BAB 7
Ternyata benar dugaannya, Dea hanya mendengar separuh saja pembicaraannya dengan Arfan, dia tidak tahu kalau Arfan mengatakan hal lain tentang dirinya. Akhirnya, Angga memutuskan untuk menceritakan apa saja yang Arfan katakan pada adiknya.
Flashback,“Fan, kalau di dunia ini tidak ada gadis lain selain Dea, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Angga.Mereka berdua sedang melakukan permainan Truth or Dare. Kali ini, Arfan yang harus menjawab pertanyaan Angga dengan jujur dan cepat, karena pilihannya jatuh pada Truth.“Memangnya tidak ada pertanyaan yang lain selain itu?” bukannya menjawab pertanyaan, Arfan malah meminta Angga untuk mengganti pertanyaannya.“Tidak ada, hanya itu yang tiba-tiba terlintas di kepalaku,” papar Angga, ”cepat jawab! Jangan kelamaan mikirnya,” pinta Angga.Arfan menghela napasnya yang terasa sangat berat, mencoba menguatkan hatinya yang sedang rapuh karena patah hati, ia baru saja diberitahu oleh Angga kalau Dea baru saja dilamar oleh tiga laki-laki sekaligus, dan itu membuat hatinya tidak menentu.“Dea itu sudah saya anggap seperti adik saya sendiri, tidak mungkin saya mencintainya,” jawab Arfan, ia terdiam sejenak sambil memikirkan apa yang akan ia katakan selanjutnya, “tapi, kalau memang Dea ditakdirkan berjodoh dengan saya, pasti saya akan sangat senang, saya akan mencintai dia dengan sepenuh hati dan saya akan selalu membuatnya bahagia seumur hidup saya. Apalagi, dulu saya juga pernah berjanji pada Dea, Saya akan menikahinya jika dia sudah besar,” sambungnya.“Kapan kamu mengatakan itu pada adikku? Kenapa baru cerita sekarang?” Angga menatap tajam sahabatnya, yang juga sedang menatap padanya.Angga benar-benar merasa seperti kakak yang tidak berguna, bahkan ia tidak tau apa-apa tentang hal ini. “Waktu dia masih SMP, dulu dia pernah mengajakku untuk berpacaran, katanya semua teman-temannya melakukan itu,” jelas Arfan.“Lantas kamu jawab apa?” Angga semakin penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya.“Saya bilang saja, sekarang kita tidak boleh pacaran, nanti kita pacaranya kalau sudah menikah. Tapi, dia malah merengek dan meminta saya menikah denganya saat itu juga. Jadi, untuk menghiburnya agar berhenti merengek, saya bilang padanya akan kita akan menikah jika dia sudah besar,” jelas Arfan.Flashback off,Setelah mendengarkan cerita yang sebenarnya, Dea terdiam di tempatnya, ternyata selama ini ia salah paham pada Arfan. Andai waktu itu ia mendengarkan semuanya sampai selesai, pasti tidak akan jadi seperti ini.“Jadi, Aku salah ya, Bang?” ungkap Dea.Angga tersenyum sambil menatap Dea, “lain kali, kalau ada sesuatu yang mengganjal di hati itu dibicarakan, jangan menyimpulkan sendiri, apalagi sampai menduga-duga yang tidak pasti.”“Iya, Bang! Lain kali aku tidak akan melakukan itu, Aku akan menanyakannya dulu kebenarannya, agar tidak ada salah paham lagi,” papar Dea.Dea sudah merasa sedikit lebih baik, setelah ia mengetahui yang sebenarnya, meskipun masih ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya.‘Aku serahkan semuanya kepada-Mu Ya Allah, jika dia memang jodoh terbaik untukku, Engkau yang akan mempersatukan kami dengan cara-Mu’ batin Dea.“Ya sudah, Abang mau berangkat ke kantor dulu, kamu juga mau kuliah ‘kan?” Angga beranjak dari duduknya, ia harus segera bersiap agar tidak terlambat sampai di kantor.