“Ah!”
Suara lenguhan terlontar dari bibir merah Anna, ketika ia merasakan benda kenyal dan basah menghisap lehernya.
Tangan Anna terulur ke arah kepala pria itu, tetapi kesadarannya yang hampir hilang di tengah kabut mabuk membuat gerakan tangannya, justru seperti mengelus kepala pria asing itu.
“Mmh!”
Anna tidak menyadari, kalau dirinya sudah dibaringkan dengan lembut di atas tempat tidur, oleh pria asing yang tadi bersama dengannya di dalam lift.
Ia tidak dapat mengingat dengan jelas, bagaimana dirinya sampai bisa berada di kamar yang sama dengan pria itu.
Anna merasakan bunyi gemerisik dari pakaian yang dilepaskan, kemudian dilempar secara sembarangan.
“Ah, Tuan! Tolong hentikan!”
Pria yang sudah sudah berada di atas tubuh Anna tampak diam sebentar, ia mengangkat wajahnya, sehingga netranya dan netra Anna bertemu.
Deg!
Anna tertegun netra itu tampak berkabut dipenuhi dengan hasrat yang begitu besar, sehingga membuatnya menjadi terkejut mengetahui dirinyalah yang membuat pria itu menjadi bergairah.
Tanpa sadar bibir Anna terbuka, entah hendak menyuarakan protesnya, agar pria itu berhenti menyentuhnya, ataukah mempersilakan pria itu untuk menyentuh dirinya.
Bibir Anna yang terbuka disambar oleh pria itu, sehingga Anna tidak memiliki kesempatan untuk mengatakan apapun juga.
“Maaf, aku tidak bisa berhenti! Kau sudah membuatku bergairah!” ucap pria itu dengan suaranya yang serak, karena dipenuhi gairah.
Anna terhanyut oleh sentuhan pria itu gerakan tangannya berubah menjadi mengelus punggung pria itu, seolah memberikan isyarat kepada pria asing itu untuk menuntaskan apa yang dilakukannya pada tubuh Anna.
“Ah, Tuan! Cepatlah!” Perintah Anna di antara kabut mabuk dan gairahnya yang tersulut oleh gerakan tangan dan bibir dari pria yang asing baginya, tetapi tubuhnya tidak bisa menolak sentuhan dari pria itu.
Pria itu tertawa pelan mendengarnya, kembali suara baritonnya yang membuat dada Anna bedebar kencang terdengar.
“Dengan senang hati aku akan memenuhi permintaanmu!” Pria itu, kemudian menyatukan tubuhnya dengan Anna.
Pada awalnya Anna merasakan sakit, sehingga membuatnya mencakar punggung pria itu dengan kukunya yang panjang dan di cat merah.
Pria itu berhenti sebentar, dibungkamnya mulut Anna dengan sebuah ciuman yang dalam dan basah.
“Sssh!”
“Sakitnya hanya sebentar saja!” Bisik pria itu menenangkan Anna.
Anna merasakan dadanya sesak, ketika ia merasa sedang berada di puncak atas apa yang dilakukan oleh pria itu pada tubuhnya, ia mendengar pria itu menyebut nama wanita lain, bukan namanya.
“Claire! Hanya kau yang bisa membuatku, seperti ini!” Teriak pria itu dengan suara serak ketika ia mencapai puncak gairah.
“Aku bukan Claire!” Bisik Anna pelan.
Pria itu tersadar, ia menggelengkan kepalanya. Dengan dingin ia berkata, “Tentu saja, kau bukan dirinya!”
Pria asing itu, kemudian menggulingkan badannya dari atas tubuh Anna. Ia tidur dengan berbantalkan kedua lengannya di atas kepala.
Anna mendengar suara dengkuran pria itu dengan nyaringnya. Ia pun memejamkan mata di samping pria itu, karena dirinya tidak sanggup lagi untuk menggerakkan badannya yang terasa lelah, karena mabuknya dan juga apa yang dilakukan oleh pria itu kepada dirinya.
Pagi harinya, Anna terbangun karena suara dering ponsel yang berulang kali di atas nakas di samping tempat tidur.
Dengan mata yang terpejam tangan Anna meraba-raba ponsel itu untuk menghentikan bunyinya yang terasa menyakitkan kepalanya, bekas mabuk.
