Edward mulai berlatih ilmu beladiri satu minggu kemudian. Dia berlatih di bawah bimbingan Martin, Kepala Pelayan Keluarga Sanjaya yang juga merupakan orang kepercayaan Kakek Sanjaya.
Kakek Sanjaya datang memantau perkembangan latihan Edward setiap beberapa hari sekali.
“Bagaimana? Apakah kamu menyukai latihanmu?” tanya Kakek Sanjaya suatu hari.
“Saya suka, Kek. Tapi aku bosan jika harus berlatih sendirian terus!” jawab Edward manja.
“Jangan khawatir. Kakek akan menyuruh Martin agar mencarikan teman berlatih untukmu,” janji Kakek Sanjaya.
Edward tersenyum senang.
Dua hari kemudian seorang bocah kurus datang bersama Martin. Dia datang untuk menemani Edward berlatih ilmu beladiri.
Nama bocah itu adalah Leon, tanpa nama keluarga di belakangnya.
Dia adalah seorang anak yatim piatu berusia tujuh tahun yang diambil Martin dari sebuah panti asuhan. Kabarnya, dulu – tujuh tahun yang lalu – Leon ditinggalkan begitu saja di depan panti asuhan saat masih bayi merah. Waktu itu, tali pusarnya bahkan masih ada!
“Tuan Muda, ini Leon. Mulai hari ini dia akan menemani Tuan Muda berolah raga dan berlatih ilmu beladiri,” kata Martin memperkenalkan Leon pada Edward.
Edward memandang Leon dengan tatapan jijik. Dia kemudian mendekati Leon lalu berjalan lambat mengelilingi bocah yatim itu beberapa kali, sementara sepasang matanya memindai sosok kurus itu dengan seksama dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Tingkahnya persis seperti seorang pedagang ternak yang sedang menaksir harga seekor kambing.
“Sepertinya tubuhnya terlalu kurus. Apakah dia cukup kuat untuk berlatih ilmu beladiri?” ujar Edward ragu dengan sikap yang amat jumawa.
Martin tersenyum tipis, “Kalau Tuan Muda tidak cocok, saya akan cari yang lain.”
Edward menggeleng. Dia menyunggingkan senyum tipis laksana seorang professional pencari bakat dan berkata, “Tidak perlu, aku akan melatihnya supaya dia lebih kuat!”
Martin langsung terhenyak.
Dia tak menyangka Edward akan sesombong itu. Cucu Kakek Sanjaya itu baru berlatih beberapa minggu, bahkan belum genap satu bulan, akan tetapi sikapnya sudah seperti pelatih ilmu beladiri professional saja.
Antara gusar dan gundah, Kepala Pelayan Keluarga Sanjaya itu akhirnya hanya dapat mengeluh dalam hati, “Sepertinya, ini tidak akan berjalan sesuai harapan!”
Tak lama berselang, Martin beranjak pergi meninggalkan Edward dan Leon di aula olahraga.
Sepeninggal Martin, Edward segera menghampiri Leon. Sikapnya penuh ancaman dan sepasang matanya memancarkan sorot penindasan tanpa ampun.
“Namamu Leon, ‘kan?”
“Iya, Tuan Muda.”
“Baik. Sebelum mulai latihan, saya akan memberi tahu aturan dan tugas-tugasmu selama latihan. Yang pertama, ucapanku adalah satu-satunya aturan di sini. Yang kedua, tugasmu adalah melakukan apapun yang kuperintahkan. Ketiga, kamu tidak boleh masuk atau keluar aula ini tanpa izinku. Paham?”
“Paham, Tuan Muda.”
“Bagus. Sekarang aku mau istirahat sebentar, kamu tunggu di sini!” perintah Edward seraya beranjak pergi dengan langkah angkuh dan dagu yang terangkat tinggi.
Setelah itu, sunyi.
Leon termenung sendirian. Hatinya tiba-tiba membesar dan semangatnya melambung tinggi saat melihat berbagai peralatan olahraga mahal yang bertabur di tempat itu. Tangannya bahkan terlihat sedikit gemetar ketika dia memberanikan diri menyentuh sebuah dumbel karet berwarna abu-abu.
