Share

Bab 3

Author: JQ Hamdani
last update Last Updated: 2023-06-06 18:00:40

Edward mulai berlatih ilmu beladiri satu minggu kemudian. Dia berlatih di bawah bimbingan Martin, Kepala Pelayan Keluarga Sanjaya yang juga merupakan orang kepercayaan Kakek Sanjaya.

Kakek Sanjaya datang memantau perkembangan latihan Edward setiap beberapa hari sekali.

“Bagaimana? Apakah kamu menyukai latihanmu?” tanya Kakek Sanjaya suatu hari.

“Saya suka, Kek. Tapi aku bosan jika harus berlatih sendirian terus!” jawab Edward manja.

“Jangan khawatir. Kakek akan menyuruh Martin agar mencarikan teman berlatih untukmu,” janji Kakek Sanjaya.

Edward tersenyum senang.

Dua hari kemudian seorang bocah kurus datang bersama Martin. Dia datang untuk menemani Edward berlatih ilmu beladiri.

Nama bocah itu adalah Leon, tanpa nama keluarga di belakangnya.

Dia adalah seorang anak yatim piatu berusia tujuh tahun yang diambil Martin dari sebuah panti asuhan. Kabarnya, dulu – tujuh tahun yang lalu – Leon ditinggalkan begitu saja di depan panti asuhan saat masih bayi merah. Waktu itu, tali pusarnya bahkan masih ada!

“Tuan Muda, ini Leon. Mulai hari ini dia akan menemani Tuan Muda berolah raga dan berlatih ilmu beladiri,” kata Martin memperkenalkan Leon pada Edward.

Edward memandang Leon dengan tatapan jijik. Dia kemudian mendekati Leon lalu berjalan lambat mengelilingi bocah yatim itu beberapa kali, sementara sepasang matanya memindai sosok kurus itu dengan seksama dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Tingkahnya persis seperti seorang pedagang ternak yang sedang menaksir harga seekor kambing.

“Sepertinya tubuhnya terlalu kurus. Apakah dia cukup kuat untuk berlatih ilmu beladiri?” ujar Edward ragu dengan sikap yang amat jumawa.

Martin tersenyum tipis, “Kalau Tuan Muda tidak cocok, saya akan cari yang lain.”

Edward menggeleng. Dia menyunggingkan senyum tipis laksana seorang professional pencari bakat dan berkata, “Tidak perlu, aku akan melatihnya supaya dia lebih kuat!”

Martin langsung terhenyak.

Dia tak menyangka Edward akan sesombong itu. Cucu Kakek Sanjaya itu baru berlatih beberapa minggu, bahkan belum genap satu bulan, akan tetapi sikapnya sudah seperti pelatih ilmu beladiri professional saja.

Antara gusar dan gundah, Kepala Pelayan Keluarga Sanjaya itu akhirnya hanya dapat mengeluh dalam hati, “Sepertinya, ini tidak akan berjalan sesuai harapan!”

Tak lama berselang, Martin beranjak pergi meninggalkan Edward dan Leon di aula olahraga.

Sepeninggal Martin, Edward segera menghampiri Leon. Sikapnya penuh ancaman dan sepasang matanya memancarkan sorot penindasan tanpa ampun.

“Namamu Leon, ‘kan?”

“Iya, Tuan Muda.”

“Baik. Sebelum mulai latihan, saya akan memberi tahu aturan dan tugas-tugasmu selama latihan. Yang pertama, ucapanku adalah satu-satunya aturan di sini. Yang kedua, tugasmu adalah melakukan apapun yang kuperintahkan. Ketiga, kamu tidak boleh masuk atau keluar aula ini tanpa izinku. Paham?”

“Paham, Tuan Muda.”

“Bagus. Sekarang aku mau istirahat sebentar, kamu tunggu di sini!” perintah Edward seraya beranjak pergi dengan langkah angkuh dan dagu yang terangkat tinggi.

Setelah itu, sunyi.