Tiba-tiba saja Anna mendengar suara pintu dibuka, kemudian langkah kaki yang mendekat dan berhenti di dekat tempat tidur.
Anna membuka matanya perlahan, lalu mendongak, sehingga netranya tepat bertemu dengan netra biru pria itu.
Anna menelan ludahnya dengan sukar, bagaimana tidak pria itu hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya saja.
Rambut hitam tebal pria itu masih basah dan meneteskan air yang jatuh ke wajah dan dada pria itu.
Memperlihatkan perutnya yang rata dan berotot. Dada yang ditumbuhi rambut-rambut halus yang menurun hingga ke balik handuk yang dipakai pria itu di bawah pusarnya.
Melihatnya membuat Anna menjadi teringat, bagaimana dirinya sudah pernah menyentuh dada itu dan ia pun juga merasakan sentuhan tangan besar dan berotot dari pria itu.
Pria itu melayangkan tatapan sinis ke arah Anna dan berkata dengan suara baritonnya, yang mulai akrab di telinga Anna.
“Apakah kau menyukai yang kau lihat?” Tanya pria itu dengan nada mengejek.
Tatapan mata pria itu terarah ke dada Anna yang terbuka, karena tanpa sadar selimut yang dipakai oleh Anna telah melorot turun ke bawah. Memberikan akses netra hitam pria itu melihat dadanya dengan penuh napsu.
“Siapa Anda, Tuan?” Tanya Anna, sambil menaikkan kembali selimut yang melorot ke dadanya.
“Bagaimana, kalau saya hamil Tuan? Saya belum pernah melakukannya dan saya tidak pernah meminum apapun untuk mencegah kehamilan!” ucap Anna pelan dan ragu.
Pria itu berjalan pelan mendekat ke arah Anna, kemudian mencakung dekat dengan wajahnya.
“Kenapa? Kau ingin memerasku, seperti yang biasanya dilakukan wanita sepertimu?” Sindir pria itu.
Tangan Anna terangkat untuk menampar wajah pria yang telah memberikannya kenikmatan, tetapi sekarang pria itu melemparkan penghinaan kepadanya.
“Saya tidak akan melakukan hal yang serendah itu, Tuan!” ucap Anna emosi.
Pria itu dengan mudahnya menangkap tangan Anna dan dengan kasar digenggamnya tangan Anna. Tidak peduli, kalau Anna menjadi sakit, karena apa yang dilakukannya.
“Lepaskan, Tuan!” Pinta Anna.
Pria asing itu menghempaskan tangan Anna dengan kasar. Ia melayangkan tatapan yang begitu tajam dan angkuh ke arah Anna.
Satu tangannya terulur ke arah wajah Anna, kemudian bergerak turun ke leher Anna, sehingga membuatnya menjadi takut dan bergerak mundur menjauh hingga punggungnya menyentuh kepala ranjang.
“Katakan kepadaku, berapa hargamu? Aku akan membayarmu!” ucap pria itu dengan tidak berperasaannya.
Anna merasakan sakit di hatinya, karena penghinaan dari pria itu. Pria itu menganggapnya, seperti wanita murahan saja.
“Saya tidak menginginkan uang anda, Tuan!” ucap Anna dengan nada kecewa.
Pria itu melayangkan tatapan sinis kepada Anna, kemudian ia terlihat menjauh, lalu membungkukkan badan ke arah lantai.
Ia menegakkan badan, dengan sebuah dompet berada di tangannya. Ia, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dolar, kemudian mengulurkannya kapada Anna.
Anna menatap tangan pria itu dengan perasaan terluka, ternyata dirinya di mata pria itu hanyalah sebagai seorang wanita murahan saja.
Dirinya hanyalah pemuas napsu dari pria itu, yang setelah usai memberikan kenikmatan akan mendapatkan imbalan uang. Tanpa Anna sadari ia menjadi melamun, karena rasa kecewanya kepada dirinya sendiri.
Pria itu terlihat jengkel, karena Anna yang tidak menerima uang yang disodorkannya. Dilemparnya uang itu ke atas paha Anna.
“Dengar, Nona! Aku harus segera pergi! Sebutkan berapa bayaranmu!” Pria itu memunguti pakaiannya, kemudian memakainya dengan cepat.