Kemudian, ia mencoba mengangkat dumbel itu dengan hati-hati. Terasa nyaman dan pas dalam genggaman tangannya, tidak ringan dan tidak juga berat. Sepertinya, ukuran dan bobot benda itu memang disesuaikan untuk anak-anak seusianya.
Selanjutnya, sambil tetap menggenggam dumbel di tangannya, Leon mulai berkeliling mengamati berbagai alat-alat kebugaran canggih dan mewah yang selama ini hanya bisa dia lihat pada tayangan televisi di panti asuhan.
Leon benar-benar tenggelam dalam kekaguman.
Dia seperti terdampar pada dunia khayal yang mewah dan indah. Berulang kali, dia terlihat menyentuh atau mengusap barang-barang mahal itu hanya demi membuktikan bahwa dia tidak sedang bermimpi.
Dia benar-benar larut dalam kekaguman, hingga tak sadar bahwa Edward telah kembali.
“Hei – sedang apa kamu?!?” bentak Edward seraya berlari menghampiri.
Leon terperanjat kaget bukan kepalang hingga bahkan dumbel di tangannya terlepas lalu jatuh dan menggelinding ke dekat Edward.
Edward memandang dumbel berwarna abu-abu itu dengan tatapan jijik lalu bertanya dengan nada gusar, “Siapa yang mengizinkanmu menyentuh barang-barangku?”
Leon tergagap, “Ma … maafkan saya, Tuan Muda.”
Edward tak peduli, “Aku tidak mau tahu! Sekarang juga – bersihkan semua benda yang telah kamu pegang. Aku tidak sudi barang-barangku disentuh oleh tangan kotormu itu!”
Leon mengangkat kedua tangannya lalu memeriksanya dengan teliti, namun semua terlihat biasa saja. Tidak ada noda atau kotoran apapun di sana. Dia kemudian memandang Edward dengan perasaan takut campur bingung seraya berkata, “Maaf, Tuan Muda – tapi tangan saya tidak kotor.”
Edward mendengus kasar, “Huh – kalau aku bilang kotor, ya kotor! Belum apa-apa kamu sudah berani membantah. Apa kamu lupa dari mana kamu berasal? Apa kamu pikir derajat dan kedudukanmu sama denganku? Asal kamu tahu, jangankan tanganmu – seluruh dirimu hanyalah kotoran di depanku!”
Leon tersurut beberapa langkah ke belakang. Ucapan Edward benar-benar menusuk kalbunya. Hatinya mendadak bergolak seiring harga dirinya yang terkoyak.
Dia ingin melawan, tapi dia tak berani.
Bagaimanapun, dia cukup tahu diri bahwa dirinya memang bersalah dan sedikit terlalu lancang. Apapun alasannya, menyentuh barang-barang yang bukan miliknya tetaplah merupakan suatu tindakan yang tak dapat dibenarkan!
Akan tetapi, bukankah tidak ada satupun barang-barang itu yang rusak?
Dia hanya menyentuhnya!
Bagaimana mungkin dia bisa dihina serendah itu hanya karena menyentuh tanpa izin?
Leon akhirnya hanya dapat menatap Edward dengan pandangan rumit yang sulit untuk diterjemahkan. Namun dia tak menduga sama sekali, tatapan itu justru membuatnya terjebak makin jauh dalam masalah!
Edward ternyata tersingung oleh tatapan mata Leon. Dia bahwa merasa bahwa Leon ingin menantangnya. Cucu orang terkaya Morenmor itu kemudian memberondong dengan nada suara tinggi penuh penindasan, “Apa?!? Kamu tidak terima? Kamu ingin melawanku?”
Leon tergagap lagi. Sekarang bukan hanya harga dirinya yang terkoyak, namun seluruh keberaniannya pun hancur berantakan tak bersisa.
Suaranya bahkan terdengar bergetar ketika dia berkata, “Ma … maaf, Tuan Muda. Saya tidak berani!”
Edward tidak puas, “Lalu apa maksudmu mentapku seperti itu?”
Leon kembali tersentak kaget.
Dia segera menundukkan kepalanya, benar-benar tidak berani lagi menatap Edward.
Bocah malang itu kemudian berkata penuh ketakutan dan penyesalan, “Maaf Tuan Muda, saya tidak sengaja. Saya tidak akan mengulangi lagi. Saya juga akan mengerjakan perintah Tuan Muda. Saya akan membersihkan semuanya sekarang juga.”