Leon termenung sendirian. Hatinya tiba-tiba membesar dan semangatnya melambung tinggi saat melihat berbagai peralatan olahraga mahal yang bertabur di tempat itu. Tangannya bahkan terlihat sedikit gemetar ketika dia memberanikan diri menyentuh sebuah dumbel karet berwarna abu-abu.

Kemudian, ia mencoba mengangkat dumbel itu dengan hati-hati. Terasa nyaman dan pas dalam genggaman tangannya, tidak ringan dan tidak juga berat. Sepertinya, ukuran dan bobot benda itu memang disesuaikan untuk anak-anak seusianya.

Selanjutnya, sambil tetap menggenggam dumbel di tangannya, Leon mulai berkeliling mengamati berbagai alat-alat kebugaran canggih dan mewah yang selama ini hanya bisa dia lihat pada tayangan televisi di panti asuhan.

Leon benar-benar tenggelam dalam kekaguman.

Dia seperti terdampar pada dunia khayal yang mewah dan indah. Berulang kali, dia terlihat menyentuh atau mengusap barang-barang mahal itu hanya demi membuktikan bahwa dia tidak sedang bermimpi.

Dia benar-benar larut dalam kekaguman, hingga tak sadar bahwa Edward telah kembali.

“Hei – sedang apa kamu?!?” bentak Edward seraya berlari menghampiri.

Leon terperanjat kaget bukan kepalang hingga bahkan dumbel di tangannya terlepas lalu jatuh dan menggelinding ke dekat Edward.

Edward memandang dumbel berwarna abu-abu itu dengan tatapan jijik lalu bertanya dengan nada gusar, “Siapa yang mengizinkanmu menyentuh barang-barangku?”

Leon tergagap, “Ma … maafkan saya, Tuan Muda.”

Edward tak peduli, “Aku tidak mau tahu! Sekarang juga – bersihkan semua benda yang telah kamu pegang. Aku tidak sudi barang-barangku disentuh oleh tangan kotormu itu!”

Leon mengangkat kedua tangannya lalu memeriksanya dengan teliti, namun semua terlihat biasa saja. Tidak ada noda atau kotoran apapun di sana. Dia kemudian memandang Edward dengan perasaan takut campur bingung seraya berkata, “Maaf, Tuan Muda – tapi tangan saya tidak kotor.”

Edward mendengus kasar, “Huh – kalau aku bilang kotor, ya kotor! Belum apa-apa kamu sudah berani membantah. Apa kamu lupa dari mana kamu berasal? Apa kamu pikir derajat dan kedudukanmu sama denganku? Asal kamu tahu, jangankan tanganmu – seluruh dirimu hanyalah kotoran di depanku!”  

Leon tersurut beberapa langkah ke belakang. Ucapan Edward benar-benar menusuk kalbunya. Hatinya mendadak bergolak seiring harga dirinya yang terkoyak.

Dia ingin melawan, tapi dia tak berani.

Bagaimanapun, dia cukup tahu diri bahwa dirinya memang bersalah dan sedikit terlalu lancang. Apapun alasannya, menyentuh barang-barang yang bukan miliknya tetaplah merupakan suatu tindakan yang tak dapat dibenarkan!

Akan tetapi, bukankah tidak ada satupun barang-barang itu yang rusak?

Dia hanya menyentuhnya!

Bagaimana mungkin dia bisa dihina serendah itu hanya karena menyentuh tanpa izin?

Leon akhirnya hanya dapat menatap Edward dengan pandangan rumit yang sulit untuk diterjemahkan. Namun dia tak menduga sama sekali, tatapan itu justru membuatnya terjebak makin jauh dalam masalah!

Edward ternyata tersingung oleh tatapan mata Leon. Dia bahwa merasa bahwa Leon ingin menantangnya. Cucu orang terkaya Morenmor itu kemudian memberondong dengan nada suara tinggi penuh penindasan, “Apa?!? Kamu tidak terima? Kamu ingin melawanku?” 

Leon tergagap lagi. Sekarang bukan hanya harga dirinya yang terkoyak, namun seluruh keberaniannya pun hancur berantakan tak bersisa.

Suaranya bahkan terdengar bergetar ketika dia berkata, “Ma … maaf, Tuan Muda. Saya tidak berani!”

