"Kita harus menjual rumah ini!"
Suara dentingan keras seketika memenuhi area dapur. Angela—gadis yang baru memasuki usia 20 tahun itu secara reflek melepaskan spatula begitu mendengar suara menggelegar dari sang ibu tiri. "Apa yang kamu bilang tadi?" Angela menatap tajam wanita itu.Desi maju beberapa langkah sambil melipat kedua tangan di depan dada, "Aku harus menjual rumah ini untuk membayar hutang Ayahmu!""Sejak kapan Ayahku memiliki hutang? Aku tahu itu hutang dirimu sendiri, jangan mengada-ngada, kamu tidak memiliki hak untuk menjual rumah ini." Angela membalas ucapan Desi sekeras mungkin. Tidak! setahu Angela selama ayahnya hidup pria tua itu bukan orang yang gemar berhutang. Angela yakin, ini hanya akal-akalan wanita itu saja.Tawa sinis Desi membuat Angela yang semula ingin mengambil spatula yang tidak sengaja ia jatuhkan itu terdiam. "Kamu tidak ingat sertifikat rumah ini ada padaku? tanpa persetujuan siapapun juga aku bisa menjual rumah ini."Angela menggeram kesal, gadis itu mengambil spatulanya dengan cepat lalu menodongkannya ke arah Desi membuat Laura—adik tirinya terpekik, "Berani sekali kamu dengan Mamaku, Angela!"Angela tidak menghiraukan Laura, ia hanya terfokus dengan masalahnya saat ini, bagaimanapun caranya, rumah peninggalan terakhir orang tuanya ini tidak boleh dijual, hanya rumah ini satu-satunya kenang-kenangan yang Angela miliki. "Bukannya kamu masih punya mobil dan perhiasan? Jual saja milikmu itu tanpa harus menyentuh milikku!""Angela, Ini juga rumahku, aku juga istri dari ayahmu kalau kamu lupa, aku harus menjual rumah ini untuk membayar hutang dari rentenir," ucap Desi mencoba melunak, siapa tahu saja Angela mau mendengarkan dirinya."Tidak! Itu hutangmu sendiri, bukan? kenapa harus menggunakan harta ayahku untuk membayarnya? Kamu jual saja mobil sama emas mu itu." Angela benar-benar tidak terima jika rumah ini dijual begitu saja. Sebanyak apa hutang itu sampai harus menjual rumah?Desi menggeram. Baiklah, sepertinya anak itu tidak bisa diberi hati. "Terserah kamu saja, aku bisa menjual rumah ini tanpa persetujuanmu!"Desi berlalu dari sana. Namun, sebelum benar-benar meninggalkan dapur sekaligus ruang makan itu. Desi kembali bersuara yang mampu membuat Angela kembali menegang. "Ayo, Lau, setelah ini ikut Mama, kita langsung tawarkan saja rumah ini pada perusahaan-perusahaan besar.""Oke, Ma." Sahut Laura dengan senang, tentu saja. Mereka akan menjual rumah ini, pasti masih banyak uang yang tersisa dari berbayar hutang."Stop! Aku akan membayar hutang itu. Jangan kalian berani menjual rumah ini!" Angela terpaksa kembali menanggung semuanya, sekali lagi. Ia sangat ingin mempertahankan satu-satu kenangan dari orang tuanya ini. Ia tahu ibu tirinya itu orang seperti apa, dengan cara apapun Angela mengancam, pasti Desi tidak akan kalah."Berapa hutangmu itu?" tanya Angela. Ia berharap kali ini semoga saja hutangnya tidak seberapa, ia akan berusaha mencari uangnya, bekerja tiada henti, ia sudah terbiasa akan itu, jadi untuk beberapa bulan belakangan juga sepertinya ia sanggup. Asal rumah ini masih bersamanya."10 Miliar.""WHAT?" Kali rasanya jantung Angela keluar dari tempatnya saking terkejutnya, apa ia salah dengar? 