“Sakit, Tuan! Tolong lepaskan tangan Anda, saya mohon!” Pinta Anna dengan suara pelan.
“Bagus, kalau kau merasa sakit! Ini belum seberapa!” Ray melepaskan cekauannya di dagu Anna, sambil mendorong gadis itu hingga ia terjatuh ke lantai.
Ray menatap Anna dengan tatapan yang tak terbaca. Bibirnya terkatup rapat jelas sekali, kalau ia sedang marah.
Ia kemudian berjalan dengan langkahnya yang panjang menuju pintu keluar. Sesampainya di luar ia langsung masuk mobil mewah miliknya.
Dikemudikannya mobil tersebut meluncur melewati pohon pinus, yang berjejer di kiri dan kanan menuju pintu gerbang rumahnya yang dijaga oleh seorang petugas keamanan.
Ray memukul setir mobilnya dengan kesal rahangnya mengetat dengan dengan mata yang menyorot marah. Tadinya ia akan pulang ke rumah untuk beristirahat, setelah berlayar selama beberapa bulan.
Dikemudikannya mobil dengan kecepatan tinggi menuju kantornya yang berada dekat dermaga, di mana perusahaan kapal miliknya berada.
Dalam waktu dua jam Ray sudah sampai di depan kantornya yang berdiri kokoh dengan arsitektur moderen. Dilemparkannya kunci mobil kepada petugas keamanan yang berjaga di depan pintu kantornya.
“Tolong sekalian bersihkan mobilku!” Perintah Ray kepada petugas keamanannya.
“Baik, Tuan!” sahut petugas keamanan Ray.
Ray masuk gedung kantornya yang berlantai tiga, di mana ruang kerjanya berada.
Ray mengambil botol minuman keras, berikut gelas bersih dari lemari kaca yang ada di ruangan tersebut. Ia, kemudian duduk di balik meja kerjanya.
Dituangnya anggur ke dalam gelas, yang langsung ia tenggak sampai tandas, kemudian dilemparkannya gelas itu ke dinding sampai pecah berkeping-keping dengan mata yang menyala karena amarah.
Ditenggaknya lagi anggur langsung dari botolnya sampai tandas. Ia hanya mau melupakan kenangan buruk bersama mantan istrinya. Namun, Ray merasa kalau dirinya pernah bertemu dengan Anna sebelumnya.
Ray mengusap bibirnya yang tadi ia pakai untuk mencium Anna. Dan hal itu membuatnya menginginkan mencium Anna kembali.
Asisten Ray yang ruangannya berada di sebelah ruang kerja Ray mendengar suara berisik di ruangan Ray. Ia pun datang untuk melihat bosnya itu. Tadinya ia mengira, kalau Ray tidak akan datang ke kantor mengingat dirinya yang baru saja pulang berlayar.
Diketuknya pintu ruang kerja, tetapi hanya sahutan tidak jelas saja yang terdengar. Asisten Ray membuka pintu tersebut, ia menggelengkan kepala melihat ruangan itu gelap.
Dinyalakannya lampu dan terlihatlah Ray yang kepalanya tertelungkup di atas meja.
“Whoa! Apa yang terjadi denganmu, Bos? Apakah kau mengalami pelayaran yang buruk?” Tanya asisten Ray.
Aroma alkohol menguar begitu kuat dari tubuh Ray dan juga ruangan tersebut. ‘Sial! Ini pasti sesuatu yang serius sampai kau mabuk lagi!”
Asisten Ray mengerutkan keningnya melihat Ray yang mencukur janggut yang selama beberapa tahun ini dibiarkannya tumbuh dengan panjang, begitupula dengan kumisnya yang lebat.
“Siapa dan apa yang membuatmu mau merapikan penampilanmu?” Tanya asisten Ray lagi dengan penasaran.
Yang dijawab Ray dengan gumaman tidak jelas, karena ia sedang mabuk berat.
“Semoga saja ini, bukan karena wanita lagi, Bos!” ucap asisten Ray. Ia, kemudian berjalan keluar dari ruangan itu.
Dibiarkannya lampu di ruangan Ray tetap menyala, barangkali saja tengah malam nanti Ray akan terbangun dari tidurnya.
Di tengah kabut kesadarannya yang setipis kulit Ray dapat mendengar suara orang berbicara. Hanya saja, ia tidak sanggup membuka suara, ia tidak memiliki tenaga sama sekali.
Ia hanya ingin tidur saja dan melupakan dunia untuk sementara waktu. Dan minuman keras berhasil membuatnya melupakan itu semua.
Tengah malam Ray terbangun matanya merasa silau melihat sinar lampu yang terang benderang. Dengan memijat kepalanya yang terasa sakit Ray berjalan terhuyung menuju kamar mandi di ruang kerjanya.
