Hah?”
“Apa kurang jelas? Aku tidak ingin kertas itu, aku ingin uang 10 Milyar itu langsung!” kata Angela dengan tekanan di setiap kalimatnya.Kedua tangan Devano terkepal erat. Andai saja yang di hadapannya sekarang bukanlah seorang gadis, akan dapat Devano pastikan ia akan menghajarnya dengan membabi buta.“Hendrix, cairkan uang 10 milyar sekarang juga!” Devano memerintah dengan berteriak kencang seolah ia adalah orang paling berkuasa di muka bumi ini.Masih dalam kebingungan. Hendrix melangkah keluar dengan tergesa-gesa, masalah sang Tuan tampaknya sangat serius.Sepeninggalan Hendrix, Angela melangkah pelan menuju sofa yang terletak di ujung kamar, menyilangkan kakinya dengan anggun lalu sedetik kemudian gadis itu cekikikan sendiri.Angela masih tidak menyangka jika rencana konyolnya bisa berjalan semulus ini. Mengelabui Devano ternyata tidaklah sulit. Hah, padahal pria itu terlihat seperti orang pintar, ternyata sama saja dengan dirinya yang terkadang bodoh.BRAKK!Angela terperanjat kaget saat pintu dibanting kuat oleh Devano yang pergi dari kamar.“Haish, wajahnya saja yang tampan, sopan santun tidak punya,” monolog Angela menatap jengkel ke arah pintu yang tertutup.Bingung mau melakukan apa sendirian di kamar mewah ini. Angela memutuskan memainkan ponsel yang diberikan oleh Devano.Senyumnya tiba-tiba saja mengambang saat sesuatu terlintas di pikirannya. Jika saja Laura mengetahui dirinya memiliki ponsel keluaran terbaru ini. Adik tirinya itu pasti akan langsung kejang-kejang kesurupan. “Kalau tugasku selesai, apa aku harus mengembalikan ponsel ini, ya?”Sedang asik scroll sosial media. Angela seketika tersedak ludahnya sendiri saat mendapati wajah Devano terpampang nyata di salah satu artikel di sana.Angela tercengang, berusaha membuka matanya selebar mungkin untuk memastikan ia tidak salah lihat. Memangnya, siapa Devano? Kenapa dia sampai bisa masuk halaman utama media? Sudah dibaca puluhan juta kali pula.Dengan rasa penasaran yang membuncah. Angela mengetik nama Devano Christian Alexander di pencarian. Dan ya, lagi-lagi Angela terbelalak kaget. Data Devano keluar secara lengkap di sana.Tangan Angela seketika lemas, jatuh dan mendarat tepat di pangkuannya.Angela menatap lurus kedepan dengan ekspresi bodohnya. “Habislah aku.” Angela meringis ketakutan.Devano ternyata bukanlah orang sembarangan. Dia adalah salah satu orang berpengaruh di negaranya, salah satu pengusaha kaya raya yang begitu disegani.Angela seketika menyesal karena tidak pernah tertarik untuk mengikuti berita-berita tentang dunia bisnis di internet. Andai saja ia punya sedikit rasa ketertarikan di sana, Angela mungkin akan tahu siapa Devano Christian Alexander dan tidak akan pernah berani bertindak sebodoh ini.“Kamu bodoh sekali, Angela, kamu bodoh sekali.” Angela bangkit sambil meracau, membenturkan pelan keningnya kedinding, meratapi kebodohannya.“Kamu pasti akan di penjara, Angela, kamu akan membusuk di penjara!”Angela benar-benar menyesal, seharusnya ia bisa lebih pintar sedikit membaca keadaan. Semua baru terasa masuk akal sekarang. Mobil mewah, pakaian mewah, wajah tertutup rapat saat datang ke klub, griya tawang, Hendrix dan rumah besar ini. Tidak mungkin dengan kekayaan melimpah seperti Devano hanya golongan orang biasa.Decitan pintu terbuka terdengar. Tubuh Angela seketika membeku, tidak berani bergerak bahkan untuk bernafas sekalipun.“Ngapain di situ?” Suara berat Devano menyapu indra pendengaran Angela yang semakin membuatnya merinding.Devano menatap heran Angela. Gadis itu berdiri menghadap dinding sudah seperti seorang anak yang sedang meratapi kesalahannya.“Kamu tuli?” kata Devano lagi saat tidak mendapat jawaban dari Angela.