“Saya bukan pelacur!” Teriak Anna dengan hati yang terluka.Ia bergegas bangkit dari atas ranjang dibelitkannya selimut ke dadanya, kemudian ia berjalan mendekat ke arah pria asing yang sempat membuainya dalam kenikmatan,Satu tangan Anna yang mungil menunjuk dada pria itu. Ia berkata dengan suaranya yang serak. “Sudah saya katakan, kalau saya tidak menginginkan uang dari anda! Saya hanya ingin tahu apakah anda menggunakan pengaman!”Ray diam mengamati Anna dengan tatapan matanya yang dingin dan tajam. Pertanyaan dari wanita asing yang berdiri di hadapannya ini membuat ia menjadi sadar, kalau tadi malam untuk pertama kalinya ia tidak menggunakan pengaman pada saat tidur dengan wanita asing.Setelah diam selama beberapa saat Ray berkata dengan dingin, “Kalau ada konsekuensi dari yang kita lakukan, kau bisa menggugurkannya!”Anna membelalakkan matanya suara kesiap terlontar dari bibirnya. Pria yang berdiri di depannya ini tidak punya hati, kasar dan dingin.Ia menjadi kecewa dan marah k
"Aku yang seharusnya bertanya, siapa kau? Dan apa yang kau lakukan di rumahku?" Tanya Ryan, sambil melayangkan tatapan tajam.Ray memicingkan mata mengamati wanita yang berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk. Ray melipat tangan di depan dada dengan kaki yang terbuka lebar. Ia menunggu wanita itu menjawab pertayaannya.Anna menjadi gugup dan takut mendengar nada suara Ray. Hatinya juga merasa sakit, karena ia dapat mengenali netra hitam yang menatapnya dengan tajam ini adalah pria yang pernah tidur dengannya beberapa bulan yang lalu.“Menyingkirlah dari hadapanku!” Bentak Ray membuyarkan Anna dari lamunannya.Secara otomatis Anna minggir membiarkan pria yang masih asing baginya, sekalipun mereka pernah tidur bersama. Dan pria itu, sepertinya sama sekali tidak mengingatnya.Ibu Anna yang sedang berada di dapur dapat mengenali suara tuannya. Ia pun berjalan dengan tergopoh-gopoh menuju suara-suara yang didengarnya.“Tuan, Ray! Anda sudah pulang, maaf saya tidak menyadari kedatanga
“Sakit, Tuan! Tolong lepaskan tangan Anda, saya mohon!” Pinta Anna dengan suara pelan.“Bagus, kalau kau merasa sakit! Ini belum seberapa!” Ray melepaskan cekauannya di dagu Anna, sambil mendorong gadis itu hingga ia terjatuh ke lantai.Ray menatap Anna dengan tatapan yang tak terbaca. Bibirnya terkatup rapat jelas sekali, kalau ia sedang marah.Ia kemudian berjalan dengan langkahnya yang panjang menuju pintu keluar. Sesampainya di luar ia langsung masuk mobil mewah miliknya.Dikemudikannya mobil tersebut meluncur melewati pohon pinus, yang berjejer di kiri dan kanan menuju pintu gerbang rumahnya yang dijaga oleh seorang petugas keamanan.Ray memukul setir mobilnya dengan kesal rahangnya mengetat dengan dengan mata yang menyorot marah. Tadinya ia akan pulang ke rumah untuk beristirahat, setelah berlayar selama beberapa bulan.Dikemudikannya mobil dengan kecepatan tinggi menuju kantornya yang berada dekat dermaga, di mana perusahaan kapal miliknya berada.Dalam waktu dua jam Ray sudah