“Tapi, Bang! Tentang mimpiku, gimana?” tanya Dea, sebelum Angga melangkah masuk ke kamar mandi.“Gimana apanya?” Angga menghentikan langkahnya.Dea menghampiri Angga yang sudah berada di depan pintu kamar mandi, walaupun subuh tadi dia sudah mandi, tapi dia selalu menyempatkan diri untuk mandi lagi, agar terlihat lebih segar dan fress.”Gimana caranya Bang Arfan tau tentang semua ini, Bang?” tanya Dea lagi.“Kamu ceritakan saja semuanya, dia pasti akan mengerti, Dek!” saran Angga.”Kalau Bang Arfanya enggak mau gimana?” tanya Dea ragu.Angga menatap wajah adiknya yang terlihat khawatir dan itu terlihat sangat menggemaskan di matanya.“Ya … Enggak usah nikah!” Angga mencubit hidung mancung Dea, lalu ia berlari masuk ke dalam kamar mandi dengan tawa yang terdengar menggema di balik pintu.“Abang…! Sakit tau,” Dea berteriak, sambil menyentuh hidungnya yang terasa sakit, “Awas ya, Bang! Aku akan membalasnya!” sarkas Dea.————Setelah menunggu hampir satu jam, akhirnya Angga bisa keluar dari kamar mandi dengan selamat, itu semua karena Bunda Ana yang memanggil Dea dan memintanya untuk membeli sesuatu di warung sebelah rumah, jadi Angga bisa keluar tanpa mendapat pembalasan dari adiknya itu.Setelah sampai di kantor, Angga membuka pintu ruangan Arfan dengan sangat hati-hati, untuk memastikan apa bosnya itu ada di dalam atau tidak, ia juga tidak ingin Arfan melihatnya datang terlambat.“Pagi, Pak Angga!” sapa Arfan meledek Angga yang datang terlambat.“Eh, Pak Bos, selamat siang, Pak!” Angga masuk ke dalam, lalu menghampiri Arfan.“Assalamu’alaikum, Angga!” Arfan melirik Angga sekilas.Angga menoleh sambil tersenyum kecil, ia lupa mengucapkan salam lagi dan Arfan pasti akan menceramahinya lagi.“Maaf, maaf! Saya lupa!” pekik Angga menampilkan deretan gigi putihnya. ”Assalamu’alaikum Bapak CEO yang terhormat,” ulangnya.“Apa sih, Angga! Saya ‘kan hanya mengingatkan,” ujar Arfan kesal.Angga tersenyum melihat sahabatnya yang terlihat kesal karena ulahnya. Padahal, ia bekerja di perusahaan dia sebagai asisten pribadinya, tapi Arfan tidak membolehkan ia memanggil bapak atau pak bos seperti yang lainnya.“Iya, iya! Maaf, deh!” ucap Angga tersenyum manis.“Hemm …!” Arfan hanya berdehem, lalu ia kembali fokus pada Laptopnya lagi.Angga menghampiri Arfan yang sedang duduk di kursi kebesarannya, lalu ia ikut duduk di depannya, ia melihat sekilas apa yang sedang dilakukan oleh sahabatnya, ternyata dia sedang sibuk mengecek beberapa email yang dikirim oleh perusahaan-perusahaan yang mengajaknya bekerja sama.“Fan, masih sibuk enggak?” tanya Angga.“Sedikit lagi selesai, ada apa memangnya?” Arfan menatap Angga.“Ada yang mau dibicarakan, penting!” tutur Angga.Arfan melanjutkan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi, ia tidak mau menundanya dan akan berakhir lupa, lebih baik ia menyelesaikannya dulu baru melakukan hal lain.“Ada apa?” tanya Arfan ketika ia sudah selesai dengan pekerjaannya.Angga sedikit terperanjak, saat mendengar suara Arfan yang tiba-tiba, pasalnya ia sedang mengecek email yang masuk di ponselnya dan ia sedang tidak memperhatikan Arfan yang sudah selesai.