dengan suara lembut, ibu mendapat telepon dari kakak laki-lakiku. Tanpa menunggu kakak berbicara, ibuku telah langsung buru-buru bertanya, "Josh, kapan dinasmu selesai? Adikmu nungguin kamu untuk nonton pertandingannya!"

Ketika aku pertama kali dibawa pulang, ayah dan ibu sibuk menemani Yuki yang menangis di rumah. Hanya kakak yang menggandeng tanganku dan membawaku pulang sambil terus menenangkanku. Satu-satunya kehangatan yang aku rasakan di rumah ini hanya berasal dari kakak laki-lakiku.

Kakakku terdiam sejenak di ujung telepon, lalu bertanya dengan keheranan, "Pertandingan olimpiade matematika Eira? Bukannya bulan depan baru ...."

Ibu memotong ucapannya dengan marah, "Eira, Eira melulu! Yuki itu adik yang sudah bertahun-tahun bersamamu! Berapa kali harus kubilang, Eira itu dibesarkan di luar dan penuh dengan sifat buruk. Dia nggak pantas jadi bagian dari keluarga kita."

Kakakku menghela napas, seolah-olah tidak mengerti kebencian ibu terhadapku, "Bu, kadang jangan terlalu dengarkan kata Yuki terus. Eira itu baik dan pekerja keras. Kalau Ibu lebih sering perhatikan dia, Ibu akan tahu."

"Aku baru saja telepon Eira, tapi dia nggak mengangkatnya. Dia juga nggak membalas pesan yang kukirim beberapa hari lalu. Apa dia nggak ada di rumah?"

Ibu mendengus dingin. "Dia punya kaki sendiri, masa aku harus mengikatnya? Menurutku, dia pasti lagi bersenang-senang di luar. Besok pertandingan tenis Yuki. Nggak apa-apa kalau kamu nggak bisa pulang."

Setelah jeda sejenak, Ibu menambahkan dengan nada tegas, "Bilang ke Eira, kalau dia nggak datang nonton pertandingan Yuki besok, lebih baik dia nggak usah kembali lagi. Lagi pula, rumah ini lebih baik tanpa dia!"

Tanpa menghiraukan Kakak yang mencoba membela diriku, Ibu menutup telepon dengan dingin.

Ayah kebetulan baru saja kembali dengan timnya. Ketika melihat ekspresi kesal di wajah Ibu, dia bertanya dengan bingung, "Mayatnya sulit diatasi?"

Ibu menggelengkan kepala sambil mengeluh, "Ini semua gara-gara Eira. Dia pasti ngadu lagi sama Josh, sekarang kakaknya malah ikut-ikutan menghilang kayak dia."

Ayahku menghela napas berat, "Sudah tahu kita sibuk sama kerjaan, dia masih saja ngelakuin hal-hal nggak berguna begini. Benar-benar nggak tahu diri! Kutelepon dia sekarang juga untuk marahin dia!"

Namun, tidak peduli berapa kali pun Ayah mencoba untuk meneleponku, jawabannya selalu sama ... tidak ada jawaban sama sekali. "Anak durhaka! Lebih baik kalau dia nggak pernah ditemukan. Pulang ke rumah cuma untuk buat kita marah-marah!"

Ahli forensik yang mendengarkan sepanjang percakapan ini hanya bisa menghela napas. "Dulu waktu Eira diculik, kalian berdua sampai cuti satu tahun untuk mencarinya. Tapi sekarang setelah dia ditemukan kembali, kalian malah seperti musuh."

Aku tidak bisa menahan senyum getir yang terlintas di bibirku dan mulutku terasa pahit. Sebab, yang mereka temukan bukanlah anak yang sesuai dengan harapan mereka, melainkan gadis kampung yang tidak tahu sopan santun dan selalu ketakutan.

Saat aku ditemukan kembali pada usia 15 tahun, Ayah dan Ibu memeluk Yuki yang terisak-isak di ruang tamu dan menenangkannya dengan sabar. Aku mengenakan pakaian kusut yang dipenuhi tambalan, hanya bisa menunduk menatap sepatuku yang sudah berlubang dan menampakkan satu jari kaki.

