"Ck, lama sekali!" gerutu Dewa kesal.
Karina berlalu begitu saja dan mengabaikan ucapan Dewa.Di depan cermin, Karina melihat wajahnya yang terlihat sangat tirus semenjak menikah dengan Dewa. Terlalu sering Karina mengeluarkan air matanya semenjak menikah dengan Dewa.CeklekPintu kamar mandi terbuka, menampilkan Dewa yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan memakai lilitan handuk di pinggangnya."Aaaaakkkkkhhh." Karina teriak.Dewa langsung segera membekap mulut Karina agar sang mama tak curiga."Sengaja teriak-teriak biar Mama dengar?" ketus Dewa sambil menatap tajam Karina.Sial, Karina bukan hanya melihat hal yang seharusnya tidak dia lihat, tapi juga Karina merasakan ada yang mengeras di bagian bawah."Nggak .... nggak boleh berpikir yang tidak-tidak." Karina berkata dalam hati.Dewa pun melepaskan bekapan mulut Karina, lama-lama berada di dekat Karina membuat kepala Dewa pusing, apalagi saat ular piton Dewa bangun dari tidurnya."aaakkkkhh ... bisa diam nggak!" bentak Dewangga membuat Karina menjadi diam saja.Baru juga mandi, rupanya Dewa kembali mandi lagi gara-gara harus bermain solo di dalam kamar mandi.Suara ketukan pintu di kamar Dewangga membuat Karina segera membukakan pintunya.Ceklek"Iya, Bi. Ada apa?" tanya Karina tersenyum ramah pada pelayan di rumah Dewa."Anu, Non ... dipanggil Ibu yang sudah menunggu di meja makan!" kata pelayan di rumah Dewa."Iya, Bi. nanti saya kesana!" ujar Karina segera menutup pintu kamar, takut jika pelayan melihat Dewa yang baru saja keluar dari kamar mandi."Siapkan baju ganti!" titah Dewa.Sembari mengerucutkan bibirnya, Karina pun melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Selesai mengambilkan baju untuk Dewa, Karina lebih dulu keluar kamar.Lama-lama berada satu kamar dengan Dewa membuat Karina tidak nyaman."Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga."Karina langsung disambut hangat oleh mama mertuanya. Karina pun dibuat speechless ketika dipeluk oleh mama mertuanya.Tiba-tiba hati Karina menghangat, pelukan mama mertuanya menjadi obat kangen Karina pada ibunya."Maaf, Ma ...."Beliau pun mengulas senyum tulusnya, "Kenapa harus minta maaf, Nak? Lebih baik sekarang kita makan saja!" putus sang mertua."Tapi, Mas Dewa?"Ah ya Karina ingat Dewa, mana mungkin dirinya makan duluan sementara sang suami belum makan."Sebentar lagi Dewa juga keluar, kamu mau menunggu Dewa, Sayang?"Karina menjawab dengan anggukkan kecil, membuat hati sang mertua senang."Ternyata Dewa memang tak salah mencari istri," puji sang mama dalam hati.Tak lama Dewa pun keluar dari kamarnya, tentu dengan wajah dingin dan datarnya."Makan, Wa!" tawar sang mama."Ya." Hanya itu yang keluar dari bibir Dewa.Sementara, sang mama hanya menghela napas panjang. "Mama harap, kalian cepat memberikan Mama cucu."Seketika Karina yang sudah memasukan nasi ke dalam mulutnya tersedak.Uhuk-uhuk-uhuk"Lain kali makan hati-hati."Tidak ada niatan sedikitpun dari Dewa mengambilkan air minum untuk Karina. Begitulah sikap Dewa, benar-benar cuek."Kamu ini, istri tersedak bukannya mengambilkan minum malah diomelin!" Sang mama kesal karena ketidakpekaan Dewa."Ini Sayang, diminum dulu!" Pada akhirnya sang mama memberikan minum pada Karina. "Terima kasih, Ma."Beberapa saat kemudian, makan malam pun telah usai. Karina sengaja menyibukkan diri di dapur sebelum masuk ke dalam kamar Dewa.Karina tidak mau tidur satu kamar dengan suaminya, mengingat beberapa waktu lalu Dewa menggaulinya dengan kasar, membuat Karina trauma."Non, lebih baik ini Bibi saja yang mengerjakannya!" Bibi mencegah Karina saat Karina ingin membersihkan meja makan."Udah, Bi ... nggak apa-apa, sesekali mah."Sudah dilarang, tapi Karina tetap mengerjakannya. