“Ikut aku, kita akan menemui Mamaku lebih dulu.”
Dewangga seolah tuli karena menganggap keterkejutan Karina hanyalah angin lalu. Pria itu justru langsung keluar ruangan, dan membiarkan Aldo lagi-lagi menyeretnya menuju mobil dan pergi mengikuti mobil Dewangga yang berada di depan mereka.“Mas Aldo!”Dalam perjalanan, Karina masih terus berusaha membujuk Aldo. Bila tahu akan dinikahkan saja sudah sukses membuatnya kaget, maka ketika tahu dia akan menikah hari ini sanggup membuat jantung Karina seolah berhenti berdetak.“Apa sih, bawel!”“Mas nggak bisa gini, dong! Masa aku nikah, tapi Ibu nggak dibilangin?”Karina akhirnya membawa serta nama ibunya. Dia berharap Aldo mau berpikir ulang. Bagaimanapun, dia memang sudah tidak memiliki ayah, jadi praktis wali nikahnya hanyalah Aldo. Namun, masih ada ibunya yang seharusnya memberikan restu pernikahan untuk putri semata wayangnya.Aldo berdecak, “Ibu nggak perlu tau. Yang penting, pengobatan Ibu lancar. Kamu nggak mau kan, liat ibu berhenti berobat?” balas Aldo menatap tajam sang adik.Napas Karina tiba-tiba memburu. Bayangan pernikahan dadakan, tanpa restu ibunya benar-benar membuatnya takut. Apalagi, ketika dia melihat Dewangga ternyata tak acuh.Apa sebenarnya yang membuat Aldo dan Dewangga mengorbankannya untuk menikah? Hal itu masih jadi tanda tanya besar untuk Karina.Setibanya di rumah sakit, Karina kembali ditarik mengikuti Dewa yang menuju satu ruang perawatan. Sebelum mendekati pintu rawat mamanya, pria itu memutar tubuh dan menatap Karina dengan tajam, “Kalau kamu ingin selamat, kamu hanya perlu menurut.”Setelah itu, Karina didorong oleh Aldo untuk mengikuti Dewangga yang memasuki ruangan rawat.“Assalamualaikum, Ma.”Suara Dewangga yang lembut kala memasuki ruangan itu membuat Karina mengerjap. Hanya pria itu yang menghampiri mamanya yang langsung membuang muka, sementara Karina menunggu di ujung pintu ruangan yang sudah tertutup.“Jangan pernah menemui Mama lagi kalau kamu hanya ingin memaksa Mama merestui hubunganmu dengan Sherly!”Sambutan ketus itu menarik perhatian Karina. Dia terus memasang telinganya, sambil tetap tidak bersuara sebelum Dewangga menyuruhnya.Dewangga terdengar menghela napas dalam sebelum berujar, “Nggak, Ma. Dewa kesini bawa calon istri yang sesuai kriteria Mama. Bukan Sherly.”Mama Dewangga lantas memutar pandangan, menatap sang anak. “Kamu serius?” tanyanya terdengar tidak percaya.Pria itu kemudian mengangguk, “Sebentar, Dewa kenalkan.” Lalu pria itu jalan menghampiri Karina yang masih diam mematung.Kegugupan mulai mendera wanita itu. Melihat kondisi Mama Dewangga dari dekat, seketika membangkitkan ingatan Karina pada ibunya, membuat matanya lantas basah.“Siapa nama kamu, Nak?” tanya Mama Dewangga, dengan tangan yang mencoba meraih wajah Karina.Karina tersenyum, dengan menahan tangis. “K-karina, Bu.”Sebuah senyum tulus terpancar kemudian dari mata Mama Dewangga. Karina yang semula sudah menyusun rencana penolakan hebat, tiba-tiba tidak berkutik karena tatapan dari wanita yang sedang terbaring lemah itu.“Mama restui pernikahanmu dengan Karina, Dewa. Nikahi Karina sekarang, di hadapan Mama.”***Tanpa persiapan, pernikahan dadakan itu akhirnya terlaksana di dalam ruang perawatan Mama Dewangga. Tidak ada pesta mewah, juga tidak ada tamu banyak. Hanya dihadiri saksi dari kedua pihak, juga Aldo yang bertindak sebagai wali nikah Karina, wanita itu akhirnya resmi menyandang sebagai seorang istri.Mama Dewangga begitu bahagia menyambut pernikahan mereka. Senyum di bibir yang sudah mulai keriput itu tidak berhenti terbit sedari tadi.