Tutup mulutmu! Tidak ada wanita yang bisa membuatku mabuk!” Bentak Ray, sambil melayangkan tatapan tajam menusuk.David mengangkat pundaknya. Ia tidak akan mendebat Ray, karena hanya akan semakin menyulut emosinya saja.David menenggak anggur yang dipesannya. Sementara Ray menjentikkan jarinya ke udara memanggil pelayan bar datang menghampiri mejanya.Seorang wanita dengan gaun yang terlihat kekecilan untuk ukuran badannya, sehingga membuat bagian dadanya menyembul, begitu pula dengan panjang gaunnya yang di atas lutut, seolah memang sengaja untuk menarik mata nakal lelaki melihatnya.“Bawakan satu botol whiskey!” Perintah Ray.“Tidak, Ray! Kau sudah banyak minum dan aku tidak mau menyeretmu keluar dari sini.” Tegas David.Ia, kemudian memalingkan wajahnya ke arah pelayan yang berdiri di dekat mereka. “Untuk temanku, bawakan kopi hitam dan air putih saja!” ucap David.“Pernikahan membuatmu menjadi cerewet, David!” Gerutu Ray.David tertawa dengan keras, tetapi ia tidak marah. Ia tida
‘Tuan, Ray! Bisakah saya meminta tolong kepada Anda?’ Tanya Anna, melalui sambungan telepon dengan suara yang terdengar gugup.Ray yang terbangun dari tidurnya, karena bunyi telepon di rumahnya yang berdering nyaring. Langsung mengangkat sambungan telepon dan ia menjadi tidak senang, ketika suara pelayan di rumahnyalah yang ia dengar.‘Kamu tahu jam berapa ini?’ Tanya Ray galak marah, karena dibangunkan dari tidurnya.Di ujung sambungan telepon Anna menjadi semakin gugup untuk menyampaikan maksudnya menelepon Ray.‘Um, Maaf Tuan, saya hanya ingin mengatakan, kalau saya ijin bekerja slama beberapa hari,’ ucap Anna.‘Kau baru bekerja dan sudah ingin meminta ijin? Berani sekali, kau!’ Tegur Ray.Anna menggigit bibirnya, sambil mendudukkan dirinya di atas kursi besi, yang ada di rumah sakit.‘Ibu saya meninggal dunia, Tuan! Dan saya harus mengurus semua keperluan pemakaman Ibu saya,’ sahut Anna.Terdengar suara Ray yang terkejut mendengarnya. Dan entah kenapa ia merasa kasihan kepada Anna
“Berhentilah menangis! Aku ingin beristirahat!” tegur Ray galak.Anna langsung terdiam dilihatnya di depan pintu kamar sudah berdiri tuannya, dengan wajah dingin dan rahang yang mengetat.Matanya bersinar, karena emosi yang tidak disembunyikannya dari Anna. Wajah tampan itu seolah tidak menyiratkan rasa kasihan kepada Anna yang sedang berduka.“Maaf, Tuan! Saya tidak bermaksud untuk mengusik ketenangan Anda.” Anna menundukkan kepalanya tidak berani menatap netra Ray.Ray mendengus kasar, ia lalu membalikkan badan menjauh dari kamar Anna. Ray keluar dari rumahnya berjalan menuju kandang kuda miliknya.Penjaga istal yang sedang membersihkan kandang kuda tersebut. Terlihat terkejut melihat kedatangan Ray.“Selamat pagi, Tuan Ray!” sapa penjaga kuda itu.“Tolong siapkan Thunder untukku!” perintah Ray dingin.“Baik, Tuan! Dalam waktu lima menit kuda Tuan akan sudah siap untuk ditunggangi,” sahut penjaga kuda itu.Beberapa menit, kemudian Ray sudah berkuda mengelilingi areal tanahnya yang l
“Kau memang sialan, Anna! Seharusnya tadi aku membiarkan saja kau kehujanan!” ketus Ray.Diturunkannya tangannya ke samping tubuh, ia lalu menatap lurus ke depan mengabaikan Anna, yang terdengar terisak.Ia tidak boleh memiliki rasa peduli kepada Anna, karena dirinya tidak akan menjadi lemah lagi, karena seorang wanita.Rahang Ray mengetat dengan mata yang terlihat dingin. Gestur tubuhnya menunjukkan sikap yang kaku.Anna yang duduk di samping Ray merasa lega, karena pria dingin yang ada di sampingnya tidak melakukan tindakan kekerasan kepadanya.‘Saya akan mengurus diri saya sendiri, kalau sampai sakit. Tuan tidak perlu khawatir akan kesehatan saya,” ucap Anna, setelah beberapa saat hening.Suasana dalam mobil terasa tegang dengan kedua penumpang di dalam mobil tersebut, yang terlibat dalam sikap dingin.Beberapa kali Anna terdengar bersin-bersin, sepertinya ia sudah mulai diserang flu.Ray melirik Anna dengan tajam terlihat, kalau dirinya tidak suka mendengar Anna bersin-bersin.“Ja