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 9 malam.Dirasa sudah sepi, Karina berjalan dengan mengendap-endap menuju kamar lamanya. Beruntung tidak ada yang melihatnya, Karina langsung saja mengunci pintunya rapat-rapat.HuftHembusan napas berat Karina. Karina yang lelah seharian mencari pekerjaan pun segera merebahkan dirinya di atas ranjang.Kaki Karina terasa pegal karena berjalan dari satu tempat ke tempat yang lainnnya, tanpa terasa Karina malah ketiduran.Sementara, di kamar yang letaknya tidak jauh dari kamar Karina. Dewa sedang menunggu dirinya sedari tadi. "Kemana anak itu?" gumam Dewangga.Dewa lalu menghentikan pekerjaannya dan menyusul Karina, karena saat ini sudah menunjukkan jam 11 malam.Saat Dewa berjalan di depan kamar Karina, Dewa merasa curiga kalau Karina tidur di kamar lamanya, bisa-bisa besok sang mama curiga pada dirinya.***Keesokan harinya ...Karina sengaja bangun lebih awal karena hari ini Karina ada janji pertemuan dengan HRD di salah satu perusahaan yang kemarin dilamarnya.Baru bangun Karina dibuat kaget oleh seseorang yang tiba-tiba memeluknya dari belakang.Deg"Perasaan semalem aku tidur sendiri deh!" gumam Karina dalam hati.Karina lalu melihat ke bawah, dimana tangan seseorang yang sedang memeluk perutnya. Sebuah tangan besar yang membuat Karina langsung terkejut."Aaaaaaakkkkkhhhh."Teriakan Karina membuat Dewangga terbangun. "Bisa nggak sih pagi-pagi nggak usah teriak-teriak segala!" Dewa mengomel sambil memejamkan matanya. Setelah Dewa melepaskan pelukannya, Karina segera bergegas menuju kamar mandi."Kenapa aku bisa tidur disini?" tanya Karina berusaha mengingat-ingat semalam.Tapi itu tidak lama karena Karina harus siap-siap dari sekarang. Karina tidak mau memberikan kesan buruk di hari pertamanya bertemu.Selang tiga puluh menit, kini Karina sudah rapi dan siap untuk bekerja. Sementara Dewa, masih terlelap dengan nyenyaknya."Mas Dewa, aku pamit kerja dulu ya ... ah iya Karina hati-hati," kata Karina sambil cekikikan.Karina keluar kamar, dan ternyata sang mertua sudah duduk santai di ruang keluarga."Ma!" Tentu Karina akan menyapa mertuanya terlebih dahulu."Loh kamu pagi-pagi begini sudah rapi mau kemana?" tanya sang mertua melihat penampilan Karina yang terlihat cantik.Kemeja berwarna putih, kerudung hitam, dan juga rok panjang berwarna hitam melekat di tubuh mungil Karina. Penampilan Karina ini terlihat anggun, siapa saja yang melihatnya pun pasti merasa terpesona."Mau kerja, Ma ... maaf Karina buru-buru, Ma. Karina pamit dulu ya!" Karina langsung menyalami sang mertua sebelum dia ditanya-tanya lebih dalam.Karena masih terlalu pagi, jalanan tidak terlalu macet membuat Karina cepat sampai di kantor. Sampai di kantor Karina segera membayar ongkos ojeknya. Setelah itu, Karina memilih untuk menunggu di depan gedung tinggi itu. Tiba-tiba saja Karina kaget ketika seseorang memanggilnya."Karina!"Karina melihat seorang laki-laki yang sedang berjalan menghampirinya."Karina! Karina!"panggil laki-laki itu lagi, sampai akhirnya kini dia sudah berada di hadapan Karina yang masih mengingat-ingat laki-laki yang ada di hadapannya saat ini."Karina, apa kabar?" tanyanya sambil tersenyum ramah. Sementara, Karina masih diam mematung."Astaga, kamu lupa sama aku?" tanyanya saat melihat tidak ada jawaban dari Karina."Yusuf?" tanya Karina.“Menikahlah dengan Bosku!” Perkataan Aldo membuat Karina diam mematung. Dia baru saja tiba di Jakarta untuk mencari kerja. Bahkan, mereka masih berada di stasiun saat Aldo dengan tak sabarnya berkata demikian.