BAB 5
“Dea!” panggil seseorang, membuat Dea dan Bisma menoleh.
‘Bang Arfan! Ngapain dia kesini?’ gumam Dea.Arfan menghampiri Dea yang sedang berdiri di depan gerbang kampusnya, dari air mukanya Dea terlihat sangat terkejut melihat kedatangannya yang tiba-tiba.“Dea, Abang disuruh jemput kamu sama Angga! Dia sedang ada meeting, jadi enggak bisa jemput kamu,” jelas Arfan.“Iya, Bang! Ayok kita pulang!” Dea mengangguk, “Bisma, maaf ya aku pulang duluan,” Dea tersenyum, lalu pergi meninggalkan Bisma.“Enggak bisa gitu dong, Dea! Kamu harus pulang bareng aku,” Bisma tidak terima karena Dea menolak ajakannya.Arfan menepis tangan Bisma yang akan menyentuh tangan Dea, lalu ia menatap tajam laki-laki itu.“Jangan pernah kamu berani menyentuh Dea, kalau sampai kamu menyentuhnya, kamu akan tau akibatnya! Ingat itu!” ancam Arfan, lalu ia pergi menyusul Dea yang sudah berada di dalam mobil.Kini Dea sudah duduk manis di kursi belakang, menunggu Arfan yang belum juga masuk ke dalam mobilnya, entah apa yang sedang dia katakan pada Bisma, sampai membuat bisma terlihat sangat ketakutan.“Kamu kenapa duduk di belakang?” tanya Arfan ketika ia masuk ke dalam mobilnya dan melihat Dea tidak duduk di sampingnya.“Memangnya kenapa? Enggak boleh ya kalau aku duduk di sini?” bukannya menjawab, Dea malah bertanya balik.“Enggak boleh! Kamu pikir saya supir kamu?” pekik Arfan.Dea tersenyum lalu ia membuka pintu mobil dan keluar dari mobil Arfan, ia berjalan menuju halte bus yang tidak jauh dari kampusnya.Melihat Dea keluar dari mobilnya, Arfan bergegas mengejar Dea agar dia tidak pergi dan tetap pulang bersamanya, ia tidak mau jika terjadi sesuatu pada adik sahabatnya itu.“Tunggu, Dea!” teriak Arfan, membuat Dea menghentikan langkahnya.“Ada apa lagi, Abang?” Dea menoleh pada Arfan.“Kenapa pergi? Saya ‘kan belum selesai bicara!” ujar Arfan dengan napas yang terengah-engah.Dea menatap jengah laki-laki yang ada di depannya, tadi dia mengatakan kalau ia tidak boleh duduk di kursi belakang, makanya ia keluar dan memilih naik bus, apa dia lupa kalau mereka bukan mahrom, berduaan di dalam mobil saja tidak boleh, apalagi duduk di sampingnya.“Aku ‘kan enggak boleh duduk di belakang, jadi lebih baik aku naik bus saja,” tutur Dea.“Oke! Kamu duduk di belakang dan aku jadi supir pribadi kamu hari ini,” putus Arfan, “tapi, kalau nanti kita sudah menikah, kamu harus duduk di depan, di samping saya,” tutur Arfan.“Udah deh, enggak usah mulai ngelanturnya! Ayok, cepat kita pulang!” Dea pergi meninggalkan Arfan, lalu masuk kembali ke mobil.Arfan tersenyum kecil, lalu ia mengikuti Dea masuk ke mobil dan langsung melajukannya tanpa mengatakan apa-apa lagi pada Dea.“Dea, kita mampir ke mesjid di depan ya? Sudah masuk waktu dzuhur,” pinta Arfan.“Iya, Bang! Dea juga mau shalat dulu,” Dea mengagguk.Baru saja Arfan menghentikan mobilnya di area parkir, terdengar suara azan berkumandang dari dalam mesjid, menyerukan panggilan Allah untuk semua umatnya agar segera menjalankan perintahnya. Arfan dan Dea turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam mesjid.Keduanya ikut melaksanakan shalat berjama’ah dengan sangat khusyu, tidak lupa mereka memanjatkan doa terbaik setelah selesai melaksanakan shalat.