Ketika Yuki melihatku, dia berhenti menangis dan bertanya dengan nada pura-pura polos, "Siapa pengemis kecil ini?"

Wajah Ayah dan Ibu seketika berubah muram. Namun, ekspresi mereka itu bukan disebabkan oleh Yuki, melainkan karena aku ... anak yang tidak sesuai dengan harapan mereka.

"Pak Gibson, Bu Penny, aku sudah periksa laporan. Dua hari ini nggak ada laporan orang hilang," pungkas salah seorang polisi yang berjalan mendekat sambil memegang catatan laporan.

"Keluarganya nggak sadar putrinya menghilang? Apa mungkin hubungan mereka nggak baik? Ternyata ada juga orang tua seperti itu ya? Sama sekali nggak peduli sama anaknya!"

Mendengar bisikan di sekelilingku, hatiku terasa sangat sedih. Seluruh tubuhku seakan-akan diselimuti oleh kesedihan yang begitu dalam hingga membuatku sulit bernapas.

Orang tuaku bisa merasa prihatin pada korban yang orang tuanya tidak segera melaporkan kehilangan anak mereka. Namun, mereka sama sekali tidak memikirkan apakah aku aman selama beberapa hari ini.

Dulu ketika aku diculik, mereka bahkan rela meninggalkan pekerjaan untuk mencariku. Namun sekarang, mereka justru mengira aku menghilang hanya untuk mencari perhatian. Mungkin, aku memang tidak seharusnya kembali ke keluarga ini sedari awal.

Ini adalah rumah Yuki, bukan milikku. Masa-masa saat orang tuaku masih peduli padaku, sudah lama diisi oleh Yuki. Kasih sayang dan cinta yang seharusnya menjadi milikku, tidak akan pernah kembali lagi padaku.
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Rizki rismawati
ga masuk akal sama mak bapak nya
goodnovel comment avatar
Ponsel Keyla
kasian ank kandung tp tak d anggap
goodnovel comment avatar
Apriansyah
aplikasi nggak jelas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 4

    Ibu menyerahkan kertas yang sudah terkorosi oleh asam lambung ke ahli forensik. Dia menepuk punggung bawahnya yang terasa pegal, lalu berkata kepada Ayah dengan nada pasrah, "Semoga kertas ini bisa memberikan petunjuk. Kamu sudah ingatin Yuki untuk kunci pintu rumah?"Ayah mengangguk dengan wajah serius, lalu berkata dengan ragu-ragu, "Sayang, menurutmu, Eira nggak angkat telepon sama sekali dan nggak balas pesan dari Josh, apa mungkin dia benar-benar dalam bahaya? Apa aku perlu suruh seseorang untuk menyelidikinya?"Ibu memotong dengan kesal, "Lupakan saja, memangnya kamu nggak tahu kebiasaannya? Dia pasti lagi sembunyi dan nunggu kita untuk cari dia! Ini bukan pertama kalinya dia ngelakuin hal begini.""Dia cuma nggak mau datang untuk nonton pertandingan Yuki. Paling lambat besok, dia pasti akan telepon sambil menangis meminta maaf."Terakhir kali aku menghilang adalah saat libur musim panas. Waktu itu, Yuki mengunciku di toilet sekolah. Sekolah yang kosong di masa liburan membuat ti

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 5

    Ibu sepertinya sudah punya firasat. Dia mencengkeram lengan Ayah dengan erat hingga kuku-kukunya menancap di kulitnya."Korban adalah putrimu, Eira," ucap petugas itu.Ibu jatuh terduduk di lantai karena tidak percaya. Dia terus-menerus mengulang ucapan pria itu, "Eira? Mana mungkin?"Ayah segera memegang erat Ibu agar dia tidak terjatuh sepenuhnya. Salah satu polisi di tim itu berkata dengan suara pelan, "Pak Gibson, lokasi kejadian sudah ditemukan. Letaknya di sebuah bangunan pribadi dekat gedung mangkrak."Ayah langsung memutuskan, "Ayo ke TKP. Pasti ada kesalahan dari tim forensik."Di dalam mobil polisi, Ibu terus-menerus mencoba meneleponku. Ayah menyetir dengan berusaha terlihat tenang sambil berkata, "Jangan takut, mungkin saja Eira ada di kantor polisi dan bekerja sama dengan tim forensik untuk mengerjai kita."Namun di lubuk hatinya, Gibson sangat paham bahwa hal seperti ini tidak mungkin dibuat-buat. Entah seperti apa perasaannya saat ini. Dia hanya merasa seolah-olah tercek