‘Sial, di mana Ray? Kenapa aku tadi, seperti mendengar ada orang yang terjatuh?’ Gerutu asisten Ray yang berjalan memasuki ruang kerja Ray, begitu didengarnya ada benda yang jatuh dengan keras.
Ia, lalu berjalan menuju kamar mandi di sana ia melihat Ray yang berada di lantai kamar mandi, dengan bekas muntah yang mengenai kemeja yang dipakainya.
“Astaga, Ray! Apa yang kau lakukan pada dirimu sendiri!” gerutu asisten Ray.
Dilepaskannya kemeja yang dipakai Ray yang telah terkena noda muntahan, kemudian ia menyeret badan bosnya itu ke bawah pancuran.
“Kau berutang banyak padaku, Bos! Kalau kau sadar nanti, kau harus mentraktirku!” ucap asisten Ray.
David, asisten Ray menyalakan air pancuran dengan suhu dingin yang tepat jatuh di atas kepala Ray.
Ray membuka matanya dan langsung memaki dengan kasar. “Brengsek! Apa yang kau lakukan? Cepat matikan air pancuran ini!”
“Aku tidak akan mematikannya, Ray sampai kau kembali sadar dari mabukmu!” Tegas David.
“Sialan, kau David! Aku tidak mabuk. Cepat matikan, atau aku akan memecatmu!” Perintah Ray.
“Yeah, lakukanlah! Dan kau akan kehilangan orang kepercayaanmu!” sahut David. Ia, kemudian keluar dari kamar mandi itu meninggalkan Ray mengurus dirinya sendiri.
Ray menyumpahi David dan ia berjanji, kalau sudah sadar nanti akan memberikan pelajaran kepadanya.
Beberapa menit, kemudian kesadaran Ray sudah pulih sepenuhnya. Dilepaskannya celana panjangnya, berikut pakaian dalamnya.
Diambilnya handuk yang tersampir di gantungan, kemudian ia lilitkan di pinggangnya. Dengan rambut yang masih basah dan menetes kewajahnya. Ray keluar dari kamar mandi tersebut.
“Kenapa kau duduk di situ? Keluarlah David, aku sedang marah kepadamu!” Usir Ray.
David tetap duduk di tempatnya tidak bergeming. “Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja dan tidak melakukan hal bodoh, seperti apa yang dahulu kau lakukan!”
Usai David mengucapkan kalimat itu, netra David dan Ray bertemu. Ada pemahaman di netra hitam Ray.
“Terima kasih, sudah mengkhawatirkanku. Aku tidak akan bertindak bodoh, seperti dulu lagi!” Tegas Ray.
Selama waktu yang singkat David menatap tajam Ray. Mencari kepastian, kalau bos, sekaligus sahabatnya ini tidak berbohong.
Dianggukkannya kepala, setelah ia merasa yakin ia pun bangkit dari duduknya. “Kau berutang penjelasan padaku! Dan ketika kita berbicara nanti tidak ada minuman! Sudah cukup kau mabuk hari ini!”
Ray hanya diam saja tidak menjawab apa yang dikatakan David. Didengarnya suara pintu ruang kerjanya di buka dan di tutup.
Ray berjalan menuju lemari yang ada di sudut ruang kerjanya. Diambilnya pakaian dalam bersih, lalu dipakainya. Ia, kemudian memakai kemeja dan celana panjang.
Selesai berpakaian dan penampilannya sudah rapi kembali mencerminkan dirinya, yang merupakan seorang CEO dari perusahaan perkapalan, serta perkebunan. Ray berjalan keluar ruangannya.
Ia masuk lift yang membawanya menuju lantai dasar, kemudian ia keluar dari gedung kantornya. Udara malam yang terasa dingin menyegarkan kepalanya. Aroma asin air laut yang terbawa angin tercium olehnya.
David melambaikan tangannya, ketika melihat Ray masuk bar. Ia, kemudian duduk di sampingnya.
“Siapa wanita itu, Ray? Yang membuatmu menjadi kacau, seperti dulu lagi?” Tanya David.