“Ti-tidak, aku hanya sedang bosan saja,” jawab Angela dengan susah payah. Aura Devano terasa begitu menakutkan sekarang, padahal beberapa menit yang lalu pria itu terlihat biasa saja di mata Angela.Devano mengernyit mendengar jawaban Angela. “Gadis aneh.” Devano menggeleng pelan memilih untuk tidak memedulikan gadis itu.Ia berjalan menuju nakas di samping ranjang, meraih ponselnya dan kembali melangkah keluar kamar.Mendengar suara pintu yang kembali ditutup. Angela langsung ambruk ke lantai diiringi dengan helaan napas lega. “Hah, aku hampir mati tadi.”________Hampir satu jam kemudian. Hendrix akhirnya datang dengan menenteng dua buah tas besar di tangannya.Angela menutup mulutnya dengan kedua tangan saat Devano membuka resleting kedua tas itu dan mengobok-ngobok isi di dalamnya. “Uang asli sampai ke dalam-dalam.”Angela mengangguk dengan ragu. “Te-terima kasih,” katanya pelan.Sebelah sudut bibir Devano terangkat menciptakan smirk. “Kau memerasku, tidak patut mengucapkan terima kasih!” balas Devano pedas yang berhasil membuat Angela meneguk ludahnya secara kasar.“Sekarang mana ponselmu?” Devano mengulurkan tangannya.Angela berbalik, mengambil ponsel yang masih ia selipkan di antara dua dadanya diiringi dengan wajah yang memerah menahan malu.Hendrix segera memejamkan matanya dan Devano mengumpat keras.“Shit! Kenapa masih menyimpannya di situ? Apa tidak ada tempat lain!”“Aku takut kamu akan merampasnya secara paksa,” jawab Angela sambil mengutak-atik ponselnya sebentar mencari video itu lalu menyerahkannya pada Devano.“Hapus sendiri biar kamu percaya.”Devano mengambilnya secara kasar, membolak-balikkan ponsel jadul itu sebentar seolah sedang menelisik. Sedetik kemudian, setelah mendapatkan apa yang ia cari, Devano langsung membongkarnya. Ya, sebuah memori card.“Yak! Apa yang kau lakukan?” Angela berteriak panik. Bukannya menghapus video itu, Devano malah merusak ponsel kesayangannya.Setelah mendapatkan memori card itu, Devano mengembalikan ponsel Angela dengan cara dilempar. Untung saja Angela sigap menangkapnya, kalau tidak, sudah dapat dipastikan ponsel jadul itu akan hancur lebur tak tersisa.Devano menyeringai sambil memperlihatkan benda kecil dalam genggamannya pada Angela. “Aku anggap 10 Milyar ini hutang. Kamu harus melunasinya dalam enam bulan ini kalau tidak mau video kamu yang sudah memerasku tersebar luas di media.”Devano beranjak pergi dari kamar itu bersama Hendrix meninggalkan Angela yang membeku bersama dua tas penuh berisikan uang berwarna pink muda yang terlihat begitu menggiurkan.Angela terduduk lemas di lantai. Keadaan berbalik dengan begitu cepat, semuanya semakin rumit, Ia sudah berurusan dengan orang yang salah.“ARGHH, SEHARUSNYA AKU SENDIRI YANG MENGHAPUS VIDEO ITU!” Angela berteriak sekuat tenaga tanpa memedulikan lagi jika suaranya bisa saja terdengar sampai luar sana.“KAMU BODOH, ANGELA, KAMU SANGAT BODOH.” Angela bergulung-gulung di lantai bagai cacing kepanasan. Kemana ia harus mencari uang 10 milyar lagi?Ah, apa ia kembalikan saja uang ini pada Devano dan merelakan rumah peninggalan orang tuanya?Angela segera bangkit dan berlari keluar mendatangi Devano. Yah, tidak apa-apa, sepertinya pilihan ini lebih baik daripada harus menanggung hutang pada pria itu.“Ambil saja uang itu, aku membatalkan perjanjian kita!” teriak Angela, tidak memedulikan jika mungkin saja suaranya akan terdengar oleh Emely, yang paling penting sekarang, ia harus terlepas dari jeratan hutang pada pria ini.Devano berbalik, menatap Angela dengan satu alis terangkat.