“Fan, kamu masih ingat enggak, waktu itu saya pernah cerita, ada tiga laki-laki yang melamar Dea?” tanya Angga dengan nada yang serius.Arfan terdiam sejenak, antara terkejut atau sedang mengingat kembali kejadian beberapa minggu yang lalu. Ketika Angga kesal pada adiknya, yang selalu merengek meminta dia mencarikan solusi untuk masalahnya.Hari itu, setelah mereka pulang meeting dengan cliennya, Arfan dan Angga tidak sengaja bertemu dengan salah satu laki-laki yang katanya melamar Dea, mereka melihat laki-laki itu bersama dengan seorang wanita, dia masuk ke dalam losmen, bahkan mereka bermesraan di depan umum dan kejadian itu di saksikan oleh Arfan dan Angga. Hampir saja Angga akan menghabisi laki-laki itu, beruntung Arfan bisa mencegahnya agar tidak melakukan hal yang dapat merugikan dia.“Saya ingat itu! Kenapa memangnya?” Arfan menatap Angga.“Dea sudah tau siapa yang akan ia pilih untuk menjadi suaminya,” terang Angga.***
BAB 8Mendengar Angga membahas hal itu, membuat Arfan sedikit kesal pada sahabatnya itu, ia bahkan kembali mengecek Laptopnya lagi, ia tidak suka jika harus membahas hal yang bisa merubah harinya menjadi buruk.Begitu juga dengan Angga, ingin sekali ia melempar sahabatnya itu dari atas gedung, bagaimana tidak, ia sudah bicara panjang lebar, tapi dia hanya diam saja. Dasar Arfan menyebalkan!“Kamu enggak mau tau siapa orangnya yang dipilih, Dea?” Angga menatap Arfan dengan tatapan tajam.“Untuk apa saya tau? Toh, bukan urusan saya juga 'kan?” ujar Arfan datar.Angga menatap tidak percaya dengan yang baru saja Arfan katakan, bagaimana bisa dia berkata seperti itu, Dea itu adiknya, harusnya dia ikut perduli, bukan acuh seperti itu.“Ini semua bakalan jadi urusan kamu, Arfan!” sarkas Angga.“Kenapa jadi urusan saya? Yang menikah ‘kan adik kamu, bukan saya!” sanggah Arfan.“Karena yang a
BAB 9“Saya mau jemput CALON ISTRI!” pungkas Arfan.Deg …!‘Bang Arfan sudah ada calon istri! Siapa? Kenapa Bang Angga tidak pernah cerita padanya,’ batin Dea.Mendengar Arfan mengatakan itu, ada rasa yang mengganjal di hatinya, tapi Dea mencoba bersikap biasa saja, menyembunyikan rasa perih yang kini ia rasakan.“Memangnya, siapa calon istri Abang?” Dea menatap wajah Arfan yang sejak tadi selalu tersenyum.Wajah Arfan terlihat sangat bahagia karena ia akan bertemu dengan calon istrinya, itu semua terlihat jelas oleh Dea.“Orangnya ada di depan saya, sedang berdiri menatap saya,” papar Arfan.Dea mencari siapa orang yang dimaksud oleh laki-laki di depannya, tapi ia tidak melihat orang lain yang ada di depan dia, selain Tia dan dirinya.“Memangnya siapa? Orang yang ada di depan Abang hanya ada Tia dan ak--” ucapan Dea terhenti, ketika ingatannya tiba-tiba terpikir sesuatu
BAB 10“Will You Merry Me?” ucap Arfan, mengeluarkan sebuah cincin berlian dari saku celananya.Antara terkejut dan juga senang, Dea benar-benar dibuat syok untuk kesekian kalinya.“A—Aku, bingung harus jawab apa,” ucap Dea gugup.“Nanti malam saya akan datang ke rumah kamu dengan orang tua saya, kamu bisa persiapkan apa yang akan kamu katakan," Arfan tersenyum, lalu ia memberikan cincin tadi kepada Dea.Dea menyernyitkan dahinya, ia bingung kenapa Arfan memberikan cincin ini padanya, sedangkan ia belum menjawab lamarannya.“Kenapa ini diberikan kepadaku, Bang?” akhirnya Dea benar-benar menanyakannya.“Kamu pakai saja di jari manismu, saya tau kamu pasti akan menerima lamaran saya,” dengan penuh percaya diri Arfan mengatakan itu semua.Dea menatapnya tidak percaya, tidak habis pikir pada laki-laki yang kini sedang duduk di sampingnya, dia bisa percaya diri tingkat tinggi seperti ini