“Maksud Mas Aldo apa?” katanya dengan nada bergetar. Saking terkejutnya, tas yang dia jinjing bahkan terjatuh. “Aku baru tiba di sini, bahkan Mas Aldo tidak bertanya bagaimana kabar Ibu di kampung, bagaimana perjalananku ke sini?” Tatapan Karina benar-benar menunjukkan kekecewaan. Air mata mulai membasahi pipinya.Aldo menggusar tangannya ke udara, “Aku tak perlu berbasa-basi padamu, Karina!” katanya dengan arogan. “Tapi aku belum terpikirkan untuk menikah, Mas!” Karina masih bersikukuh untuk menolak. Perdebatan mereka pun lantas menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Aldo melirik sinis pada tiap tatapan yang mencoba mencari tahu ke arah mereka.Kemudian, dia meraih tangan Karina dan membawa serta adiknya menuju mobil. “Setuju atau tidak, aku akan tetap men
“Ikut aku, kita akan menemui Mamaku lebih dulu.”Dewangga seolah tuli karena menganggap keterkejutan Karina hanyalah angin lalu. Pria itu justru langsung keluar ruangan, dan membiarkan Aldo lagi-lagi menyeretnya menuju mobil dan pergi mengikuti mobil Dewangga yang berada di depan mereka.“Mas Aldo!”Dalam perjalanan, Karina masih terus berusaha membujuk Aldo. Bila tahu akan dinikahkan saja sudah sukses membuatnya kaget, maka ketika tahu dia akan menikah hari ini sanggup membuat jantung Karina seolah berhenti berdetak.“Apa sih, bawel!”“Mas nggak bisa gini, dong! Masa aku nikah, tapi Ibu nggak dibilangin?”Karina akhirnya membawa serta nama ibunya. Dia berharap Aldo mau berpikir ulang. Bagaimanapun, dia memang sudah tidak memiliki ayah, jadi praktis wali nikahnya hanyalah Aldo. Namun, masih ada ibunya yang seharusnya memberikan restu pernikahan untuk putri semata wayangnya.Aldo berdecak, “Ibu nggak perlu tau. Yang penting, pengobatan Ibu lancar. Kamu nggak mau kan, liat ibu berhenti
Tidak peduli pada malam yang semakin larut, Karina pun semakin larut dalam tangisnya. “Ibu … aku mau pulang saja. Kenapa nasibku jadi seperti ini?”Berulang kali Karina berbicara sendiri dan terus memanggil nama Ibu-nya. Suaranya terdengar pilu membuat siapa saja yang mendengarnya pasti merasa kasihan padanya.Dalam keheningan malam, Karina berusaha ikhlas menerima pernikahan ini. Semua ini dia lakukan demi ibunya, pikirnya kuat-kuat.Kendati tentu saja, dia masih berharap Dewangga masih bisa berubah, sehingga pernikahan mereka tidak harus berakhir karena kontrak habis nantinya. Kelelahan menangis, Karina pun akhirnya tertidur.Keesokan harinya ….Suara gedoran pintu kamar yang begitu kencang mengganggu Karina yang masih tertidur nyenyak. “Karina, buka pintunya!!” ujar suara bariton itu, bersahutan dengan ketukan di pintu.Emosi Dewa semakin meletup-letup, sebab Karina belum juga membukakan pintu. Akhirnya, pria itu berinisiatif menarik gagang pintu yang ternyata tidak dikunci oleh
“Oh, jadi ini istri kontrak kamu, Sayang?”Karina langsung menatap wanita yang bersama Dewa itu dengan pandangan terluka. Mendengar kata ‘Sayang’ yang muncul dari wanita itu untuk Dewa, membuat Karina menyimpulkan, jika dugaannya benar.Wanita itu adalah kekasih Dewa, bernama Sherly.Tangan Karina mengepal kuat. Ia menatap Dewa dan Sherly bergantian, seraya berkata ... “Aku tetap istri sahmu, Mas. Bisakah kamu tidak membawa wanita lain ke rumah ini selama kita masih terikat pernikahan?”Wajah Dewa langsung meradang mendengar penuturan Karina. “Kamu tidak berhak mengatur saya.” Kemudian, Dewa langsung menarik tangan Sherly dan pergi meninggalkan Karina dengan hati terluka.Hingga malam menjelang, Dewa yang tidak kunjung pulang membuat Karina cemas dan jengkel. Tidak tahu nomor telepon sang suami, membuat Karina hanya bisa menunggu dengan resah dan pasrah.Beruntung, ketika jam menunjuk nyaris pukul 12 malam, suara deru mobil terdengar. Cepat-cepat, Karina menyongsong pintu.Wanita itu,