“Neng, berdoanya khusyu sekali! Ada sesuatu yang sedang diinginkan ya?” tanya seseorang ibu paruh baya yang duduk di sampingnya.“Enggak, Bu!” Dea menggeleng.“Kenalkan, saya Ustadzah Aisyah!” Ustadzah Aisyah mengulurkan tangannya sambil tersenyum, ”maaf Neng sebelumnya, bukan saya mau ikut campur, Neng sedang merasa bimbang ya?” tanya Ustadzah Aisyah.Dea menatap wanita paruh baya yang ada di depannya, menelusuri wajahnya dan ia merasakan ketenangan ketika netranya bertemu dengan netra Ustadzah Aisyah.“Iya, Ustadzah! Saya sedang merasa bimbang siapa yang akan menjadi jodoh saya,” jelas Dea lirih.“Neng, tidak usah khawatir, Allah yang akan menunjukan siapa jodoh terbaik untuk kamu, tugas kamu hanya mengangkat tangan, biarkan Allah yang akan turun tangan,” papar Ustadzah Aisyah.Apa yang dikatakan Ustadzah Aisyah benar, kenapa ia harus meragukan campur tangan Allah, ia harus yakin kalau Allah akan menunjukan semuanya.“Dea!” panggil Arfan, membuat ia menoleh.“Iya, Bang! Ada apa?” tanya Dea.“Abang tunggu di mobil ya!” ujar Arfan dan diangguki oleh Dea.Dea kembali menoleh pada Ustadzah Aisyah, namun dia sudah beranjak dari tempatnya tadi.“Ustadzah Aisyah!” panggil Dea, lalu dia menoleh dan tersenyum, “terima kasih atas nasehatnya,” ucap Dea.“Sama-sama!” ucap Ustadzah Aisyah, lalu ia pergi meninggalkan Dea yang masih menatapnya.Dea kini sudah berada di mobil Arfan dan Arfan langsung kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah Dea.“Makasih ya, Abang! Sudah mengantar Dea pulang!” ucap Dea, ketika mereka sudah berada di depan rumah Dea, “Abang mau mampir dulu?” tanyanya.“Sama-sama! Enggak deh, Abang enggak mampir! Sampaikan saja salam untuk bunda, ya?” Arfan tersenyum, lalu pergi setelah memastikan Dea sudah masuk ke dalam rumahnya.~~~
Malam ini, Dea memutuskan melaksanakan shalat istiharah lagi dan ini sudah ketiga kalinya ia melakukannya, semoga kali ini jawabannya dapat meyakinkan hatinya yang masih ragu.
Kali ini, bukan Bayu, Bisma, dan Naufal lagi yang ada di dalam doanya, tapi Arfan, laki-laki yang sudah beberapa hari ini mengganggu pikiranya dan juga membuat hatinya tidak menentu.“Ya Allah, semoga engkau memberikan aku petunjuk-Mu dan meyakinkanku atas apa pilihan-Mu yang terbaik untukku,” gumam Dea.Setelah selesai shalat dan berdoa, Dea bergegas menuju ranjangnya, merebahkan tubuhnya untuk menyelami mimpi indahnya.*Dea berjalan menelusuri taman bunga yang sangat indah, mencari seseorang yang entah siapa, tapi ia tidak menemukannya, padahal ia sudah berjalan cukup jauh dan kini netranya melihat seseorang sedang berjalan menghampirinya sambil tersenyum manis padanya.“Abang, kenapa ada di sini?” tanya Dea.“Saya mau ngajak kamu ke Lauhul Mahfudz, di sana ada calon suami kamu,” jelas Arfan.Dea menyernyitkan dahinya, ia tidak mengerti dengan yang Arfan katakan, tapi ia tetap mengikuti langkah dia menuju tempat yang di maksud.“Kenapa berhenti?” tanya Dea ketika Arfan tiba-tiba menghentikan langkahnya.“Kita sudah sampai,” Arfan menoleh ke arah Dea.Dea mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang tadi Arfan katakan padanya, tapi ia tidak melihat siapapun kecuali Arfan yang masih berdiri di depannya.“Abang!” ucap Dea, lalu Arfan menarik tangannya.*“Astagfirullah aladzim,” Dea terperanjat dan terbangun dari mimpinya.***