“Dewa, Karina pasti lelah. Bawa istrimu pulang.” Mama Dewangga berujar lembut, tidak lama usai acara ijab qabul terlaksana.Dewa menurut. Pria itu kemudian menoleh ke arah Karina dan meminta wanita itu turut pamit dengan tatapan matanya.“Karina pamit ya, Ma.” Karina menurut. Dia ikut menyalami mama mertuanya, seperti Dewa.Mama Dewangga mengangguk. “Kalau Dewa macam-macam, jangan takut buat lapor ke Mama ya, Nak,” pesan wanita itu, membuat Karina bingung merespons. Kemudian, wanita tua itu menoleh ke arah Dewa. “Jaga istrimu baik-baik, Dewa.”“Baik, Ma.”Mereka berdua lantas pulang ke rumah Dewangga. Tidak ada percakapan yang terjadi selama dalam perjalanan. Dewangga serius dengan kemudinya, sementara Karina takut untuk memulai pembicaraan.30 menit berlalu, mobil tersebut akhirnya sampai di sebuah rumah mewah. Dewangga memarkirkan mobilnya di carport, “Ikuti aku. Ada yang harus kita sepakati.” Kemudian, dia turun dan membiarkan Karina menyusulnya di belakang.Mengikuti Dewa, Karina memasuki sebuah ruangan yang terlihat seperti ruangan kerja. Banyak buku-buku ataupun file yang tersusun di sana, juga ada meja dengan sebuah layar monitor besar di atasnya.Karina duduk, sedang Dewa mengambil sesuatu dari dalam laci meja kerjanya.“Baca ini!” ucapnya sambil memberikan selembar kertas ke arah Karina dengan kasar.Dengan dahi mengerut, Karina menanggapi kertas itu.Ada sebuah kalimat yang dicetak tebal dan membuat Karina langsung fokus pada kalimat tersebut. Dia pun lantas bertanya, “Apa ini, Mas?”“Kontrak pernikahan kita.” Dewangga menjawab tegas dan singkat.Karina terkejut bukan main, “A-apa? Kontrak pernikahan? Maksudnya??”Satu sisi bibir Dewangga naik, membentuk senyum sinis. “Pernikahan kita hanya di atas kertas, Karina. Saya tidak benar-benar ingin menikahi kamu.”Saat itu, hati Karina bagai diserang gemuruh besar. “J-jadi … maksud Mas Dewa—”“Kamu hanya perlu bertahan satu tahun, setelah itu saya akan menceraikanmu.”Mata Karina terasa mengembun. Dia tidak menduga, begitu banyak kejutan yang menimpanya di hari pertama dia menginjakkan kaki di Ibu Kota.“T-tapi, kenapa Mas?” Wanita itu tidak mengerti, kenapa Dewangga memintanya menikah kontrak.Sebagai seorang wanita, Karina tentu menginginkan sekali menikah untuk selamanya. Sebelum ini, dia pikir, dia bisa memulai lembaran baru dalam pernikahannya. Membuat Dewangga jatuh cinta, dan membuat dirinya sendiri terbiasa dan mencintai suaminya.Sayang, agaknya angan Karina terlalu tinggi. Dia bukan Cinderella, jadi tidak mungkin ada seorang pangeran yang tiba-tiba melamarnya untuk mengajak dia hidup di istana dengan bahagia.“Ketahuilah, Karina. Aku menikahimu karena kakakmu menjadikan kamu jaminan atas hutangnya.”Meski masih terkejut dengan fakta yang disampaikan Dewangga, Karina tidak punya pilihan lain. Dia sudah terlanjur terperangkap dalam jebakan yang dibuat sendiri oleh kakaknya.Dan lagi, keselamatan ibunya pun dipertaruhkan di sini. Untuk itu, meski dengan air mata berlinang … Karina akhirnya menandatangani surat perjanjian itu.Setelahnya, Dewangga memanggil beberapa pelayan untuk mengantarnya menuju kamar. Karena pernikahan ini hanyalah sebuah pengaturan, tentu Karina tidak akan tinggal sekamar dengan Dewangga.Saat sudah berada di kamarnya, tubuh Karina langsung meluruh, dan tangisnya pun pecah.