"Aku yang seharusnya bertanya, siapa kau? Dan apa yang kau lakukan di rumahku?" Tanya Ryan, sambil melayangkan tatapan tajam.
Ray memicingkan mata mengamati wanita yang berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk. Ray melipat tangan di depan dada dengan kaki yang terbuka lebar. Ia menunggu wanita itu menjawab pertayaannya.
Anna menjadi gugup dan takut mendengar nada suara Ray. Hatinya juga merasa sakit, karena ia dapat mengenali netra hitam yang menatapnya dengan tajam ini adalah pria yang pernah tidur dengannya beberapa bulan yang lalu.
“Menyingkirlah dari hadapanku!” Bentak Ray membuyarkan Anna dari lamunannya.
Secara otomatis Anna minggir membiarkan pria yang masih asing baginya, sekalipun mereka pernah tidur bersama. Dan pria itu, sepertinya sama sekali tidak mengingatnya.
Ibu Anna yang sedang berada di dapur dapat mengenali suara tuannya. Ia pun berjalan dengan tergopoh-gopoh menuju suara-suara yang didengarnya.
“Tuan, Ray! Anda sudah pulang, maaf saya tidak menyadari kedatangan Anda!” ucap Ibu Anna dengan suara yang terdengar gugup.
Ray memandangi wajah asisten rumah tangganya, yang sudah lama bekerja di rumah ini.
“Siapa wanita yang menyusup ke rumahku ini?” Tanya Ray dengan dingin.
Wajah ibu Anna menjadi pucat dengan bibir yang bergetar, karena takut ia pun berkata, “Dia putri saya, Tuan! Dan ia berada di rumah ini untuk membantu saya.”
Wajah Ray menyiratkan amarah mendengar jawaban dari pelayannya itu. Ia mengatakan, kalau wanita itu sudah lancang.
Dengan mengajak putrinya untuk bekerja di rumahnya tanpa bertanya dan meminta persetujuan darinya terlebih dahulu.
“Kau, ikut ke ruanganku!” Perintah Ray kepada Anna galak.
Anna dan ibunya saling pandang. Ibu Anna memberikan anggukan kepala dengan lemah.
Anna menghela napasnya dengan berat, kemudian ia mengulas senyum tipis. Ia mengatakan kepada ibunya untuk tidak menjadi khawatir semua pasti akan baik-baik saja.
Dengan langkah pelan dan kepala tertunduk Anna berjalan di belakang Ray, yang sudah mencapai puncak tangga.
Sesampainya di atas ia sudah tidak melihat Ray lagi, yang sepertinya sudah masuk ruang kerjanya.
Anna menenangkan dirinya, sebelum mengetuk pintu ruang kerja pria yang menjadi majikan ibunya. Hati kecil Anna berharap pria itu mengenalinya dan mengingat malam panas yang pernah mereka lalui.
Diketuknya pintu perlahan dan setelah dipersilakan untuk masuk. Ia pun memutar kenop pintu, lalu berjalan masuk ruang kerja Ray.
Ray mendongak dari miniatur kapal di atas meja kerjanya yang tengah ia pandangi. “Duduklah!” Perintah Ray kepada Anna.
Anna melangkah dengan ragu untuk duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Ray.
“Siapa namamu?” Tanya Ray kepada Anna.
“Anna, Tuan!” sahut Anna dengan gugup.
Ray berdiri dari duduknya, kemudian berjalan mendekati kursi yang diduduki Anna. Ia berhenti tepat di belakang Anna, lalu menggerakkan jarinya yang besar dan kasar ke leher Anna.
Tindakan Ray hanya membuat Anna kembali teringat ketika malam itu, bagaimana tangan besar Ray membelai dan memuja tubuhnya.
“Apa alasanmu yang sebenarnya bekerja di rumahku!” Bisik Ray tepat di telinga Anna, sampai hembusan napasnya yang hangat terasa menggelitik.
“Sa-ya membantu ibu saya bekerja di rumah ini, Tuan!” sahut Anna dengan suara lemah dan gugup, karena takut jawaban yang ia berikan akan membuat ibunya dimarahi oleh Ray lagi.
Ray memijat pundak Anna yang terbuka dengan keras, sampai Anna harus menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit.
Ray melepaskan pegangannya di pundak Anna, kemudian berjalan kembali menuju kursinya.
“Kau kuterima bekerja dengan syarat, jangan perlihatkan wajahmu di hadapanku!” Ia, kemudian memerintahkan Anna untuk keluar dari ruang kerjanya.
