Karina berdecak kesal, seberapapun usahanya untuk meminta cerai pada Dewa, tetap saja Dewa tidak mengabulkannya.
Tidak ada kata apapun lagi yang keluar dari mulut Karina, lelah … lelah sudah jiwa dan raganya.Sementara Dewa, entah sudah berapa kali dia mengusap wajahnya dengan kasar.“Kita harus bicara!”“Tidak ada lagi hal yang harus dibicarakan!”Karina kembali menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat.Di dalam kamar, Karina kembali menangis. Dalam tangisannya, Karina berpikir dengan langkah apa yang harus dirinya lakukan.Sampai kemudian Karina mempunyai ide untuk bekerja. Mungkin dengan bekerja, Karina bisa menyibukkan dirinya dan melupakan sejenak masalahnya dengan Dewa.Karina menghela napas beratnya. “Ya, aku harus cari pekerjaan, mungkin dengan cara ini aku tidak terus-terusan stress.”Karina lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi, kemudian dia membasuh wajahnya. Tekad Karina sudah bulat, hari ini juga Karina akan mencari pekerjaan lewat media sosial.“Bismillah … semoga berhasil,” gumam Karina.Karina pun mulai membuka sosial media, melihat setiap informasi seputar lowongan kerja, setelah mendapat alamatnya kemudian Karina catat.Keesokan harinya ...Dewa sudah lebih dulu menunggu Karina di meja makan, yang biasanya Karina menghindari Dewa, tapi pagi ini Karina keluar kamar dengan penampilan yang sudah rapih.Dewa yang melihatnya pun gatal, ingin segera bertanya."Mau kemana kamu?" tanya Dewa dengan nada dingin.Karina menatap sekilas, kemudian memilih fokus sarapan. "Mau lamar kerja.""Apa?" Dewa kaget."Gak usah kaget seperti itu!" ujar Karina dengan santainya.Dewa geram dengan sikap Karina yang sudah semakin seenaknya sendiri. Sementara Karina memilih fokus dengan nasi goreng yang sudah diambilnya."Nggak! Kamu nggak boleh kerja!" tolak Dewa, padahal Karina belum meminta izin padanya.Karina mengabaikan perkataan Dewa sampai nasi goreng di piringnya pun sudah tandas, lalu dia minum dan mengusap bibirnya menggunakan tisue."Setuju atau tidak aku akan tetap melamar pekerjaan!"Karina lalu bangkit dan bersiap berangkat, namun Dewa langsung mencengkram erat tangannya."Diam di rumah! Tanpa kamu bekerja pun saya bisa memberikanmu nafkah yang cukup!"Karina berusaha melepas cengkraman tangan Dewa, karena lama kelamaan terasa sakit dan tangan Karina pun memerah."Lepas, Mas!" bentak Karina. "Sudah cukup kamu menyiksaku seperti ini!"Tak tega, akhirnya Dewangga pun melepaskannya. Karina segera berlari begitu Dewa melepaskan tangannya, karena sebelum sarapan tadi, Karina sudah lebih dulu memesan ojek online.Sepanjang perjalanan, Karina ingin sekali menumpahkan air matanya. Tetapi, Karina berusaha keras menahan air mata itu.Satu persatu tempat yang Karina catat kemarin, dia kunjungi. Tak ada kata lelah baginya, walau beberapa kali mendapat penolakan."Semangat ... tidak ada perjuangan yang berakhir sia-sia."Karina selalu menyemangati dirinya sendiri. Karina terus berjalan dari perusahaan satu ke perusahaan lainnya. Sampai menjelang sore, Karina datang ke perusahaan kecil dan memang disana sedang membutuhkan banyak lowongan pekerjaan."Silahkan Mbak datang kesini lagi besok sekitar jam 8 pagi dan temui HRD kami!" kata Security memberitahu.Tentu Karina senang, Karina merasa ada peluang di perusahaan itu. "Baik, Pak. Besok pagi saya kesini lagi, kalau gitu saya permisi!"Tidak sia-sia perjuangan Karina hari ini. Walaupun bajunya sudah basah karena peluh, tetapi