Edward tersenyum penuh kemenangan lalu berkata, “Bagus, bersihkan semua. Jangan ada yang terlewat, aku tidak mau ada sedikitpun bekas tubuhmu yang melekat di barang-barang milikku. Besok kita akan mulai latihan, aku mau semua sudah selesai pada saat itu. Paham?!”
“Paham, Tuan Muda.” Leon menyahut lirih.
“Bagus!” sahut Edward sambil beranjak meninggalkan aula olahraga. Dua orang pengawal tampak mengikuti saat ia berjalan menuju ke kamarnya.
Kini Leon kembali sendirian di aula olahraga yang total luasnya hampir menyamai setengah lapangan sepak bola. Entah bagaimana caranya dia akan membersihkan aula seluas itu. Dia hanya seorang anak kecil berusia tujuh tahun. Tubuh kurusnya tak mungkin menyimpan cukup tenaga untuk melakukan semua itu dengan hanya seorang diri.
Namun, perintah tetap perintah.
Leon pun mulai bergerak.
Dia memeriksa setiap ruangan yang terdapat di Aula Olahraga, mencari tempat penyimpanan alat-alat kebersihan. Setelah menemukannya, dia mulai memilih beberapa alat yang mungkin dapat digunakannya.
Malang, dia hanya dapat mengambil beberapa lembar kain lap dan sebatang sapu yang sepertinya nyaris tak pernah dipakai. Selain kedua barang itu, semuanya adalah alat-alat canggih yang bahkan belum pernah dia lihat sebelumnya.
Leon tak mengeluh.
Berbekal sapu dan kain lap, dia mulai membersihkan aula olahraga dalam kesunyian. Tangannya terlihat trampil menggunakan kedua barang itu. Bagaimanapun, selama tinggal di panti asuhan – dia memang dikenal sangat rajin membantu Ibu Pengurus Panti.
Akan tetapi, aula olahraga di mansion Keluarga Sanjaya jauh lebih besar dari pada gedung panti asuhan tempat tinggal Leon sebelumnya. Bahkan pada kenyataannya, aula olahraga itu sebenarnya lebih mirip sebuah stadion mini yang mewah. Tak bijak sama sekali jika mencoba membandingkannya dengan Gedung panti asuhan yang sempit dan kumuh.
Selanjutnya, sebuah tontonan yang menghancurkan nurani pun mulai berlangsung.
Sesosok tubuh kurus yang tampak kurang gizi mulai bergerak lambat, menyapu inci demi inci pelataran aula olahraga. Walaupun nyaris tak ada debu atau kotoran yang tersangkut di sapunya, Leon tetap menyapu.
Dia juga membersihkan setiap alat olah raga yang ditemuinya. Menggunakan selembar kain lap, dia mengusap semua peralatan mahal itu dengan teliti dan sangat hati-hati.
Lewat tengah malam, Leon akhirnya menyerah.
Tubuh kurusnya ambruk, tak mampu melawan lelah yang mendera sejak sore. Sementara sepasang matanya tertutup sendiri, tak lagi sanggup membendung kantuk yang terus menyerang. Tanpa dapat ditahan, Leon tertidur begitu saja di atas landasan mesin tredmill yang sedang dibersihkannya.
Leon tertidur di aula olahraga, bahkan sebelum dia mendapatkan jatah makan malamnya!
