Jentra dan Amasu menggiring Sriti menuju ke perkemahan Nagarjuna di perut Gunung, agak jauh dari tempat dimana Jentra dan Amasu mendirikan perlindungan mereka dari dingin dan kabut. Sriti menangis sepanjang jalan dan menghiba untuk dikasihani."Ayolah Kakang Jentra. Jangan lakukan ini padaku. Aku sungguh menyesalinya. Aku....aku melakukan ini karena aku ingin bisa mendapatkan perhatianmu. Kakang....tolonglah, bagaimana aku menjalani hariku tanpamu." Tangis Sriti sambil merayu Jentra yang terus menarik tangan Sriti tanpa bicara apa-apa.Amasu sebenarnya ingin sekali menggoda Jentra. Namun ia tidak sampai hati melihat sahabatnya yang begitu serius menangani kasus ini. Pada perburuan mustika yang pertama dan memasuki demensi berbeda, Jentra sempat hampir mendapatkan mustika Kalimaya jika saja Sriti tidak membuyarkan meditasinya. Sehingga akhirnya ia hanya mendapatkan tiga buah permata Biduri yang dikirimkan kepada calon menantunya Mpu Panukuh.Kali ini Jentra sepertinya tidak ingin kebob
"Mengapa kau bawa ia kembali?" Tanya Candrakanti dengan marah."Kau tidak melihat? Tombak Nagarjuna menembus punggungnya Kanti. Ia terluka parah." Kata Jentra sambil mengambil obat-obatan yang diperlukan untuk menghentikan pendarahan pada luka Sriti."Nagarjuna ternyata sangatlah kejam. Tidak ada belas kasihan sedikit-pun pada wanita yang selama ini membantunya. Lepas Sriti telah mengkhianati kita, namun kita wajib menolongnya Kanti." Kata Wiku Sasodara yang masih berusaha menghentikan pendarahan Sriti dengan menggunakan ilmu pengendalian airnya. "Benar. Senjata Nagarjuna itu sangat berbahaya, ia tidak hanya menusuk tetapi juga bisa mengembang seperti payung sehingga akan mengupas jaringan atau organ jika benar sampai masuk ke perut Jentra. Sriti menyelamatkannya Kanti. Jadi kumohon, berbelas kasihanlah. Hilangkanlah kebencianmu dan rasa cemburu itu." Kata Amasu.Jentra dan Sasodara mengunci beberapa titik pembuluh darah Sriti dengan ilmu kanuragan mereka. Lalu Sasodara menjahit luka
"Candrakanti, kuharap kau dan Jentra mau untuk menyimpan dahulu permasalahan pribadi kalian. Simpan semua kecemburuanmu. Sekarang kita tinggal berlima, sedangkan Sriti terluka. Jadi kuminta jagalah Sriti baik-baik. Kau tidak akan bisa memasuki demensi mustika karena menyimpan terlalu banyak kemarahan di hatimu. Tetapi aku, Jentra dan Amasu harus masuk ke sana untuk mengambil mustika itu. Jika terjadi apa-apa pada Sriti, kau harus bertanggung jawab." Pesan Wiku Sasodara."Kau juga tidak perlu khawatir, Kanti. Guru sudah memberikan rajah di sekitar tempat kita berkemah. Jadi selama kau dan Sriti tidak keluar dari area rajah itu, kau aman. Bangsa dhemit atau makhluk halus tak akan bisa menembusnya. Sementara manusia tidak akan melihat keberadaanmu dan Sriti." Amasu juga ikut menyampaikan hal-hal yang perlu diketahui Candrakanti"Kanti maafkanlah aku jika selalu menyakitimu. Aku akan pergi untuk berjuang mencari mustika itu. Kuharap doamu karena bagaimanapun kau adalah istriku, jadi aku ak
Ketiga orang itu kemudian diantar masuk ke ruang meditasi yang besar dan luas, segera sesudahnya ruangan itu dikunci dari luar dengan meninggalkan kegelapan yang benar-benar pekat. Sunyi tanpa suara, tanpa cahaya dan seperti tanpa kehidupan. Sasodara, Amasu dan Jentra-pun segera mengambil sikap meditasi sempurna.Mereka menutup semua panca indra kecuali yang berhubungan dengan nafas. Kepasrahan sepenuhnya, tanpa keinginan, tanpa keakuan. Hakekat dari kesempurnaan adalah kekosongan. Suara nafas mereka yang lirih terdengar mengingat kesunyian itu begitu mencekam. Bahkan suara air terjun di luar Kuil yang jatuh menggerojog dengan deras tidak terdengar.Setelah mereka mengheningkan dari segala keakuan, seberkas cahaya keluar dari tubuh mereka. Roh mereka, namun dalam dimensi mereka masing-masing sehingga tidak saling bertemu. Jentra menemukan dirinya dikelilingi berbagai makhluk mengerikan di sekitarnya, mencoba meraihnya, mencoba menangkapnya namun pada hakekatnya manusia memiliki deraja