Karina tetap semangat dan pada akhirnya mendapat peluang juga.Menjelang sore, entah mengapa dirinya malas sekali untuk pulang ke rumah. Rasanya Karina sudah tidak ingin bertemu Dewa lagi. Tapi, disatu sisi dia kembali teringat dengan tugasnya sebagai seorang istri. Akhirnya, Karina memutuskan untuk pulang ke rumah.Sesampainya di rumah, Karina tidak melihat mobil Dewa, berarti suaminya itu belum pulang dari kantor. Tapi, saat dia menginjakkan kakinya di ruang tamu, Karina terkejut ketika mama mertuanya sudah pulang dari rumah sakit."Ma-ma kapan pulang?" tanyanya dengan terbata."Dari tadi siang, Mama menunggu kamu dari tadi."Karina jadi merasa tidak enak sendiri dengan mama mertuanya itu."Maaf ya, Ma ... aku tidak tahu kalau Mama mau pulang hari ini."Karina menundukkan kepalanya tanpa berani menatap sang mertua.Namun berbeda dengan mamanya Dewa, dia malah memeluk Karina, mengatakan dengan sentuhannya bahwa dia tidak apa-apa."Pasti kamu lelah, Nak ... sebaiknya kamu bersih-bersih diri dulu dan setelah itu kita makan malam bersama.""I-iya, Ma."Karina buru-buru melangkahkan kakinya menuju ke kamar, namun seseorang langsung menghalangi langkah Karina."Semua barang-barang kamu sudah saya pindahkan di kamar saya!"Dalam kagetnya, Karina segera dibawa oleh Dewa menuju kamarnya. Tentunya, Dewa tak mau membuat sang mama curiga dengan pernikahannya.Sampai di kamar, baru Karina melayangkan protes pada Dewa. "Kenapa tidak memberitahuku terlebih dahulu?"Dewa pun duduk di sofa sambil melipat kemeja yang dikenakannya sampai ke siku. "Salah siapa tadi langsung pergi begitu saja, sok-sok'an mau cari kerja," ujar Dewa dengan santainya.Lagi-lagi Karina dibuat kesal dan memilih melengos daripada terus berdebat dengan Dewangga."Dimana kamu simpan baju-bajuku, Mas?" tanya Karina."Tuh masih di koper, beresin sendiri!"Karina memejamkan matanya berusaha mengontrol emosinya. Karina lalu membuka kopernya dan mengambil satu pasangan baju ganti dan pergi ke kamar mandi.Dewa sendiri hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Karina. Tanpa Karina tahu, sebenarnya dari tadi itu Dewa selalu mengikutinya, Dewa mengawasinya dari kejauhan.Di dalam kamar mandi Dewa, sesaat Karina dibuat kagum oleh kemewahan yang ada di dalamnya. Namun, sedetik kemudian dia tersadar tidak boleh bersikap seperti ini."Kamu nggak boleh begini, ingat pernikahan ini hanya satu tahun, pasti setelah itu kamu dibuang begitu saja sama Mas Dewa.""Ck, lama sekali!" gerutu Dewa kesal.Karina berlalu begitu saja dan mengabaikan ucapan Dewa.Di depan cermin, Karina melihat wajahnya yang terlihat sangat tirus semenjak menikah dengan Dewa. Terlalu sering Karina mengeluarkan air matanya semenjak menikah dengan Dewa.CeklekPintu kamar mandi terbuka, menampilkan Dewa yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan memakai lilitan handuk di pinggangnya."Aaaaakkkkkhhh." Karina teriak.Dewa langsung segera membekap mulut Karina agar sang mama tak curiga."Sengaja teriak-teriak biar Mama dengar?" ketus Dewa sambil menatap tajam Karina.Sial, Karina bukan hanya melihat hal yang seharusnya tidak dia lihat, tapi juga Karina merasakan ada yang mengeras di bagian bawah."Nggak .... nggak boleh berpikir yang tidak-tidak." Karina berkata dalam hati.Dewa pun melepaskan bekapan mulut Karina, lama-lama berada di dekat Karina membuat kepala Dewa pusing, apalagi saat ular piton Dewa bangun dari tidurnya."aaakkkkhh ... bisa diam nggak!"