BAB 6Mimpi yang baru saja dialami oleh Dea, benar-benar terasa sangat nyata, bahkan tangannya masih terasa sakit ketika Arfan menariknya tadi, padahal itu semua hanya mimpi.Dea memutuskan untuk beranjak dari ranjangnya, lalu ia melangkah ke kamar mandi untuk berwudhu, ia akan membaca murotal qur’an untuk menenangkan hatinya, karena hanya dengan cara itu, perasaannya akan menjadi lebih baik.Ayat demi ayat lantunan surah yang ia baca terdengar syahdu menghangatkan jiwanya, menemaninya menghabiskan malam yang sebentar lagi akan berganti menjadi pagi, hingga terdengar suara azan subuh yang berkumandang, barulah Dea menyudahinya.“Sodakallah hul’azim,” Dea menutup al qur’an kecilnya dan menyimpan kembali di tempat semula.Tok…Tok…Tok…“Dea, Sudah bangun belum, Nak!” terdengar suara bunda dari luar kamarnya.“Iya, Bun! Aku sudah bangun,” teriak Dea dari dalam kamar.Dea
BAB 7Ternyata benar dugaannya, Dea hanya mendengar separuh saja pembicaraannya dengan Arfan, dia tidak tahu kalau Arfan mengatakan hal lain tentang dirinya. Akhirnya, Angga memutuskan untuk menceritakan apa saja yang Arfan katakan pada adiknya.Flashback,“Fan, kalau di dunia ini tidak ada gadis lain selain Dea, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Angga.Mereka berdua sedang melakukan permainan Truth or Dare. Kali ini, Arfan yang harus menjawab pertanyaan Angga dengan jujur dan cepat, karena pilihannya jatuh pada Truth.“Memangnya tidak ada pertanyaan yang lain selain itu?” bukannya menjawab pertanyaan, Arfan malah meminta Angga untuk mengganti pertanyaannya.“Tidak ada, hanya itu yang tiba-tiba terlintas di kepalaku,” papar Angga, ”cepat jawab! Jangan kelamaan mikirnya,” pinta Angga.Arfan menghela napasnya yang terasa sangat berat, mencoba menguatkan hatinya yang sedang rapuh karena patah hati, ia
BAB 8Mendengar Angga membahas hal itu, membuat Arfan sedikit kesal pada sahabatnya itu, ia bahkan kembali mengecek Laptopnya lagi, ia tidak suka jika harus membahas hal yang bisa merubah harinya menjadi buruk.Begitu juga dengan Angga, ingin sekali ia melempar sahabatnya itu dari atas gedung, bagaimana tidak, ia sudah bicara panjang lebar, tapi dia hanya diam saja. Dasar Arfan menyebalkan!“Kamu enggak mau tau siapa orangnya yang dipilih, Dea?” Angga menatap Arfan dengan tatapan tajam.“Untuk apa saya tau? Toh, bukan urusan saya juga 'kan?” ujar Arfan datar.Angga menatap tidak percaya dengan yang baru saja Arfan katakan, bagaimana bisa dia berkata seperti itu, Dea itu adiknya, harusnya dia ikut perduli, bukan acuh seperti itu.“Ini semua bakalan jadi urusan kamu, Arfan!” sarkas Angga.“Kenapa jadi urusan saya? Yang menikah ‘kan adik kamu, bukan saya!” sanggah Arfan.“Karena yang a
BAB 9“Saya mau jemput CALON ISTRI!” pungkas Arfan.Deg …!‘Bang Arfan sudah ada calon istri! Siapa? Kenapa Bang Angga tidak pernah cerita padanya,’ batin Dea.Mendengar Arfan mengatakan itu, ada rasa yang mengganjal di hatinya, tapi Dea mencoba bersikap biasa saja, menyembunyikan rasa perih yang kini ia rasakan.“Memangnya, siapa calon istri Abang?” Dea menatap wajah Arfan yang sejak tadi selalu tersenyum.Wajah Arfan terlihat sangat bahagia karena ia akan bertemu dengan calon istrinya, itu semua terlihat jelas oleh Dea.“Orangnya ada di depan saya, sedang berdiri menatap saya,” papar Arfan.Dea mencari siapa orang yang dimaksud oleh laki-laki di depannya, tapi ia tidak melihat orang lain yang ada di depan dia, selain Tia dan dirinya.“Memangnya siapa? Orang yang ada di depan Abang hanya ada Tia dan ak--” ucapan Dea terhenti, ketika ingatannya tiba-tiba terpikir sesuatu