Edward tidak puas, “Lalu apa maksudmu mentapku seperti itu?”

Leon kembali tersentak kaget.

Dia segera menundukkan kepalanya, benar-benar tidak berani lagi menatap Edward.  

Bocah malang itu kemudian berkata penuh ketakutan dan penyesalan, “Maaf Tuan Muda, saya tidak sengaja. Saya tidak akan mengulangi lagi. Saya juga akan mengerjakan perintah Tuan Muda. Saya akan membersihkan semuanya sekarang juga.”

Edward tersenyum penuh kemenangan lalu berkata, “Bagus, bersihkan semua. Jangan ada yang terlewat, aku tidak mau ada sedikitpun bekas tubuhmu yang melekat di barang-barang milikku. Besok kita akan mulai latihan, aku mau semua sudah selesai pada saat itu. Paham?!”

“Paham, Tuan Muda.” Leon menyahut lirih.

“Bagus!” sahut Edward sambil beranjak meninggalkan aula olahraga. Dua orang pengawal tampak mengikuti saat ia berjalan menuju ke kamarnya.

Kini Leon kembali sendirian di aula olahraga yang total luasnya hampir menyamai setengah lapangan sepak bola. Entah bagaimana caranya dia akan membersihkan aula seluas itu. Dia hanya seorang anak kecil berusia tujuh tahun. Tubuh kurusnya tak mungkin menyimpan cukup tenaga untuk melakukan semua itu dengan hanya seorang diri.

Namun, perintah tetap perintah.

Leon pun mulai bergerak.

Dia memeriksa setiap ruangan yang terdapat di Aula Olahraga, mencari tempat penyimpanan alat-alat kebersihan. Setelah menemukannya, dia mulai memilih beberapa alat yang mungkin dapat digunakannya.

Malang, dia hanya dapat mengambil beberapa lembar kain lap dan sebatang sapu yang sepertinya nyaris tak pernah dipakai. Selain kedua barang itu, semuanya adalah alat-alat canggih yang bahkan belum pernah dia lihat sebelumnya.

Leon tak mengeluh.

Berbekal sapu dan kain lap, dia mulai membersihkan aula olahraga dalam kesunyian. Tangannya terlihat trampil menggunakan kedua barang itu. Bagaimanapun, selama tinggal di panti asuhan – dia memang dikenal sangat rajin membantu Ibu Pengurus Panti.

Akan tetapi, aula olahraga di mansion Keluarga Sanjaya jauh lebih besar dari pada gedung panti asuhan tempat tinggal Leon sebelumnya. Bahkan pada kenyataannya, aula olahraga itu sebenarnya lebih mirip sebuah stadion mini yang mewah. Tak bijak sama sekali jika mencoba membandingkannya dengan Gedung panti asuhan yang sempit dan kumuh.

Selanjutnya, sebuah tontonan yang menghancurkan nurani pun mulai berlangsung.

Sesosok tubuh kurus yang tampak kurang gizi mulai bergerak lambat, menyapu inci demi inci pelataran aula olahraga. Walaupun nyaris tak ada debu atau kotoran yang tersangkut di sapunya, Leon tetap menyapu.

Dia juga membersihkan setiap alat olah raga yang ditemuinya. Menggunakan selembar kain lap, dia mengusap semua peralatan mahal itu dengan teliti dan sangat hati-hati.

Lewat tengah malam, Leon akhirnya menyerah.

Tubuh kurusnya ambruk, tak mampu melawan lelah yang mendera sejak sore. Sementara sepasang matanya tertutup sendiri, tak lagi sanggup membendung kantuk yang terus menyerang. Tanpa dapat ditahan, Leon tertidur begitu saja di atas landasan mesin tredmill yang sedang dibersihkannya.

Leon tertidur di aula olahraga, bahkan sebelum dia mendapatkan jatah makan malamnya!