“Menikahlah dengan Bosku!” Perkataan Aldo membuat Karina diam mematung. Dia baru saja tiba di Jakarta untuk mencari kerja. Bahkan, mereka masih berada di stasiun saat Aldo dengan tak sabarnya berkata demikian.“Maksud Mas Aldo apa?” katanya dengan nada bergetar. Saking terkejutnya, tas yang dia jinjing bahkan terjatuh. “Aku baru tiba di sini, bahkan Mas Aldo tidak bertanya bagaimana kabar Ibu di kampung, bagaimana perjalananku ke sini?” Tatapan Karina benar-benar menunjukkan kekecewaan. Air mata mulai membasahi pipinya.Aldo menggusar tangannya ke udara, “Aku tak perlu berbasa-basi padamu, Karina!” katanya dengan arogan. “Tapi aku belum terpikirkan untuk menikah, Mas!” Karina masih bersikukuh untuk menolak. Perdebatan mereka pun lantas menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Aldo melirik sinis pada tiap tatapan yang mencoba mencari tahu ke arah mereka.Kemudian, dia meraih tangan Karina dan membawa serta adiknya menuju mobil. “Setuju atau tidak, aku akan tetap men
“Ikut aku, kita akan menemui Mamaku lebih dulu.”Dewangga seolah tuli karena menganggap keterkejutan Karina hanyalah angin lalu. Pria itu justru langsung keluar ruangan, dan membiarkan Aldo lagi-lagi menyeretnya menuju mobil dan pergi mengikuti mobil Dewangga yang berada di depan mereka.“Mas Aldo!”Dalam perjalanan, Karina masih terus berusaha membujuk Aldo. Bila tahu akan dinikahkan saja sudah sukses membuatnya kaget, maka ketika tahu dia akan menikah hari ini sanggup membuat jantung Karina seolah berhenti berdetak.“Apa sih, bawel!”“Mas nggak bisa gini, dong! Masa aku nikah, tapi Ibu nggak dibilangin?”Karina akhirnya membawa serta nama ibunya. Dia berharap Aldo mau berpikir ulang. Bagaimanapun, dia memang sudah tidak memiliki ayah, jadi praktis wali nikahnya hanyalah Aldo. Namun, masih ada ibunya yang seharusnya memberikan restu pernikahan untuk putri semata wayangnya.Aldo berdecak, “Ibu nggak perlu tau. Yang penting, pengobatan Ibu lancar. Kamu nggak mau kan, liat ibu berhenti
Tidak peduli pada malam yang semakin larut, Karina pun semakin larut dalam tangisnya. “Ibu … aku mau pulang saja. Kenapa nasibku jadi seperti ini?”Berulang kali Karina berbicara sendiri dan terus memanggil nama Ibu-nya. Suaranya terdengar pilu membuat siapa saja yang mendengarnya pasti merasa kasihan padanya.Dalam keheningan malam, Karina berusaha ikhlas menerima pernikahan ini. Semua ini dia lakukan demi ibunya, pikirnya kuat-kuat.Kendati tentu saja, dia masih berharap Dewangga masih bisa berubah, sehingga pernikahan mereka tidak harus berakhir karena kontrak habis nantinya. Kelelahan menangis, Karina pun akhirnya tertidur.Keesokan harinya ….Suara gedoran pintu kamar yang begitu kencang mengganggu Karina yang masih tertidur nyenyak. “Karina, buka pintunya!!” ujar suara bariton itu, bersahutan dengan ketukan di pintu.Emosi Dewa semakin meletup-letup, sebab Karina belum juga membukakan pintu. Akhirnya, pria itu berinisiatif menarik gagang pintu yang ternyata tidak dikunci oleh
