‘Tuan, Ray! Bisakah saya meminta tolong kepada Anda?’ Tanya Anna, melalui sambungan telepon dengan suara yang terdengar gugup.
Ray yang terbangun dari tidurnya, karena bunyi telepon di rumahnya yang berdering nyaring. Langsung mengangkat sambungan telepon dan ia menjadi tidak senang, ketika suara pelayan di rumahnyalah yang ia dengar.
‘Kamu tahu jam berapa ini?’ Tanya Ray galak marah, karena dibangunkan dari tidurnya.
Di ujung sambungan telepon Anna menjadi semakin gugup untuk menyampaikan maksudnya menelepon Ray.
‘Um, Maaf Tuan, saya hanya ingin mengatakan, kalau saya ijin bekerja slama beberapa hari,’ ucap Anna.
‘Kau baru bekerja dan sudah ingin meminta ijin? Berani sekali, kau!’ Tegur Ray.
Anna menggigit bibirnya, sambil mendudukkan dirinya di atas kursi besi, yang ada di rumah sakit.
‘Ibu saya meninggal dunia, Tuan! Dan saya harus mengurus semua keperluan pemakaman Ibu saya,’ sahut Anna.
Terdengar suara Ray yang terkejut mendengarnya. Dan entah kenapa ia merasa kasihan kepada Anna.
‘Sekarang kamu berada di mana? Akan saya minta seseorang untuk membantumu!’ ucap Ray.
Ia melakukannya tentu saja bukan, karena peduli kepada Anna, tetapi karena, biar baagimanapun juga Ibu Anna bekerja di rumahnya selama bertahun-tahun.
Setelah mendapatkan alamat rumah sakit di mana Anna berada. Ray menutup sambungan telepon, ia kemudian menghubungi asistennya untuk membantu Anna.
Ray beranjak menuju kamar mandi untuk menuntaskan kegiatan alamiahnya, juga membersihkan badan. Ia keluar kamar menuruni tangga menuju lantai satu.
Ia menuju dapur untuk membuat kopi hitam favoritnya, setelah itu ia duduk di meja bar untuk menikmati kopi hitamnya juga roti bakar yang ia olesi selai kacang.
‘Hmm, aku sepertinya harus datang ke tempat persemayaman ibu Anna,’ batin Ray.
Selesai menyantap roti dan menikmati kopinya. Ray beranjak dari duduknya dan berjalan keluar dari dapur.
Sesampainya di luar ia langsung menuju mobilnya yang terparkir di garasi. Dibukanya pintu mobil, lalu dinyalakannya mesin mobil.
Beberapa menit, kemudian Ray sudah mengemudikan mobilnya keluar dari arel rumahnya yang luas. Ia mengemudi dengan kecepatan tinggi, sehingga dalam beberapa menit ia sudah berada di tempat persemayaman.
“Tuan! Anda datang ke sini?” seru Anna terkejut melihat kedatangan Ray.
Ray hanya menganggukkan kepala, ia berjalan menuju peti jenazah ibu Anna. “Apa yang membuat Ibumu meninggal?”
“Ibu saya mengalami kecelakaan, Tuan!” sahut Anna.
Asisten Ray mendatanginya, lalu berkata, “Saya sudah mengurus semuanya!”
“Bagus! Sekarang kau bisa pulang,” sahut Ray.
Asistennya mengangguk, kemudian berjalan pergi dari tempat tersebut, setelah sebelumnya berpamitan dengan Anna.
Ray beranjak dari peti mati ibu Anna, kemudian duduk di kursi yang ada di samping Anna.
“Aku memberikan waktu tiga hari untukmu berduka,” ucap Ray.
“Terima kasih, atas pengertian Tuan.” Anna menundukkan kepala, karena tidak berani menatap wajah Ray.
Keduanya, lalu duduk dalam diam dan Ray lah yang memecahkan keheningan tersebut.
Ia menanyakan kepada Anna apakah dirinya akan tetap bekerja di rumahnya, ataukah berhenti.