Related chapters

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 4

    “Bangun!” Sebuah tendangan teriring bentakan keras memaksa Leon meninggalkan alam mimpi. Dia terbangun bahkan tanpa sempat mengumpulkan setengah dari kesadarannya. Tubuhnya terjatuh dari atas landasan treadmill yang selama beberapa jam terakhir telah menjadi ranjang tidurnya. Terhuyung-hutung, Leon berusaha bangkit dan berdiri. Dia mengejapkan matanya beberapa kali, berusaha beradaptasi dengan cahaya matahari yang ternyata sudah lama meninggalkan peraduan. Samar-samar, dia akhirnya berhasil mengenali sesosok tubuh yang telah menendang perutnya yang bahkan belum diisi sejak kemarin. “Ma … maafkan saya, Tuan Muda. Saya kesiangan,” ujar Leon ketakutan. “Keterlaluan kamu! Bukankah aku sudah mengatakan agar kamu menjauhi barang-barang milikku? Tapi lihat – kamu bukan hanya menyentuh treadmill itu, kamu bahkan justru tidur di situ! Sepertinya, kamu benar-benar menganggap remeh ucapanku! Apa maksudmu sebenarnya, hah?!?” sahut Edward, membentak dengan sengit. “Maaf, Tuan Muda. Tadi mal

    Last Updated : 2023-06-06
  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 5  

    Waktu terus berlalu. Hari demi hari, Leon akhirnya mulai terlatih untuk menahan rasa sakit dan amarah. Perlahan tapi pasti, tubuhnya pun menjadi lebih kuat dan tangguh. Saat ini, dia tidak lagi mudah untuk dijatuhkan. Bahkan, segalanya kini mulai terasa jauh lebih ringan baginya. Seiring tubuhnya yang terus tumbuh menjadi semakin besar dan kuat, Leon pun menjadi jauh lebih tabah dan percaya diri dalam menjalani hari-harinya bersama Edward. Apalagi, pada kenyataannya, tubuhnya sekarang memang sudah lebih besar dan lebih kuat daripada cucu lelaki Kakek Sanjaya itu. Namun, walaupun tubuhnya telah tumbuh menjadi lebih tinggi dan lebih besar, Leon tak berubah menjadi tinggi hati dan besar kepala. Dia tetap membiarkan Edward memukulinya dan menjadikannya sebagai samsak hidup hampir setiap hari. Apalagi, saat ini pukulan Edward sudah tak lagi terasa menyakitkan baginya! Lebih dari itu, terkadang Leon justru menerima semua pukulan itu sambil tersenyum atau tertawa dalam hati. Entah bag

    Last Updated : 2023-06-06
  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 6  

    Nama lengkap Martin adalah Martin Sindoro. Dia sebenarnya bukan orang sembarangan. Sesungguhnya, dia adalah seorang master seni beladiri yang merupakan pengawal pribadi sekaligus orang kepercayaan Kakek Sanjaya. Selain ahli beladiri, dia juga memiliki keahlian pengobatan tradisional tingkat tinggi. Tidak berlebihan sama sekali jika dikatakan bahwa Martin adalah orang yang paling bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan pemimpin Keluarga Sanjaya. Ahli beladiri dengan banyak keahlian itu sudah menjadi pengawal tersembunyi keluarga Sanjaya sejak usianya baru menginjak 20 tahun. Pada masa itu dia bertugas mendampingi sekaligus melindungi Charles Sanjaya, yaitu ketika putra tunggal orang terkaya di Morenmor itu masih menjalani pendidikan di universitas. Kemudian – saat masa awal Charles bergabung dengan militer – dia tetap melindungi putra Kakek Sanjaya itu secara rahasia. Saat itu, dia menyamar sebagai instruktur pelatih seni beladiri. Bahkan ketika Charles sudah menjadi perwi

    Last Updated : 2023-06-27
  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 7  