Tanpa disuruh dua kali Anna langsung bangkit dari duduknya. Ia berjalan dengan terburu-buru keluar dari ruang kerja Ray.
Begitu sudah berada di luar dan menutup pintu ruang kerja Ray. Anna menyandarkan punggungnya di pintu, sambil menarik napas lega, sekaligus kecewa.
‘Mengapa ia sama sekali tidak mengenaliku? Ia bahkan tidak ragu memperlihatkan rasa bencinya kepadaku. Tidakkan, malam yang pernah kami lalui begitu indah?’ batin Anna.
Ia, kemudian menuruni tangga dengan langkah gontai. Seharusnya ia bahagia diterima bekerja di rumah besar ini untuk membantu ibunya. Namun, sikap Ray yang dingin dan kasar membuat ia menjadi terluka.
Sesampainya di bawah ia disambut oleh Ibunya yang menatapnya dengan penuh pertanyaan.
“Bagaimana?” Tanya Ibunya dengan tidak sabaran.
Anna menyunggingkan senyum tipis kepada Ibunya. “Aku diterima bekerja di sini, Bu! Ibu sekarang bisa bernapas lega.”
Ibu Anna tersenyum senang mendengarnya. Binar bahagia terlihat di wajah dan matanya.
Ibu dan anak itu pun melanjutkan kembali pekerjaan mereka. Dengan pengaturan Anna bekerja di dapur selama Tuan Ray berada di rumah besar tersebut.
***
Ray menyalakan komputernya, untuk memeriksa jaringan bisnisnya yang tersebar di beberapa negara bagian Australia juga negara lain. Ia berusaha mengalihkan bayangan wajah cantik Anna dari pikirannya dengan bekerja.
Ia tersenyum senang, ketika mendapati laporan, kalau jaringan bisnisnya berjalan dengan baik.
Beberapa jam, kemudian dimatikannya komputer. Ia membunyikannya bel untuk memanggil pelayan ke ruangannya.
Annalah yang mendengar panggilan bel tersebut dan ia menjadi bingung, karena peringatan yang diberikan oleh Ray kepadanya tadi.
‘Bagaimana, ini? Apa aku harus ke ruang kerja tuan Ray?’ gumam Anna.
Tidak mau membuat tuannya menunggu lebih lama, yang bisa memancing kemarahannya. Anne bergegas keluar dari dapur menaiki tangga menuju ruang kerja Ray.
Sesampainya di depan pintu ruang kerja Ray, Anna mengetuk pintu, setelah dipersilakan masuk barulah ia membuka pintu tersebut, kemudian masuk dengan jantung yang berdebar kencang, serta tangan yang berkeringat dingin.
Ray mendongak dari dokumen pelayaran yang sedang dipelajarinya, ketika menyadari pelayan yang dipanggilnya sudah datang.
“Apakah kau lupa dengan peringatan yang kuberikan?” Bentak Ray.
Anna menjadi mengkeret ketakutan. Ia menundukkan kepala dan dengan suara lemah ia berkata, “Maaf, Tuan! Ibu saya sedang keluar sebentar dan karena tidak ingin membuat Tuan menunggu saya yang menggantikan Ibu saya.”
Tatapan Ray menyorot marah mendengar apa yang dikatakan oleh Anna. Ia tidak suka pelayannya bertindak sesuka hati di rumahnya.
“Buatkan makan siang untuk saya!” Perintah Ray.
“Baik, Tuan!” Anna dengan cepat keluar dari ruang kerja Ray untuk melaksanakan perintah dari tuannya tersebut.
Sesampainya di dapur Anna langsung menyalakan kompor untuk membuatkan makan siang Ray. Ia akan membuatkan Tafelspitz untuk hidangan penutupnya ia akan membuatkan Ray puding dengan rasa lembut di lidah dan manis.
Beberapa menit, kemudian Anna sudah selesai memasakkan makanan untuk Ray. Dengan tangan yang gemetaran ia membawa nampan berisi makanan tersebut ke kamar Ray.
Sepertinya Ray mengerti, kalau ia akan kesulitan untuk membuka pintu, sehingga ketika ia sampai di depan pintu kamar Ray. Pintu itu sudah lebar-lebar mempersilakan kepada Anna untuk masuk.
“Letakkan di atas meja!” Perintah Ray mengejutkan Anna.
“B-baik, Tuan!” sahut Anna dengan gugup. Ia hampir saja menumpahkan makanan di atas nampan yang dibawanya.