“Saya tahu, Tuan! Kalau saya ini hanyalah seorang pelayan!” Anna menyibak selimut yang menutupi tubuhnyaDengan badan yang goyah, Anna mencoba untuk bangkit dari atas tempat tidur. Diambilnya tas miliknya yang terletak di atas meja, kemudian ia hendak berjalan menuju pintu kamarnya.Sayangnya baru beberapa langkah berjalan tubuhnya sudah limbung. Beruntung ada Ray yang dengan sigap menahan tubuhnya, agar tidak terjatuh ke lantai.“Kau masih sakit, jangan sok kuat!” ejek Ray,Dibopongnya tubuh Anna yang sedang tidak sadarkan diri, lalu dibaringkannya di atas tempat tidur.Bersamaan dengan itu pintu kamar Anna diketuk dari luar. Dan setelah dipersilakan masuk. Begitu pintu dibuka masuklah dokter yang diminta Ray untuk datang.“Astaga, Ray! Kukira kau sedang sekarat, karena kau memintaku untuk cepat-cepat datang ke sini!” ucap dokter itu.“Aku tidak mengatakan, kalau aku yang sakit! Periksalah wanita itu, ia demam!” Perintah Ray.Dokter itu pun menarik napas mendapati sikap dingin Ray, y
Ray yang berada di ujung sambungan telepon berseru memanggil nama Istrinya. ‘Anna! Apa yang terjadi? Siapa yang masuk kamarmu? Apa yang dilakukan orang itu?’ Tanya Ray tidak sabar.Sayangnya hanya suara dengung yang berasal dari ponsel Anna saja. Sementara Anna sendiri tidak memberikan jawaban kepada Ray.Makanan yang sudah ada di atas meja Ray terlupakan. Ia langsung menghubungi orang kepercayaannya.‘Halo, apakah kamu sudah sampai di salon tempat Istri saya berada?’ Tanya Ray, begitu sambungan telepon terhubung.‘Saya sedang dalam perjalanan, Tuan! Saya berusaha secepat mungkin untuk sampai di tempat Istri Anda berada,’ sahut orang kepercayaan Ray.‘Cepatlah!’ perintah Ray.Ray menutup sambungan telepon, ia berjalan keluar dari ruang kerjanya dengan terburu-buru. Sorot mata dan wajahnya yang penuh dengan amarah membuat staf hotel urung menyapanya. Mereka menghindari untuk berbicara dengan bos nya itu, daripada kena marah.Sesampainya di luar sopir Ray sudah siap membukakan pintu. Ia
Anna yang sedari tadi terus-menerus untuk masuk kamar tidak dapat lagi menahan emosinya. “Mengapa tidak kamu dan pria itu, kalian semua memerintahkan kepadaku untuk masuk kamar? Apa kalian pikir saya akan aman di sana? Bagaimana, kalau pria itu menyusup masuk kamar, sementara kalian berdua tidak ada?”Ray menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal. Ia ingin bersikap tegas kepada Istrinya itu, tetapi ia juga harus jujur, kalau Anna pastinya merasa tidak yakin dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.“Turunlah kamu ke bawah! Dan lakukan apa yang tadi saya perintahkan,” tegas Ray kepada sopirnya.Sopir itu menganggukkan kepala, sambil memberikan sikap hormat kepada Ray. Ia berjalan meninggalkan Ray dan Istrinya yang tetap berada di tempat mereka berdiri.Ray merangkul pundak Anna, lalu membimbingnya untuk masuk kamar mereka. “Sekarang kita nikmati saja sarapan ini selagi masih panas.” ajak Ray ketika dilihatnya, kalau di atas meja sudah tersaji makanan dan minuman.Mau tidak mau An