BAB 10“Will You Merry Me?” ucap Arfan, mengeluarkan sebuah cincin berlian dari saku celananya.Antara terkejut dan juga senang, Dea benar-benar dibuat syok untuk kesekian kalinya.“A—Aku, bingung harus jawab apa,” ucap Dea gugup.“Nanti malam saya akan datang ke rumah kamu dengan orang tua saya, kamu bisa persiapkan apa yang akan kamu katakan," Arfan tersenyum, lalu ia memberikan cincin tadi kepada Dea.Dea menyernyitkan dahinya, ia bingung kenapa Arfan memberikan cincin ini padanya, sedangkan ia belum menjawab lamarannya.“Kenapa ini diberikan kepadaku, Bang?” akhirnya Dea benar-benar menanyakannya.“Kamu pakai saja di jari manismu, saya tau kamu pasti akan menerima lamaran saya,” dengan penuh percaya diri Arfan mengatakan itu semua.Dea menatapnya tidak percaya, tidak habis pikir pada laki-laki yang kini sedang duduk di sampingnya, dia bisa percaya diri tingkat tinggi seperti ini
BAB 11Hari pernikahan yang ditentukan oleh Arfan tiba. Acara dilaksanakan secara sederhana dan berlangsung di rumah Dea, itu semua atas permintaan Dea karena menyetujui keinginan Arfan untuk menyelenggarakan pernikahan secepatnya. Tidak ada resepsi mewah seperti yang Arfan inginkan, bahkan Arfan hanya boleh mengundang teman-teman dekatnya saja yang menghadiri resepsi pernikahan mereka.Dea menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di kamarnya, hari ini ia terlihat sangat berbeda dari biasanya, kebaya putih yang dihiasai payet mutiara membuatnya terlihat sangat anggun dan cantik.“Kamu terlihat sangat cantik, Dek! Arfan pasti langsung terpesona jika melihatmu seperti ini,” Angga menatap takjub adiknya, dilihat dari sisi manapun Dea terlihat sangat cantik dan mempesona.“Terima kasih atas pujiannya, Abang!” Dea menoleh pada Angga, ”baru sadar ya, punya adik yang cantiknya maksimal sepertiku?” Dea menaik turunkan alisnya sambil tersenyum.Angga memutar
BAB 12Dea mendorong tubuh Arfan hingga membuat dia terhempas ke lantai, ia benar-benar tidak ada pilihan lain selain melakukan itu.Arfan menahan rasa sakit di bokongnya, lalu ia beranjak dan duduk kembali di sisi ranjang. Arfan baru tahu satu hal, ternyata tenaga istrinya kuat juga, bisa mendorongnya sampai terjatuh ke lantai.“Abang mau ngapain lagi?” Dea memundurkan dirinya dan menjauh dari Arfan.“Kenapa mendorong saya, Dea?” bukannya menjawab pertanyaan istrinya, Arfan malah menanyakan hal lain.Dea menatap suaminya dengan tatapan waspada, sejak tadi dia selalu membuatnya spot jantung, beruntung ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.“Salah Abang, kenapa melakukan itu padaku,” papar Dea kesal.“Memangnya saya melakukan apa?” tanya Arfan tidak mengerti dengan apa yang istrinya katakan.“Tadi Abang mau--” Dea tidak melanjutkan ucapannya.Arfan menyipitkan matanya, menatap istrinya yang diam dan tidak melanjutkan ucapannya.