Tutup mulutmu! Tidak ada wanita yang bisa membuatku mabuk!” Bentak Ray, sambil melayangkan tatapan tajam menusuk.David mengangkat pundaknya. Ia tidak akan mendebat Ray, karena hanya akan semakin menyulut emosinya saja.David menenggak anggur yang dipesannya. Sementara Ray menjentikkan jarinya ke udara memanggil pelayan bar datang menghampiri mejanya.Seorang wanita dengan gaun yang terlihat kekecilan untuk ukuran badannya, sehingga membuat bagian dadanya menyembul, begitu pula dengan panjang gaunnya yang di atas lutut, seolah memang sengaja untuk menarik mata nakal lelaki melihatnya.“Bawakan satu botol whiskey!” Perintah Ray.“Tidak, Ray! Kau sudah banyak minum dan aku tidak mau menyeretmu keluar dari sini.” Tegas David.Ia, kemudian memalingkan wajahnya ke arah pelayan yang berdiri di dekat mereka. “Untuk temanku, bawakan kopi hitam dan air putih saja!” ucap David.“Pernikahan membuatmu menjadi cerewet, David!” Gerutu Ray.David tertawa dengan keras, tetapi ia tidak marah. Ia tida
‘Tuan, Ray! Bisakah saya meminta tolong kepada Anda?’ Tanya Anna, melalui sambungan telepon dengan suara yang terdengar gugup.Ray yang terbangun dari tidurnya, karena bunyi telepon di rumahnya yang berdering nyaring. Langsung mengangkat sambungan telepon dan ia menjadi tidak senang, ketika suara pelayan di rumahnyalah yang ia dengar.‘Kamu tahu jam berapa ini?’ Tanya Ray galak marah, karena dibangunkan dari tidurnya.Di ujung sambungan telepon Anna menjadi semakin gugup untuk menyampaikan maksudnya menelepon Ray.‘Um, Maaf Tuan, saya hanya ingin mengatakan, kalau saya ijin bekerja slama beberapa hari,’ ucap Anna.‘Kau baru bekerja dan sudah ingin meminta ijin? Berani sekali, kau!’ Tegur Ray.Anna menggigit bibirnya, sambil mendudukkan dirinya di atas kursi besi, yang ada di rumah sakit.‘Ibu saya meninggal dunia, Tuan! Dan saya harus mengurus semua keperluan pemakaman Ibu saya,’ sahut Anna.Terdengar suara Ray yang terkejut mendengarnya. Dan entah kenapa ia merasa kasihan kepada Anna
“Berhentilah menangis! Aku ingin beristirahat!” tegur Ray galak.Anna langsung terdiam dilihatnya di depan pintu kamar sudah berdiri tuannya, dengan wajah dingin dan rahang yang mengetat.Matanya bersinar, karena emosi yang tidak disembunyikannya dari Anna. Wajah tampan itu seolah tidak menyiratkan rasa kasihan kepada Anna yang sedang berduka.“Maaf, Tuan! Saya tidak bermaksud untuk mengusik ketenangan Anda.” Anna menundukkan kepalanya tidak berani menatap netra Ray.Ray mendengus kasar, ia lalu membalikkan badan menjauh dari kamar Anna. Ray keluar dari rumahnya berjalan menuju kandang kuda miliknya.Penjaga istal yang sedang membersihkan kandang kuda tersebut. Terlihat terkejut melihat kedatangan Ray.“Selamat pagi, Tuan Ray!” sapa penjaga kuda itu.“Tolong siapkan Thunder untukku!” perintah Ray dingin.“Baik, Tuan! Dalam waktu lima menit kuda Tuan akan sudah siap untuk ditunggangi,” sahut penjaga kuda itu.Beberapa menit, kemudian Ray sudah berkuda mengelilingi areal tanahnya yang l
“Kau memang sialan, Anna! Seharusnya tadi aku membiarkan saja kau kehujanan!” ketus Ray.Diturunkannya tangannya ke samping tubuh, ia lalu menatap lurus ke depan mengabaikan Anna, yang terdengar terisak.Ia tidak boleh memiliki rasa peduli kepada Anna, karena dirinya tidak akan menjadi lemah lagi, karena seorang wanita.Rahang Ray mengetat dengan mata yang terlihat dingin. Gestur tubuhnya menunjukkan sikap yang kaku.Anna yang duduk di samping Ray merasa lega, karena pria dingin yang ada di sampingnya tidak melakukan tindakan kekerasan kepadanya.‘Saya akan mengurus diri saya sendiri, kalau sampai sakit. Tuan tidak perlu khawatir akan kesehatan saya,” ucap Anna, setelah beberapa saat hening.Suasana dalam mobil terasa tegang dengan kedua penumpang di dalam mobil tersebut, yang terlibat dalam sikap dingin.Beberapa kali Anna terdengar bersin-bersin, sepertinya ia sudah mulai diserang flu.Ray melirik Anna dengan tajam terlihat, kalau dirinya tidak suka mendengar Anna bersin-bersin.“Ja