Anna memejamkan mata, sebelum ia memutuskan untuk mengikuti perintah nakal dari suaminya. “Kamu membuatku bersikap liar, Ray!”Ray memasangkan bathrobe ke badan Anna, lalu memegang pundak Istrinya dengan lembut. “Ini belum liar, seperti apa yang kuinginkan!”Anna berjalan mendahului Ray keluar kamar mandi, sambil berkata, “Saya tidak akan mau memenuhi fantasimu untuk bersikap liar!”Dalam tiga langkah panjang Ray sudah berhasil mensejajari langkah Anna. Ia mengatakan kepada Istrinya itu, kalau dirinya tidak akan memaksa, tetapi Anna sendirilah yang akan melakukannya.Anna memutar bola mata, ia tahu pasti suaminya akan menggunakan pesona maskulinnya. Yang dengan mudah akan membuat Anna bersedia melakukan apa saja untuk menyenangkan suaminya itu.Keduanya, kemudian berganti pakaian bersih. Setelahnya, Anna dan Ray berjalan keluar kamar menuju ruang makan.“Ray! Saya merasa, kalau ada yang mengintip kita.” Anna berhenti berjalan, ia melihat ke arah jendela kaca. Ia tadi merasa melihat ad
Ray menjadi gusar mendengar apa yang dikatakan oleh Anna. Wajahya menjadi merah, dengan tatapan yang menyorot marah. “Kenapa menjadi pengecut, Anna? Kenapa kau suka sekali melarikan diri dari masalah?”Anna memaksakan diri untuk tetap menatap mata Ray, walaupun dalam hati ia merasa ciut melihat tatapan Ray. Kedua tangannya berkeringat dingin, tetapi ia harus menguatkan dirinya. “Saya buk annya ingin melarikan diri dari pesta itu. Hanya saja saya tidak yakin akan bisa menjadi seorang wanita yang anggun.”“Kamu terlalu memikirkan apa yang belum terjadi! Berhentilah untuk berpikir, seperti itu,” tegas Ray.Anna memejamkan mata, ia tampak berusaha untuk menenangkan dirinya, agar tidak berteriak kepada Ray, karena suaminya itu memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Satu hal yang berbeda dengan dirinya.Ia menjauhkan dirinya dari Ray berdiri di depan cermin besar. Dilihatnya pantulan dirinya, dengan mata yang sembab, karena terlalu banyak menangis. Dilepasnya ikat rambut, sehingga rambutn
Anna mengambil pisau dari atas meja dapur, lalu ia genggam dengan erat. Jantungnya berdebar kencang, saat didengarnya suara langkah kaki dari arah luar rumah. ‘Ya, Tuhan! Siapa yang berada di luar dan tadi ia sudah masuk ke rumah ini? Diriku memang ceroboh, karena lupa mengunci pintu. Bagaimana, kalau itu adalah Derek dan ia mencoba untuk mencelakai diriku lagi?’ batin Anna.Tangan Anna terulur hendak menutup pintu dapur, ketika dilihatnya sebuah bayangan panjang. Lutut Anna terasa lemas, tetapi ia tetap memaksakan kakinya untuk tetap berdiri. Dengan tangan yang bergetar ia tetap memegang pisau berharap dapat dijadikan sebagai senjata untuk membela dirinya.“Anna! Apa yang kau lakukan berdiri di situ dengan pisau yang ada di tanganmu? Kau tidak mencoba untuk bunuh diri, bukan?” Tanya Ray dengan santainya.Mata Anna melotot tidak percaya, begitu melihat siapa yang berdiri di depannya. Pisau yang ia pegang jatuh ke lantai sampai menimbulkan bunyi yang nyaring.Begitu tersadar dari rasa
Anna berjalan cepat mendekati Ray, begitu sudah dekat ia mengangkat kedua tangan hendak memukul dada bidang suaminya. “Kamu tidak punya hati, Ray!” maki Anna.Ray dengan cepat menangkap tangan Anna, lalu menghempaskannya dengan kasar. “Kamu yang sudah membuatku melakukannya!”Usai mengatakan hal itu Ray berjalan, lalu masuk mobilnya. Ia tidak peduli, ketika didengarnya suara tangis Anna.Sopir Ray menatap Anna dengan rasa tidak nyaman, karena melihat wanita itu bertengkar dengan bosnya sampai menangis.“Selamat tinggal, Nyonya Anna! Semoga Anda baik-baik saja.” sopir itu, kemudian memasuki mobil, karena ia mendengar suara tidak sabar dari tuannya.Anna hanya diam mematung tidak menyahut ucapan dari sopir Ray, yang memang tidak menunggu tanggapan darinya. Dipandanginya mobil itu perlahan menjauh sampai menghilang dari pandangan.Dirinya berjalan menuju bangku kayu yang berada di bawah pohon, lalu duduk di sana. Dirapatkannya jaket yang ia pakai, karena udara semakin dingin saja.‘Bagai