Setelah mendapatkan mustika Udarati. Wiku Sasodara meminta diri pada Wiku Sadana yang telah memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan apa yang mereka harapkan."Semoga menjadi berkah buat semesta dan semua makhluk berbahagia" kata Wiku Sadana melepaskan mereka bertiga pergi."Berjanjilah hanya akan menyerahkan mustika Udarati kepada orang yang benar-benar layak menerimanya. Seorang Chakrawartin sejati bukan penjajah dan penakluk bangsa atau wangsa lainya."Lanjutnya lagi.Wiku Sasodara berjanji dan setelah memperbarui perbekalan mereka kembali kepada Candrakanti dan Sriti."Guru!" Sambutnya gembira."Bagaimana keadaanmu dan Sriti?" Tanya Wiku Sasodara."Aku baik guru. Dia juga berangsur pulih tapi masih sedikit lemah. Lukanya sudah mulai mengering, demamnya juga mereda." Kata Candra Kanti.Amasu dan Jentra Kenanga segera berlari memeriksa Sriti. Demamnya sudah turun, namun belum bisa diajak untuk berjalan jauh. Hanya cukup berbahaya juga jika mereka tetap tinggal tanpa menc
Tepat seperti yang dikatakan Wiku Sasodara, begitu mereka menuruni Udarati, mereka telah dihadang seribu personil pasukan Kanjuruhan di bawah Tumenggung Hatala. Mereka semua bersenjata lengkap dan menunjukan sikap yang kurang bersahabat."Salam hormat Wiku! Bisakah kami memeriksa barang bawaan Anda sebelum meninggalkan Udarati khususnya dan kerajaan Kanjuruhan sebagai pemilik wilayah?" Tanya Tumenggung Hatala tanpa turun dari kudanya. Sikapnya sungguh arogan dan kurang bertata krama. Hal itu membuat Jentra tersinggung."Tumenggung, apakah di negeri Kanjuruhan ini seorang pejabat negara telah meninggalkan tata krama sehingga untuk menyapa seorang pemuka agama, Anda merasa tidak perlu turun dari kuda?" Jentra ganti bertanya. Wiku Sasodara memberikan tanda kepada Jentra untuk bersabar karena ia menangkap gelagat yang tidak baik pada para pejabat Kanjuruhan utamanya Tumenggung Hatala, Ihatra dan Madaharsa."Maaf Tumenggung. Tanpa mengurangi rasa hormat kami terhadap aturan dari negeri Kan
"Apa maksud tuanku ingin mempersunting Mahamentri I Hino? Bukankah tuanku sudah mendapatkan cinta putri Ganika? Apa yang kurang? Apalagi saat ini putri Ganika sedang hamil putra kedua? Apakah tindakan tuanku tidak akan menyakiti hatinya." Tanya Wiku Wirathu dengan suara yang cukup keras, mengingat dahulu Pangeran Balaputeradewa mengejarnya begitu rupa, bahkan hampir mengorbankan orang-orang Walaing yang tak bersalah."Ssstt guru, jangan keras-keras. Saya juga tidak ingin menyakiti Ganika. Tetapi dengan menikahi Putri Pramodhawardani saya akan memiliki kesempatan untuk membuktikan menjadikan Medang Chakramandala yang luar biasa." Jawab Pangeran Balaputeradewa lirih. Wiku Wirathu hanya menggeleng-gelengkan kepala."Kedatangan saya ke Walaing adalah untuk menjenguk dan menanyakan kabar Paduka dan putri Ganika. Saya juga diutus oleh Yayunda paduka Sri Kahulunan, untuk memberikan hadiah-hadiah bagi putri Ganika yang telah memberikan paduka keturunan, yang baik dan sehat. Apakah pantas saya
Ganika menutupkan selendangnya ke tubuh putra sulungnya yang tertidur, menembus dinginnya malam. Suara roda pedati berderak perlahan. Air mata Ganika bercucuran, ia memeluk erat putranya dan memindahkan kehangatan tubuhnya pada tubuh mungil yang belum mengerti dosa apapun."Gusti, kemana kita akan pergi?" Tanya Kusir pedati yang membawa Ganika." Kita pergi ke Gunung Soda, Nawa." Jawab Ganika."Gunung Soda? Tapi tempat itu sangat jauh Gusti." Nawa mencoba untuk memberikan Ganika gambaran perjalanan yang harus ditempuh."Semakin jauh, semakin baik Nawa." Kata Ganika."Tapi Pangeran masih terlalu kecil untuk menempuh perjalanan sepanjang itu. Apalagi kita hanya menggunakan pedati kecil. Untuk sampai Gunung Soda kita bahkan harus menembus hutan, Gusti. Apa tidak sebaiknya kita mencari wanua-wanua yang dekat saja." Darini salah satu dayang yang mengikuti Ganika mencoba untuk membujuk Ganika agar tidak pergi terlalu jauh."Tidak Darini. Wanua-wanua itu semua mengenalku dan Pangeran Balaput