“Bangun!” Sebuah tendangan teriring bentakan keras memaksa Leon meninggalkan alam mimpi. Dia terbangun bahkan tanpa sempat mengumpulkan setengah dari kesadarannya. Tubuhnya terjatuh dari atas landasan treadmill yang selama beberapa jam terakhir telah menjadi ranjang tidurnya. Terhuyung-hutung, Leon berusaha bangkit dan berdiri. Dia mengejapkan matanya beberapa kali, berusaha beradaptasi dengan cahaya matahari yang ternyata sudah lama meninggalkan peraduan. Samar-samar, dia akhirnya berhasil mengenali sesosok tubuh yang telah menendang perutnya yang bahkan belum diisi sejak kemarin. “Ma … maafkan saya, Tuan Muda. Saya kesiangan,” ujar Leon ketakutan. “Keterlaluan kamu! Bukankah aku sudah mengatakan agar kamu menjauhi barang-barang milikku? Tapi lihat – kamu bukan hanya menyentuh treadmill itu, kamu bahkan justru tidur di situ! Sepertinya, kamu benar-benar menganggap remeh ucapanku! Apa maksudmu sebenarnya, hah?!?” sahut Edward, membentak dengan sengit. “Maaf, Tuan Muda. Tadi mal
Waktu terus berlalu. Hari demi hari, Leon akhirnya mulai terlatih untuk menahan rasa sakit dan amarah. Perlahan tapi pasti, tubuhnya pun menjadi lebih kuat dan tangguh. Saat ini, dia tidak lagi mudah untuk dijatuhkan. Bahkan, segalanya kini mulai terasa jauh lebih ringan baginya. Seiring tubuhnya yang terus tumbuh menjadi semakin besar dan kuat, Leon pun menjadi jauh lebih tabah dan percaya diri dalam menjalani hari-harinya bersama Edward. Apalagi, pada kenyataannya, tubuhnya sekarang memang sudah lebih besar dan lebih kuat daripada cucu lelaki Kakek Sanjaya itu. Namun, walaupun tubuhnya telah tumbuh menjadi lebih tinggi dan lebih besar, Leon tak berubah menjadi tinggi hati dan besar kepala. Dia tetap membiarkan Edward memukulinya dan menjadikannya sebagai samsak hidup hampir setiap hari. Apalagi, saat ini pukulan Edward sudah tak lagi terasa menyakitkan baginya! Lebih dari itu, terkadang Leon justru menerima semua pukulan itu sambil tersenyum atau tertawa dalam hati. Entah bag
Nama lengkap Martin adalah Martin Sindoro. Dia sebenarnya bukan orang sembarangan. Sesungguhnya, dia adalah seorang master seni beladiri yang merupakan pengawal pribadi sekaligus orang kepercayaan Kakek Sanjaya. Selain ahli beladiri, dia juga memiliki keahlian pengobatan tradisional tingkat tinggi. Tidak berlebihan sama sekali jika dikatakan bahwa Martin adalah orang yang paling bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan pemimpin Keluarga Sanjaya. Ahli beladiri dengan banyak keahlian itu sudah menjadi pengawal tersembunyi keluarga Sanjaya sejak usianya baru menginjak 20 tahun. Pada masa itu dia bertugas mendampingi sekaligus melindungi Charles Sanjaya, yaitu ketika putra tunggal orang terkaya di Morenmor itu masih menjalani pendidikan di universitas. Kemudian – saat masa awal Charles bergabung dengan militer – dia tetap melindungi putra Kakek Sanjaya itu secara rahasia. Saat itu, dia menyamar sebagai instruktur pelatih seni beladiri. Bahkan ketika Charles sudah menjadi perwi
Leon masih ingat betul pertemuan pertamanya dengan Martin dua tahun yang lalu. Orang kepercayaan Kakek Sanjaya itu datang ke panti asuhan dan mengajaknya untuk pindah ke kediaman Keluarga Sanjaya. Waktu itu, Leon dijanjikan akan diajarkan ilmu beladiri dan berlatih bersama-sama cucu Tuan Besar Keluarga Sanjaya. Siapa yang tidak mau? Mana ada orang di Morenmor yang tidak ingin tinggal di istana Keluarga Sanjaya yang terkenal megah dan mewah? Anak kecil mana yang tidak akan bangga bisa berlatih bersama seorang tuan muda dari Keluarga Sanjaya yang kaya raya? Tidak ada! Hanya orang gila yang tidak ingin hidup mewah bersama orang-orang kaya yang berkuasa. Namun, apa yang terjadi? Leon memang diizinkan untuk tinggal di istana Keluarga Sanjaya. Akan tetapi, dia hanya boleh memasuki tiga tempat saja. Yang pertama adalah wisma pelayan, tempatnya tidur bersama puluhan pelayan Keluarga Sanjaya yang lain. Lalu yang kedua adalah dapur, tempatnya bekerja sambil mengais sisa-sisa hidangan ma