10 Miliar?"Apa kamu gila!" Teriak Angela lagi memandang tak percaya kearah Desi. "Untuk apa kamu uang sebanyak itu?""Tidak usah banyak bicara, carikan uang itu dalam tiga hari. Jika kamu tidak sanggup, gampang saja, aku tinggal menyerahkan sertifikat rumah ini.""Ayo, Lau, kita sarapan di luar saja." Desi dan Laura pergi meninggalkan Angela yang pikirannya seketika blank memikirkan semuanya, bagaimana mungkin ia mendapatkan uang sebanyak itu dalam tiga hari?Sudah bertahun-tahun bekerja pun Angela tidak pernah sampai mengumpulkan uang sebanyak itu.Gadis itu berteriak frustasi sambil menjambak rambutnya, melupakan omelet yang kini mulai perlahan menghitam, Angela baru menyadari saat bau hangus mulai tercium, gadis itu segera mematikan kompor dan berlari menuju kamarnya di bagian belakang. Ya, kamar yang seharusnya untuk pengurus rumah tangga. Ah, Angela melupakan sesuatu, ia memang dijadikan pengurus rumah tangga dalam rumahnya sendiri.Dalam kamar, Angela kembali melanjutkan teriakan frustasinya, gadis itu berteriak sekencang yang ia bisa, suaranya pun mulai serak.Puas meluapkan amarahnya. Angela meraih ponsel, menghubungi seseorang di sana. "Alexa, tolong aku!" teriak Angela begitu panggilan itu terhubung."Angela, ada apa?""Kamu sudah pergi kerja?""Aku baru sampai""Baiklah, aku berangkat," Angela langsung mematikan panggilan itu kemudian menyambarkan jaket dan tas selempang miliknya.Angela pergi meninggalkan rumah sederhana itu menggunakan motor bebek pemberian sang ayah saat Angela berulang tahun.Sepanjang perjalanan. Angela terus memikirkan uang 10 Milyar itu, sampai detik ini ia masih tidak menyangka jika Desi memiliki hutang sebanyak itu. Wanita itu mengatakan jika itu hutang sang ayah? Ck, wanita jahat itu terlalu membual.Angela terlalu sibuk melamun hingga gadis itu tidak menyadari adanya macet di depan. Kecelakaan tidak terelakkan lagi, Angela yang tidak sempat lagi menekan rem akhirnya menabrak mobil di depan.Gadis itu tersungkur dengan bobot motor menindih sebelah kakinya. "Sakit." Angela meringis saat ia di bopong oleh beberapa pengendara yang membantunya untuk menepi agar tidak menghalangi jalan."Kamu tidak apa-apa?"Angela yang terduduk sambil memegangi kakinya yang perlahan membiru itu seketika mendongak.Mata sayu dengan genangan air mata itu mengerjap beberapa kali menatap seorang pria dewasa dengan pakaian formal berdiri di hadapannya. 'Tampan sekali,' batin Angela."Kamu tidak apa-apa?" tanya pria itu sekali lagi yang berhasil membuat Angela akhirnya bisa mengendalikan diri."Kakiku sakit." Angela meringis menahan denyutan keras di kakinya. Sungguh, Angela ingin menangis saja rasanya."Mau aku antarkan ke rumah sakit?"Angela kembali mengangkat kepalanya. "Kamu siapa?"Pria itu menunjuk mobil yang terparkir di samping motornya sudah penyok di bagian depan. "Pemilik mobil yang kamu tabrak."Angela kembali meringis pelan. Tidak! Angela bukan meringis karena sakit di kakinya, melainkan melihat kondisi mobil yang cukup membuatnya berkeringat dinginAngela sedikit-sedikit tahu dengan merek mobil, mobil yang ditabraknya adalah mobil dengan harga milyaran. Ah, apa pria di hadapannya ini mencoba meminta ganti rugi? Haish, kenapa hari ini Angela sial sekali. "Maaf." Hanya itu yang bisa Angela lakukan."Tuan." Suara lain menginterupsi mereka membuat pria itu menoleh sebentar dan mengangguk."Nona, kamu bisa ke rumah sakit sendiri? Aku sedang buru-buru, kamu bilang saja berapa yang kamu butuhkan, aku akan memberikannya untuk biaya pengobatanmu.""10 Milyar.""Hah?" pria itu berseru bingung.Angela yang baru menyadari kebodohannya itu seketika melotot, ia menggeleng keras sambil menutup mulutnya, "Tidak, aku hanya salah bicara saja." Sepertinya otak Angela sudah eror karena hutang 10 milyar itu.Pria itu mengangguk pelan kemudian merogoh dompet dalam saku celananya, mengambil 5 lembar uang berwarna pink dan meletakkannya di sisi Angela, "Aku rasa ini cukup … Lain kali hati-hati, kau bisa rugi besar karena berurusan dengan orang yang salah." Pria itu pergi meninggalkan Angela yang terdiam memperhatikannya."Siapa dia? Apa orang kaya?""Bagaimana, Angela? Kamu menerima tawaranku?"Angela yang semula sudah mulai bisa mengendalikan diri karena Alexa—teman