“K-kamu mencoba memerasku?” Devano tidak lagi berbicara formal sekarang.
“Terserah kamu saja mau berpikir apa, yang pasti aku menginginkan uang 10 milyar darimu." Angela terus berusaha menampilkan wajah se garang mungkin, tidak ada waktu lagi untuk takut sekarang, meski tubuhnya sudah bergetar panas dingin dengan jantung berdebar kencang. Sebelum melakukan hal ini tentu saja Angela sudah memikirkan akibat yang akan terjadi, mungkin saja setelah ini Devano akan membunuhnya. Tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan orang kaya, bukan?Devano terdiam beberapa saat dan membalas tatapan nyalang Angela. "B-baiklah, aku akan memberikan uang 10 milyar itu, lepaskan aku dulu." Napas Devano benar-benar tinggal di ujung sekarang.Sudut bibir Angela sedikit terangkat, tanpa berpikir panjang Angela melepas cekalan pada dasi pria itu. Namun, di luar dugaan, Devano langsung bergerak mengambil alih posisi.BRUKK!"AKH!" Angela menjerit saat punggungnya terbentur mulus pada lantai yang keras itu, Devano membantingnya tanpa ampun sama sekali.Keadaan berbalik, Devano mencekik leher Angela, tidak kencang, hanya berupaya melumpuhkan gadis yang kini berusaha memberontak itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Devano dengan napas memburu, selain emosi yang menyerang, napas Devano belum sepenuhnya pulih akibat lilitan dasi tadi.Angela menggeleng keras, sudut matanya mengeluarkan air. Tidak! itu bukan air mata tangisan, entahlah, mungkin Angela terlalu takut, aura yang dikeluarkan Devano begitu mencekam, tubuhnya yang sudah berkeringat dingin seketika langsung menggigil. "Lepaskan aku!""Katakan siapa dirimu, baru aku akan melepaskanmu!" tekan Devano semakin mempererat cekalan pada leher Angela.Angela tidak memiliki pilihan lagi. Sambil menggeleng keras, Angela merogoh sesuatu yang sedari tadi ia simpan dalam bra.Menyaksikan hal yang begitu memalukan, Devano memalingkan wajah sambil mengumpat. "Dasar jalang!""Yakin tidak mau melepaskanku?" seru Angela.Devano menoleh dan seketika terbelalak, cekalan pada leher Angela perlahan terlepas. Angela terbatuk hebat dan bangkit sambil tersenyum puas menatap Devano, "Semua terekam di sini, kurasa cukup untuk membuat Mommy jantungan," ucap Angela.Ya, sejak rencana memeras pria kaya raya ini muncul, Angela berpikir keras bagaimana caranya agar Devano tidak bisa berkutik akan ancaman yang ia berikan.Untung saja ia memiliki ponsel jadul yang ukurannya lebih kecil dibanding ponsel keluaran terbaru sekarang. Hal itu juga didukung oleh gaun Angela yang pakai memiliki semacam bolongan kecil di bagian dada, Angela bisa menyelipkan ponsel mode rekam untuk mengumpulkan semua bukti.Yah, meski yang semula menyerang Devano adalah dirinya. Namun, ia bisa menyebarkan video itu hanya sepenggal saja, bukan? Angela tersenyum akan kepintarannya kali ini.Terbukti, Devano tidak bisa berkutik lagi sekarang."Apa yang kamu inginkan?" Devano memilih untuk tidak memperpanjang masalah, ia tidak memiliki waktu hanya untuk sekedar meladeni gadis gila itu."Hanya uang 10 milyar … Sekarang!" Angela memberikan tekanan pada akhir kalimatnya."Kau akan menghapus video itu saat aku memberikannya?" tanya Devano.Angela mengangguk dengan semangat, "Tentu