“Ya Allah, kuatkanlah hati ini….”aTidak peduli pada malam yang semakin larut, Karina pun semakin larut dalam tangisnya. “Ibu … aku mau pulang saja. Kenapa nasibku jadi seperti ini?”Berulang kali Karina berbicara sendiri dan terus memanggil nama Ibu-nya. Suaranya terdengar pilu membuat siapa saja yang mendengarnya pasti merasa kasihan padanya.Dalam keheningan malam, Karina berusaha ikhlas menerima pernikahan ini. Semua ini dia lakukan demi ibunya, pikirnya kuat-kuat.Kendati tentu saja, dia masih berharap Dewangga masih bisa berubah, sehingga pernikahan mereka tidak harus berakhir karena kontrak habis nantinya. Kelelahan menangis, Karina pun akhirnya tertidur.Keesokan harinya ….Suara gedoran pintu kamar yang begitu kencang mengganggu Karina yang masih tertidur nyenyak. “Karina, buka pintunya!!” ujar suara bariton itu, bersahutan dengan ketukan di pintu.Emosi Dewa semakin meletup-letup, sebab Karina belum juga membukakan pintu. Akhirnya, pria itu berinisiatif menarik gagang pintu yang ternyata tidak dikunci oleh
“Oh, jadi ini istri kontrak kamu, Sayang?”Karina langsung menatap wanita yang bersama Dewa itu dengan pandangan terluka. Mendengar kata ‘Sayang’ yang muncul dari wanita itu untuk Dewa, membuat Karina menyimpulkan, jika dugaannya benar.Wanita itu adalah kekasih Dewa, bernama Sherly.Tangan Karina mengepal kuat. Ia menatap Dewa dan Sherly bergantian, seraya berkata ... “Aku tetap istri sahmu, Mas. Bisakah kamu tidak membawa wanita lain ke rumah ini selama kita masih terikat pernikahan?”Wajah Dewa langsung meradang mendengar penuturan Karina. “Kamu tidak berhak mengatur saya.” Kemudian, Dewa langsung menarik tangan Sherly dan pergi meninggalkan Karina dengan hati terluka.Hingga malam menjelang, Dewa yang tidak kunjung pulang membuat Karina cemas dan jengkel. Tidak tahu nomor telepon sang suami, membuat Karina hanya bisa menunggu dengan resah dan pasrah.Beruntung, ketika jam menunjuk nyaris pukul 12 malam, suara deru mobil terdengar. Cepat-cepat, Karina menyongsong pintu.Wanita itu,
Karina berdecak kesal, seberapapun usahanya untuk meminta cerai pada Dewa, tetap saja Dewa tidak mengabulkannya.Tidak ada kata apapun lagi yang keluar dari mulut Karina, lelah … lelah sudah jiwa dan raganya.Sementara Dewa, entah sudah berapa kali dia mengusap wajahnya dengan kasar.“Kita harus bicara!”“Tidak ada lagi hal yang harus dibicarakan!”Karina kembali menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat.Di dalam kamar, Karina kembali menangis. Dalam tangisannya, Karina berpikir dengan langkah apa yang harus dirinya lakukan.Sampai kemudian Karina mempunyai ide untuk bekerja. Mungkin dengan bekerja, Karina bisa menyibukkan dirinya dan melupakan sejenak masalahnya dengan Dewa.Karina menghela napas beratnya. “Ya, aku harus cari pekerjaan, mungkin dengan cara ini aku tidak terus-terusan stress.”Karina lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi, kemudian dia membasuh wajahnya. Tekad Karina sudah bulat, hari ini juga Karina akan mencari pekerjaan lewat media sosial.“Bis
"Ck, lama sekali!" gerutu Dewa kesal.Karina berlalu begitu saja dan mengabaikan ucapan Dewa.Di depan cermin, Karina melihat wajahnya yang terlihat sangat tirus semenjak menikah dengan Dewa. Terlalu sering Karina mengeluarkan air matanya semenjak menikah dengan Dewa.CeklekPintu kamar mandi terbuka, menampilkan Dewa yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan memakai lilitan handuk di pinggangnya."Aaaaakkkkkhhh." Karina teriak.Dewa langsung segera membekap mulut Karina agar sang mama tak curiga."Sengaja teriak-teriak biar Mama dengar?" ketus Dewa sambil menatap tajam Karina.Sial, Karina bukan hanya melihat hal yang seharusnya tidak dia lihat, tapi juga Karina merasakan ada yang mengeras di bagian bawah."Nggak .... nggak boleh berpikir yang tidak-tidak." Karina berkata dalam hati.Dewa pun melepaskan bekapan mulut Karina, lama-lama berada di dekat Karina membuat kepala Dewa pusing, apalagi saat ular piton Dewa bangun dari tidurnya."aaakkkkhh ... bisa diam nggak!"