Anna mengangkat kepala, lalu memberanikan dirinya melihat ke arah Ray. Deg! Jantungnya berdegup kencang, karena netranya dan netra Ray tepat bertemu.
“Saya akan tetap bekerja di rumah, Tuan,” sahut Anna.
Ray menganggukkan kepala, lalu ia bertanya, “Apakah kau sudah makan?”
Anna menggelengkan kepala, ia memang belum makan, sejak terakhir kemarin ia memang belum makan.
Ray bangkit dari duduknya, ia lalu berjalan ke arah pintu keluar tanpa menoleh, karena tahu Anna pasti akan mengikutinya.
Anna mendesah, ia tidak diberi kesempatan untuk menolak ajakan dari Ray. Ia bangkit dari duduknya, lalu berjalan menyusul Ray.
Ray sengaja memperlambat langkahnya, sehingga Anna dapat berjalan di sampingnya.
“Kau akan membawaku kemana?” Tanya Anna, begitu keduanya berada di parkiran.
“Apakah kau lupa, aku mengajakmu untuk makan!” Tegur Ray dengan nada tajam.
Anna langsung terdiam menyadari kesalahannya. Ia berjalan, sambil menundukkan kepala.
Sesampainya mereka di mobil Ray, Anna hendak membuka pintu bagian belakang. Namun, dengan cepat Ray menegurnya.
“Aku bukan sopirmu! Duduklah di depan!” Ray membuka pintu mobil sisi sopir. Lalu duduk di balik kemudi.
Anna urung membuka pintu mobil bagian belakang. Ia berjalan menuju pintu mobil yang berlawanan dengan sisi yang diduduki Ray.
Begitu Anna sudah duduk dan memasang sabuk pengaman. Ray langsung melajukan mobilnya menuju restoran yang terletak tidak jauh dari tempat persemayaman.
Sesampainya di rumah makan tersebut, keduanya pun duduk di kursi kosong yang ada di restoran tersebut.
Seorang pelayan datang menghampiri meja keduanya, sambil membawa kertas untuk mencatat pesanan keduanya.
“Selamat datang Tuan dan Nyonya! Silakan pilih menu yang ada,” ucap pelayan itu.
Ray dan Anna pun membaca daftar menu, lalu menyebutkan pesanan mereka.
“Silakan ditunggu sebentar kami akan segera mengantarkan makanan pesanan Tuan dan Nyonya.” Pelayan itu, kemudian meninggalkan meja mereka.
Ray mengamati wajah Anna dengan lekat entah kenapa, ia seakan pernah melihat wajah tersebut sebelumnya. Hanya saja ia lupa di mana tepatnya.
Anna menelan ludah dengan sukar, karena terus ditatap dengan tajam oleh Ray. Dengan pelan ia bertanya, “Kenapa, Tuan menatap wajah saya, seperti itu?”
Ray bukannya berhenti menatap Anna. Ia justru memicingkan mata untuk melihat wajah Anna dengan lebih jelas.
‘Ya, Tuhan! Apakah Tuan Ray, akhirnya sadar, kalau kami pernah bertemu, sebelumnya,’ batin Anna.
Ray mengalihkan pandangannya dari wajah Anna. Ia tidak dapat mengingat, kalau dirinya pernah bertemu sebelumnya.
Pelayan yang tadi mencatat pesanan mereka datang, sambil membawa makanan yang dipesan keduanya.
“Apakah kamu mempunyai keluarga?” Tanya Ray.
“Tidak ada, Tuan! Baik saya, maupun ibu saya kami sama-sama anak tunggal. Begitupula dengan Ayah saya.” Anna mencuri pandang ke arah Anna.
Ray diam saja mendengar jawababn Anna. Ia mulai menyantap makanan yang dipasannya. Demikian pula dengan Anna. Keduanya makan dalam diam tidak ada yang membuka percakapan lagi.
Selesai makan dan Ray membayar tagihan mereka keduanya pun berjalan keluar dari restoran tersebut,
Masuk dalam mobil dan duduk di samping Ray, yang memasang wajah dingin membuat Anna menjadi tidak nyaman.