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 6

    Ahli forensik pun tak bisa menahan air matanya dan berkata dengan suara serak, "Pak Gibson, Bu Penny, kalian sebaiknya kembali ke kantor polisi dulu. Kalau ada perkembangan, aku dan wakil tim akan menghubungi kalian."Namun, ibuku tampaknya tidak mendengarkan. Dengan sarung tangan yang masih terpasang, tangannya perlahan membelai bercak darah di lantai, "Entah seberapa sakitnya yang dirasakan Eira sayang ...."Beberapa polisi yang lebih emosional mulai terisak dengan perlahan. Orang tuaku duduk di mobil dengan wajah pucat dan pikiran yang kosong. Melihat ekspresi mereka yang hampa, hatiku terasa semakin tersayat-sayat.Dari saat aku ditemukan hingga menjelang kematianku, tidak pernah sekali pun aku mendengar orang tuaku memanggilku dengan "Eira sayang".Ketika Ryan dari pusat laboratorium memberikan laporan hasil tes DNA kepada ayahku, dia melirik ibuku yang tampak linglung sekilas dengan tatapan iba."Pak Gibson, turut berduka," katanya.Pupil ayahku menyempit seketika. Dia memeriksa

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 7

    Ketika kakakku mendengar berita tentang kematianku, dia segera meninggalkan tugas dinasnya yang belum selesai dan pulang. Saat tiba di rumah, dia melihat Ayah dan Ibu duduk di sofa dengan wajah pilu. Di samping mereka, Yuki menangis dengan mata yang membengkak dan hidung memerah."Kak Josh, akhirnya kamu pulang! Kak Eira dibunuh! Pembunuhnya belum tertangkap. Selama ini Kak Eira punya banyak musuh. Mungkin ini terjadi karena dia ...."Ayah tiba-tiba berteriak dengan suara parau, "Cukup! Pelaku sudah teridentifikasi dan polisi sedang dalam proses penangkapan! Kakakmu nggak pernah terlibat sama orang itu."Ketika berkata demikian, Ayah bertukar pandang dengan Ibu sekilas dengan kepedihan yang terukir dalam sorot mata mereka. Setelah mengetahui bahwa pelaku itu membunuhku karena ingin balas dendam kepada mereka yang pernah menangkap adiknya, Ayah dan Ibu tak sanggup menahan pukulan berat ini dan keduanya jatuh pingsan.Putri yang paling tidak mereka sukai, akhirnya tewas karena perbuatan

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 8

    Saat Yuki melihat orang tua dan kakakku duduk di kursi penonton, sudut bibirnya menyunggingkan senyuman bangga. Aku tahu, Yuki pasti merasa dia akan menjadi orang yang paling disayangi setelah diriku tidak ada.Saat waktu istirahat, Yuki memeluk lengan Ayah dengan manja sambil berkata, "Ayah, Ibu, Kakak, aku senang sekali kalian bisa datang."Di podium penghargaan, Yuki tersenyum bangga sambil mengangkat medali kemenangannya. Di depan para wartawan, dia tersenyum manis dan berkata, "Aku bisa sampai di sini berkat dukungan dari keluargaku. Aku berharap bisa jadi kebanggaan Ayah dan Ibu, serta adik yang paling disayangi oleh Kakak selamanya!"Melihat kebanggaan di wajah Yuki membuatku merasa mual. Kebahagiaannya dibangun di atas penderitaanku. Kenapa Yuki yang mendorongku ke dalam jurang ini bisa menikmati pujian, sedangkan aku hanya mendapatkan siksaan?Dari bangku penonton, terdengar gumaman para penonton."Bukannya kakak perempuannya baru saja meninggal? Kasihan sekali, tapi dia tetap