Karina berdecak kesal, seberapapun usahanya untuk meminta cerai pada Dewa, tetap saja Dewa tidak mengabulkannya.Tidak ada kata apapun lagi yang keluar dari mulut Karina, lelah … lelah sudah jiwa dan raganya.Sementara Dewa, entah sudah berapa kali dia mengusap wajahnya dengan kasar.“Kita harus bicara!”“Tidak ada lagi hal yang harus dibicarakan!”Karina kembali menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat.Di dalam kamar, Karina kembali menangis. Dalam tangisannya, Karina berpikir dengan langkah apa yang harus dirinya lakukan.Sampai kemudian Karina mempunyai ide untuk bekerja. Mungkin dengan bekerja, Karina bisa menyibukkan dirinya dan melupakan sejenak masalahnya dengan Dewa.Karina menghela napas beratnya. “Ya, aku harus cari pekerjaan, mungkin dengan cara ini aku tidak terus-terusan stress.”Karina lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi, kemudian dia membasuh wajahnya. Tekad Karina sudah bulat, hari ini juga Karina akan mencari pekerjaan lewat media sosial.“Bis
"Ck, lama sekali!" gerutu Dewa kesal.Karina berlalu begitu saja dan mengabaikan ucapan Dewa.Di depan cermin, Karina melihat wajahnya yang terlihat sangat tirus semenjak menikah dengan Dewa. Terlalu sering Karina mengeluarkan air matanya semenjak menikah dengan Dewa.CeklekPintu kamar mandi terbuka, menampilkan Dewa yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan memakai lilitan handuk di pinggangnya."Aaaaakkkkkhhh." Karina teriak.Dewa langsung segera membekap mulut Karina agar sang mama tak curiga."Sengaja teriak-teriak biar Mama dengar?" ketus Dewa sambil menatap tajam Karina.Sial, Karina bukan hanya melihat hal yang seharusnya tidak dia lihat, tapi juga Karina merasakan ada yang mengeras di bagian bawah."Nggak .... nggak boleh berpikir yang tidak-tidak." Karina berkata dalam hati.Dewa pun melepaskan bekapan mulut Karina, lama-lama berada di dekat Karina membuat kepala Dewa pusing, apalagi saat ular piton Dewa bangun dari tidurnya."aaakkkkhh ... bisa diam nggak!"
Karina berdecak kesal, seberapapun usahanya untuk meminta cerai pada Dewa, tetap saja Dewa tidak mengabulkannya.Tidak ada kata apapun lagi yang keluar dari mulut Karina, lelah … lelah sudah jiwa dan raganya.Sementara Dewa, entah sudah berapa kali dia mengusap wajahnya dengan kasar.“Kita harus bicara!”“Tidak ada lagi hal yang harus dibicarakan!”Karina kembali menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat.Di dalam kamar, Karina kembali menangis. Dalam tangisannya, Karina berpikir dengan langkah apa yang harus dirinya lakukan.Sampai kemudian Karina mempunyai ide untuk bekerja. Mungkin dengan bekerja, Karina bisa menyibukkan dirinya dan melupakan sejenak masalahnya dengan Dewa.Karina menghela napas beratnya. “Ya, aku harus cari pekerjaan, mungkin dengan cara ini aku tidak terus-terusan stress.”Karina lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi, kemudian dia membasuh wajahnya. Tekad Karina sudah bulat, hari ini juga Karina akan mencari pekerjaan lewat media sosial.“Bis