BAB 11Hari pernikahan yang ditentukan oleh Arfan tiba. Acara dilaksanakan secara sederhana dan berlangsung di rumah Dea, itu semua atas permintaan Dea karena menyetujui keinginan Arfan untuk menyelenggarakan pernikahan secepatnya. Tidak ada resepsi mewah seperti yang Arfan inginkan, bahkan Arfan hanya boleh mengundang teman-teman dekatnya saja yang menghadiri resepsi pernikahan mereka.Dea menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di kamarnya, hari ini ia terlihat sangat berbeda dari biasanya, kebaya putih yang dihiasai payet mutiara membuatnya terlihat sangat anggun dan cantik.“Kamu terlihat sangat cantik, Dek! Arfan pasti langsung terpesona jika melihatmu seperti ini,” Angga menatap takjub adiknya, dilihat dari sisi manapun Dea terlihat sangat cantik dan mempesona.“Terima kasih atas pujiannya, Abang!” Dea menoleh pada Angga, ”baru sadar ya, punya adik yang cantiknya maksimal sepertiku?” Dea menaik turunkan alisnya sambil tersenyum.Angga memutar
BAB 12Dea mendorong tubuh Arfan hingga membuat dia terhempas ke lantai, ia benar-benar tidak ada pilihan lain selain melakukan itu.Arfan menahan rasa sakit di bokongnya, lalu ia beranjak dan duduk kembali di sisi ranjang. Arfan baru tahu satu hal, ternyata tenaga istrinya kuat juga, bisa mendorongnya sampai terjatuh ke lantai.“Abang mau ngapain lagi?” Dea memundurkan dirinya dan menjauh dari Arfan.“Kenapa mendorong saya, Dea?” bukannya menjawab pertanyaan istrinya, Arfan malah menanyakan hal lain.Dea menatap suaminya dengan tatapan waspada, sejak tadi dia selalu membuatnya spot jantung, beruntung ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.“Salah Abang, kenapa melakukan itu padaku,” papar Dea kesal.“Memangnya saya melakukan apa?” tanya Arfan tidak mengerti dengan apa yang istrinya katakan.“Tadi Abang mau--” Dea tidak melanjutkan ucapannya.Arfan menyipitkan matanya, menatap istrinya yang diam dan tidak melanjutkan ucapannya.
BAB 13“Maksud Abang apa? Kenapa melakukan ini semua?” Dea memberikan paket yang tadi sudah ia buka pada Arfan.“Kenapa dikembalikan? Kamu tidak suka dengan hadiah yang saya berikan padamu?” tanya Arfan.Bukannya menjawab pertanyaan suaminya, Dea malah beranjak dan pergi, dengan cepat Arfan menarik pergelangan tangan istrinya, hingga membuat dia jatuh di atas pangkuannya.“Jangan pernah pergi dalam keadaan marah, selesaikan dulu, Dea!” Arfan melingkarkan tangannya di pinggang Dea.“Lepas, Bang! Jangan seperti ini,” Dea mencoba melepaskan tangan Arfan.“Jelaskan dulu, kenapa kamu mengembalikan barang pemberian saya? Apa kamu tidak menyukainya?” tanya Arfan lagi.Dea menghela napasnya, menyentuh tangan suaminya yang masih berada di pingganggnya.“Aku lebih suka Abang memberikannya sendiri tanpa melalui orang lain. Itu akan lebih berkesan untukku,” papar Dea.Arfan melepaskan tangannya, lalu meminta Dea berbalik menatapnya. Dengan perl