Selesai meletakkan nampan tersebut, Anna membalikkan badannya dan ia menjadi terkejut ketika melihat Ray sudah berdiri tidak jauh darinya.
Mulut Anna terbuka lebar melihat wajah Ray yang terlihat begitu tampan, setelah ia mencukur jenggotnya yang panjang, berikut kumisnya. Wajah bersih Ray semakin memperjelas akan wajah Ray sewaktu bercinta dengannya.
“Berhenti memandangi saya, dengan mata besarmu itu!” Bentak Ray.
“Maaf, Tuan!” cicit Anna.
Ray berjalan semakin mendekati Anna dengan tatapan matanya yang tidak beralih dari wajah Anna.
Anna berjalan mundur ke belakang, sampai ia tidak dapat bergerak lagi, karena terhalang meja.
Ray mencondongkan tubuhnya ke arah Anna, membuat gadis itu melengkung ke belakang, sampai punggungnya terbaring di atas meja.
“Kau sudah memancing kemarahanku dengan tatapan pura-pura lugumu itu!” Desis Ray menahan amarahnya.
Anna membuka mulutnya hendak protes. Namun, itu merupakan kesempatan bagi Ray untuk membungkam bibir Anna dengan sebuah ciuman kasar.
Napas keduanya terdengar memburu, Anna menjadi larut dalam bujukan Ray yang ahli.
Air mata Anna turun dengan derasnya, karena bayangan di mana setelah ia dan Ray tidur bersama. Pria itu pergi begitu saja meninggalkan dirinya dan sekarang pria itu kembali, tetapi melupakan dirinya.
Ia membuka netranya dan langsung bertemu dengan netra hitam Ray, yang tampak berkabut, karena gairah yang dirasakannya.
Ray menegakkan badannya menjauh dari Anna. Ditatapnya bibir Anna yang membengkak dan terluka, karena ulahnya.
“Brengsek kau, Anna! Cepat keluar dari kamarku!” Maki Ray.
Dengan cepat Anna berlari keluar dari sana, sambil menangis. Ia, kemudian memasuki toilet yang berada di lantai satu dekat tangga.
Anna terisak di dalam toilet tersebut, sambil berjongkok di lantai kamar mandi.
‘Mengapa pria itu begitu kejam dan tidak berperasaan? Apa salahku kepadanya? Aku tidak sudi melihatnya lagi!’ lirih Anna di antara isak tangisnya.
Beberapa menit, kemudian Anna bangkit dari berjongkoknya. Dilihat pantulan wajahnya di cermin wastafel. Matanya sembab dan merah bekas menangis.
‘Bagaimana caranya aku menyembunyikan ini semua dari Ibu?’ Anna menyenderkan keningnya pada cermin wastafel.
Anna berjalan pelan keluar dari toilet tersebut, setelah dirinya merasa tenang. Langkah Anna terhenti, ketika ia mendengar suara teriakan dengan nyaring diikuti bunyi benda yang pecah.
Kemudian didengarnya suara pintu yang dibanting dengan kerasnya. Ia terpaku di tempatnya berdiri, saat didengarnya suara sepatu Ray menuruni anak tangga dengan cepat.
Ray berhenti di anak tangga terakhir, Dilayangkannya tatapan tajam ke arah Anna, lalu dicekaunya dagunya dengan kasar. “Ingat, menjauhlah dariku! Aku membenci wanita, sepertimu!”