saja, aku akan menghapusnya di depanmu.""Baiklah, setelah kita pulang dari sini, aku akan memberikan uang itu."Angela hampir saja bersorak senang mendengar itu. Usahanya tidak sia-sia, ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu hanya dalam waktu yang begitu singkat. Dan, termasuk mudah. Ya, Angela hanya perlu memutar otaknya untuk ini ternyata.Devano berlalu dari kamar itu dengan wajah merah madam. Tentu saja ia sangat marah, gadis yang terlihat polos itu ternyata tidak lebih dari titisan iblis. Ck, bisa-bisanya ia terkecoh.________ “Mom menyukai Nathalie.”Wajah sumringah Emelly menyambut kedatangan Devano, pria itu hanya mengangguk saja mengiyakan. “Iya, Mom.”“Jadi, kapan rencananya kalian akan melangsungkan pernikahan?”Devano berdehem sebentar berusaha mengenyahkan emosinya yang belum sepenuhnya menghilang. “Em, aku belum memikirkannya.”“Kenapa belum? Kamu harus memikirkannya dari sekarang!” desak Emelly.“Mom, Mommy tahu sendiri jika aku sedang sibuk sekarang, pekerjaanku lagi menumpuk.” Devano mencoba memelas.“Ah begitu? Baiklah, kalau begitu biar urusan pernikahanmu Mommy yang mengurus, kamu dan Nathalie tinggal terima jadi saja.”Rahang Devano hampir jatuh mendengarnya. Ya, tentu saja, seharusnya ia tidak menuruti ide konyol dari Hendrix untuk masalah penting seperti ini, Mommy–nya adalah orang terkeras kepala sedunia, seharusnya ia mengingat itu sebelum mengambil tindakan.“Mommy tidak perlu repot-repot, lagipula aku belum membahas ini dengan Nathalie,” ucap Devano mencoba mencari alasan, berharap kali ini Emelly luluh.“Ya sudah, mumpung dia ada di sini, kita bahas saja sekarang bersama-sama.” Emelly masih keke.Sungguh, ingatkan Devano nanti untuk menjambak rambut Hendrix karena sudah memberi ide buruk ini. “Ma, tolong mengerti–lah, Devano bisa mengurus ini sendiri, Nathalie juga masih sangat muda, umurnya baru sekitar 20 an, Devano harus mencari momen yang pas untuk mengungkapkan keseriusan Devano padanya.”Emelly terdiam beberapa saat lalu menarik napas panjang yang terdengar begitu berat membuat Devano merasa bersalah terhadap wanita yang sudah melahirkannya itu, ‘Maafkan Devano, Ma,’ batinnya.“Baiklah, Mommy akan menunggunya,” ucap Emelly tersenyum lebar dengan mata berkaca-kaca membuat Devano semakin di hantam perasaan bersalah.Devano memeluk wanita paruh baya itu sebentar lalu pergi keluar dengan langkah lebarnya.Dalam kamar yang lain, lebih tepatnya kamarnya sendiri. Devano berdiri menghadap jendela kaca besar, dengan kedua tangan dimasukkan kedalam saku celana menatap pepohonan di rindang di sekitar rumah.Tak lama kemudian, ketukan pintu terdengar.“Masuk!” seru Devano.“Kenapa kamu memanggilku?” tanya Hendrix dengan suara paraunya, wajah kacau pria itu menunjukkan jika dia baru habis terlelap.Devano tertawa sinis, “Enak sekali kamu tidur di saat aku mengalami kesialan karena ide–mu yang sangat buruk itu.”Hendrix terdiam dengan wajah bodohnya. Otaknya berusaha bekerja keras mencerna setiap kata yang diucapkan sang Tuan. “Apa maksudmu?” Hendrix menyerah, daripada semakin membuat Devano murka, lebih baik ia tidak berusaha sok pintar dengan menebak-nebak yang berujung salah.Devano tidak menjawab, pria itu berjalan menuju laci nakas samping