BAB 13“Maksud Abang apa? Kenapa melakukan ini semua?” Dea memberikan paket yang tadi sudah ia buka pada Arfan.“Kenapa dikembalikan? Kamu tidak suka dengan hadiah yang saya berikan padamu?” tanya Arfan.Bukannya menjawab pertanyaan suaminya, Dea malah beranjak dan pergi, dengan cepat Arfan menarik pergelangan tangan istrinya, hingga membuat dia jatuh di atas pangkuannya.“Jangan pernah pergi dalam keadaan marah, selesaikan dulu, Dea!” Arfan melingkarkan tangannya di pinggang Dea.“Lepas, Bang! Jangan seperti ini,” Dea mencoba melepaskan tangan Arfan.“Jelaskan dulu, kenapa kamu mengembalikan barang pemberian saya? Apa kamu tidak menyukainya?” tanya Arfan lagi.Dea menghela napasnya, menyentuh tangan suaminya yang masih berada di pingganggnya.“Aku lebih suka Abang memberikannya sendiri tanpa melalui orang lain. Itu akan lebih berkesan untukku,” papar Dea.Arfan melepaskan tangannya, lalu meminta Dea berbalik menatapnya. Dengan perl
BAB 16Sesuai keinginan Dea, kini mereka sudah berada di sebuah pasar raya yang ada di belakang komplek perumahannya.Awalnya, Arfan ingin mengajak istrinya makan malam di restauran mewah yang ada di Jakarta Utara. Tapi, semuanya gagal total karena tiba-tiba Dea meminta berhenti di tempat ini.“Kenapa baksonya enggak dimakan, Bang? Abang enggak suka ya?” Dea menatap mangkok bakso milik Arfan yang masih terisi penuh.“Suka!” jawab Arfan datar.“Kalau suka dimakan dong, apa mau aku suapi?” tutur Dea basa-basi, mana mungkin ia berani melakukan itu di tempat umum seperti ini.Berbeda dengan Arfan, ia justru tersenyum senang setelah mendengar istrinya mengatakan itu, dengan cepat ia mengangguk dan memberikan mangkok bakso miliknya pada Dea.“Kenapa ini diberikan kepadaku? Abang enggak suka baksonya ya?” Dea menatap suaminya dengan tatapan bingung.“Suapi!” pinta Arfan sambil menaik turunkan alisnya.“Hah? Maksudnya?” bukannya tidak menge
BAB 15 “Siapa yang mencariku, Bi?” tanya Arfan. “Saya tidak tau, Pak! Dia tidak menyebutkan namanya,” sahut Mbok Surti. Arfan berjalan menuruni tangga menuju ruang tamu, ia ingin tahu siapa orang yang mencarinya di jam-jam kerja seperti ini. Sedangkan Dea melanjutkan masuk ke kamar ditemani Mbok Surti Sampai di bawah, Arfan menghampiri tamunya dan ternyata dia adalah salah satu karyawan di perusahaannya. “Selamat siang, Pak! Maaf karena saya telah mengganggu waktu istirahat bapak,” ucap karyawan Arfan yang bernama Danu. “Ada perlu apa kamu ke sini?” Arfan menatap Danu, kini dia sedang menundukan wajahnya. “Sa—Saya mau minta tolong, Pak! Saya butuh pinjaman, sepuluh juta saja, Pak!” terang Danu. Sebenarnya, Danu merasa segan mengatakan ini pada Arfan, tapi hanya Arfan satu satunya harapannya, ia sudah mencari pinjaman ke tempat lain dan tidak ada satu pun orang yang membantunya. “Kalau boleh tau, untuk apa uang sebanyak itu?” tanya Arfan. Bagai