    Leon masih ingat betul pertemuan pertamanya dengan Martin dua tahun yang lalu. Orang kepercayaan Kakek Sanjaya itu datang ke panti asuhan dan mengajaknya untuk pindah ke kediaman Keluarga Sanjaya. Waktu itu, Leon dijanjikan akan diajarkan ilmu beladiri dan berlatih bersama-sama cucu Tuan Besar Keluarga Sanjaya. Siapa yang tidak mau? Mana ada orang di Morenmor yang tidak ingin tinggal di istana Keluarga Sanjaya yang terkenal megah dan mewah? Anak kecil mana yang tidak akan bangga bisa berlatih bersama seorang tuan muda dari Keluarga Sanjaya yang kaya raya? Tidak ada! Hanya orang gila yang tidak ingin hidup mewah bersama orang-orang kaya yang berkuasa. Namun, apa yang terjadi? Leon memang diizinkan untuk tinggal di istana Keluarga Sanjaya. Akan tetapi, dia hanya boleh memasuki tiga tempat saja. Yang pertama adalah wisma pelayan, tempatnya tidur bersama puluhan pelayan Keluarga Sanjaya yang lain. Lalu yang kedua adalah dapur, tempatnya bekerja sambil mengais sisa-sisa hidangan ma

    Last Updated : 2023-06-27
  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 8  

    Lectio High School adalah sekolah umum berasrama terbaik di Kota Morenmor.Hampir semua keluarga kaya dan terpandang selalu mengirimkan putra putri mereka untuk belajar di sekolah ini. Alasannya cuma satu, Lectio High School adalah sekolah yang hanya menelurkan generasi muda terbaik dengan prestasi dan nilai kelulusan yang menakjubkan.Lebih dari itu, sepanjang sejarahnya yang hampir menyentuh satu abad, belum ada satu orang pun siswa lulusan Lectio High School yang pernah ditolak untuk melanjutkan pendidikan ke universitas manapun di seluruh dunia.Akan tetapi, tidak semua orang dapat mengenyam pendidikan di Lectio High School.Hanya mereka yang memiliki status tinggi atau berasal dari keluarga kaya dan berpengaruh sajalah yang dapat belajar di Lectio High School.Kecuali benar-benar berbakat dan memiliki otak jenius, maka tidak akan pernah ada kesempatan sedikitpun bagi anak-anak dari keluarga kaya kelas dua untuk bisa diterima di sekolah ini. Apalagi yang berasal dari keluarga bias

    Last Updated : 2023-06-28
  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 9  

    Sesi perkenalan masih berlangsung di kelas Edward dan Leon.Saat ini tinggal lima orang siswa yang belum mendapat giliran untuk memperkenalkan diri. Tiga di antaranya adalah murid perempuan, dan dua lainnya adalah laki-laki.Madam Barbara mengedarkan pandangannya sejenak, sebelum tatapannya jatuh pada seorang murid perempuan berparas jelita. Entah kenapa, dia merasa agak familiar dengan wajah siswi yang duduk di deretan kedua sebelah kiri itu.Kecantikan murid perempuan itu nyaris sempurna, cukup untuk membuat seorang bidadari jatuh dalam kecemburuan.Wajahnya bulat oval dengan dagu tirus yang ada belahannya. Sepasang matanya jernih bercahaya dengan bulu-bulu panjang dan lentik menghiasi kedua kelopaknya, berpadu sempurna dengan sepasang alis tebal yang hampir saling bertautan. Hidungnya mancung dan sedikit runcing seperti hidung boneka. Bibirnya tipis berwarna merah muda, khas anak perempuan yang sedang berangkat remaja. Sementara, sebuah lesung pipit di pipinya yang sebelah kiri men

    Last Updated : 2023-06-28
  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 10  

    “Bawakan tasku!”Edward melemparkan tasnya begitu saja ke arah Leon.Sesaat setelah itu, dua buah tas yang berbeda juga ikut melayang dengan arah yang sama. Kedua tas yang terbang belakangan itu adalah milik Bronson dan Robert.Sejak mengetahui bahwa Edward adalah cucu Kakek Sanjaya yang kaya raya, Bronson dan Robert memang telah langsung menjadikan diri mereka sebagai pengikut setia Tuan Muda Keluarga Sanjaya itu. Dan sebagai pengikut setia Edward, sepertinya mereka merasa mempunyai hak yang sama untuk ikut memperlakukan Leon sebagai pelayan.Akan tetapi sebaliknya, Leon justru tidak pernah peduli sama sekali dengan keberadaan mereka.Dia menangkap tas milik Edward dengan tangkas, namun membiarkan kedua tas yang lain jatuh begitu saja ke lantai.Bronson dan Robert langsung meradang melihat tas mereka jatuh hingga isinya berhamburan.“Hai – kenapa kamu menjatuhkan tasku?” bentak Bronson sengit.“Lihat, isinya sampai berantakan begitu! Kalau ada yang rusak, bagaimana? Apa kamu sanggup