kasur tidurnya. Mengambil sebuah cek dan pulpen, Devano menggigit tutup pulpen itu untuk membukanya lalu menuliskan angka pada kertas pencetak uang itu.Setelah memberi tanda tangan, ia menoleh menatap Hendrix. “Panggilkan Angela kemari,” perintahnya.Tanpa banyak bertanya, Hendrix segera berlalu dari sana. Dilihat dari ekspresi sang Tuan sepertinya telah terjadi sesuatu yang cukup menyebalkan.Tak sampai lima menit kemudian. Hendrix datang bersama Angela yang tersenyum sumringah, “Kamu memanggilku?” kata Angela berbasa-basi.Hendrix hanya diam saja memperhatikan, sepertinya benar dugaannya, telah terjadi sesuatu yang mungkin ia lewatkan.Devano menyodorkan cek yang sudah ia isi dan tanda tangani tadi. “Sesuai permintaanmu, 10 Milyar.”Hendrix yang mendengar itu hampir tersedak ludahnya sendiri. 10 Milyar? Untuk apa uang 10 Milyar diberikan pada Angela? Setahu Hendrix tidak ada perjanjian apapun sebelumnya tentang uang sebanyak itu. Atau jangan-jangan ini alasan Devano tampak sangat marah?Angela terdiam, menatap selembar kertas kecil persegi panjang itu tanpa ekspresi. “Aku tidak ingin kertas itu, aku ingin semua uang–nya langsung di hadapanku.”Hah?”“Apa kurang jelas? Aku tidak ingin kertas itu, aku ingin uang 10 Milyar itu langsung!” kata Angela dengan tekanan di setiap kalimatnya.Kedua tangan Devano terkepal erat. Andai saja yang di hadapannya sekarang bukanlah seorang gadis, akan dapat Devano pastikan ia akan menghajarnya dengan membabi buta.“Hendrix, cairkan uang 10 milyar sekarang juga!” Devano memerintah dengan berteriak kencang seolah ia adalah orang paling berkuasa di muka bumi ini.Masih dalam kebingungan. Hendrix melangkah keluar dengan tergesa-gesa, masalah sang Tuan tampaknya sangat serius.Sepeninggalan Hendrix, Angela melangkah pelan menuju sofa yang terletak di ujung kamar, menyilangkan kakinya dengan anggun lalu sedetik kemudian gadis itu cekikikan sendiri.Angela masih tidak menyangka jika rencana konyolnya bisa berjalan semulus ini. Mengelabui Devano ternyata tidaklah sulit. Hah, padahal pria itu terlihat seperti orang pintar, ternyata sama saja dengan dirinya yang terkadang bodoh.BRAKK!Angela terperan
“Ambil saja uang itu, aku membatalkan perjanjian kita!” teriak Angela, tidak memedulikan jika mungkin saja suaranya akan terdengar oleh Emely, yang paling penting sekarang, ia harus terlepas dari jeratan hutang pada pria ini.Devano berbalik, menatap Angela dengan satu alis terangkat.“Kembalikan memori card–ku, ambil saja uangmu, aku tidak membutuhkannya.” Angela berusaha meraih tangan Devano yang masih tergenggam, berpikir jika memori card itu masih di sana.Devano mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil menyeringai. “Tidak semudah itu.”“Kumohon, ambil saja uangmu, tolong lepaskan aku, anggap saja kita tidak saling kenal setelah ini.” Tubuh Angela merosot ke lantai, bersimpuh memohon, tidak memedulikan lagi harga dirinya yang sebetulnya memang tidak ada harganya.Devano tersentak kaget melihat itu. Begitupun dengan Hendrix yang berdiri tidak jauh dari sana.“Apa yang kamu lakukan?”Angela menangkupkan kedua tangannya dengan bola mata berkaca-kaca, berharap Devano mau melepaskanny