“Sakit, Tuan! Tolong lepaskan tangan Anda, saya mohon!” Pinta Anna dengan suara pelan.“Bagus, kalau kau merasa sakit! Ini belum seberapa!” Ray melepaskan cekauannya di dagu Anna, sambil mendorong gadis itu hingga ia terjatuh ke lantai.Ray menatap Anna dengan tatapan yang tak terbaca. Bibirnya terkatup rapat jelas sekali, kalau ia sedang marah.Ia kemudian berjalan dengan langkahnya yang panjang menuju pintu keluar. Sesampainya di luar ia langsung masuk mobil mewah miliknya.Dikemudikannya mobil tersebut meluncur melewati pohon pinus, yang berjejer di kiri dan kanan menuju pintu gerbang rumahnya yang dijaga oleh seorang petugas keamanan.Ray memukul setir mobilnya dengan kesal rahangnya mengetat dengan dengan mata yang menyorot marah. Tadinya ia akan pulang ke rumah untuk beristirahat, setelah berlayar selama beberapa bulan.Dikemudikannya mobil dengan kecepatan tinggi menuju kantornya yang berada dekat dermaga, di mana perusahaan kapal miliknya berada.Dalam waktu dua jam Ray sudah
Tutup mulutmu! Tidak ada wanita yang bisa membuatku mabuk!” Bentak Ray, sambil melayangkan tatapan tajam menusuk.David mengangkat pundaknya. Ia tidak akan mendebat Ray, karena hanya akan semakin menyulut emosinya saja.David menenggak anggur yang dipesannya. Sementara Ray menjentikkan jarinya ke udara memanggil pelayan bar datang menghampiri mejanya.Seorang wanita dengan gaun yang terlihat kekecilan untuk ukuran badannya, sehingga membuat bagian dadanya menyembul, begitu pula dengan panjang gaunnya yang di atas lutut, seolah memang sengaja untuk menarik mata nakal lelaki melihatnya.“Bawakan satu botol whiskey!” Perintah Ray.“Tidak, Ray! Kau sudah banyak minum dan aku tidak mau menyeretmu keluar dari sini.” Tegas David.Ia, kemudian memalingkan wajahnya ke arah pelayan yang berdiri di dekat mereka. “Untuk temanku, bawakan kopi hitam dan air putih saja!” ucap David.“Pernikahan membuatmu menjadi cerewet, David!” Gerutu Ray.David tertawa dengan keras, tetapi ia tidak marah. Ia tida
‘Tuan, Ray! Bisakah saya meminta tolong kepada Anda?’ Tanya Anna, melalui sambungan telepon dengan suara yang terdengar gugup.Ray yang terbangun dari tidurnya, karena bunyi telepon di rumahnya yang berdering nyaring. Langsung mengangkat sambungan telepon dan ia menjadi tidak senang, ketika suara pelayan di rumahnyalah yang ia dengar.‘Kamu tahu jam berapa ini?’ Tanya Ray galak marah, karena dibangunkan dari tidurnya.Di ujung sambungan telepon Anna menjadi semakin gugup untuk menyampaikan maksudnya menelepon Ray.‘Um, Maaf Tuan, saya hanya ingin mengatakan, kalau saya ijin bekerja slama beberapa hari,’ ucap Anna.‘Kau baru bekerja dan sudah ingin meminta ijin? Berani sekali, kau!’ Tegur Ray.Anna menggigit bibirnya, sambil mendudukkan dirinya di atas kursi besi, yang ada di rumah sakit.‘Ibu saya meninggal dunia, Tuan! Dan saya harus mengurus semua keperluan pemakaman Ibu saya,’ sahut Anna.Terdengar suara Ray yang terkejut mendengarnya. Dan entah kenapa ia merasa kasihan kepada Anna
“Berhentilah menangis! Aku ingin beristirahat!” tegur Ray galak.Anna langsung terdiam dilihatnya di depan pintu kamar sudah berdiri tuannya, dengan wajah dingin dan rahang yang mengetat.Matanya bersinar, karena emosi yang tidak disembunyikannya dari Anna. Wajah tampan itu seolah tidak menyiratkan rasa kasihan kepada Anna yang sedang berduka.“Maaf, Tuan! Saya tidak bermaksud untuk mengusik ketenangan Anda.” Anna menundukkan kepalanya tidak berani menatap netra Ray.Ray mendengus kasar, ia lalu membalikkan badan menjauh dari kamar Anna. Ray keluar dari rumahnya berjalan menuju kandang kuda miliknya.Penjaga istal yang sedang membersihkan kandang kuda tersebut. Terlihat terkejut melihat kedatangan Ray.“Selamat pagi, Tuan Ray!” sapa penjaga kuda itu.“Tolong siapkan Thunder untukku!” perintah Ray dingin.“Baik, Tuan! Dalam waktu lima menit kuda Tuan akan sudah siap untuk ditunggangi,” sahut penjaga kuda itu.Beberapa menit, kemudian Ray sudah berkuda mengelilingi areal tanahnya yang l