“Oh, jadi ini istri kontrak kamu, Sayang?”Karina langsung menatap wanita yang bersama Dewa itu dengan pandangan terluka. Mendengar kata ‘Sayang’ yang muncul dari wanita itu untuk Dewa, membuat Karina menyimpulkan, jika dugaannya benar.Wanita itu adalah kekasih Dewa, bernama Sherly.Tangan Karina mengepal kuat. Ia menatap Dewa dan Sherly bergantian, seraya berkata ... “Aku tetap istri sahmu, Mas. Bisakah kamu tidak membawa wanita lain ke rumah ini selama kita masih terikat pernikahan?”Wajah Dewa langsung meradang mendengar penuturan Karina. “Kamu tidak berhak mengatur saya.” Kemudian, Dewa langsung menarik tangan Sherly dan pergi meninggalkan Karina dengan hati terluka.Hingga malam menjelang, Dewa yang tidak kunjung pulang membuat Karina cemas dan jengkel. Tidak tahu nomor telepon sang suami, membuat Karina hanya bisa menunggu dengan resah dan pasrah.Beruntung, ketika jam menunjuk nyaris pukul 12 malam, suara deru mobil terdengar. Cepat-cepat, Karina menyongsong pintu.Wanita itu,
Tidak peduli pada malam yang semakin larut, Karina pun semakin larut dalam tangisnya. “Ibu … aku mau pulang saja. Kenapa nasibku jadi seperti ini?”Berulang kali Karina berbicara sendiri dan terus memanggil nama Ibu-nya. Suaranya terdengar pilu membuat siapa saja yang mendengarnya pasti merasa kasihan padanya.Dalam keheningan malam, Karina berusaha ikhlas menerima pernikahan ini. Semua ini dia lakukan demi ibunya, pikirnya kuat-kuat.Kendati tentu saja, dia masih berharap Dewangga masih bisa berubah, sehingga pernikahan mereka tidak harus berakhir karena kontrak habis nantinya. Kelelahan menangis, Karina pun akhirnya tertidur.Keesokan harinya ….Suara gedoran pintu kamar yang begitu kencang mengganggu Karina yang masih tertidur nyenyak. “Karina, buka pintunya!!” ujar suara bariton itu, bersahutan dengan ketukan di pintu.Emosi Dewa semakin meletup-letup, sebab Karina belum juga membukakan pintu. Akhirnya, pria itu berinisiatif menarik gagang pintu yang ternyata tidak dikunci oleh
“Ikut aku, kita akan menemui Mamaku lebih dulu.”Dewangga seolah tuli karena menganggap keterkejutan Karina hanyalah angin lalu. Pria itu justru langsung keluar ruangan, dan membiarkan Aldo lagi-lagi menyeretnya menuju mobil dan pergi mengikuti mobil Dewangga yang berada di depan mereka.“Mas Aldo!”Dalam perjalanan, Karina masih terus berusaha membujuk Aldo. Bila tahu akan dinikahkan saja sudah sukses membuatnya kaget, maka ketika tahu dia akan menikah hari ini sanggup membuat jantung Karina seolah berhenti berdetak.“Apa sih, bawel!”“Mas nggak bisa gini, dong! Masa aku nikah, tapi Ibu nggak dibilangin?”Karina akhirnya membawa serta nama ibunya. Dia berharap Aldo mau berpikir ulang. Bagaimanapun, dia memang sudah tidak memiliki ayah, jadi praktis wali nikahnya hanyalah Aldo. Namun, masih ada ibunya yang seharusnya memberikan restu pernikahan untuk putri semata wayangnya.Aldo berdecak, “Ibu nggak perlu tau. Yang penting, pengobatan Ibu lancar. Kamu nggak mau kan, liat ibu berhenti
“Menikahlah dengan Bosku!” Perkataan Aldo membuat Karina diam mematung. Dia baru saja tiba di Jakarta untuk mencari kerja. Bahkan, mereka masih berada di stasiun saat Aldo dengan tak sabarnya berkata demikian.“Maksud Mas Aldo apa?” katanya dengan nada bergetar. Saking terkejutnya, tas yang dia jinjing bahkan terjatuh. “Aku baru tiba di sini, bahkan Mas Aldo tidak bertanya bagaimana kabar Ibu di kampung, bagaimana perjalananku ke sini?” Tatapan Karina benar-benar menunjukkan kekecewaan. Air mata mulai membasahi pipinya.Aldo menggusar tangannya ke udara, “Aku tak perlu berbasa-basi padamu, Karina!” katanya dengan arogan. “Tapi aku belum terpikirkan untuk menikah, Mas!” Karina masih bersikukuh untuk menolak. Perdebatan mereka pun lantas menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Aldo melirik sinis pada tiap tatapan yang mencoba mencari tahu ke arah mereka.Kemudian, dia meraih tangan Karina dan membawa serta adiknya menuju mobil. “Setuju atau tidak, aku akan tetap men