BAB 14 “Cie… Cie… Sekarang sudah panggil sayang-sayang ya?” goda Angga. “Apa sih, Abang! Jangan mulai deh!” kesal Dea. Kini wajah Dea sudah memerah karena menahan marah dan malu. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya ada laki-laki yang memanggil sayang di depan keluarganya. “Abang, jangan digoda terus adiknya,” tegur Bunda Ana,”nanti kamu juga akan seperti Arfan jika sudah menikah, itu adalah hal yang wajar, Nak!” tambahnya. “Iya, Bunda! Maaf,” ucap Angga sambil terkekeh, lalu ia melanjutkan sarapannya kembali, begitu juga dengan semua yang ada di sana kecuali Dea. Rasa laparnya tiba-tiba hilang, tapi jika tidak makan pasti bunda akan menegurnya, mubajir juga kalau makanannya dibuang, terpaksa Dea menghabiskan makanan yang sudah ada di piringnya. Setelah menyelesaikan sarapannya, Dea pamit pergi ke kamarnya, ia akan berkemas dan merapikan baju-baju yang dibawa ke rumah barunya. Melihat istrinya pergi, Arfan ikut menyusulnya ke kamar, tapi
BAB 13“Maksud Abang apa? Kenapa melakukan ini semua?” Dea memberikan paket yang tadi sudah ia buka pada Arfan.“Kenapa dikembalikan? Kamu tidak suka dengan hadiah yang saya berikan padamu?” tanya Arfan.Bukannya menjawab pertanyaan suaminya, Dea malah beranjak dan pergi, dengan cepat Arfan menarik pergelangan tangan istrinya, hingga membuat dia jatuh di atas pangkuannya.“Jangan pernah pergi dalam keadaan marah, selesaikan dulu, Dea!” Arfan melingkarkan tangannya di pinggang Dea.“Lepas, Bang! Jangan seperti ini,” Dea mencoba melepaskan tangan Arfan.“Jelaskan dulu, kenapa kamu mengembalikan barang pemberian saya? Apa kamu tidak menyukainya?” tanya Arfan lagi.Dea menghela napasnya, menyentuh tangan suaminya yang masih berada di pingganggnya.“Aku lebih suka Abang memberikannya sendiri tanpa melalui orang lain. Itu akan lebih berkesan untukku,” papar Dea.Arfan melepaskan tangannya, lalu meminta Dea berbalik menatapnya. Dengan perl
BAB 12Dea mendorong tubuh Arfan hingga membuat dia terhempas ke lantai, ia benar-benar tidak ada pilihan lain selain melakukan itu.Arfan menahan rasa sakit di bokongnya, lalu ia beranjak dan duduk kembali di sisi ranjang. Arfan baru tahu satu hal, ternyata tenaga istrinya kuat juga, bisa mendorongnya sampai terjatuh ke lantai.“Abang mau ngapain lagi?” Dea memundurkan dirinya dan menjauh dari Arfan.“Kenapa mendorong saya, Dea?” bukannya menjawab pertanyaan istrinya, Arfan malah menanyakan hal lain.Dea menatap suaminya dengan tatapan waspada, sejak tadi dia selalu membuatnya spot jantung, beruntung ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.“Salah Abang, kenapa melakukan itu padaku,” papar Dea kesal.“Memangnya saya melakukan apa?” tanya Arfan tidak mengerti dengan apa yang istrinya katakan.“Tadi Abang mau--” Dea tidak melanjutkan ucapannya.Arfan menyipitkan matanya, menatap istrinya yang diam dan tidak melanjutkan ucapannya.