“Kau memang sialan, Anna! Seharusnya tadi aku membiarkan saja kau kehujanan!” ketus Ray.Diturunkannya tangannya ke samping tubuh, ia lalu menatap lurus ke depan mengabaikan Anna, yang terdengar terisak.Ia tidak boleh memiliki rasa peduli kepada Anna, karena dirinya tidak akan menjadi lemah lagi, karena seorang wanita.Rahang Ray mengetat dengan mata yang terlihat dingin. Gestur tubuhnya menunjukkan sikap yang kaku.Anna yang duduk di samping Ray merasa lega, karena pria dingin yang ada di sampingnya tidak melakukan tindakan kekerasan kepadanya.‘Saya akan mengurus diri saya sendiri, kalau sampai sakit. Tuan tidak perlu khawatir akan kesehatan saya,” ucap Anna, setelah beberapa saat hening.Suasana dalam mobil terasa tegang dengan kedua penumpang di dalam mobil tersebut, yang terlibat dalam sikap dingin.Beberapa kali Anna terdengar bersin-bersin, sepertinya ia sudah mulai diserang flu.Ray melirik Anna dengan tajam terlihat, kalau dirinya tidak suka mendengar Anna bersin-bersin.“Ja
“Saya tahu, Tuan! Kalau saya ini hanyalah seorang pelayan!” Anna menyibak selimut yang menutupi tubuhnyaDengan badan yang goyah, Anna mencoba untuk bangkit dari atas tempat tidur. Diambilnya tas miliknya yang terletak di atas meja, kemudian ia hendak berjalan menuju pintu kamarnya.Sayangnya baru beberapa langkah berjalan tubuhnya sudah limbung. Beruntung ada Ray yang dengan sigap menahan tubuhnya, agar tidak terjatuh ke lantai.“Kau masih sakit, jangan sok kuat!” ejek Ray,Dibopongnya tubuh Anna yang sedang tidak sadarkan diri, lalu dibaringkannya di atas tempat tidur.Bersamaan dengan itu pintu kamar Anna diketuk dari luar. Dan setelah dipersilakan masuk. Begitu pintu dibuka masuklah dokter yang diminta Ray untuk datang.“Astaga, Ray! Kukira kau sedang sekarat, karena kau memintaku untuk cepat-cepat datang ke sini!” ucap dokter itu.“Aku tidak mengatakan, kalau aku yang sakit! Periksalah wanita itu, ia demam!” Perintah Ray.Dokter itu pun menarik napas mendapati sikap dingin Ray, y
“Bukan, seperti itu Tuan!” cicit Anna dengan kepala tertunduk lesu.Ia hanya merasa tidak nyaman saja, kalau hanya tiduran, setelah dirinya libur bekerja selama beberapa hari.Ia tidak ingin dianggap pelayan yang pemalas dan tidak tahu diri, selain itu ia juga tidak ingin membuat pelayan yang bekerja di rumah Ray.“Sekarang kembali ke kamarmu! Apa kau sengaja melakukannya untuk menarik perhatianku?” Tanya Ray dengan nada mengejek.Dengan cepat Anna mengangkat kepala, sambil menggeleng. “Tidak Tuan! Saya akan kembali ke kamar saya dan beristirahat.”Anna membalikkan badan, hendak berjalan kembali ke kamarnya. Namun, karena terburu-buru dan kondisi tubuhnya yang masih lemah. Anna hampir saja terjatuh, karena tergelincir lantai yang licin.Ray dengan langkahnya yang panjang dengan cepat berhasil menangkap Anna, agar tidak jatuh ke lantai.Setelah merasa dirinya mampu berdiri sendiri dengan mantap, Anna melepas tangan Ray yang memeluk pinggangnya.“Terima kasih, Tuan!” ucap Anna.Dengan k
‘Ya, Tuhan! Apakah ini hari senin? Sehingga diriku berulangkali harus mendapatkan kesialan, dengan selalu bertemu pria yang sedingin es dan suka main tuduh kepadaku!’ batin Anna.Melihat Anna yang hanya diam saja dalam rangkulannya. Ray mendorong Anna dengan kasar, sehingga ia jatuh terduduk di lantai.Anna mengangkat wajah memberanikan diri menatap tepat netra Ray. Namun, ia hannya mendapati tatapan yang dingin dan wajah tanpa ekspresi.Anna menjadi takut dibuatnya ia langsung bangkit dari duduknya. Dengan setengah berlari ia menjauh dari Ray.Ia tidak ingin berbicara dengan tuannya itu, karena apa yang dikatakan olehnya selalu saja salah.Sebelum ia berhasil masik kamarnya terdengar suara bariton Ray berkata, “Kalau kau begitu ingin bekerja, antarkan makanan ke ruang kerjaku!”Anna yang sudah memegang kenop pintu langsung tidak jadi memutarnya. Ia membalikkan badan menatap Ray mencari tahu, apakah pria itu hanya sekedar becanda saja, untuk mengerjainya.“Baik, Tuan!” sahut Anna. Nam