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 1

    Tubuhku ditemukan di gedung mangkrak. Pekerja konstruksi yang menemukannya langsung muntah-muntah sembari menelepon polisi.Ayah dan Ibu bergegas dari pesta perayaan Yuki menuju lokasi kejadian. Ahli forensik mengernyitkan dahi dan memberi isyarat agar mereka mengenakan masker. Ayah adalah salah satu ahli investigasi terbaik yang dikontrak dari luar kepolisian, sedangkan Ibu adalah ahli forensik terbaik di Kota Rotingham.Mereka memang sudah sering menghadapi lokasi kejadian kriminal yang mengerikan. Namun, ketika melihat mayatku, mereka tetap tidak bisa menahan diri dan kehilangan fokus sesaat. Di tengah teriknya musim panas, tubuhku membengkak akibat proses dekomposisi. Wajahku hancur berlumuran darah hingga tidak bisa dikenali. Tubuhku penuh luka dan kepalaku nyaris terlepas dari leher.Bau busuk yang menyengat memenuhi udara, menandakan betapa cepatnya tingkat pembusukan. Ibu memejamkan mata sejenak, lalu menarik napas panjang dan memakai sarung tangan untuk memulai pemeriksaan awa

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 2

    Setelah mendengar laporan autopsi dari ibuku dalam rapat kasus, para polisi yang hadir terlihat sangat serius. Karena kondisi tubuhku yang terlalu mengenaskan, identifikasi melalui wajah tidak memungkinkan untuk dilakukan. Gedung mangkrak tempat mayatku ditemukan bukanlah tempat kejadian pertama dan hal ini membuat penyelidikan jadi semakin sulit.Ayah memerintahkan para polisi untuk menyelidiki sekitar lokasi pembuangan mayat dan mencari petunjuk apakah ada orang yang mencurigakan."Minta ahli forensik untuk melakukan autopsi sekali lagi, siapa tahu ada temuan baru. Lalu, segera kirim DNA yang diambil ke pusat laboratorium," kata ayahku kepada Ibu sebelum dia bergegas pergi bersama timnya.Perhatian mereka terhadap sebuah mayat lebih besar daripada perhatian mereka padaku. Ibu pernah membelai rambut Yuki dan mengatakan bahwa menjadi ahli forensik yang bisa mengungkap kebenaran untuk para korban adalah profesi yang mulia.Aku melihat Yuki mengangguk setuju. Namun ketika Ibu berbalik, Y

Latest chapter

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 8

    Saat Yuki melihat orang tua dan kakakku duduk di kursi penonton, sudut bibirnya menyunggingkan senyuman bangga. Aku tahu, Yuki pasti merasa dia akan menjadi orang yang paling disayangi setelah diriku tidak ada.Saat waktu istirahat, Yuki memeluk lengan Ayah dengan manja sambil berkata, "Ayah, Ibu, Kakak, aku senang sekali kalian bisa datang."Di podium penghargaan, Yuki tersenyum bangga sambil mengangkat medali kemenangannya. Di depan para wartawan, dia tersenyum manis dan berkata, "Aku bisa sampai di sini berkat dukungan dari keluargaku. Aku berharap bisa jadi kebanggaan Ayah dan Ibu, serta adik yang paling disayangi oleh Kakak selamanya!"Melihat kebanggaan di wajah Yuki membuatku merasa mual. Kebahagiaannya dibangun di atas penderitaanku. Kenapa Yuki yang mendorongku ke dalam jurang ini bisa menikmati pujian, sedangkan aku hanya mendapatkan siksaan?Dari bangku penonton, terdengar gumaman para penonton."Bukannya kakak perempuannya baru saja meninggal? Kasihan sekali, tapi dia tetap

