Wiku Magha mencari jalan memutar untuk menghindari para anggota pasukan sandi yang disebar oleh Pangeran Balaputeradewa. Ia mencium niat yang lain dari Mahamentri I Halu untuk meraih kekuasaan dan menekan kedudukan Maharaja. Wiku Magha juga mengerti bahwa satu-satunya senjata yang dapat dipakai untuk menekan Maharaja adalah Mpu Panukuh. Jika Mahamentri I Halu mampu menangkap Mpu Panukuh hidup-hidup maka ia bisa menggunakan calon Rakai muda wangsa Sanjaya itu sebagai bonekanya. Atau sebagai sandera untuk meraih dukungan."Gusti ayu!" Wiku Magha mengetuk pintu pelan.Lintang Sotya abdi dari Dyah Meitala-pun membuka pintu."Ah Lintang, apakah Gusti Ayu Meitala belum tidur?" Tanya Wiku Magha."Belum Wiku, namun sedang melakukan puja." Kata Lintang Sotya."Bisakah kau minta beliau untuk menemuiku sekarang. Ini sangat penting dan mendesak Lintang."kata Sang Wiku."Siapa yang datang, Lintang?" Terdengar suara yang sangat lembut dari dalam bilik."Hamba Gusti ayu. Wiku Magha." Jawab MaghaDyah
"Apa? Mereka membakar Tuk Mas."Teriak Wiku Sasodara tidak percaya."Gusti Panukuh...." Kelwang seketika jatuh terduduk."Apakah berita itu bisa dipercaya kakang Jentra?" Tanya Candrakanti"Gananendra mengirimkan pesan kepadaku. Perintah langsung turun dari Maharaja Samarattungga karena Maharaja mencurigai ada gerakan dari Walaing yang menyokong Tuk Mas berupa uang emas yang katanya untuk membeli senjata. Keberadaan Tuk Mas sendiri telah diberitahukan oleh seorang sandi yang langsung memberikan laporan kepada Maharaja." Jawab Jentra.Sasodara menahan amarah yang teramat sangat. Wajahnya memerah dan mata yang menyala. Jentra Kenanga sangat khawatir jika nanti Sang wiku mencapai puncak amarahnya, ia akan mengeluarkan seluruh kesaktiannya untuk meluluh lantakan Medang. "Sabarlah guru. Semua belumlah pasti benar. Para sandi yang bertugas di lapangan pasti hanya akan melaporkan keberhasilan mereka, karena mereka pasti berharap tidak dihukum. Namun saya tidak yakin Wiku Magha gagal menyelam
Rukma dan Gaurika mengelap keringat mereka yang becucuran saat membolak-balikan mayat yang terbakar baik hanya sebagian maupun seluruhnya. Namun tidak ada tanda-tanda itu Mpu Panukuh ataupun Dyah Meitala. Sementara Kelwang mencoba mengenali juga orang-orang dari Kelasa yang dikenalinya, namun tidak satu-pun ditemuinya. Begitu juga tanda-tanda Mpu Kumbhayoni dan guru-gurunya yang dari Walaing."Di sebelah sana tidak ada."Kata Rukma"Di sisi sebelah sini-pun aku tidak menemukan siapapun. Aku akan mencoba melihat yang ada di sebelah sana. Mungkin aku bisa menemukan tanda-tanda kehidupan."Jawab Gaurika. Rukma mengangguk."Kau menemukan teman-temanmu Kelwang?" Tanya Rukma"Belum Kakang. Tapi aku menemukan kelat bahu Munding. Apa mungkin mereka ditawan?"Tanya Kelwang."DI mana kau menemukannya?" Rukma memeriksa kelat bahu atau gelang lengan yang ditemukan Kelwang."Aku menemukan di sana kakang." Kata Kelwang sambil menunjuk hutan yang cukup lebat."Kalau ditawan, pasti akan mengarah ke Poh
"Mengapa ke Gunung Gora?" Tanya Rukma saat mereka berjalan beriringan menuju tempat persembunyian Mpu Panukuh. "Karena Gora adalah benteng pertahanan terkuat wangsa Sanjaya. Di tempat itu masih ada Rakai Gejahlewa yang merupakan abdi setia wangsa Sanjaya. Hhmm....seharusnya saya tidak mengatakan ini kepada Sanditaraparan Medang." Kata Bahuwirya sambil tersenyum."Meskipun aku perwira Sanditaraparan, namun aku tidak mengabdi pada kekuasaan. Aku mengabdi pada kebenaran yang didasarkan pada undang-undang negara. Benar kami dilantik oleh seorang Raja, tetapi bahkan Raja-pun harus tunduk pada ketentuan negara berupa undang-undang yang disepakati Dewan kerajaan." Jawab Rukma."Jadi menurut Anda, apakah Maharaja Samarattungga tidak sedang menyimpang dari undang-undang itu?" Tanya Diraya"Jika menurut pengamatanku, Maharaja Samarattungga tidak melakukan kesalahan ini sendirian namun seluruh anggota Dewan kerajaan turut andil di dalam kekacauan ini, terutama wangsa Sanjaya yang tidak murni, a