"Kita harus menjual rumah ini!"Suara dentingan keras seketika memenuhi area dapur. Angela—gadis yang baru memasuki usia 20 tahun itu secara reflek melepaskan spatula begitu mendengar suara menggelegar dari sang ibu tiri. "Apa yang kamu bilang tadi?" Angela menatap tajam wanita itu.Desi maju beberapa langkah sambil melipat kedua tangan di depan dada, "Aku harus menjual rumah ini untuk membayar hutang Ayahmu!""Sejak kapan Ayahku memiliki hutang? Aku tahu itu hutang dirimu sendiri, jangan mengada-ngada, kamu tidak memiliki hak untuk menjual rumah ini." Angela membalas ucapan Desi sekeras mungkin. Tidak! setahu Angela selama ayahnya hidup pria tua itu bukan orang yang gemar berhutang. Angela yakin, ini hanya akal-akalan wanita itu saja.Tawa sinis Desi membuat Angela yang semula ingin mengambil spatula yang tidak sengaja ia jatuhkan itu terdiam. "Kamu tidak ingat sertifikat rumah ini ada padaku? tanpa persetujuan siapapun juga aku bisa menjual rumah ini."Angela menggeram kesal, g
"Bagaimana, Angela? Kamu menerima tawaranku?"Angela yang semula sudah mulai bisa mengendalikan diri karena Alexa—teman kerjanya, berkata bisa membantunya itu seketika kembali mengerang. "Aku tidak mau menjadi jalang!" Angela menatap tajam Alexa, saran gadis itu begitu buruk.Alexa mendesah, "Hanya itu cara terakhir yang bisa aku dapatkan, meminjam dengan rentenir lain pun prosesnya tidak akan secepat itu. Apalagi ini dengan nominal yang sangat banyak. Ayolah Angela, 10 miliar, kemana kamu akan mendapatkannya?" Angela termenung, "Apa aku relakan saja rumah itu?" Angela tidak tahu lagi sekarang harus berbuat apa, ia sudah mencoba meminjam pada bos di tempatnya bekerja. Namun, orang gila mana yang mau meminjamkan uang 10 milyar tanpa jaminan apapun. "Kamu menyerah? Untuk apa perjuanganmu selama ini jika akhirnya kamu memilih melepaskan rumah itu?" Helaan nafas berat terdengar, "Ya, aku tidak seharusnya menyerah. Tapi, Akhhh, aku pusing Alexa!" Alexa mendekat
"Devano, Mommy sudah memutuskan. Kalau dalam tiga hari ini kamu belum juga membawa calon istrimu kehadapan Mom, pilihanmu hanya dua, melihat Mommy mati bunuh diri atau menikah dengan anak Om Erlangga!"Devano tersedak sarapannya kali ini. Perkataan sang mommy sungguh sangat tidak masuk akal menurutnya. "Mom tahu sendiri, aku tidak ingin menikah," jawab Devano dengan pelan. "Justru karena itu, Devano! Kamu tidak ingin menikah, sedangkan Mommy ingin segera menimang cucu, kalau bukan cucu darimu, harus darimana lagi? Tidak mungkin, Bukan, Mom meminta pada Teha," Balas Emey. Teha—Kucing kesayangan Emelly."Lagian, kau juga sudah tua bangka seperti itu. Bahkan teman sepantaranmu sudah memiliki anak yang mulai memasuki sekolah dasar. Sedangkan kamu? Hanya seperti ini saja." Emely menatap tajam sang anak. Ekspresi wajah wanita tua itu begitu menunjukkan keputusasaan yang mendalam. Tentu saja, anak satu-satunya itu tidak ingin menikah, ibu mana yang tidak frustasi?"Mom jadi curiga tentang