BAB 14 “Cie… Cie… Sekarang sudah panggil sayang-sayang ya?” goda Angga. “Apa sih, Abang! Jangan mulai deh!” kesal Dea. Kini wajah Dea sudah memerah karena menahan marah dan malu. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya ada laki-laki yang memanggil sayang di depan keluarganya. “Abang, jangan digoda terus adiknya,” tegur Bunda Ana,”nanti kamu juga akan seperti Arfan jika sudah menikah, itu adalah hal yang wajar, Nak!” tambahnya. “Iya, Bunda! Maaf,” ucap Angga sambil terkekeh, lalu ia melanjutkan sarapannya kembali, begitu juga dengan semua yang ada di sana kecuali Dea. Rasa laparnya tiba-tiba hilang, tapi jika tidak makan pasti bunda akan menegurnya, mubajir juga kalau makanannya dibuang, terpaksa Dea menghabiskan makanan yang sudah ada di piringnya. Setelah menyelesaikan sarapannya, Dea pamit pergi ke kamarnya, ia akan berkemas dan merapikan baju-baju yang dibawa ke rumah barunya. Melihat istrinya pergi, Arfan ikut menyusulnya ke kamar, tapi
BAB 15 “Siapa yang mencariku, Bi?” tanya Arfan. “Saya tidak tau, Pak! Dia tidak menyebutkan namanya,” sahut Mbok Surti. Arfan berjalan menuruni tangga menuju ruang tamu, ia ingin tahu siapa orang yang mencarinya di jam-jam kerja seperti ini. Sedangkan Dea melanjutkan masuk ke kamar ditemani Mbok Surti Sampai di bawah, Arfan menghampiri tamunya dan ternyata dia adalah salah satu karyawan di perusahaannya. “Selamat siang, Pak! Maaf karena saya telah mengganggu waktu istirahat bapak,” ucap karyawan Arfan yang bernama Danu. “Ada perlu apa kamu ke sini?” Arfan menatap Danu, kini dia sedang menundukan wajahnya. “Sa—Saya mau minta tolong, Pak! Saya butuh pinjaman, sepuluh juta saja, Pak!” terang Danu. Sebenarnya, Danu merasa segan mengatakan ini pada Arfan, tapi hanya Arfan satu satunya harapannya, ia sudah mencari pinjaman ke tempat lain dan tidak ada satu pun orang yang membantunya. “Kalau boleh tau, untuk apa uang sebanyak itu?” tanya Arfan. Bagai
BAB 16Sesuai keinginan Dea, kini mereka sudah berada di sebuah pasar raya yang ada di belakang komplek perumahannya.Awalnya, Arfan ingin mengajak istrinya makan malam di restauran mewah yang ada di Jakarta Utara. Tapi, semuanya gagal total karena tiba-tiba Dea meminta berhenti di tempat ini.“Kenapa baksonya enggak dimakan, Bang? Abang enggak suka ya?” Dea menatap mangkok bakso milik Arfan yang masih terisi penuh.“Suka!” jawab Arfan datar.“Kalau suka dimakan dong, apa mau aku suapi?” tutur Dea basa-basi, mana mungkin ia berani melakukan itu di tempat umum seperti ini.Berbeda dengan Arfan, ia justru tersenyum senang setelah mendengar istrinya mengatakan itu, dengan cepat ia mengangguk dan memberikan mangkok bakso miliknya pada Dea.“Kenapa ini diberikan kepadaku? Abang enggak suka baksonya ya?” Dea menatap suaminya dengan tatapan bingung.“Suapi!” pinta Arfan sambil menaik turunkan alisnya.“Hah? Maksudnya?” bukannya tidak menge
BAB 15 “Siapa yang mencariku, Bi?” tanya Arfan. “Saya tidak tau, Pak! Dia tidak menyebutkan namanya,” sahut Mbok Surti. Arfan berjalan menuruni tangga menuju ruang tamu, ia ingin tahu siapa orang yang mencarinya di jam-jam kerja seperti ini. Sedangkan Dea melanjutkan masuk ke kamar ditemani Mbok Surti Sampai di bawah, Arfan menghampiri tamunya dan ternyata dia adalah salah satu karyawan di perusahaannya. “Selamat siang, Pak! Maaf karena saya telah mengganggu waktu istirahat bapak,” ucap karyawan Arfan yang bernama Danu. “Ada perlu apa kamu ke sini?” Arfan menatap Danu, kini dia sedang menundukan wajahnya. “Sa—Saya mau minta tolong, Pak! Saya butuh pinjaman, sepuluh juta saja, Pak!” terang Danu. Sebenarnya, Danu merasa segan mengatakan ini pada Arfan, tapi hanya Arfan satu satunya harapannya, ia sudah mencari pinjaman ke tempat lain dan tidak ada satu pun orang yang membantunya. “Kalau boleh tau, untuk apa uang sebanyak itu?” tanya Arfan. Bagai