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 7

    Ketika kakakku mendengar berita tentang kematianku, dia segera meninggalkan tugas dinasnya yang belum selesai dan pulang. Saat tiba di rumah, dia melihat Ayah dan Ibu duduk di sofa dengan wajah pilu. Di samping mereka, Yuki menangis dengan mata yang membengkak dan hidung memerah."Kak Josh, akhirnya kamu pulang! Kak Eira dibunuh! Pembunuhnya belum tertangkap. Selama ini Kak Eira punya banyak musuh. Mungkin ini terjadi karena dia ...."Ayah tiba-tiba berteriak dengan suara parau, "Cukup! Pelaku sudah teridentifikasi dan polisi sedang dalam proses penangkapan! Kakakmu nggak pernah terlibat sama orang itu."Ketika berkata demikian, Ayah bertukar pandang dengan Ibu sekilas dengan kepedihan yang terukir dalam sorot mata mereka. Setelah mengetahui bahwa pelaku itu membunuhku karena ingin balas dendam kepada mereka yang pernah menangkap adiknya, Ayah dan Ibu tak sanggup menahan pukulan berat ini dan keduanya jatuh pingsan.Putri yang paling tidak mereka sukai, akhirnya tewas karena perbuatan

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 6

    Ahli forensik pun tak bisa menahan air matanya dan berkata dengan suara serak, "Pak Gibson, Bu Penny, kalian sebaiknya kembali ke kantor polisi dulu. Kalau ada perkembangan, aku dan wakil tim akan menghubungi kalian."Namun, ibuku tampaknya tidak mendengarkan. Dengan sarung tangan yang masih terpasang, tangannya perlahan membelai bercak darah di lantai, "Entah seberapa sakitnya yang dirasakan Eira sayang ...."Beberapa polisi yang lebih emosional mulai terisak dengan perlahan. Orang tuaku duduk di mobil dengan wajah pucat dan pikiran yang kosong. Melihat ekspresi mereka yang hampa, hatiku terasa semakin tersayat-sayat.Dari saat aku ditemukan hingga menjelang kematianku, tidak pernah sekali pun aku mendengar orang tuaku memanggilku dengan "Eira sayang".Ketika Ryan dari pusat laboratorium memberikan laporan hasil tes DNA kepada ayahku, dia melirik ibuku yang tampak linglung sekilas dengan tatapan iba."Pak Gibson, turut berduka," katanya.Pupil ayahku menyempit seketika. Dia memeriksa

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 5

    Ibu sepertinya sudah punya firasat. Dia mencengkeram lengan Ayah dengan erat hingga kuku-kukunya menancap di kulitnya."Korban adalah putrimu, Eira," ucap petugas itu.Ibu jatuh terduduk di lantai karena tidak percaya. Dia terus-menerus mengulang ucapan pria itu, "Eira? Mana mungkin?"Ayah segera memegang erat Ibu agar dia tidak terjatuh sepenuhnya. Salah satu polisi di tim itu berkata dengan suara pelan, "Pak Gibson, lokasi kejadian sudah ditemukan. Letaknya di sebuah bangunan pribadi dekat gedung mangkrak."Ayah langsung memutuskan, "Ayo ke TKP. Pasti ada kesalahan dari tim forensik."Di dalam mobil polisi, Ibu terus-menerus mencoba meneleponku. Ayah menyetir dengan berusaha terlihat tenang sambil berkata, "Jangan takut, mungkin saja Eira ada di kantor polisi dan bekerja sama dengan tim forensik untuk mengerjai kita."Namun di lubuk hatinya, Gibson sangat paham bahwa hal seperti ini tidak mungkin dibuat-buat. Entah seperti apa perasaannya saat ini. Dia hanya merasa seolah-olah tercek

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 4

    Ibu menyerahkan kertas yang sudah terkorosi oleh asam lambung ke ahli forensik. Dia menepuk punggung bawahnya yang terasa pegal, lalu berkata kepada Ayah dengan nada pasrah, "Semoga kertas ini bisa memberikan petunjuk. Kamu sudah ingatin Yuki untuk kunci pintu rumah?"Ayah mengangguk dengan wajah serius, lalu berkata dengan ragu-ragu, "Sayang, menurutmu, Eira nggak angkat telepon sama sekali dan nggak balas pesan dari Josh, apa mungkin dia benar-benar dalam bahaya? Apa aku perlu suruh seseorang untuk menyelidikinya?"Ibu memotong dengan kesal, "Lupakan saja, memangnya kamu nggak tahu kebiasaannya? Dia pasti lagi sembunyi dan nunggu kita untuk cari dia! Ini bukan pertama kalinya dia ngelakuin hal begini.""Dia cuma nggak mau datang untuk nonton pertandingan Yuki. Paling lambat besok, dia pasti akan telepon sambil menangis meminta maaf."Terakhir kali aku menghilang adalah saat libur musim panas. Waktu itu, Yuki mengunciku di toilet sekolah. Sekolah yang kosong di masa liburan membuat ti