kerjanya, berkata bisa membantunya itu seketika kembali mengerang. "Aku tidak mau menjadi jalang!" Angela menatap tajam Alexa, saran gadis itu begitu buruk.Alexa mendesah, "Hanya itu cara terakhir yang bisa aku dapatkan, meminjam dengan rentenir lain pun prosesnya tidak akan secepat itu. Apalagi ini dengan nominal yang sangat banyak. Ayolah Angela, 10 miliar, kemana kamu akan mendapatkannya?" Angela termenung, "Apa aku relakan saja rumah itu?" Angela tidak tahu lagi sekarang harus berbuat apa, ia sudah mencoba meminjam pada bos di tempatnya bekerja. Namun, orang gila mana yang mau meminjamkan uang 10 milyar tanpa jaminan apapun. "Kamu menyerah? Untuk apa perjuanganmu selama ini jika akhirnya kamu memilih melepaskan rumah itu?" Helaan nafas berat terdengar, "Ya, aku tidak seharusnya menyerah. Tapi, Akhhh, aku pusing Alexa!" Alexa mendekat
"Devano, Mommy sudah memutuskan. Kalau dalam tiga hari ini kamu belum juga membawa calon istrimu kehadapan Mom, pilihanmu hanya dua, melihat Mommy mati bunuh diri atau menikah dengan anak Om Erlangga!"Devano tersedak sarapannya kali ini. Perkataan sang mommy sungguh sangat tidak masuk akal menurutnya. "Mom tahu sendiri, aku tidak ingin menikah," jawab Devano dengan pelan. "Justru karena itu, Devano! Kamu tidak ingin menikah, sedangkan Mommy ingin segera menimang cucu, kalau bukan cucu darimu, harus darimana lagi? Tidak mungkin, Bukan, Mom meminta pada Teha," Balas Emey. Teha—Kucing kesayangan Emelly."Lagian, kau juga sudah tua bangka seperti itu. Bahkan teman sepantaranmu sudah memiliki anak yang mulai memasuki sekolah dasar. Sedangkan kamu? Hanya seperti ini saja." Emely menatap tajam sang anak. Ekspresi wajah wanita tua itu begitu menunjukkan keputusasaan yang mendalam. Tentu saja, anak satu-satunya itu tidak ingin menikah, ibu mana yang tidak frustasi?"Mom jadi curiga tentang
"Kau yakin ini tempatnya?" tanya Devano sembari memperhatikan gedung di depannya."Menurut temanku sih ini. Katanya para wanita disini lebih berkualitas dibanding klub yang lain," tawab Hendrix."Tidak ada yang namanya jalang berkualitas," Hardik Devano yang tidak setuju akan penuturan Hendrix.Hendrix mendesah, berbicara dengan Devano memanglah selalu menguji kesabarannya. "Ayo masuk kedalam, aku sudah mengikat janji dengan pengurus di klub ini."Devano dan Hendrix berjalan beriringan masuk menuju Klub yang sangat megah itu. Devano sebenarnya sangat malas untuk ke tempat seperti ini. Namun, ini demi kelangsungan hidup damainya, ia tidak ingin Hendrix salah memilihkannya wanita, terpaksa ia harus ikut pergi ke tempat yang paling ia hindari ini."Tunggu!" Hendrix tiba-tiba berhenti membuat sebelah alis Devano terangkat di balik kacamata hitam yang ia kenakan."Kau perlu ini. Bisa heboh nanti jika sampai ada yang mengenalimu." Hendrix memberikan Devano masker hitam dan juga topi.Devano
Pagi-pagi sekali Angela sudah bangun dan bersiap pergi ke Apartemen itu.Ia berjalan pelan dan sedikit mengendap-ngendap berharap para iblis yang tinggal di rumahnya belum membuka mata, Angela sangat malas sekali harus menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.Namun, harapan hanyalah tinggal harapan, langkah Angela terhenti dengan dengusan kasar saat sebuah celetukkan terdengar, "Mau kemana? Kenapa berjalan seperti maling begitu?" Angela berbalik, menatap Desi yag wajah berantakan khas bangun tidur, "Bukankah aku harus bekerja untuk melunasi hutangmu itu?" sindirnya."Oh iya, waktunya hanya dua hari lagi. Jika besok lusa kamu belum mendapatkannya, siap-siapa saja, rumah ini akan aku jual.""Kamu tenang saja, aku pasti akan mendapatkan uang itu," sahut Angela malas."Bagus. Oh, mana gajimu kemarin? Isi kulkas sudah habis, aku mau berbelanja," ucapan Desi berhasil membuat mood pagi Angela menjadi buruk seketika. Yang benar saja, ia sudah dituntut mencari uang 10 Miliar secepatnya tetapi m