"Kau yakin ini tempatnya?" tanya Devano sembari memperhatikan gedung di depannya."Menurut temanku sih ini. Katanya para wanita disini lebih berkualitas dibanding klub yang lain," tawab Hendrix."Tidak ada yang namanya jalang berkualitas," Hardik Devano yang tidak setuju akan penuturan Hendrix.Hendrix mendesah, berbicara dengan Devano memanglah selalu menguji kesabarannya. "Ayo masuk kedalam, aku sudah mengikat janji dengan pengurus di klub ini."Devano dan Hendrix berjalan beriringan masuk menuju Klub yang sangat megah itu. Devano sebenarnya sangat malas untuk ke tempat seperti ini. Namun, ini demi kelangsungan hidup damainya, ia tidak ingin Hendrix salah memilihkannya wanita, terpaksa ia harus ikut pergi ke tempat yang paling ia hindari ini."Tunggu!" Hendrix tiba-tiba berhenti membuat sebelah alis Devano terangkat di balik kacamata hitam yang ia kenakan."Kau perlu ini. Bisa heboh nanti jika sampai ada yang mengenalimu." Hendrix memberikan Devano masker hitam dan juga topi.Devano
Pagi-pagi sekali Angela sudah bangun dan bersiap pergi ke Apartemen itu.Ia berjalan pelan dan sedikit mengendap-ngendap berharap para iblis yang tinggal di rumahnya belum membuka mata, Angela sangat malas sekali harus menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.Namun, harapan hanyalah tinggal harapan, langkah Angela terhenti dengan dengusan kasar saat sebuah celetukkan terdengar, "Mau kemana? Kenapa berjalan seperti maling begitu?" Angela berbalik, menatap Desi yag wajah berantakan khas bangun tidur, "Bukankah aku harus bekerja untuk melunasi hutangmu itu?" sindirnya."Oh iya, waktunya hanya dua hari lagi. Jika besok lusa kamu belum mendapatkannya, siap-siapa saja, rumah ini akan aku jual.""Kamu tenang saja, aku pasti akan mendapatkan uang itu," sahut Angela malas."Bagus. Oh, mana gajimu kemarin? Isi kulkas sudah habis, aku mau berbelanja," ucapan Desi berhasil membuat mood pagi Angela menjadi buruk seketika. Yang benar saja, ia sudah dituntut mencari uang 10 Miliar secepatnya tetapi m
“Ambil saja uang itu, aku membatalkan perjanjian kita!” teriak Angela, tidak memedulikan jika mungkin saja suaranya akan terdengar oleh Emely, yang paling penting sekarang, ia harus terlepas dari jeratan hutang pada pria ini.Devano berbalik, menatap Angela dengan satu alis terangkat.“Kembalikan memori card–ku, ambil saja uangmu, aku tidak membutuhkannya.” Angela berusaha meraih tangan Devano yang masih tergenggam, berpikir jika memori card itu masih di sana.Devano mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil menyeringai. “Tidak semudah itu.”“Kumohon, ambil saja uangmu, tolong lepaskan aku, anggap saja kita tidak saling kenal setelah ini.” Tubuh Angela merosot ke lantai, bersimpuh memohon, tidak memedulikan lagi harga dirinya yang sebetulnya memang tidak ada harganya.Devano tersentak kaget melihat itu. Begitupun dengan Hendrix yang berdiri tidak jauh dari sana.“Apa yang kamu lakukan?”Angela menangkupkan kedua tangannya dengan bola mata berkaca-kaca, berharap Devano mau melepaskanny
Hah?”“Apa kurang jelas? Aku tidak ingin kertas itu, aku ingin uang 10 Milyar itu langsung!” kata Angela dengan tekanan di setiap kalimatnya.Kedua tangan Devano terkepal erat. Andai saja yang di hadapannya sekarang bukanlah seorang gadis, akan dapat Devano pastikan ia akan menghajarnya dengan membabi buta.“Hendrix, cairkan uang 10 milyar sekarang juga!” Devano memerintah dengan berteriak kencang seolah ia adalah orang paling berkuasa di muka bumi ini.Masih dalam kebingungan. Hendrix melangkah keluar dengan tergesa-gesa, masalah sang Tuan tampaknya sangat serius.Sepeninggalan Hendrix, Angela melangkah pelan menuju sofa yang terletak di ujung kamar, menyilangkan kakinya dengan anggun lalu sedetik kemudian gadis itu cekikikan sendiri.Angela masih tidak menyangka jika rencana konyolnya bisa berjalan semulus ini. Mengelabui Devano ternyata tidaklah sulit. Hah, padahal pria itu terlihat seperti orang pintar, ternyata sama saja dengan dirinya yang terkadang bodoh.BRAKK!Angela terperan