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 3

    Setelah menyuruh Yuki untuk beristirahat lebih awal dengan suara lembut, ibu mendapat telepon dari kakak laki-lakiku. Tanpa menunggu kakak berbicara, ibuku telah langsung buru-buru bertanya, "Josh, kapan dinasmu selesai? Adikmu nungguin kamu untuk nonton pertandingannya!"Ketika aku pertama kali dibawa pulang, ayah dan ibu sibuk menemani Yuki yang menangis di rumah. Hanya kakak yang menggandeng tanganku dan membawaku pulang sambil terus menenangkanku. Satu-satunya kehangatan yang aku rasakan di rumah ini hanya berasal dari kakak laki-lakiku.Kakakku terdiam sejenak di ujung telepon, lalu bertanya dengan keheranan, "Pertandingan olimpiade matematika Eira? Bukannya bulan depan baru ...."Ibu memotong ucapannya dengan marah, "Eira, Eira melulu! Yuki itu adik yang sudah bertahun-tahun bersamamu! Berapa kali harus kubilang, Eira itu dibesarkan di luar dan penuh dengan sifat buruk. Dia nggak pantas jadi bagian dari keluarga kita."Kakakku menghela napas, seolah-olah tidak mengerti kebencian

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 2

    Setelah mendengar laporan autopsi dari ibuku dalam rapat kasus, para polisi yang hadir terlihat sangat serius. Karena kondisi tubuhku yang terlalu mengenaskan, identifikasi melalui wajah tidak memungkinkan untuk dilakukan. Gedung mangkrak tempat mayatku ditemukan bukanlah tempat kejadian pertama dan hal ini membuat penyelidikan jadi semakin sulit.Ayah memerintahkan para polisi untuk menyelidiki sekitar lokasi pembuangan mayat dan mencari petunjuk apakah ada orang yang mencurigakan."Minta ahli forensik untuk melakukan autopsi sekali lagi, siapa tahu ada temuan baru. Lalu, segera kirim DNA yang diambil ke pusat laboratorium," kata ayahku kepada Ibu sebelum dia bergegas pergi bersama timnya.Perhatian mereka terhadap sebuah mayat lebih besar daripada perhatian mereka padaku. Ibu pernah membelai rambut Yuki dan mengatakan bahwa menjadi ahli forensik yang bisa mengungkap kebenaran untuk para korban adalah profesi yang mulia.Aku melihat Yuki mengangguk setuju. Namun ketika Ibu berbalik, Y

  • Jadi Korban Kelalaian Orang Tuaku   Bab 1

    Tubuhku ditemukan di gedung mangkrak. Pekerja konstruksi yang menemukannya langsung muntah-muntah sembari menelepon polisi.Ayah dan Ibu bergegas dari pesta perayaan Yuki menuju lokasi kejadian. Ahli forensik mengernyitkan dahi dan memberi isyarat agar mereka mengenakan masker. Ayah adalah salah satu ahli investigasi terbaik yang dikontrak dari luar kepolisian, sedangkan Ibu adalah ahli forensik terbaik di Kota Rotingham.Mereka memang sudah sering menghadapi lokasi kejadian kriminal yang mengerikan. Namun, ketika melihat mayatku, mereka tetap tidak bisa menahan diri dan kehilangan fokus sesaat. Di tengah teriknya musim panas, tubuhku membengkak akibat proses dekomposisi. Wajahku hancur berlumuran darah hingga tidak bisa dikenali. Tubuhku penuh luka dan kepalaku nyaris terlepas dari leher.Bau busuk yang menyengat memenuhi udara, menandakan betapa cepatnya tingkat pembusukan. Ibu memejamkan mata sejenak, lalu menarik napas panjang dan memakai sarung tangan untuk memulai pemeriksaan awa

DMCA.com Protection Status