“Ini bukan ke arah tempat persemayaman, Tuan!” Anna menolehkan kepala kepada Ray, ketika disadarinya jalan yang diambil tuannya itu bukanlah jalan yang tadi mereka lalui.
“Kau perlu istirahat sebentar! Nanti, kita berangkat bersama ke sana!” sahut Ray.
Anna merasa pendengarannya salah, bagaimana bisa tuannya yang pemarah dan dingin ini mendadak bersikap perhatian kepadanya.
Mobil berhenti tepat di depan rumah Ray. Keduanya pun turun dari mobil tersebut dan berjalan beriringan menuju teras rumah.
Begitu keduanya sudah berada dalam rumah Ray langsung teringat dengan kekacauan yang ditinggalkan Anna di rumahnya.
“Sebelum kau beristirahat, bereskan rumahku! Aku tidak suka ketidakteraturan!” Tegas Ray,
Anna yang hendak melangkah menuju kamar pelayan langsung berbalik dan menganggukkan kepala.
“Baik, Tuan! Saya akan mengerjakan tugas saya!” ucap Anna dengan suara yang terdengar letih.
Dan Ray sama sekali tidak peduli akan hal itu. Ia hanya menginginkan rumahnya bersih dan rapi.
Anna melangkah menuju ruang tempat menyimpan alat kebersihan, untuk membersihkan pecahan guci yang tersenggol olehnya.
Ia beruntung, tuannya tidak meminta ganti harga guci yang telah dipeahkannya, Seandainya diminta ia tidak akan sanggup untuk mengganti.
Selesai membersihkan pecahan guci Anna berjalan menuju kamar pelayan. Sesampainya di sana, ia langsung mendudukkan badan di atas tempat tidur.
Dan tangisnya pun pecah, karena ia merasakan kehilangan akan ibunya. Tanpa disadarinya suara tangisnya yang keras sampai ke telinga Ray.
‘Sialan! Wanita itu menangis dengan keras hanya mengganggu saja!’ gerutu Ray..
“Berhentilah menangis! Aku ingin beristirahat!” tegur Ray galak.Anna langsung terdiam dilihatnya di depan pintu kamar sudah berdiri tuannya, dengan wajah dingin dan rahang yang mengetat.Matanya bersinar, karena emosi yang tidak disembunyikannya dari Anna. Wajah tampan itu seolah tidak menyiratkan rasa kasihan kepada Anna yang sedang berduka.“Maaf, Tuan! Saya tidak bermaksud untuk mengusik ketenangan Anda.” Anna menundukkan kepalanya tidak berani menatap netra Ray.Ray mendengus kasar, ia lalu membalikkan badan menjauh dari kamar Anna. Ray keluar dari rumahnya berjalan menuju kandang kuda miliknya.Penjaga istal yang sedang membersihkan kandang kuda tersebut. Terlihat terkejut melihat kedatangan Ray.“Selamat pagi, Tuan Ray!” sapa penjaga kuda itu.“Tolong siapkan Thunder untukku!” perintah Ray dingin.“Baik, Tuan! Dalam waktu lima menit kuda Tuan akan sudah siap untuk ditunggangi,” sahut penjaga kuda itu.Beberapa menit, kemudian Ray sudah berkuda mengelilingi areal tanahnya yang l
“Kau memang sialan, Anna! Seharusnya tadi aku membiarkan saja kau kehujanan!” ketus Ray.Diturunkannya tangannya ke samping tubuh, ia lalu menatap lurus ke depan mengabaikan Anna, yang terdengar terisak.Ia tidak boleh memiliki rasa peduli kepada Anna, karena dirinya tidak akan menjadi lemah lagi, karena seorang wanita.Rahang Ray mengetat dengan mata yang terlihat dingin. Gestur tubuhnya menunjukkan sikap yang kaku.Anna yang duduk di samping Ray merasa lega, karena pria dingin yang ada di sampingnya tidak melakukan tindakan kekerasan kepadanya.‘Saya akan mengurus diri saya sendiri, kalau sampai sakit. Tuan tidak perlu khawatir akan kesehatan saya,” ucap Anna, setelah beberapa saat hening.Suasana dalam mobil terasa tegang dengan kedua penumpang di dalam mobil tersebut, yang terlibat dalam sikap dingin.Beberapa kali Anna terdengar bersin-bersin, sepertinya ia sudah mulai diserang flu.Ray melirik Anna dengan tajam terlihat, kalau dirinya tidak suka mendengar Anna bersin-bersin.“Ja