“K-kamu mencoba memerasku?” Devano tidak lagi berbicara formal sekarang. “Terserah kamu saja mau berpikir apa, yang pasti aku menginginkan uang 10 milyar darimu." Angela terus berusaha menampilkan wajah se garang mungkin, tidak ada waktu lagi untuk takut sekarang, meski tubuhnya sudah bergetar panas dingin dengan jantung berdebar kencang. Sebelum melakukan hal ini tentu saja Angela sudah memikirkan akibat yang akan terjadi, mungkin saja setelah ini Devano akan membunuhnya. Tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan orang kaya, bukan?Devano terdiam beberapa saat dan membalas tatapan nyalang Angela. "B-baiklah, aku akan memberikan uang 10 milyar itu, lepaskan aku dulu." Napas Devano benar-benar tinggal di ujung sekarang.Sudut bibir Angela sedikit terangkat, tanpa berpikir panjang Angela melepas cekalan pada dasi pria itu. Namun, di luar dugaan, Devano langsung bergerak mengambil alih posisi.BRUKK!"AKH!" Angela menjerit saat punggungnya terbentur mulus pada lantai yang keras it
Hah?”“Apa kurang jelas? Aku tidak ingin kertas itu, aku ingin uang 10 Milyar itu langsung!” kata Angela dengan tekanan di setiap kalimatnya.Kedua tangan Devano terkepal erat. Andai saja yang di hadapannya sekarang bukanlah seorang gadis, akan dapat Devano pastikan ia akan menghajarnya dengan membabi buta.“Hendrix, cairkan uang 10 milyar sekarang juga!” Devano memerintah dengan berteriak kencang seolah ia adalah orang paling berkuasa di muka bumi ini.Masih dalam kebingungan. Hendrix melangkah keluar dengan tergesa-gesa, masalah sang Tuan tampaknya sangat serius.Sepeninggalan Hendrix, Angela melangkah pelan menuju sofa yang terletak di ujung kamar, menyilangkan kakinya dengan anggun lalu sedetik kemudian gadis itu cekikikan sendiri.Angela masih tidak menyangka jika rencana konyolnya bisa berjalan semulus ini. Mengelabui Devano ternyata tidaklah sulit. Hah, padahal pria itu terlihat seperti orang pintar, ternyata sama saja dengan dirinya yang terkadang bodoh.BRAKK!Angela terperan
“Ambil saja uang itu, aku membatalkan perjanjian kita!” teriak Angela, tidak memedulikan jika mungkin saja suaranya akan terdengar oleh Emely, yang paling penting sekarang, ia harus terlepas dari jeratan hutang pada pria ini.Devano berbalik, menatap Angela dengan satu alis terangkat.“Kembalikan memori card–ku, ambil saja uangmu, aku tidak membutuhkannya.” Angela berusaha meraih tangan Devano yang masih tergenggam, berpikir jika memori card itu masih di sana.Devano mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil menyeringai. “Tidak semudah itu.”“Kumohon, ambil saja uangmu, tolong lepaskan aku, anggap saja kita tidak saling kenal setelah ini.” Tubuh Angela merosot ke lantai, bersimpuh memohon, tidak memedulikan lagi harga dirinya yang sebetulnya memang tidak ada harganya.Devano tersentak kaget melihat itu. Begitupun dengan Hendrix yang berdiri tidak jauh dari sana.“Apa yang kamu lakukan?”Angela menangkupkan kedua tangannya dengan bola mata berkaca-kaca, berharap Devano mau melepaskanny
“Ambil saja uang itu, aku membatalkan perjanjian kita!” teriak Angela, tidak memedulikan jika mungkin saja suaranya akan terdengar oleh Emely, yang paling penting sekarang, ia harus terlepas dari jeratan hutang pada pria ini.Devano berbalik, menatap Angela dengan satu alis terangkat.“Kembalikan memori card–ku, ambil saja uangmu, aku tidak membutuhkannya.” Angela berusaha meraih tangan Devano yang masih tergenggam, berpikir jika memori card itu masih di sana.Devano mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil menyeringai. “Tidak semudah itu.”“Kumohon, ambil saja uangmu, tolong lepaskan aku, anggap saja kita tidak saling kenal setelah ini.” Tubuh Angela merosot ke lantai, bersimpuh memohon, tidak memedulikan lagi harga dirinya yang sebetulnya memang tidak ada harganya.Devano tersentak kaget melihat itu. Begitupun dengan Hendrix yang berdiri tidak jauh dari sana.“Apa yang kamu lakukan?”Angela menangkupkan kedua tangannya dengan bola mata berkaca-kaca, berharap Devano mau melepaskanny