Lectio High School adalah sekolah umum berasrama terbaik di Kota Morenmor.Hampir semua keluarga kaya dan terpandang selalu mengirimkan putra putri mereka untuk belajar di sekolah ini. Alasannya cuma satu, Lectio High School adalah sekolah yang hanya menelurkan generasi muda terbaik dengan prestasi dan nilai kelulusan yang menakjubkan.Lebih dari itu, sepanjang sejarahnya yang hampir menyentuh satu abad, belum ada satu orang pun siswa lulusan Lectio High School yang pernah ditolak untuk melanjutkan pendidikan ke universitas manapun di seluruh dunia.Akan tetapi, tidak semua orang dapat mengenyam pendidikan di Lectio High School.Hanya mereka yang memiliki status tinggi atau berasal dari keluarga kaya dan berpengaruh sajalah yang dapat belajar di Lectio High School.Kecuali benar-benar berbakat dan memiliki otak jenius, maka tidak akan pernah ada kesempatan sedikitpun bagi anak-anak dari keluarga kaya kelas dua untuk bisa diterima di sekolah ini. Apalagi yang berasal dari keluarga bias
Sesi perkenalan masih berlangsung di kelas Edward dan Leon.Saat ini tinggal lima orang siswa yang belum mendapat giliran untuk memperkenalkan diri. Tiga di antaranya adalah murid perempuan, dan dua lainnya adalah laki-laki.Madam Barbara mengedarkan pandangannya sejenak, sebelum tatapannya jatuh pada seorang murid perempuan berparas jelita. Entah kenapa, dia merasa agak familiar dengan wajah siswi yang duduk di deretan kedua sebelah kiri itu.Kecantikan murid perempuan itu nyaris sempurna, cukup untuk membuat seorang bidadari jatuh dalam kecemburuan.Wajahnya bulat oval dengan dagu tirus yang ada belahannya. Sepasang matanya jernih bercahaya dengan bulu-bulu panjang dan lentik menghiasi kedua kelopaknya, berpadu sempurna dengan sepasang alis tebal yang hampir saling bertautan. Hidungnya mancung dan sedikit runcing seperti hidung boneka. Bibirnya tipis berwarna merah muda, khas anak perempuan yang sedang berangkat remaja. Sementara, sebuah lesung pipit di pipinya yang sebelah kiri men
“Bawakan tasku!”Edward melemparkan tasnya begitu saja ke arah Leon.Sesaat setelah itu, dua buah tas yang berbeda juga ikut melayang dengan arah yang sama. Kedua tas yang terbang belakangan itu adalah milik Bronson dan Robert.Sejak mengetahui bahwa Edward adalah cucu Kakek Sanjaya yang kaya raya, Bronson dan Robert memang telah langsung menjadikan diri mereka sebagai pengikut setia Tuan Muda Keluarga Sanjaya itu. Dan sebagai pengikut setia Edward, sepertinya mereka merasa mempunyai hak yang sama untuk ikut memperlakukan Leon sebagai pelayan.Akan tetapi sebaliknya, Leon justru tidak pernah peduli sama sekali dengan keberadaan mereka.Dia menangkap tas milik Edward dengan tangkas, namun membiarkan kedua tas yang lain jatuh begitu saja ke lantai.Bronson dan Robert langsung meradang melihat tas mereka jatuh hingga isinya berhamburan.“Hai – kenapa kamu menjatuhkan tasku?” bentak Bronson sengit.“Lihat, isinya sampai berantakan begitu! Kalau ada yang rusak, bagaimana? Apa kamu sanggup