“Saya tahu, Tuan! Kalau saya ini hanyalah seorang pelayan!” Anna menyibak selimut yang menutupi tubuhnyaDengan badan yang goyah, Anna mencoba untuk bangkit dari atas tempat tidur. Diambilnya tas miliknya yang terletak di atas meja, kemudian ia hendak berjalan menuju pintu kamarnya.Sayangnya baru beberapa langkah berjalan tubuhnya sudah limbung. Beruntung ada Ray yang dengan sigap menahan tubuhnya, agar tidak terjatuh ke lantai.“Kau masih sakit, jangan sok kuat!” ejek Ray,Dibopongnya tubuh Anna yang sedang tidak sadarkan diri, lalu dibaringkannya di atas tempat tidur.Bersamaan dengan itu pintu kamar Anna diketuk dari luar. Dan setelah dipersilakan masuk. Begitu pintu dibuka masuklah dokter yang diminta Ray untuk datang.“Astaga, Ray! Kukira kau sedang sekarat, karena kau memintaku untuk cepat-cepat datang ke sini!” ucap dokter itu.“Aku tidak mengatakan, kalau aku yang sakit! Periksalah wanita itu, ia demam!” Perintah Ray.Dokter itu pun menarik napas mendapati sikap dingin Ray, y
“Bukan, seperti itu Tuan!” cicit Anna dengan kepala tertunduk lesu.Ia hanya merasa tidak nyaman saja, kalau hanya tiduran, setelah dirinya libur bekerja selama beberapa hari.Ia tidak ingin dianggap pelayan yang pemalas dan tidak tahu diri, selain itu ia juga tidak ingin membuat pelayan yang bekerja di rumah Ray.“Sekarang kembali ke kamarmu! Apa kau sengaja melakukannya untuk menarik perhatianku?” Tanya Ray dengan nada mengejek.Dengan cepat Anna mengangkat kepala, sambil menggeleng. “Tidak Tuan! Saya akan kembali ke kamar saya dan beristirahat.”Anna membalikkan badan, hendak berjalan kembali ke kamarnya. Namun, karena terburu-buru dan kondisi tubuhnya yang masih lemah. Anna hampir saja terjatuh, karena tergelincir lantai yang licin.Ray dengan langkahnya yang panjang dengan cepat berhasil menangkap Anna, agar tidak jatuh ke lantai.Setelah merasa dirinya mampu berdiri sendiri dengan mantap, Anna melepas tangan Ray yang memeluk pinggangnya.“Terima kasih, Tuan!” ucap Anna.Dengan k
‘Ya, Tuhan! Apakah ini hari senin? Sehingga diriku berulangkali harus mendapatkan kesialan, dengan selalu bertemu pria yang sedingin es dan suka main tuduh kepadaku!’ batin Anna.Melihat Anna yang hanya diam saja dalam rangkulannya. Ray mendorong Anna dengan kasar, sehingga ia jatuh terduduk di lantai.Anna mengangkat wajah memberanikan diri menatap tepat netra Ray. Namun, ia hannya mendapati tatapan yang dingin dan wajah tanpa ekspresi.Anna menjadi takut dibuatnya ia langsung bangkit dari duduknya. Dengan setengah berlari ia menjauh dari Ray.Ia tidak ingin berbicara dengan tuannya itu, karena apa yang dikatakan olehnya selalu saja salah.Sebelum ia berhasil masik kamarnya terdengar suara bariton Ray berkata, “Kalau kau begitu ingin bekerja, antarkan makanan ke ruang kerjaku!”Anna yang sudah memegang kenop pintu langsung tidak jadi memutarnya. Ia membalikkan badan menatap Ray mencari tahu, apakah pria itu hanya sekedar becanda saja, untuk mengerjainya.“Baik, Tuan!” sahut Anna. Nam