Anna menjadi terkejut mendengar suara Ray, sampai-sampai keranjang telur yang ada di tangannya terjatuh ke rumput. “R-Ray! Kenapa kamu ke sini? Bukannya kamu lebih senang bersama dengan mantan Istrimu?” Tanya Anna dengan suara tersendat.Ray memejamkan mata dengan tangan ia kepalkan di samping badan. Ia harus menahan dirinya untuk tidak mengguncang tubuh Anna, agar Istrinya itu sadar akibat kekacauan yang telah dibuatnya.Anna mengamati Ray dengan takut-takut. Ia dapat melihat suaminya itu sedang menahan amarah dan itu semua dikarenakan dirinya. Ia juga dapat melihat, kalau Ray tidak dalam kondisi baik-baik saja.“Ka-kamu terluka Ray, apa yang telah terjadi kepadamu?” Tanya Anna, dengan suara pelan.Ray mendengus mendengar pertanyaan Anna. “Apakah kamu peduli kepadaku? Ataukah itu hanya sekedar pertanyaan basa-basi saja!” sindir Ray.Anna menghela napas, ia sudah menduga, kalau Ray akan bersikap skeptis kepadanya, setelah apa yang ia lakukan. Akan tetapi, kesalahan tidak sepenuh pada
Sopir itu membalikkan badan dengan gaya malas-malasan. Dimasukkannya tangan ke saku celana. Ia menatap Ray, dengan raut wajah tidak terbaca. “Istri Anda sudah meninggalkan apartemen ini.”Mata Ray melotot, dengan langkah yang tertatih ia mendekati sopirnya itu, lalu mencengkeram kerah kemejanya. “Kenapa ia bisa pergi dan kamu tidak bisa mencegahnya? Kamu tidak becus dalam menjalankan tugas, yang saya berikan!”Ray memaki sopirnya itu, ia mengangkat tangan ke udara hendak melayangkan pukulan ke wajah sopirnya itu, tetapi dengan cepat ia mengubahnya dan memukul dinding yang ada di samping kepala sopirnya itu, sehingga tangannya menjadi terluka.Dirinya berjalan menjauh dari sopirnya itu, lalu melihat ke sekeliling kamar apartemen yang baru disadari oleh Ray, bahwa apartemen itu terkesan sederhana dan tidak mempunyai banyak perabot.“Saya sungguh menyesal, Tuan! Namun, saya tidak akan berhenti untuk mencari keberadaan Istri Anda. Saya akan mencarinya sampai dapat dan membawa kembali Nyon
Ray menjadi terkejut, ia membalikkan badan. Ditatapnya pria yang baru saja melayangkan tinju ke arah pipinya, dengan keras. Ia berdiridari duduknya. “Saya juga tidak ingin berada di sini! Sekarang saya akan pergi dan katakan kepada istrimu untuk tidak menggangguku dan Istriku!”Ray berjalan menjauh dari suami Claire, dengan tangan terkepal di sisi badan. Ia gatal hendak balas menampar suami Claire. Hanya saja pria itu beruntung, karena Ray tidak ingin berurusan dengan pria itu.Ia hanya ingin cepat pergi dari tempat ini dan mencari keberadaan istrinya. Biar saja Claire menjadi tanggung jawab dari suaminya.‘Halo, apakah kamu sudah mendapatkan informasi kemana sopir taksi itu membawa istri saya?’ Tanya Ray, melalui telepon kepada sopir, sekaligus orang kepercayaannya.‘Saya saat ini sudah berada di depan gedung apartemen istri Anda, Tuan!’ sahut sopir Ray.‘Bagus! Saya sebentar lagi akan sampai di san. Tolong, kamu kirimkan alamatnya,’ ucap Ray.Ditutupnya sambungan telepon, lalu dima