    Last Updated : 2023-06-29
  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 11

    Leon tak bersuara sedikitpun untuk membela diri.Dia tahu, Edward bisa langsung jatuh dalam masalah besar jika kejadian yang sebenarnya sampai terungkap. Padahal, dia sudah terlanjur berjanji pada Martin untuk selalu membela dan melindungi cucu Kakek Sanjaya itu – tak peduli apakah benar atau salah!Leon memang sangat menghormati Martin Sindoro.Bagaimanapun, kepala pelayan Keluarga Sanjaya itu adalah guru ilmu bela dirinya. Lebih dari itu, orang kepercayaan Kakek Sanjaya itu bahkan telah menjadikannya sebagai anak angkat. Bagaimana mungkin dia dapat mengingkari janjinya pada lelaki paruh baya yang telah banyak berjasa itu?Dia tak punya pilihan apapun, kecuali tetap bungkam demi memenuhi janjinya pada Martin!Akan tetapi, Madam Barbara tidak kenal Martin Sindoro!Madam Barbara juga tidak tahu bagaimana hubungan yang sebenarnya antara Edward dengan Leon. Sehingga, tidaklah mengherankan sama sekali jika guru wali kelas itu tidak memahami alasan di balik sikap Leon yang hanya diam dan t

    Last Updated : 2023-06-29

Latest chapter

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 218

    Adelia memang tidak menjelaskan rencananya pada Lucy.Namun, wanita kaya berparas bidadari itu menjelaskan semuanya pada Karina dan Morina serta Sherina. Bagaimanapun, pada kenyataannya – ketiga orang pengawal wanita itulah yang sebenarnya lebih berperan dalam menjalankan kebijakan perusahaan Grup Menara Crudel.Seperti yang diharapkan dari para pengawal papan atas Keluarga Sanjaya, ketiga pengawal wanita itu pun langsung mempersiapkan segala sesuatunya sesuai dengan arahan Adelia.“Semua sudah dilaksanakan sesuai rencana, Nyonya. Orang-orang kita sudah berhasil menyusup ke pabrik obat Sanus Pharmacy dan akan langsung bergerak untuk merusak beberapa mesin produksi,” lapor Karina pada suatu hari.Sherina kemudian menambahkan, “Selain itu, seluruh klinik dan balai pengobatan yang tergabung dalam jaringan mitra asuransi Grup Menara Crudel juga sudah siap untuk mulai mengajukan pesanan obat kepada pabrik obat Sanus Pharmacy secara besar-besaran.”“Kami juga sudah menemui Tuan Vincent Marg

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 217

    Tiga hari kemudian, Lucy terlihat meninggalkan rumah sakit Medicamento Hospital dengan menggunakan kursi roda bersama tiga orang pengawal wanita.Ketiga pengawal wanita itu adalah Morina, Sherina dan Karina.Tiga tahun yang lalu, mereka pernah bertugas di Wisma Adulterium sebagai pengawal pribadi Adelia sebelum wanita berparas bidadari itu resmi menjadi istri Leon.Saat itu, Karina sempat dilecehkan secara biadab oleh anak buah Rudolf yang kemudian berakhir dengan peristiwa bunuh diri Isabela Desplazado. Setelah peristiwa tragis itu, pengawal wanita malang tersebut dipaksa masuk kamp pelatihan khusus untuk mengobati trauma sekaligus meningkatkan kemampuannya. Hasilnya, dia pun menjelma menjadi salah satu pengawal wanita terkuat dan terkejam yang paling diandalkan oleh Keluarga Sanjaya! Saat ini, Karina yang bertindak sebagai pendorong kursi roda yang diduduki Lucy. Adapun Morina dan Sherina, mereka tampak berjalan tegap dengan sikap waspada di sebelah kanan dan kirinya.Selain ketiga