"Sial. Mengapa bisa lolos?" Teriak Sriti lirih, namun meskipun lirih tetap terdengar oleh Candrakanti yang sedang meninggikan radarnya sejak Rukma, Gaurika dan Kelwang turun.Candrakanti terus memperhatikan dan mengawasi pergerakan Sriti, bukan hanya supaya Sriti tidak membahayakan anggota kelompoknya namun sekaligus supaya Sriti tidak mendekati Jentra Kenanga. Hanya saja ia juga terikat oleh tugas yang diberikan Maharaja Samarattungga. Kegelisahan Candrakanti-pun sempat terbaca oleh Jentra Kenanga, yang bukan tidak tahu berkaitan dengan tugas yang diterima istrinya dari Maharaja Samarattungga sendiri. Namun Jentra tetap berpura-pura seperti tidak tahu apa-apa. Termasuk saat ini, ketika perburuan Mustika telah masuk ke tahap-tahap paling rumit karena yang mereka hadapi bukan hanya manusia saja, namun juga penunggu-penunggu Gunung yang memiliki kesaktian diluar nalar yang hanya bisa dikalahkan dengan olah spiritual."Malam ini kita akan memasuki demensi yang berbeda dari perjalanan ki
Jentra dan Amasu menggiring Sriti menuju ke perkemahan Nagarjuna di perut Gunung, agak jauh dari tempat dimana Jentra dan Amasu mendirikan perlindungan mereka dari dingin dan kabut. Sriti menangis sepanjang jalan dan menghiba untuk dikasihani."Ayolah Kakang Jentra. Jangan lakukan ini padaku. Aku sungguh menyesalinya. Aku....aku melakukan ini karena aku ingin bisa mendapatkan perhatianmu. Kakang....tolonglah, bagaimana aku menjalani hariku tanpamu." Tangis Sriti sambil merayu Jentra yang terus menarik tangan Sriti tanpa bicara apa-apa.Amasu sebenarnya ingin sekali menggoda Jentra. Namun ia tidak sampai hati melihat sahabatnya yang begitu serius menangani kasus ini. Pada perburuan mustika yang pertama dan memasuki demensi berbeda, Jentra sempat hampir mendapatkan mustika Kalimaya jika saja Sriti tidak membuyarkan meditasinya. Sehingga akhirnya ia hanya mendapatkan tiga buah permata Biduri yang dikirimkan kepada calon menantunya Mpu Panukuh.Kali ini Jentra sepertinya tidak ingin kebob
"Mengapa kau bawa ia kembali?" Tanya Candrakanti dengan marah."Kau tidak melihat? Tombak Nagarjuna menembus punggungnya Kanti. Ia terluka parah." Kata Jentra sambil mengambil obat-obatan yang diperlukan untuk menghentikan pendarahan pada luka Sriti."Nagarjuna ternyata sangatlah kejam. Tidak ada belas kasihan sedikit-pun pada wanita yang selama ini membantunya. Lepas Sriti telah mengkhianati kita, namun kita wajib menolongnya Kanti." Kata Wiku Sasodara yang masih berusaha menghentikan pendarahan Sriti dengan menggunakan ilmu pengendalian airnya. "Benar. Senjata Nagarjuna itu sangat berbahaya, ia tidak hanya menusuk tetapi juga bisa mengembang seperti payung sehingga akan mengupas jaringan atau organ jika benar sampai masuk ke perut Jentra. Sriti menyelamatkannya Kanti. Jadi kumohon, berbelas kasihanlah. Hilangkanlah kebencianmu dan rasa cemburu itu." Kata Amasu.Jentra dan Sasodara mengunci beberapa titik pembuluh darah Sriti dengan ilmu kanuragan mereka. Lalu Sasodara menjahit luka
"Candrakanti, kuharap kau dan Jentra mau untuk menyimpan dahulu permasalahan pribadi kalian. Simpan semua kecemburuanmu. Sekarang kita tinggal berlima, sedangkan Sriti terluka. Jadi kuminta jagalah Sriti baik-baik. Kau tidak akan bisa memasuki demensi mustika karena menyimpan terlalu banyak kemarahan di hatimu. Tetapi aku, Jentra dan Amasu harus masuk ke sana untuk mengambil mustika itu. Jika terjadi apa-apa pada Sriti, kau harus bertanggung jawab." Pesan Wiku Sasodara."Kau juga tidak perlu khawatir, Kanti. Guru sudah memberikan rajah di sekitar tempat kita berkemah. Jadi selama kau dan Sriti tidak keluar dari area rajah itu, kau aman. Bangsa dhemit atau makhluk halus tak akan bisa menembusnya. Sementara manusia tidak akan melihat keberadaanmu dan Sriti." Amasu juga ikut menyampaikan hal-hal yang perlu diketahui Candrakanti"Kanti maafkanlah aku jika selalu menyakitimu. Aku akan pergi untuk berjuang mencari mustika itu. Kuharap doamu karena bagaimanapun kau adalah istriku, jadi aku ak