“Kau bertanya kenapa? Itu semua, karena mata besarmu yang memohonuntuk kusentuh!” ejek Ray.Setelah mengatakan hal itu Ray berjalan dengan cepat menuju pintu keluar. Mendadak ia merasa gerah berada di rumahnya sendiri.Sesampainya di luar Ray melihat sopir pribadinya yang sedang membersihkan mobil. Dengan dingin ia berkata, “Antarkan saya ke kantor!”Sopir pribadinya pun menghentikan gerakan tangannya membersihkan mobil. Ia, lalu membalikkan badan melihat Ray.“Baik, Tuan!” sahutnya.Dibukakannya pintu mobil untuk Ray, Ray masuk dan duduk di jok belakang. Kedua tangannya terkepal di atas paha, ia masih geram dengan Anna, yang telah mengusik hatinya.Seharusnya, ia tidak terpengaruh sama sekali dengan kehadiran wanita itu. Karena ia menganggap semua wanita itu sama saja mereka pengkhianat.Sesampainya di parkiran perusahaannya Ray, turun dari mobil. Dengan langkahnya yang gagah dan panjang ia berjalan menuju kantornya.Ray bukannya tidak menyadari, kalau ada beberapa pegawai wanitanya
“Diamlah, Anna! Aku tidak akan mengajakmu untuk tidur!” ucap Ray dengan dingin.Anna langsung saja menutup mulutnya dan tidak berani bertanya kepada Ray lagi. Ia pun mengiringi Ray berjalan tepat di belakangnya.Secara mendadak Ray berhenti berjalan, lalu melihat ke arah Anna, dengan tatapan yang tajam.“Berjalanlah di sampingku, Anna!” Perintah Ray.Anna pun berjalan di samping Ray memasuki hotel berbintang tersebut. Dan ia menyimpan dalam hatinya saja rasa herannya, bagaimana Ray disambut dengan sangat ramah dan penuh hormat.‘Siapa sebenarnya tuan Ray ini? Mengapa ia terlihat begitu berkuasa? Bahkan pegawai hotel ini terlihat hormat kepadanya,’ batin Anna.Seorang pria dengan setelah jas bergegas mendatangi ke arah Ray dan Anna. Melihat penampilannya, sepertinya pria itu pimpinan dari hotel tersebut.“Maaf, kami tidak tahu, kalau Tuan akan datang,” ucap pria itu.“Tolong siapkan makan siang di ruang pribadiku!” sahut Ray singkat.“Baik, Tuan!” sahut pria itu, yang sudah mengenal
“Kau pikir siapa dirimu berani bertanya seperti itu? Tahu darimana kau tentang mantan istriku?” Bentak Ray dengan suara mendesis menahan amarah.Ray memukul meja yang ada di depannya, lalu bangkit dari duduk. Ditatapnya Anna dengan tajam, sehingga membuat tubuh wanita itu bergetar takut.Anna menggigit bibir untuk mengusir rasa takutnya. Ia menyadari sudah lancang bertanya, seperti tadi kepada Ray.Dipejamkannya mata berharap, ketika ia membukanya kembali ini semua hanyalah mimpi buruk saja.Begitu ia membuka mata dilihatnya Ray sudah tidak duduk di hadapannya lagi. Anna pun mendesah lega karenanya.‘Ya, Tuhan! Apa yang harus kulakukan, agar bisa terbebas dari situasi ini?’ batin Anna.Anna bangkit dari duduknya, lalu dilihatnya di sekitar ruangan tersebut. Sepi! Tidak ada siapapun terlihat hanya dirinya sendiri saja.Merasa kehadirannya tidak dibutuhkan lagi, karena Ray saja pergi meninggalkannya begitu saja.Anna berjalan menuju pintu, tetapi ketika ia akan memutar kenop pintu. Pint