Leon tak bersuara sedikitpun untuk membela diri.Dia tahu, Edward bisa langsung jatuh dalam masalah besar jika kejadian yang sebenarnya sampai terungkap. Padahal, dia sudah terlanjur berjanji pada Martin untuk selalu membela dan melindungi cucu Kakek Sanjaya itu – tak peduli apakah benar atau salah!Leon memang sangat menghormati Martin Sindoro.Bagaimanapun, kepala pelayan Keluarga Sanjaya itu adalah guru ilmu bela dirinya. Lebih dari itu, orang kepercayaan Kakek Sanjaya itu bahkan telah menjadikannya sebagai anak angkat. Bagaimana mungkin dia dapat mengingkari janjinya pada lelaki paruh baya yang telah banyak berjasa itu?Dia tak punya pilihan apapun, kecuali tetap bungkam demi memenuhi janjinya pada Martin!Akan tetapi, Madam Barbara tidak kenal Martin Sindoro!Madam Barbara juga tidak tahu bagaimana hubungan yang sebenarnya antara Edward dengan Leon. Sehingga, tidaklah mengherankan sama sekali jika guru wali kelas itu tidak memahami alasan di balik sikap Leon yang hanya diam dan t
Wisma Adulterium memang sudah habis terbakar dan Victoria pun telah meninggal dunia.Namun, target operasi senyap malam ini bukan hanya sebatas itu.Target operasi senyap yang digelar pada malam itu adalah membasmi keluarga Desplazado hingga ke akar-akarnya. Selama keluarga teratas Granda Peko yang dituduh bersekutu dengan Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus itu belum musnah sepenuhnya, maka operasi rahasia yang digagas oleh beberapa komandan senior pasukan milisi Morenmor itu tentu akan dianggap gagal.Victoria memang figur penting dalam Keluarga Desplazado, tetapi dia bukan satu-satunya tokoh berpengaruh di keluarga teratas Granda Peko itu. Masih ada Adelia dan Rudolf Subrata yang bahkan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar.Begitu juga dengan Wisma Adulterium.Istana cinta sesaat itu memang dikenal sebagai kediaman utama Keluarga Desplazado. Akan tetapi, sebenarnya tak banyak tokoh keluarga yang berdiam di sana. Bahkan, Adelia Desplazado yang telah resmi dinobatkan sebagai pemim
Wisma Adulterium sudah habis terbakar.Leon dan Adelia yang datang beberapa saat setelah segalanya terlambat hanya mendapati sekelompok petugas pemadam kebakaran Granda Peko yang sedang mencari dan mengumpulkan jenazah para korban. Pasangan suami istri terkaya seantero Morenmor itu hanya dapat menatap sedih campur marah ketika akhirnya mengenali bahwa dua di antara sosok-sosok tak bernyawa ditemukan oleh pasukan pemadam kebakaran adalah jenazah Lucas dan Victoria.“Maaf, Tuan, Nyonya. Kami tidak dapat berbuat apa-apa karena sekelompok tentara dari pasukan aliansi Morenmor membawa perintah resmi untuk memblokir jalan dan menutup semua akses menuju tempat ini Mereka mengatakan ada penyusup dari Negara Vicinus yang bersembunyi di Wisma Adulterium,” ungkap komandan pasukan pemadam kebakaran dengan menampilkan raut wajah penuh rasa bersalah, mencoba menjelaskan alasan keterlambatan mereka.Leon menyahut singkat sedikit ketus, “Kami tahu!”Dia kemudian memanggil delapan dari 24 orang pengaw
Lucas tewas.Dua belas pria misterius berkostum serba hitam, sekarang tinggal delapan orang.Ratusan orang pelayan, pengawal, dan gadis-gadis cantik pemuas syahwat, berikut para pria hidung belang yang menjadi tamu-tamunya, kini terjebak pasrah tanpa daya upaya apa pun. Mereka hanya bisa berkumpul sambil meratap, memohon agar diperbolehkan keluar dan meninggalkan Wisma Adulterium yang saat ini masih terus terbakar hebat.Sedangkan Victoria Desplazado yang merupakan target utama operasi senyap yang dijalankan oleh orang-orang berkostum serba hitam itu, saat ini masih bersembunyi di dalam kamar tidurnya yang tahan api dan anti peluru.Sebenarnya, dia mendengar dan sudah akan membuka pintu ketika Lucas menggedor-gedor pintu kamar sambil memanggil-manggil.Victoria tidak jadi membuka pintu karena sesaat kemudian dia mendengar suara tembakan di balik pintu kamarnya. Bagaimanapun, dia masih trauma karena pernah hampir mati ketika kepalanya tidak sengaja terserempet peluru yang menembus daun