Hah?”“Apa kurang jelas? Aku tidak ingin kertas itu, aku ingin uang 10 Milyar itu langsung!” kata Angela dengan tekanan di setiap kalimatnya.Kedua tangan Devano terkepal erat. Andai saja yang di hadapannya sekarang bukanlah seorang gadis, akan dapat Devano pastikan ia akan menghajarnya dengan membabi buta.“Hendrix, cairkan uang 10 milyar sekarang juga!” Devano memerintah dengan berteriak kencang seolah ia adalah orang paling berkuasa di muka bumi ini.Masih dalam kebingungan. Hendrix melangkah keluar dengan tergesa-gesa, masalah sang Tuan tampaknya sangat serius.Sepeninggalan Hendrix, Angela melangkah pelan menuju sofa yang terletak di ujung kamar, menyilangkan kakinya dengan anggun lalu sedetik kemudian gadis itu cekikikan sendiri.Angela masih tidak menyangka jika rencana konyolnya bisa berjalan semulus ini. Mengelabui Devano ternyata tidaklah sulit. Hah, padahal pria itu terlihat seperti orang pintar, ternyata sama saja dengan dirinya yang terkadang bodoh.BRAKK!Angela terperan
“K-kamu mencoba memerasku?” Devano tidak lagi berbicara formal sekarang. “Terserah kamu saja mau berpikir apa, yang pasti aku menginginkan uang 10 milyar darimu." Angela terus berusaha menampilkan wajah se garang mungkin, tidak ada waktu lagi untuk takut sekarang, meski tubuhnya sudah bergetar panas dingin dengan jantung berdebar kencang. Sebelum melakukan hal ini tentu saja Angela sudah memikirkan akibat yang akan terjadi, mungkin saja setelah ini Devano akan membunuhnya. Tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan orang kaya, bukan?Devano terdiam beberapa saat dan membalas tatapan nyalang Angela. "B-baiklah, aku akan memberikan uang 10 milyar itu, lepaskan aku dulu." Napas Devano benar-benar tinggal di ujung sekarang.Sudut bibir Angela sedikit terangkat, tanpa berpikir panjang Angela melepas cekalan pada dasi pria itu. Namun, di luar dugaan, Devano langsung bergerak mengambil alih posisi.BRUKK!"AKH!" Angela menjerit saat punggungnya terbentur mulus pada lantai yang keras it
Pagi-pagi sekali Angela sudah bangun dan bersiap pergi ke Apartemen itu.Ia berjalan pelan dan sedikit mengendap-ngendap berharap para iblis yang tinggal di rumahnya belum membuka mata, Angela sangat malas sekali harus menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.Namun, harapan hanyalah tinggal harapan, langkah Angela terhenti dengan dengusan kasar saat sebuah celetukkan terdengar, "Mau kemana? Kenapa berjalan seperti maling begitu?" Angela berbalik, menatap Desi yag wajah berantakan khas bangun tidur, "Bukankah aku harus bekerja untuk melunasi hutangmu itu?" sindirnya."Oh iya, waktunya hanya dua hari lagi. Jika besok lusa kamu belum mendapatkannya, siap-siapa saja, rumah ini akan aku jual.""Kamu tenang saja, aku pasti akan mendapatkan uang itu," sahut Angela malas."Bagus. Oh, mana gajimu kemarin? Isi kulkas sudah habis, aku mau berbelanja," ucapan Desi berhasil membuat mood pagi Angela menjadi buruk seketika. Yang benar saja, ia sudah dituntut mencari uang 10 Miliar secepatnya tetapi m