“Menikahlah dengan Bosku!” Perkataan Aldo membuat Karina diam mematung. Dia baru saja tiba di Jakarta untuk mencari kerja. Bahkan, mereka masih berada di stasiun saat Aldo dengan tak sabarnya berkata demikian.“Maksud Mas Aldo apa?” katanya dengan nada bergetar. Saking terkejutnya, tas yang dia jinjing bahkan terjatuh. “Aku baru tiba di sini, bahkan Mas Aldo tidak bertanya bagaimana kabar Ibu di kampung, bagaimana perjalananku ke sini?” Tatapan Karina benar-benar menunjukkan kekecewaan. Air mata mulai membasahi pipinya.Aldo menggusar tangannya ke udara, “Aku tak perlu berbasa-basi padamu, Karina!” katanya dengan arogan. “Tapi aku belum terpikirkan untuk menikah, Mas!” Karina masih bersikukuh untuk menolak. Perdebatan mereka pun lantas menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Aldo melirik sinis pada tiap tatapan yang mencoba mencari tahu ke arah mereka.Kemudian, dia meraih tangan Karina dan membawa serta adiknya menuju mobil. “Setuju atau tidak, aku akan tetap men
"Ck, lama sekali!" gerutu Dewa kesal.Karina berlalu begitu saja dan mengabaikan ucapan Dewa.Di depan cermin, Karina melihat wajahnya yang terlihat sangat tirus semenjak menikah dengan Dewa. Terlalu sering Karina mengeluarkan air matanya semenjak menikah dengan Dewa.CeklekPintu kamar mandi terbuka, menampilkan Dewa yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan memakai lilitan handuk di pinggangnya."Aaaaakkkkkhhh." Karina teriak.Dewa langsung segera membekap mulut Karina agar sang mama tak curiga."Sengaja teriak-teriak biar Mama dengar?" ketus Dewa sambil menatap tajam Karina.Sial, Karina bukan hanya melihat hal yang seharusnya tidak dia lihat, tapi juga Karina merasakan ada yang mengeras di bagian bawah."Nggak .... nggak boleh berpikir yang tidak-tidak." Karina berkata dalam hati.Dewa pun melepaskan bekapan mulut Karina, lama-lama berada di dekat Karina membuat kepala Dewa pusing, apalagi saat ular piton Dewa bangun dari tidurnya."aaakkkkhh ... bisa diam nggak!"
Karina berdecak kesal, seberapapun usahanya untuk meminta cerai pada Dewa, tetap saja Dewa tidak mengabulkannya.Tidak ada kata apapun lagi yang keluar dari mulut Karina, lelah … lelah sudah jiwa dan raganya.Sementara Dewa, entah sudah berapa kali dia mengusap wajahnya dengan kasar.“Kita harus bicara!”“Tidak ada lagi hal yang harus dibicarakan!”Karina kembali menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat.Di dalam kamar, Karina kembali menangis. Dalam tangisannya, Karina berpikir dengan langkah apa yang harus dirinya lakukan.Sampai kemudian Karina mempunyai ide untuk bekerja. Mungkin dengan bekerja, Karina bisa menyibukkan dirinya dan melupakan sejenak masalahnya dengan Dewa.Karina menghela napas beratnya. “Ya, aku harus cari pekerjaan, mungkin dengan cara ini aku tidak terus-terusan stress.”Karina lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi, kemudian dia membasuh wajahnya. Tekad Karina sudah bulat, hari ini juga Karina akan mencari pekerjaan lewat media sosial.“Bis