“Saya tahu, Tuan! Kalau saya ini hanyalah seorang pelayan!” Anna menyibak selimut yang menutupi tubuhnyaDengan badan yang goyah, Anna mencoba untuk bangkit dari atas tempat tidur. Diambilnya tas miliknya yang terletak di atas meja, kemudian ia hendak berjalan menuju pintu kamarnya.Sayangnya baru beberapa langkah berjalan tubuhnya sudah limbung. Beruntung ada Ray yang dengan sigap menahan tubuhnya, agar tidak terjatuh ke lantai.“Kau masih sakit, jangan sok kuat!” ejek Ray,Dibopongnya tubuh Anna yang sedang tidak sadarkan diri, lalu dibaringkannya di atas tempat tidur.Bersamaan dengan itu pintu kamar Anna diketuk dari luar. Dan setelah dipersilakan masuk. Begitu pintu dibuka masuklah dokter yang diminta Ray untuk datang.“Astaga, Ray! Kukira kau sedang sekarat, karena kau memintaku untuk cepat-cepat datang ke sini!” ucap dokter itu.“Aku tidak mengatakan, kalau aku yang sakit! Periksalah wanita itu, ia demam!” Perintah Ray.Dokter itu pun menarik napas mendapati sikap dingin Ray, y
“Bukan, seperti itu Tuan!” cicit Anna dengan kepala tertunduk lesu.Ia hanya merasa tidak nyaman saja, kalau hanya tiduran, setelah dirinya libur bekerja selama beberapa hari.Ia tidak ingin dianggap pelayan yang pemalas dan tidak tahu diri, selain itu ia juga tidak ingin membuat pelayan yang bekerja di rumah Ray.“Sekarang kembali ke kamarmu! Apa kau sengaja melakukannya untuk menarik perhatianku?” Tanya Ray dengan nada mengejek.Dengan cepat Anna mengangkat kepala, sambil menggeleng. “Tidak Tuan! Saya akan kembali ke kamar saya dan beristirahat.”Anna membalikkan badan, hendak berjalan kembali ke kamarnya. Namun, karena terburu-buru dan kondisi tubuhnya yang masih lemah. Anna hampir saja terjatuh, karena tergelincir lantai yang licin.Ray dengan langkahnya yang panjang dengan cepat berhasil menangkap Anna, agar tidak jatuh ke lantai.Setelah merasa dirinya mampu berdiri sendiri dengan mantap, Anna melepas tangan Ray yang memeluk pinggangnya.“Terima kasih, Tuan!” ucap Anna.Dengan k
‘Ya, Tuhan! Apakah ini hari senin? Sehingga diriku berulangkali harus mendapatkan kesialan, dengan selalu bertemu pria yang sedingin es dan suka main tuduh kepadaku!’ batin Anna.Melihat Anna yang hanya diam saja dalam rangkulannya. Ray mendorong Anna dengan kasar, sehingga ia jatuh terduduk di lantai.Anna mengangkat wajah memberanikan diri menatap tepat netra Ray. Namun, ia hannya mendapati tatapan yang dingin dan wajah tanpa ekspresi.Anna menjadi takut dibuatnya ia langsung bangkit dari duduknya. Dengan setengah berlari ia menjauh dari Ray.Ia tidak ingin berbicara dengan tuannya itu, karena apa yang dikatakan olehnya selalu saja salah.Sebelum ia berhasil masik kamarnya terdengar suara bariton Ray berkata, “Kalau kau begitu ingin bekerja, antarkan makanan ke ruang kerjaku!”Anna yang sudah memegang kenop pintu langsung tidak jadi memutarnya. Ia membalikkan badan menatap Ray mencari tahu, apakah pria itu hanya sekedar becanda saja, untuk mengerjainya.“Baik, Tuan!” sahut Anna. Nam
“Kau bertanya kenapa? Itu semua, karena mata besarmu yang memohonuntuk kusentuh!” ejek Ray.Setelah mengatakan hal itu Ray berjalan dengan cepat menuju pintu keluar. Mendadak ia merasa gerah berada di rumahnya sendiri.Sesampainya di luar Ray melihat sopir pribadinya yang sedang membersihkan mobil. Dengan dingin ia berkata, “Antarkan saya ke kantor!”Sopir pribadinya pun menghentikan gerakan tangannya membersihkan mobil. Ia, lalu membalikkan badan melihat Ray.“Baik, Tuan!” sahutnya.Dibukakannya pintu mobil untuk Ray, Ray masuk dan duduk di jok belakang. Kedua tangannya terkepal di atas paha, ia masih geram dengan Anna, yang telah mengusik hatinya.Seharusnya, ia tidak terpengaruh sama sekali dengan kehadiran wanita itu. Karena ia menganggap semua wanita itu sama saja mereka pengkhianat.Sesampainya di parkiran perusahaannya Ray, turun dari mobil. Dengan langkahnya yang gagah dan panjang ia berjalan menuju kantornya.Ray bukannya tidak menyadari, kalau ada beberapa pegawai wanitanya