BAB 14 “Cie… Cie… Sekarang sudah panggil sayang-sayang ya?” goda Angga. “Apa sih, Abang! Jangan mulai deh!” kesal Dea. Kini wajah Dea sudah memerah karena menahan marah dan malu. Bagaimana tidak, ini pertama kalinya ada laki-laki yang memanggil sayang di depan keluarganya. “Abang, jangan digoda terus adiknya,” tegur Bunda Ana,”nanti kamu juga akan seperti Arfan jika sudah menikah, itu adalah hal yang wajar, Nak!” tambahnya. “Iya, Bunda! Maaf,” ucap Angga sambil terkekeh, lalu ia melanjutkan sarapannya kembali, begitu juga dengan semua yang ada di sana kecuali Dea. Rasa laparnya tiba-tiba hilang, tapi jika tidak makan pasti bunda akan menegurnya, mubajir juga kalau makanannya dibuang, terpaksa Dea menghabiskan makanan yang sudah ada di piringnya. Setelah menyelesaikan sarapannya, Dea pamit pergi ke kamarnya, ia akan berkemas dan merapikan baju-baju yang dibawa ke rumah barunya. Melihat istrinya pergi, Arfan ikut menyusulnya ke kamar, tapi
BAB 13“Maksud Abang apa? Kenapa melakukan ini semua?” Dea memberikan paket yang tadi sudah ia buka pada Arfan.“Kenapa dikembalikan? Kamu tidak suka dengan hadiah yang saya berikan padamu?” tanya Arfan.Bukannya menjawab pertanyaan suaminya, Dea malah beranjak dan pergi, dengan cepat Arfan menarik pergelangan tangan istrinya, hingga membuat dia jatuh di atas pangkuannya.“Jangan pernah pergi dalam keadaan marah, selesaikan dulu, Dea!” Arfan melingkarkan tangannya di pinggang Dea.“Lepas, Bang! Jangan seperti ini,” Dea mencoba melepaskan tangan Arfan.“Jelaskan dulu, kenapa kamu mengembalikan barang pemberian saya? Apa kamu tidak menyukainya?” tanya Arfan lagi.Dea menghela napasnya, menyentuh tangan suaminya yang masih berada di pingganggnya.“Aku lebih suka Abang memberikannya sendiri tanpa melalui orang lain. Itu akan lebih berkesan untukku,” papar Dea.Arfan melepaskan tangannya, lalu meminta Dea berbalik menatapnya. Dengan perl
BAB 12Dea mendorong tubuh Arfan hingga membuat dia terhempas ke lantai, ia benar-benar tidak ada pilihan lain selain melakukan itu.Arfan menahan rasa sakit di bokongnya, lalu ia beranjak dan duduk kembali di sisi ranjang. Arfan baru tahu satu hal, ternyata tenaga istrinya kuat juga, bisa mendorongnya sampai terjatuh ke lantai.“Abang mau ngapain lagi?” Dea memundurkan dirinya dan menjauh dari Arfan.“Kenapa mendorong saya, Dea?” bukannya menjawab pertanyaan istrinya, Arfan malah menanyakan hal lain.Dea menatap suaminya dengan tatapan waspada, sejak tadi dia selalu membuatnya spot jantung, beruntung ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.“Salah Abang, kenapa melakukan itu padaku,” papar Dea kesal.“Memangnya saya melakukan apa?” tanya Arfan tidak mengerti dengan apa yang istrinya katakan.“Tadi Abang mau--” Dea tidak melanjutkan ucapannya.Arfan menyipitkan matanya, menatap istrinya yang diam dan tidak melanjutkan ucapannya.