“Oh, jadi ini istri kontrak kamu, Sayang?”Karina langsung menatap wanita yang bersama Dewa itu dengan pandangan terluka. Mendengar kata ‘Sayang’ yang muncul dari wanita itu untuk Dewa, membuat Karina menyimpulkan, jika dugaannya benar.Wanita itu adalah kekasih Dewa, bernama Sherly.Tangan Karina mengepal kuat. Ia menatap Dewa dan Sherly bergantian, seraya berkata ... “Aku tetap istri sahmu, Mas. Bisakah kamu tidak membawa wanita lain ke rumah ini selama kita masih terikat pernikahan?”Wajah Dewa langsung meradang mendengar penuturan Karina. “Kamu tidak berhak mengatur saya.” Kemudian, Dewa langsung menarik tangan Sherly dan pergi meninggalkan Karina dengan hati terluka.Hingga malam menjelang, Dewa yang tidak kunjung pulang membuat Karina cemas dan jengkel. Tidak tahu nomor telepon sang suami, membuat Karina hanya bisa menunggu dengan resah dan pasrah.Beruntung, ketika jam menunjuk nyaris pukul 12 malam, suara deru mobil terdengar. Cepat-cepat, Karina menyongsong pintu.Wanita itu,
Tidak peduli pada malam yang semakin larut, Karina pun semakin larut dalam tangisnya. “Ibu … aku mau pulang saja. Kenapa nasibku jadi seperti ini?”Berulang kali Karina berbicara sendiri dan terus memanggil nama Ibu-nya. Suaranya terdengar pilu membuat siapa saja yang mendengarnya pasti merasa kasihan padanya.Dalam keheningan malam, Karina berusaha ikhlas menerima pernikahan ini. Semua ini dia lakukan demi ibunya, pikirnya kuat-kuat.Kendati tentu saja, dia masih berharap Dewangga masih bisa berubah, sehingga pernikahan mereka tidak harus berakhir karena kontrak habis nantinya. Kelelahan menangis, Karina pun akhirnya tertidur.Keesokan harinya ….Suara gedoran pintu kamar yang begitu kencang mengganggu Karina yang masih tertidur nyenyak. “Karina, buka pintunya!!” ujar suara bariton itu, bersahutan dengan ketukan di pintu.Emosi Dewa semakin meletup-letup, sebab Karina belum juga membukakan pintu. Akhirnya, pria itu berinisiatif menarik gagang pintu yang ternyata tidak dikunci oleh
“Ikut aku, kita akan menemui Mamaku lebih dulu.”Dewangga seolah tuli karena menganggap keterkejutan Karina hanyalah angin lalu. Pria itu justru langsung keluar ruangan, dan membiarkan Aldo lagi-lagi menyeretnya menuju mobil dan pergi mengikuti mobil Dewangga yang berada di depan mereka.“Mas Aldo!”Dalam perjalanan, Karina masih terus berusaha membujuk Aldo. Bila tahu akan dinikahkan saja sudah sukses membuatnya kaget, maka ketika tahu dia akan menikah hari ini sanggup membuat jantung Karina seolah berhenti berdetak.“Apa sih, bawel!”“Mas nggak bisa gini, dong! Masa aku nikah, tapi Ibu nggak dibilangin?”Karina akhirnya membawa serta nama ibunya. Dia berharap Aldo mau berpikir ulang. Bagaimanapun, dia memang sudah tidak memiliki ayah, jadi praktis wali nikahnya hanyalah Aldo. Namun, masih ada ibunya yang seharusnya memberikan restu pernikahan untuk putri semata wayangnya.Aldo berdecak, “Ibu nggak perlu tau. Yang penting, pengobatan Ibu lancar. Kamu nggak mau kan, liat ibu berhenti
“Menikahlah dengan Bosku!” Perkataan Aldo membuat Karina diam mematung. Dia baru saja tiba di Jakarta untuk mencari kerja. Bahkan, mereka masih berada di stasiun saat Aldo dengan tak sabarnya berkata demikian.“Maksud Mas Aldo apa?” katanya dengan nada bergetar. Saking terkejutnya, tas yang dia jinjing bahkan terjatuh. “Aku baru tiba di sini, bahkan Mas Aldo tidak bertanya bagaimana kabar Ibu di kampung, bagaimana perjalananku ke sini?” Tatapan Karina benar-benar menunjukkan kekecewaan. Air mata mulai membasahi pipinya.Aldo menggusar tangannya ke udara, “Aku tak perlu berbasa-basi padamu, Karina!” katanya dengan arogan. “Tapi aku belum terpikirkan untuk menikah, Mas!” Karina masih bersikukuh untuk menolak. Perdebatan mereka pun lantas menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Aldo melirik sinis pada tiap tatapan yang mencoba mencari tahu ke arah mereka.Kemudian, dia meraih tangan Karina dan membawa serta adiknya menuju mobil. “Setuju atau tidak, aku akan tetap men