“Kembalikan memori card–ku, ambil saja uangmu, aku tidak membutuhkannya.” Angela berusaha meraih tangan Devano yang masih tergenggam, berpikir jika memori card itu masih di sana.Devano mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil menyeringai. “Tidak semudah itu.”“Kumohon, ambil saja uangmu, tolong lepaskan aku, anggap saja kita tidak saling kenal setelah ini.” Tubuh Angela merosot ke lantai, bersimpuh memohon, tidak memedulikan lagi harga dirinya yang sebetulnya memang tidak ada harganya.Devano tersentak kaget melihat itu. Begitupun dengan Hendrix yang berdiri tidak jauh dari sana.“Apa yang kamu lakukan?”Angela menangkupkan kedua tangannya dengan bola mata berkaca-kaca, berharap Devano mau melepaskanny
"Kita harus menjual rumah ini!"Suara dentingan keras seketika memenuhi area dapur. Angela—gadis yang baru memasuki usia 20 tahun itu secara reflek melepaskan spatula begitu mendengar suara menggelegar dari sang ibu tiri. "Apa yang kamu bilang tadi?" Angela menatap tajam wanita itu.Desi maju beberapa langkah sambil melipat kedua tangan di depan dada, "Aku harus menjual rumah ini untuk membayar hutang Ayahmu!""Sejak kapan Ayahku memiliki hutang? Aku tahu itu hutang dirimu sendiri, jangan mengada-ngada, kamu tidak memiliki hak untuk menjual rumah ini." Angela membalas ucapan Desi sekeras mungkin. Tidak! setahu Angela selama ayahnya hidup pria tua itu bukan orang yang gemar berhutang. Angela yakin, ini hanya akal-akalan wanita itu saja.Tawa sinis Desi membuat Angela yang semula ingin mengambil spatula yang tidak sengaja ia jatuhkan itu terdiam. "Kamu tidak ingat sertifikat rumah ini ada padaku? tanpa persetujuan siapapun juga aku bisa menjual rumah ini."Angela menggeram kesal, g
"Bagaimana, Angela? Kamu menerima tawaranku?"Angela yang semula sudah mulai bisa mengendalikan diri karena Alexa—teman kerjanya, berkata bisa membantunya itu seketika kembali mengerang. "Aku tidak mau menjadi jalang!" Angela menatap tajam Alexa, saran gadis itu begitu buruk.Alexa mendesah, "Hanya itu cara terakhir yang bisa aku dapatkan, meminjam dengan rentenir lain pun prosesnya tidak akan secepat itu. Apalagi ini dengan nominal yang sangat banyak. Ayolah Angela, 10 miliar, kemana kamu akan mendapatkannya?" Angela termenung, "Apa aku relakan saja rumah itu?" Angela tidak tahu lagi sekarang harus berbuat apa, ia sudah mencoba meminjam pada bos di tempatnya bekerja. Namun, orang gila mana yang mau meminjamkan uang 10 milyar tanpa jaminan apapun. "Kamu menyerah? Untuk apa perjuanganmu selama ini jika akhirnya kamu memilih melepaskan rumah itu?" Helaan nafas berat terdengar, "Ya, aku tidak seharusnya menyerah. Tapi, Akhhh, aku pusing Alexa!" Alexa mendekat
"Devano, Mommy sudah memutuskan. Kalau dalam tiga hari ini kamu belum juga membawa calon istrimu kehadapan Mom, pilihanmu hanya dua, melihat Mommy mati bunuh diri atau menikah dengan anak Om Erlangga!"Devano tersedak sarapannya kali ini. Perkataan sang mommy sungguh sangat tidak masuk akal menurutnya. "Mom tahu sendiri, aku tidak ingin menikah," jawab Devano dengan pelan. "Justru karena itu, Devano! Kamu tidak ingin menikah, sedangkan Mommy ingin segera menimang cucu, kalau bukan cucu darimu, harus darimana lagi? Tidak mungkin, Bukan, Mom meminta pada Teha," Balas Emey. Teha—Kucing kesayangan Emelly."Lagian, kau juga sudah tua bangka seperti itu. Bahkan teman sepantaranmu sudah memiliki anak yang mulai memasuki sekolah dasar. Sedangkan kamu? Hanya seperti ini saja." Emely menatap tajam sang anak. Ekspresi wajah wanita tua itu begitu menunjukkan keputusasaan yang mendalam. Tentu saja, anak satu-satunya itu tidak ingin menikah, ibu mana yang tidak frustasi?"Mom jadi curiga tentang