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 216

    Sebenarnya, perpecahan dalam Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus sudah lama terjadi. Konflik tersebut berawal ketika Winston Wijaya dan Duta Besar Bernard Wijaya ternyata sama-sama berambisi untuk menguasai Morenmor!Namun, perseteruan di antara mereka tak pernah terungkap ke permukaan karena kedua orang super licik itu sama-sama pandai mengemas ambisi pribadinya di balik permusuhan abadi antara Keluarga Sanjaya dan Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus. Mereka senantiasa menjadikan konflik abadi antar keluarga teratas tersebut sebagai alasan untuk bekerja sama dan saling memanfaatkan, walaupun sebenarnya masing-masing memiliki tujuan sendiri yang amat berbeda – bahkan saling bertabrakan.Perseteruan di antara mereka baru mulai memanas sejak Negara Pecunia dan Negara Vicinus menggelar program kerjasama dalam bidang kesehatan.Dalam program kerja sama kesehatan tersebut, Winston memaksa perusahaan Sanus Pharmacy milik Grace untuk menjadi perwakilan Keluarga W

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 215

    Leon datang bersama Adelia.Lucy amat terkejut ketika tidak mendapati sedikit pun raut permusuhan pada wajah kedua orang suami istri itu. Sebaliknya, senyum hangat penuh persahabatan justru terlihat menghiasi wajah pasangan paling berpengaruh di seantero Morenmor tersebut.“Apa kabar? Lama tak berjumpa,” sapa Leon ramah.“Ba … baik. Terima kasih,” jawab Lucy, entah kenapa – mendadak jadi gugup sendiri.Melihat sikap Lucy yang mendadak gugup melihat kedatangannya, Leon segera mengalihkan perhatian ke arah layar monitor di samping ranjang pasien berkaki pincang itu. Dia terlihat serius mengamati deretan angka dan grafik yang tertera di sana sebelum berkata, “Syukurlah, keadaanmu sudah jauh lebih stabil sekarang.”Leon diam sebentar dan kembali mengalihkan pandangannya pada Lucy lalu melanjutkan ucapannya, “Akan tetapi, luka-lukamu belum sembuh sepenuhnya dan masih memerlukan perawatan lanjutan. S

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 214

    Fajar baru saja menjelang, matahari bahkan belum mulai tersenyum di ufuk timur.Namun, sebuah sepeda motor besar terlihat sudah melaju tanpa perhitungan di atas aspal jalanan. Tanpa basa-basi, suara kenalpotnya yang bising menerobos jendela-jendela rumah penduduk yang kebanyakan masih tertutup rapat.“Keterlaluan, pukul berapa ini?”“Dasar sinting, masih pagi sudah kebut-kebutan!”“Demi langit dan bumi, semoga orang gila itu kecelakaan!”Pagi itu, penduduk Morenmor mengawali hari dengan sumpah serapah yang tak berkesudahan.Orang-orang itu baru berhenti mengutuk ketika suara bising mesin sepeda motor yang telah mengganggu tidur mereka itu tiba-tiba berganti dengan suara lain yang jauh lebih keras. Tak perlu penjelasan apa pun, penduduk kota Morenmor langsung tahu bahwa langit telah mewujudkan kutukan yang mereka lontarkan terhadap sepeda motor pengganggu itu.Tak ada keraguan sedikit pun, sepeda motor yang meresahkan itu sepertinya memang benar-benar mengalami kecelakaan – selaras den