“K-kamu mencoba memerasku?” Devano tidak lagi berbicara formal sekarang. “Terserah kamu saja mau berpikir apa, yang pasti aku menginginkan uang 10 milyar darimu." Angela terus berusaha menampilkan wajah se garang mungkin, tidak ada waktu lagi untuk takut sekarang, meski tubuhnya sudah bergetar panas dingin dengan jantung berdebar kencang. Sebelum melakukan hal ini tentu saja Angela sudah memikirkan akibat yang akan terjadi, mungkin saja setelah ini Devano akan membunuhnya. Tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan orang kaya, bukan?Devano terdiam beberapa saat dan membalas tatapan nyalang Angela. "B-baiklah, aku akan memberikan uang 10 milyar itu, lepaskan aku dulu." Napas Devano benar-benar tinggal di ujung sekarang.Sudut bibir Angela sedikit terangkat, tanpa berpikir panjang Angela melepas cekalan pada dasi pria itu. Namun, di luar dugaan, Devano langsung bergerak mengambil alih posisi.BRUKK!"AKH!" Angela menjerit saat punggungnya terbentur mulus pada lantai yang keras it
Pagi-pagi sekali Angela sudah bangun dan bersiap pergi ke Apartemen itu.Ia berjalan pelan dan sedikit mengendap-ngendap berharap para iblis yang tinggal di rumahnya belum membuka mata, Angela sangat malas sekali harus menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.Namun, harapan hanyalah tinggal harapan, langkah Angela terhenti dengan dengusan kasar saat sebuah celetukkan terdengar, "Mau kemana? Kenapa berjalan seperti maling begitu?" Angela berbalik, menatap Desi yag wajah berantakan khas bangun tidur, "Bukankah aku harus bekerja untuk melunasi hutangmu itu?" sindirnya."Oh iya, waktunya hanya dua hari lagi. Jika besok lusa kamu belum mendapatkannya, siap-siapa saja, rumah ini akan aku jual.""Kamu tenang saja, aku pasti akan mendapatkan uang itu," sahut Angela malas."Bagus. Oh, mana gajimu kemarin? Isi kulkas sudah habis, aku mau berbelanja," ucapan Desi berhasil membuat mood pagi Angela menjadi buruk seketika. Yang benar saja, ia sudah dituntut mencari uang 10 Miliar secepatnya tetapi m
"Kau yakin ini tempatnya?" tanya Devano sembari memperhatikan gedung di depannya."Menurut temanku sih ini. Katanya para wanita disini lebih berkualitas dibanding klub yang lain," tawab Hendrix."Tidak ada yang namanya jalang berkualitas," Hardik Devano yang tidak setuju akan penuturan Hendrix.Hendrix mendesah, berbicara dengan Devano memanglah selalu menguji kesabarannya. "Ayo masuk kedalam, aku sudah mengikat janji dengan pengurus di klub ini."Devano dan Hendrix berjalan beriringan masuk menuju Klub yang sangat megah itu. Devano sebenarnya sangat malas untuk ke tempat seperti ini. Namun, ini demi kelangsungan hidup damainya, ia tidak ingin Hendrix salah memilihkannya wanita, terpaksa ia harus ikut pergi ke tempat yang paling ia hindari ini."Tunggu!" Hendrix tiba-tiba berhenti membuat sebelah alis Devano terangkat di balik kacamata hitam yang ia kenakan."Kau perlu ini. Bisa heboh nanti jika sampai ada yang mengenalimu." Hendrix memberikan Devano masker hitam dan juga topi.Devano