"Kau yakin ini tempatnya?" tanya Devano sembari memperhatikan gedung di depannya."Menurut temanku sih ini. Katanya para wanita disini lebih berkualitas dibanding klub yang lain," tawab Hendrix."Tidak ada yang namanya jalang berkualitas," Hardik Devano yang tidak setuju akan penuturan Hendrix.Hendrix mendesah, berbicara dengan Devano memanglah selalu menguji kesabarannya. "Ayo masuk kedalam, aku sudah mengikat janji dengan pengurus di klub ini."Devano dan Hendrix berjalan beriringan masuk menuju Klub yang sangat megah itu. Devano sebenarnya sangat malas untuk ke tempat seperti ini. Namun, ini demi kelangsungan hidup damainya, ia tidak ingin Hendrix salah memilihkannya wanita, terpaksa ia harus ikut pergi ke tempat yang paling ia hindari ini."Tunggu!" Hendrix tiba-tiba berhenti membuat sebelah alis Devano terangkat di balik kacamata hitam yang ia kenakan."Kau perlu ini. Bisa heboh nanti jika sampai ada yang mengenalimu." Hendrix memberikan Devano masker hitam dan juga topi.Devano
Pagi-pagi sekali Angela sudah bangun dan bersiap pergi ke Apartemen itu.Ia berjalan pelan dan sedikit mengendap-ngendap berharap para iblis yang tinggal di rumahnya belum membuka mata, Angela sangat malas sekali harus menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.Namun, harapan hanyalah tinggal harapan, langkah Angela terhenti dengan dengusan kasar saat sebuah celetukkan terdengar, "Mau kemana? Kenapa berjalan seperti maling begitu?" Angela berbalik, menatap Desi yag wajah berantakan khas bangun tidur, "Bukankah aku harus bekerja untuk melunasi hutangmu itu?" sindirnya."Oh iya, waktunya hanya dua hari lagi. Jika besok lusa kamu belum mendapatkannya, siap-siapa saja, rumah ini akan aku jual.""Kamu tenang saja, aku pasti akan mendapatkan uang itu," sahut Angela malas."Bagus. Oh, mana gajimu kemarin? Isi kulkas sudah habis, aku mau berbelanja," ucapan Desi berhasil membuat mood pagi Angela menjadi buruk seketika. Yang benar saja, ia sudah dituntut mencari uang 10 Miliar secepatnya tetapi m
“K-kamu mencoba memerasku?” Devano tidak lagi berbicara formal sekarang. “Terserah kamu saja mau berpikir apa, yang pasti aku menginginkan uang 10 milyar darimu." Angela terus berusaha menampilkan wajah se garang mungkin, tidak ada waktu lagi untuk takut sekarang, meski tubuhnya sudah bergetar panas dingin dengan jantung berdebar kencang. Sebelum melakukan hal ini tentu saja Angela sudah memikirkan akibat yang akan terjadi, mungkin saja setelah ini Devano akan membunuhnya. Tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan orang kaya, bukan?Devano terdiam beberapa saat dan membalas tatapan nyalang Angela. "B-baiklah, aku akan memberikan uang 10 milyar itu, lepaskan aku dulu." Napas Devano benar-benar tinggal di ujung sekarang.Sudut bibir Angela sedikit terangkat, tanpa berpikir panjang Angela melepas cekalan pada dasi pria itu. Namun, di luar dugaan, Devano langsung bergerak mengambil alih posisi.BRUKK!"AKH!" Angela menjerit saat punggungnya terbentur mulus pada lantai yang keras it
“Ambil saja uang itu, aku membatalkan perjanjian kita!” teriak Angela, tidak memedulikan jika mungkin saja suaranya akan terdengar oleh Emely, yang paling penting sekarang, ia harus terlepas dari jeratan hutang pada pria ini.Devano berbalik, menatap Angela dengan satu alis terangkat.“Kembalikan memori card–ku, ambil saja uangmu, aku tidak membutuhkannya.” Angela berusaha meraih tangan Devano yang masih tergenggam, berpikir jika memori card itu masih di sana.Devano mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil menyeringai. “Tidak semudah itu.”“Kumohon, ambil saja uangmu, tolong lepaskan aku, anggap saja kita tidak saling kenal setelah ini.” Tubuh Angela merosot ke lantai, bersimpuh memohon, tidak memedulikan lagi harga dirinya yang sebetulnya memang tidak ada harganya.Devano tersentak kaget melihat itu. Begitupun dengan Hendrix yang berdiri tidak jauh dari sana.“Apa yang kamu lakukan?”Angela menangkupkan kedua tangannya dengan bola mata berkaca-kaca, berharap Devano mau melepaskanny