"Kau yakin ini tempatnya?" tanya Devano sembari memperhatikan gedung di depannya."Menurut temanku sih ini. Katanya para wanita disini lebih berkualitas dibanding klub yang lain," tawab Hendrix."Tidak ada yang namanya jalang berkualitas," Hardik Devano yang tidak setuju akan penuturan Hendrix.Hendrix mendesah, berbicara dengan Devano memanglah selalu menguji kesabarannya. "Ayo masuk kedalam, aku sudah mengikat janji dengan pengurus di klub ini."Devano dan Hendrix berjalan beriringan masuk menuju Klub yang sangat megah itu. Devano sebenarnya sangat malas untuk ke tempat seperti ini. Namun, ini demi kelangsungan hidup damainya, ia tidak ingin Hendrix salah memilihkannya wanita, terpaksa ia harus ikut pergi ke tempat yang paling ia hindari ini."Tunggu!" Hendrix tiba-tiba berhenti membuat sebelah alis Devano terangkat di balik kacamata hitam yang ia kenakan."Kau perlu ini. Bisa heboh nanti jika sampai ada yang mengenalimu." Hendrix memberikan Devano masker hitam dan juga topi.Devano
"Devano, Mommy sudah memutuskan. Kalau dalam tiga hari ini kamu belum juga membawa calon istrimu kehadapan Mom, pilihanmu hanya dua, melihat Mommy mati bunuh diri atau menikah dengan anak Om Erlangga!"Devano tersedak sarapannya kali ini. Perkataan sang mommy sungguh sangat tidak masuk akal menurutnya. "Mom tahu sendiri, aku tidak ingin menikah," jawab Devano dengan pelan. "Justru karena itu, Devano! Kamu tidak ingin menikah, sedangkan Mommy ingin segera menimang cucu, kalau bukan cucu darimu, harus darimana lagi? Tidak mungkin, Bukan, Mom meminta pada Teha," Balas Emey. Teha—Kucing kesayangan Emelly."Lagian, kau juga sudah tua bangka seperti itu. Bahkan teman sepantaranmu sudah memiliki anak yang mulai memasuki sekolah dasar. Sedangkan kamu? Hanya seperti ini saja." Emely menatap tajam sang anak. Ekspresi wajah wanita tua itu begitu menunjukkan keputusasaan yang mendalam. Tentu saja, anak satu-satunya itu tidak ingin menikah, ibu mana yang tidak frustasi?"Mom jadi curiga tentang
"Bagaimana, Angela? Kamu menerima tawaranku?"Angela yang semula sudah mulai bisa mengendalikan diri karena Alexa—teman kerjanya, berkata bisa membantunya itu seketika kembali mengerang. "Aku tidak mau menjadi jalang!" Angela menatap tajam Alexa, saran gadis itu begitu buruk.Alexa mendesah, "Hanya itu cara terakhir yang bisa aku dapatkan, meminjam dengan rentenir lain pun prosesnya tidak akan secepat itu. Apalagi ini dengan nominal yang sangat banyak. Ayolah Angela, 10 miliar, kemana kamu akan mendapatkannya?" Angela termenung, "Apa aku relakan saja rumah itu?" Angela tidak tahu lagi sekarang harus berbuat apa, ia sudah mencoba meminjam pada bos di tempatnya bekerja. Namun, orang gila mana yang mau meminjamkan uang 10 milyar tanpa jaminan apapun. "Kamu menyerah? Untuk apa perjuanganmu selama ini jika akhirnya kamu memilih melepaskan rumah itu?" Helaan nafas berat terdengar, "Ya, aku tidak seharusnya menyerah. Tapi, Akhhh, aku pusing Alexa!" Alexa mendekat
"Kita harus menjual rumah ini!"Suara dentingan keras seketika memenuhi area dapur. Angela—gadis yang baru memasuki usia 20 tahun itu secara reflek melepaskan spatula begitu mendengar suara menggelegar dari sang ibu tiri. "Apa yang kamu bilang tadi?" Angela menatap tajam wanita itu.Desi maju beberapa langkah sambil melipat kedua tangan di depan dada, "Aku harus menjual rumah ini untuk membayar hutang Ayahmu!""Sejak kapan Ayahku memiliki hutang? Aku tahu itu hutang dirimu sendiri, jangan mengada-ngada, kamu tidak memiliki hak untuk menjual rumah ini." Angela membalas ucapan Desi sekeras mungkin. Tidak! setahu Angela selama ayahnya hidup pria tua itu bukan orang yang gemar berhutang. Angela yakin, ini hanya akal-akalan wanita itu saja.Tawa sinis Desi membuat Angela yang semula ingin mengambil spatula yang tidak sengaja ia jatuhkan itu terdiam. "Kamu tidak ingat sertifikat rumah ini ada padaku? tanpa persetujuan siapapun juga aku bisa menjual rumah ini."Angela menggeram kesal, g