BAB 11Hari pernikahan yang ditentukan oleh Arfan tiba. Acara dilaksanakan secara sederhana dan berlangsung di rumah Dea, itu semua atas permintaan Dea karena menyetujui keinginan Arfan untuk menyelenggarakan pernikahan secepatnya. Tidak ada resepsi mewah seperti yang Arfan inginkan, bahkan Arfan hanya boleh mengundang teman-teman dekatnya saja yang menghadiri resepsi pernikahan mereka.Dea menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di kamarnya, hari ini ia terlihat sangat berbeda dari biasanya, kebaya putih yang dihiasai payet mutiara membuatnya terlihat sangat anggun dan cantik.“Kamu terlihat sangat cantik, Dek! Arfan pasti langsung terpesona jika melihatmu seperti ini,” Angga menatap takjub adiknya, dilihat dari sisi manapun Dea terlihat sangat cantik dan mempesona.“Terima kasih atas pujiannya, Abang!” Dea menoleh pada Angga, ”baru sadar ya, punya adik yang cantiknya maksimal sepertiku?” Dea menaik turunkan alisnya sambil tersenyum.Angga memutar
BAB 10“Will You Merry Me?” ucap Arfan, mengeluarkan sebuah cincin berlian dari saku celananya.Antara terkejut dan juga senang, Dea benar-benar dibuat syok untuk kesekian kalinya.“A—Aku, bingung harus jawab apa,” ucap Dea gugup.“Nanti malam saya akan datang ke rumah kamu dengan orang tua saya, kamu bisa persiapkan apa yang akan kamu katakan," Arfan tersenyum, lalu ia memberikan cincin tadi kepada Dea.Dea menyernyitkan dahinya, ia bingung kenapa Arfan memberikan cincin ini padanya, sedangkan ia belum menjawab lamarannya.“Kenapa ini diberikan kepadaku, Bang?” akhirnya Dea benar-benar menanyakannya.“Kamu pakai saja di jari manismu, saya tau kamu pasti akan menerima lamaran saya,” dengan penuh percaya diri Arfan mengatakan itu semua.Dea menatapnya tidak percaya, tidak habis pikir pada laki-laki yang kini sedang duduk di sampingnya, dia bisa percaya diri tingkat tinggi seperti ini
BAB 9“Saya mau jemput CALON ISTRI!” pungkas Arfan.Deg …!‘Bang Arfan sudah ada calon istri! Siapa? Kenapa Bang Angga tidak pernah cerita padanya,’ batin Dea.Mendengar Arfan mengatakan itu, ada rasa yang mengganjal di hatinya, tapi Dea mencoba bersikap biasa saja, menyembunyikan rasa perih yang kini ia rasakan.“Memangnya, siapa calon istri Abang?” Dea menatap wajah Arfan yang sejak tadi selalu tersenyum.Wajah Arfan terlihat sangat bahagia karena ia akan bertemu dengan calon istrinya, itu semua terlihat jelas oleh Dea.“Orangnya ada di depan saya, sedang berdiri menatap saya,” papar Arfan.Dea mencari siapa orang yang dimaksud oleh laki-laki di depannya, tapi ia tidak melihat orang lain yang ada di depan dia, selain Tia dan dirinya.“Memangnya siapa? Orang yang ada di depan Abang hanya ada Tia dan ak--” ucapan Dea terhenti, ketika ingatannya tiba-tiba terpikir sesuatu
BAB 8Mendengar Angga membahas hal itu, membuat Arfan sedikit kesal pada sahabatnya itu, ia bahkan kembali mengecek Laptopnya lagi, ia tidak suka jika harus membahas hal yang bisa merubah harinya menjadi buruk.Begitu juga dengan Angga, ingin sekali ia melempar sahabatnya itu dari atas gedung, bagaimana tidak, ia sudah bicara panjang lebar, tapi dia hanya diam saja. Dasar Arfan menyebalkan!“Kamu enggak mau tau siapa orangnya yang dipilih, Dea?” Angga menatap Arfan dengan tatapan tajam.“Untuk apa saya tau? Toh, bukan urusan saya juga 'kan?” ujar Arfan datar.Angga menatap tidak percaya dengan yang baru saja Arfan katakan, bagaimana bisa dia berkata seperti itu, Dea itu adiknya, harusnya dia ikut perduli, bukan acuh seperti itu.“Ini semua bakalan jadi urusan kamu, Arfan!” sarkas Angga.“Kenapa jadi urusan saya? Yang menikah ‘kan adik kamu, bukan saya!” sanggah Arfan.“Karena yang a