Hah?”“Apa kurang jelas? Aku tidak ingin kertas itu, aku ingin uang 10 Milyar itu langsung!” kata Angela dengan tekanan di setiap kalimatnya.Kedua tangan Devano terkepal erat. Andai saja yang di hadapannya sekarang bukanlah seorang gadis, akan dapat Devano pastikan ia akan menghajarnya dengan membabi buta.“Hendrix, cairkan uang 10 milyar sekarang juga!” Devano memerintah dengan berteriak kencang seolah ia adalah orang paling berkuasa di muka bumi ini.Masih dalam kebingungan. Hendrix melangkah keluar dengan tergesa-gesa, masalah sang Tuan tampaknya sangat serius.Sepeninggalan Hendrix, Angela melangkah pelan menuju sofa yang terletak di ujung kamar, menyilangkan kakinya dengan anggun lalu sedetik kemudian gadis itu cekikikan sendiri.Angela masih tidak menyangka jika rencana konyolnya bisa berjalan semulus ini. Mengelabui Devano ternyata tidaklah sulit. Hah, padahal pria itu terlihat seperti orang pintar, ternyata sama saja dengan dirinya yang terkadang bodoh.BRAKK!Angela terperan
“K-kamu mencoba memerasku?” Devano tidak lagi berbicara formal sekarang. “Terserah kamu saja mau berpikir apa, yang pasti aku menginginkan uang 10 milyar darimu." Angela terus berusaha menampilkan wajah se garang mungkin, tidak ada waktu lagi untuk takut sekarang, meski tubuhnya sudah bergetar panas dingin dengan jantung berdebar kencang. Sebelum melakukan hal ini tentu saja Angela sudah memikirkan akibat yang akan terjadi, mungkin saja setelah ini Devano akan membunuhnya. Tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan orang kaya, bukan?Devano terdiam beberapa saat dan membalas tatapan nyalang Angela. "B-baiklah, aku akan memberikan uang 10 milyar itu, lepaskan aku dulu." Napas Devano benar-benar tinggal di ujung sekarang.Sudut bibir Angela sedikit terangkat, tanpa berpikir panjang Angela melepas cekalan pada dasi pria itu. Namun, di luar dugaan, Devano langsung bergerak mengambil alih posisi.BRUKK!"AKH!" Angela menjerit saat punggungnya terbentur mulus pada lantai yang keras it
Pagi-pagi sekali Angela sudah bangun dan bersiap pergi ke Apartemen itu.Ia berjalan pelan dan sedikit mengendap-ngendap berharap para iblis yang tinggal di rumahnya belum membuka mata, Angela sangat malas sekali harus menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.Namun, harapan hanyalah tinggal harapan, langkah Angela terhenti dengan dengusan kasar saat sebuah celetukkan terdengar, "Mau kemana? Kenapa berjalan seperti maling begitu?" Angela berbalik, menatap Desi yag wajah berantakan khas bangun tidur, "Bukankah aku harus bekerja untuk melunasi hutangmu itu?" sindirnya."Oh iya, waktunya hanya dua hari lagi. Jika besok lusa kamu belum mendapatkannya, siap-siapa saja, rumah ini akan aku jual.""Kamu tenang saja, aku pasti akan mendapatkan uang itu," sahut Angela malas."Bagus. Oh, mana gajimu kemarin? Isi kulkas sudah habis, aku mau berbelanja," ucapan Desi berhasil membuat mood pagi Angela menjadi buruk seketika. Yang benar saja, ia sudah dituntut mencari uang 10 Miliar secepatnya tetapi m