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 213

    Riana menemui Lucy tanpa membawa pengawal seorang pun. Selain karena tugas yang sedang dilaksanakannya kali ini adalah misi rahasia yang diperintahkan secara langsung oleh Winston, dia juga amat percaya diri pada kemampuannya sebagai seorang ahli racun. Dia sama sekali tak tahu bahwa Lucy adalah seorang petarung yang cukup berpengalaman.Sebaliknya, dia bahkan menganggap wanita berkaki pincang yang saat ini berada di hadapannya adalah sosok lemah yang patut dikasihani!“Selamat siang, Nyonya. Perkenalkan, nama saya Riana Blake dari perusahaan Sanus Pharmacy. Mohon maaf, saya terpaksa membius beberapa orang pengawal di depan supaya bisa bertemu Nyonya secara pribadi tanpa harus terganggu oleh apa pun atau siapa pun. Nyonya tidak perlu cemas, mereka hanya pingsan. Mereka akan siuman satu atau dua jam lagi,” ujar Riana datar penuh intimidasi, tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.Beberapa saat lalu, dia memang telah meracuni seluruh petugas keamanan yang berjaga di depan kantor

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 212

    Edward mungkin naif.Akan tetapi, dia tidak bodoh!Dia langsung waspada ketika tiba-tiba Lucy Sasmita menemuinya secara rahasia sambil membawa satu bundel berkas dokumen perusahaan Grup Menara Crudel. Apalagi, gadis tomboy berkaki pincang itu mengaku disuruh oleh Donald Wijaya.“Donald hanya memintamu untuk tanda tangan,” ucap Lucy tegas, tanpa basa-basi sedikit pun.Edward tersenyum jijik mendengar ucapan Lucy.Sekali lagi, dia membaca seluruh berkas perusahaan yang dibawa oleh gadis tomboy itu. Tak butuh banyak penjelasan, dia langsung paham bahwa Donald Wijaya berniat mengambil alih Grup Menara Crudel dan akan mengaktifkannya kembali – secepatnya.“Sebenarnya, aku tidak keberatan sama sekali untuk tanda tangan. Sejak awal, perusahaan Grup Menara Crudel memang didirikan atas prakarsa Donald dan Duta Besar Bernard Wijaya. Namun, kontribusi dan pengorbananku juga tidak sedikit. Tanpa diriku, perusahaan itu tidak akan pernah ada!” ucap Edward sinis, tanpa mengalihkan pandangan sedikit

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 211

    Restoran Cheap Cibum adalah sebuah rumah makan besar yang terletak tak terlalu jauh dari komplek kediaman Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus. Menu yang tersedia amat terbatas, hanya camilan sederhana dan minuman kelas bawah yang justru dibanderol dengan harga amat mahal. Tak perlu banyak penjelasan, sejatinya – restoran ini memang tidak menjual makanan atau minuman sebagai sumber pendapatan utamanya.Tidak ada orang yang datang ke restoran Cheap Cibum untuk makan atau minum!Mereka yang datang ke restoran itu kebanyakan merupakan orang-orang misterius dengan latar belakang tak jelas, bahkan cenderung mengerikan. Biasanya, mereka datang untuk menjual atau membeli informasi. Selain itu, ada pula yang datang untuk mencari orang bayaran yang bersedia melakukan pekerjaan kotor – seperti menculik atau menghabisi orang!Di luar dugaan, Donald Wijaya ternyata adalah salah satu pelanggan VIP Cheap Cibum.Walaupun tidak terlalu sering berkunjung, tak a

  • JEJAK SANG PEWARIS   Bab 210

    Begitu saja, rencana Winston telah maju selangkah.Lelaki tua bertampang bengis itu berhasil menggiring hampir seluruh anggota Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus untuk mengikuti rencananya. Tanpa banyak tenaga, dia berhasil mendapatkan dukungan dari hampir semua tetua dan pemimpin keluarga cabang. Sudah barang tentu, semuanya sepakat untuk mendukung idenya membangun pabrik obat baru di Morenmor – tentu saja di bawah naungan tanggung jawab Grace selaku pemegang saham terbesar Sanus Phamacy.Sukses dengan langkah pertama, Winston segera melanjutkan dengan langkah kedua. Tanpa membuang waktu sedikit pun, dia langsung menempatkan satu orang kepercayaannya untuk mendampingi sekaligus mengawasi Grace dalam menjalankan proyek pembangunan pabrik obat tersebut.Orang kepercayaan Winston tersebut bernama Riana Blake.Dia adalah seorang wanita setengah baya berusia antara 35 atau 40 tahun yang sebenarnya bukan anggota Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus sama

DMCA.com Protection Status