“Oh, jadi ini istri kontrak kamu, Sayang?”Karina langsung menatap wanita yang bersama Dewa itu dengan pandangan terluka. Mendengar kata ‘Sayang’ yang muncul dari wanita itu untuk Dewa, membuat Karina menyimpulkan, jika dugaannya benar.Wanita itu adalah kekasih Dewa, bernama Sherly.Tangan Karina mengepal kuat. Ia menatap Dewa dan Sherly bergantian, seraya berkata ... “Aku tetap istri sahmu, Mas. Bisakah kamu tidak membawa wanita lain ke rumah ini selama kita masih terikat pernikahan?”Wajah Dewa langsung meradang mendengar penuturan Karina. “Kamu tidak berhak mengatur saya.” Kemudian, Dewa langsung menarik tangan Sherly dan pergi meninggalkan Karina dengan hati terluka.Hingga malam menjelang, Dewa yang tidak kunjung pulang membuat Karina cemas dan jengkel. Tidak tahu nomor telepon sang suami, membuat Karina hanya bisa menunggu dengan resah dan pasrah.Beruntung, ketika jam menunjuk nyaris pukul 12 malam, suara deru mobil terdengar. Cepat-cepat, Karina menyongsong pintu.Wanita itu,
"Ck, lama sekali!" gerutu Dewa kesal.Karina berlalu begitu saja dan mengabaikan ucapan Dewa.Di depan cermin, Karina melihat wajahnya yang terlihat sangat tirus semenjak menikah dengan Dewa. Terlalu sering Karina mengeluarkan air matanya semenjak menikah dengan Dewa.CeklekPintu kamar mandi terbuka, menampilkan Dewa yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan memakai lilitan handuk di pinggangnya."Aaaaakkkkkhhh." Karina teriak.Dewa langsung segera membekap mulut Karina agar sang mama tak curiga."Sengaja teriak-teriak biar Mama dengar?" ketus Dewa sambil menatap tajam Karina.Sial, Karina bukan hanya melihat hal yang seharusnya tidak dia lihat, tapi juga Karina merasakan ada yang mengeras di bagian bawah."Nggak .... nggak boleh berpikir yang tidak-tidak." Karina berkata dalam hati.Dewa pun melepaskan bekapan mulut Karina, lama-lama berada di dekat Karina membuat kepala Dewa pusing, apalagi saat ular piton Dewa bangun dari tidurnya."aaakkkkhh ... bisa diam nggak!"
Karina berdecak kesal, seberapapun usahanya untuk meminta cerai pada Dewa, tetap saja Dewa tidak mengabulkannya.Tidak ada kata apapun lagi yang keluar dari mulut Karina, lelah … lelah sudah jiwa dan raganya.Sementara Dewa, entah sudah berapa kali dia mengusap wajahnya dengan kasar.“Kita harus bicara!”“Tidak ada lagi hal yang harus dibicarakan!”Karina kembali menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat.Di dalam kamar, Karina kembali menangis. Dalam tangisannya, Karina berpikir dengan langkah apa yang harus dirinya lakukan.Sampai kemudian Karina mempunyai ide untuk bekerja. Mungkin dengan bekerja, Karina bisa menyibukkan dirinya dan melupakan sejenak masalahnya dengan Dewa.Karina menghela napas beratnya. “Ya, aku harus cari pekerjaan, mungkin dengan cara ini aku tidak terus-terusan stress.”Karina lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi, kemudian dia membasuh wajahnya. Tekad Karina sudah bulat, hari ini juga Karina akan mencari pekerjaan lewat media sosial.“Bis
“Oh, jadi ini istri kontrak kamu, Sayang?”Karina langsung menatap wanita yang bersama Dewa itu dengan pandangan terluka. Mendengar kata ‘Sayang’ yang muncul dari wanita itu untuk Dewa, membuat Karina menyimpulkan, jika dugaannya benar.Wanita itu adalah kekasih Dewa, bernama Sherly.Tangan Karina mengepal kuat. Ia menatap Dewa dan Sherly bergantian, seraya berkata ... “Aku tetap istri sahmu, Mas. Bisakah kamu tidak membawa wanita lain ke rumah ini selama kita masih terikat pernikahan?”Wajah Dewa langsung meradang mendengar penuturan Karina. “Kamu tidak berhak mengatur saya.” Kemudian, Dewa langsung menarik tangan Sherly dan pergi meninggalkan Karina dengan hati terluka.Hingga malam menjelang, Dewa yang tidak kunjung pulang membuat Karina cemas dan jengkel. Tidak tahu nomor telepon sang suami, membuat Karina hanya bisa menunggu dengan resah dan pasrah.Beruntung, ketika jam menunjuk nyaris pukul 12 malam, suara deru mobil terdengar. Cepat-cepat, Karina menyongsong pintu.Wanita itu,