"Kau yakin ini tempatnya?" tanya Devano sembari memperhatikan gedung di depannya."Menurut temanku sih ini. Katanya para wanita disini lebih berkualitas dibanding klub yang lain," tawab Hendrix."Tidak ada yang namanya jalang berkualitas," Hardik Devano yang tidak setuju akan penuturan Hendrix.Hendrix mendesah, berbicara dengan Devano memanglah selalu menguji kesabarannya. "Ayo masuk kedalam, aku sudah mengikat janji dengan pengurus di klub ini."Devano dan Hendrix berjalan beriringan masuk menuju Klub yang sangat megah itu. Devano sebenarnya sangat malas untuk ke tempat seperti ini. Namun, ini demi kelangsungan hidup damainya, ia tidak ingin Hendrix salah memilihkannya wanita, terpaksa ia harus ikut pergi ke tempat yang paling ia hindari ini."Tunggu!" Hendrix tiba-tiba berhenti membuat sebelah alis Devano terangkat di balik kacamata hitam yang ia kenakan."Kau perlu ini. Bisa heboh nanti jika sampai ada yang mengenalimu." Hendrix memberikan Devano masker hitam dan juga topi.Devano
"Devano, Mommy sudah memutuskan. Kalau dalam tiga hari ini kamu belum juga membawa calon istrimu kehadapan Mom, pilihanmu hanya dua, melihat Mommy mati bunuh diri atau menikah dengan anak Om Erlangga!"Devano tersedak sarapannya kali ini. Perkataan sang mommy sungguh sangat tidak masuk akal menurutnya. "Mom tahu sendiri, aku tidak ingin menikah," jawab Devano dengan pelan. "Justru karena itu, Devano! Kamu tidak ingin menikah, sedangkan Mommy ingin segera menimang cucu, kalau bukan cucu darimu, harus darimana lagi? Tidak mungkin, Bukan, Mom meminta pada Teha," Balas Emey. Teha—Kucing kesayangan Emelly."Lagian, kau juga sudah tua bangka seperti itu. Bahkan teman sepantaranmu sudah memiliki anak yang mulai memasuki sekolah dasar. Sedangkan kamu? Hanya seperti ini saja." Emely menatap tajam sang anak. Ekspresi wajah wanita tua itu begitu menunjukkan keputusasaan yang mendalam. Tentu saja, anak satu-satunya itu tidak ingin menikah, ibu mana yang tidak frustasi?"Mom jadi curiga tentang
"Bagaimana, Angela? Kamu menerima tawaranku?"Angela yang semula sudah mulai bisa mengendalikan diri karena Alexa—teman kerjanya, berkata bisa membantunya itu seketika kembali mengerang. "Aku tidak mau menjadi jalang!" Angela menatap tajam Alexa, saran gadis itu begitu buruk.Alexa mendesah, "Hanya itu cara terakhir yang bisa aku dapatkan, meminjam dengan rentenir lain pun prosesnya tidak akan secepat itu. Apalagi ini dengan nominal yang sangat banyak. Ayolah Angela, 10 miliar, kemana kamu akan mendapatkannya?" Angela termenung, "Apa aku relakan saja rumah itu?" Angela tidak tahu lagi sekarang harus berbuat apa, ia sudah mencoba meminjam pada bos di tempatnya bekerja. Namun, orang gila mana yang mau meminjamkan uang 10 milyar tanpa jaminan apapun. "Kamu menyerah? Untuk apa perjuanganmu selama ini jika akhirnya kamu memilih melepaskan rumah itu?" Helaan nafas berat terdengar, "Ya, aku tidak seharusnya menyerah. Tapi, Akhhh, aku pusing Alexa!" Alexa mendekat
"Kita harus menjual rumah ini!"Suara dentingan keras seketika memenuhi area dapur. Angela—gadis yang baru memasuki usia 20 tahun itu secara reflek melepaskan spatula begitu mendengar suara menggelegar dari sang ibu tiri. "Apa yang kamu bilang tadi?" Angela menatap tajam wanita itu.Desi maju beberapa langkah sambil melipat kedua tangan di depan dada, "Aku harus menjual rumah ini untuk membayar hutang Ayahmu!""Sejak kapan Ayahku memiliki hutang? Aku tahu itu hutang dirimu sendiri, jangan mengada-ngada, kamu tidak memiliki hak untuk menjual rumah ini." Angela membalas ucapan Desi sekeras mungkin. Tidak! setahu Angela selama ayahnya hidup pria tua itu bukan orang yang gemar berhutang. Angela yakin, ini hanya akal-akalan wanita itu saja.Tawa sinis Desi membuat Angela yang semula ingin mengambil spatula yang tidak sengaja ia jatuhkan itu terdiam. "Kamu tidak ingat sertifikat rumah ini ada padaku? tanpa persetujuan siapapun juga aku bisa menjual rumah ini."Angela menggeram kesal, g