"Devano, Mommy sudah memutuskan. Kalau dalam tiga hari ini kamu belum juga membawa calon istrimu kehadapan Mom, pilihanmu hanya dua, melihat Mommy mati bunuh diri atau menikah dengan anak Om Erlangga!"Devano tersedak sarapannya kali ini. Perkataan sang mommy sungguh sangat tidak masuk akal menurutnya. "Mom tahu sendiri, aku tidak ingin menikah," jawab Devano dengan pelan. "Justru karena itu, Devano! Kamu tidak ingin menikah, sedangkan Mommy ingin segera menimang cucu, kalau bukan cucu darimu, harus darimana lagi? Tidak mungkin, Bukan, Mom meminta pada Teha," Balas Emey. Teha—Kucing kesayangan Emelly."Lagian, kau juga sudah tua bangka seperti itu. Bahkan teman sepantaranmu sudah memiliki anak yang mulai memasuki sekolah dasar. Sedangkan kamu? Hanya seperti ini saja." Emely menatap tajam sang anak. Ekspresi wajah wanita tua itu begitu menunjukkan keputusasaan yang mendalam. Tentu saja, anak satu-satunya itu tidak ingin menikah, ibu mana yang tidak frustasi?"Mom jadi curiga tentang
"Bagaimana, Angela? Kamu menerima tawaranku?"Angela yang semula sudah mulai bisa mengendalikan diri karena Alexa—teman kerjanya, berkata bisa membantunya itu seketika kembali mengerang. "Aku tidak mau menjadi jalang!" Angela menatap tajam Alexa, saran gadis itu begitu buruk.Alexa mendesah, "Hanya itu cara terakhir yang bisa aku dapatkan, meminjam dengan rentenir lain pun prosesnya tidak akan secepat itu. Apalagi ini dengan nominal yang sangat banyak. Ayolah Angela, 10 miliar, kemana kamu akan mendapatkannya?" Angela termenung, "Apa aku relakan saja rumah itu?" Angela tidak tahu lagi sekarang harus berbuat apa, ia sudah mencoba meminjam pada bos di tempatnya bekerja. Namun, orang gila mana yang mau meminjamkan uang 10 milyar tanpa jaminan apapun. "Kamu menyerah? Untuk apa perjuanganmu selama ini jika akhirnya kamu memilih melepaskan rumah itu?" Helaan nafas berat terdengar, "Ya, aku tidak seharusnya menyerah. Tapi, Akhhh, aku pusing Alexa!" Alexa mendekat
"Kita harus menjual rumah ini!"Suara dentingan keras seketika memenuhi area dapur. Angela—gadis yang baru memasuki usia 20 tahun itu secara reflek melepaskan spatula begitu mendengar suara menggelegar dari sang ibu tiri. "Apa yang kamu bilang tadi?" Angela menatap tajam wanita itu.Desi maju beberapa langkah sambil melipat kedua tangan di depan dada, "Aku harus menjual rumah ini untuk membayar hutang Ayahmu!""Sejak kapan Ayahku memiliki hutang? Aku tahu itu hutang dirimu sendiri, jangan mengada-ngada, kamu tidak memiliki hak untuk menjual rumah ini." Angela membalas ucapan Desi sekeras mungkin. Tidak! setahu Angela selama ayahnya hidup pria tua itu bukan orang yang gemar berhutang. Angela yakin, ini hanya akal-akalan wanita itu saja.Tawa sinis Desi membuat Angela yang semula ingin mengambil spatula yang tidak sengaja ia jatuhkan itu terdiam. "Kamu tidak ingat sertifikat rumah ini ada padaku? tanpa persetujuan siapapun juga aku bisa menjual rumah ini."Angela menggeram kesal, g