Tidak peduli pada malam yang semakin larut, Karina pun semakin larut dalam tangisnya. “Ibu … aku mau pulang saja. Kenapa nasibku jadi seperti ini?”Berulang kali Karina berbicara sendiri dan terus memanggil nama Ibu-nya. Suaranya terdengar pilu membuat siapa saja yang mendengarnya pasti merasa kasihan padanya.Dalam keheningan malam, Karina berusaha ikhlas menerima pernikahan ini. Semua ini dia lakukan demi ibunya, pikirnya kuat-kuat.Kendati tentu saja, dia masih berharap Dewangga masih bisa berubah, sehingga pernikahan mereka tidak harus berakhir karena kontrak habis nantinya. Kelelahan menangis, Karina pun akhirnya tertidur.Keesokan harinya ….Suara gedoran pintu kamar yang begitu kencang mengganggu Karina yang masih tertidur nyenyak. “Karina, buka pintunya!!” ujar suara bariton itu, bersahutan dengan ketukan di pintu.Emosi Dewa semakin meletup-letup, sebab Karina belum juga membukakan pintu. Akhirnya, pria itu berinisiatif menarik gagang pintu yang ternyata tidak dikunci oleh
“Ikut aku, kita akan menemui Mamaku lebih dulu.”Dewangga seolah tuli karena menganggap keterkejutan Karina hanyalah angin lalu. Pria itu justru langsung keluar ruangan, dan membiarkan Aldo lagi-lagi menyeretnya menuju mobil dan pergi mengikuti mobil Dewangga yang berada di depan mereka.“Mas Aldo!”Dalam perjalanan, Karina masih terus berusaha membujuk Aldo. Bila tahu akan dinikahkan saja sudah sukses membuatnya kaget, maka ketika tahu dia akan menikah hari ini sanggup membuat jantung Karina seolah berhenti berdetak.“Apa sih, bawel!”“Mas nggak bisa gini, dong! Masa aku nikah, tapi Ibu nggak dibilangin?”Karina akhirnya membawa serta nama ibunya. Dia berharap Aldo mau berpikir ulang. Bagaimanapun, dia memang sudah tidak memiliki ayah, jadi praktis wali nikahnya hanyalah Aldo. Namun, masih ada ibunya yang seharusnya memberikan restu pernikahan untuk putri semata wayangnya.Aldo berdecak, “Ibu nggak perlu tau. Yang penting, pengobatan Ibu lancar. Kamu nggak mau kan, liat ibu berhenti
“Menikahlah dengan Bosku!” Perkataan Aldo membuat Karina diam mematung. Dia baru saja tiba di Jakarta untuk mencari kerja. Bahkan, mereka masih berada di stasiun saat Aldo dengan tak sabarnya berkata demikian.“Maksud Mas Aldo apa?” katanya dengan nada bergetar. Saking terkejutnya, tas yang dia jinjing bahkan terjatuh. “Aku baru tiba di sini, bahkan Mas Aldo tidak bertanya bagaimana kabar Ibu di kampung, bagaimana perjalananku ke sini?” Tatapan Karina benar-benar menunjukkan kekecewaan. Air mata mulai membasahi pipinya.Aldo menggusar tangannya ke udara, “Aku tak perlu berbasa-basi padamu, Karina!” katanya dengan arogan. “Tapi aku belum terpikirkan untuk menikah, Mas!” Karina masih bersikukuh untuk menolak. Perdebatan mereka pun lantas menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Aldo melirik sinis pada tiap tatapan yang mencoba mencari tahu ke arah mereka.Kemudian, dia meraih tangan Karina dan membawa serta adiknya menuju mobil. “Setuju atau tidak, aku akan tetap men