BAB 11Hari pernikahan yang ditentukan oleh Arfan tiba. Acara dilaksanakan secara sederhana dan berlangsung di rumah Dea, itu semua atas permintaan Dea karena menyetujui keinginan Arfan untuk menyelenggarakan pernikahan secepatnya. Tidak ada resepsi mewah seperti yang Arfan inginkan, bahkan Arfan hanya boleh mengundang teman-teman dekatnya saja yang menghadiri resepsi pernikahan mereka.Dea menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di kamarnya, hari ini ia terlihat sangat berbeda dari biasanya, kebaya putih yang dihiasai payet mutiara membuatnya terlihat sangat anggun dan cantik.“Kamu terlihat sangat cantik, Dek! Arfan pasti langsung terpesona jika melihatmu seperti ini,” Angga menatap takjub adiknya, dilihat dari sisi manapun Dea terlihat sangat cantik dan mempesona.“Terima kasih atas pujiannya, Abang!” Dea menoleh pada Angga, ”baru sadar ya, punya adik yang cantiknya maksimal sepertiku?” Dea menaik turunkan alisnya sambil tersenyum.Angga memutar
BAB 10“Will You Merry Me?” ucap Arfan, mengeluarkan sebuah cincin berlian dari saku celananya.Antara terkejut dan juga senang, Dea benar-benar dibuat syok untuk kesekian kalinya.“A—Aku, bingung harus jawab apa,” ucap Dea gugup.“Nanti malam saya akan datang ke rumah kamu dengan orang tua saya, kamu bisa persiapkan apa yang akan kamu katakan," Arfan tersenyum, lalu ia memberikan cincin tadi kepada Dea.Dea menyernyitkan dahinya, ia bingung kenapa Arfan memberikan cincin ini padanya, sedangkan ia belum menjawab lamarannya.“Kenapa ini diberikan kepadaku, Bang?” akhirnya Dea benar-benar menanyakannya.“Kamu pakai saja di jari manismu, saya tau kamu pasti akan menerima lamaran saya,” dengan penuh percaya diri Arfan mengatakan itu semua.Dea menatapnya tidak percaya, tidak habis pikir pada laki-laki yang kini sedang duduk di sampingnya, dia bisa percaya diri tingkat tinggi seperti ini
BAB 9“Saya mau jemput CALON ISTRI!” pungkas Arfan.Deg …!‘Bang Arfan sudah ada calon istri! Siapa? Kenapa Bang Angga tidak pernah cerita padanya,’ batin Dea.Mendengar Arfan mengatakan itu, ada rasa yang mengganjal di hatinya, tapi Dea mencoba bersikap biasa saja, menyembunyikan rasa perih yang kini ia rasakan.“Memangnya, siapa calon istri Abang?” Dea menatap wajah Arfan yang sejak tadi selalu tersenyum.Wajah Arfan terlihat sangat bahagia karena ia akan bertemu dengan calon istrinya, itu semua terlihat jelas oleh Dea.“Orangnya ada di depan saya, sedang berdiri menatap saya,” papar Arfan.Dea mencari siapa orang yang dimaksud oleh laki-laki di depannya, tapi ia tidak melihat orang lain yang ada di depan dia, selain Tia dan dirinya.“Memangnya siapa? Orang yang ada di depan Abang hanya ada Tia dan ak--” ucapan Dea terhenti, ketika ingatannya tiba-tiba terpikir sesuatu
BAB 8Mendengar Angga membahas hal itu, membuat Arfan sedikit kesal pada sahabatnya itu, ia bahkan kembali mengecek Laptopnya lagi, ia tidak suka jika harus membahas hal yang bisa merubah harinya menjadi buruk.Begitu juga dengan Angga, ingin sekali ia melempar sahabatnya itu dari atas gedung, bagaimana tidak, ia sudah bicara panjang lebar, tapi dia hanya diam saja. Dasar Arfan menyebalkan!“Kamu enggak mau tau siapa orangnya yang dipilih, Dea?” Angga menatap Arfan dengan tatapan tajam.“Untuk apa saya tau? Toh, bukan urusan saya juga 'kan?” ujar Arfan datar.Angga menatap tidak percaya dengan yang baru saja Arfan katakan, bagaimana bisa dia berkata seperti itu, Dea itu adiknya, harusnya dia ikut perduli, bukan acuh seperti itu.“Ini semua bakalan jadi urusan kamu, Arfan!” sarkas Angga.“Kenapa jadi urusan saya? Yang menikah ‘kan adik kamu, bukan saya!” sanggah Arfan.“Karena yang a