Wisma Adulterium memiliki empat kamar istimewa yang amat berbeda daripada kamar-kamar yang lain, dua kamar ada di bangunan sayap barat dan dua lagi terdapat di bangunan sayap timur. Setiap kamar berukuran sangat luas dan perabotan di dalamnya juga amat mewah.Keempat kamar istimewa itu sudah ada sejak awal berdirinya Wisma Adulterium.Pada zaman dahulu, keempat kamar tersebut adalah kamar-kamar yang sengaja disiapkan sebagai tempat khusus untuk menyenangkan pejabat Kerajaan atau anggota Keluarga Istana. Tentu saja, banyak rahasia tingkat tinggi yang tersimpan di dalam kamar-kamar mewah itu.Rahasia-rahasia tingkat tinggi itulah sebenarnya yang menjadi dasar kekuatan dan pilar kekuasaan Keluarga Desplazado hingga mampu berdiri kokoh di Granda Peko selama ratusan tahun!Saat ini, salah satu kamar istimewa itu ditempati oleh Victoria Desplazado.Sebagai ruang pribadi yang sejak awal memang disiapkan untuk orang-orang dengan latar belakang dan identitas istimewa, kamar tidur yang kini dit
Sisi timur Wisma Adulterium mulai terbakar hebat.Sementara, pria berkostum serba hitam yang telah berubah menjadi monster api masih terlihat berlarian tak tentu arah dengan api berkobar-kobar di seluruh tubuhnya. Setiap langkahnya meninggalkan jejak api menyala dan membuat kebakaran di kediaman utama Keluarga Desplazado semakin meluas.Lucas menembak lagi dan monster api pun berhenti berlarian, tumbang dengan seluruh tubuh masih berkobar.Akan tetapi, ternyata bukan hanya ada satu monster api di Wisma Adulterium!Seorang wanita penghuni wisma dan satu tamu lelakinya juga telah berubah menjadi monster api. Pasangan tanpa ikatan resmi itu tengah terlelap dalam kenikmatan ketika sebuah botol berisi minyak dengan sumbu menyala terbang menembus jendela kamar, lalu pecah dan membakar ujung seperei ranjang mereka. Keduanya baru terbangun saat pakaian dan rambut mereka dijilat api.Tak butuh waktu lama, beberapa ruangan di lantai dua Wisma Adulterium pun terbakar hebat dan menciptakan lebih
“Hati-hati …”“Tenanglah, jangan berisik …”Dua orang lelaki berpakaian serba hitam berjalan mengendap-endap mendekati gerbang sebuah bangunan besar berlantai dua di pusat kota Granda Peko, Wisma Adulterium.Tidak terlalu jauh di belakang kedua orang itu, masih ada sepuluh orang lainnya yang juga berpakaian serba hitam. Mereka bersembunyi di balik bayangan pepohonan atau mobil-mobil yang parkir di pinggir jalan.Melihat gelagat yang ditunjukkan oleh sikap dan gerakan mereka, sudah dapat dipastikan bahwa orang-orang berpakaian serba hitam itu memiliki tujuan jahat. Niat jahat mereka tak perlu diragukan lagi ketika dua orang pertama tiba-tiba memanjat gerbang dan melompat masuk. Apa pun alasannya, hanya orang jahat yang akan masuk dengan cara memanjat pintu gerbang!Tak lama berselang, terdengar suara berderit halus dan pintu gerbang pun terbuka dari dalam.Ternyata, kedua orang yang tadi melompat masuk itulah yang membukanya.Sepuluh orang berpakaian serba hitam yang lain pun langsung
Grace tak bisa berbuat apa-apa.Pesan rahasia yang dikirimkan Winston amat jelas. Setiap kalimat tersusun dengan sempurna dan terasa amat sesuai dengan situasi yang tengah berlangsung, menimbulkan kesan yang begitu nyata dan hampir tak mungkin untuk disangkal.Apalagi, dia pun telah terlanjur kelepasan memberi jawaban tak jujur kepada Adelia.Akhirnya, Grace hanya bisa terdiam pasrah – hingga bahkan tak sadar keningnya berdarah.Sementara di sisi lain, Adelia tampak terengah-engah menahan murka. Rentetan kata kasar dan caci maki yang meluncur deras dari celah bibirnya seolah tak pernah cukup untuk meluapkan amarah dan rasa kecewa di hatinya. Lebih dari itu, emosinya bahkan tidak berkurang sedikit pun walau hampir semua barang yang dapat dijangkaunya telah dia ambil dan lemparkan ke tubuh Grace!Beruntung, masih ada sedikit kewarasan yang tersisa dalam benak Adelia.Wanita jelita yang hampir sepenuhnya dikuasai emosi itu akhirnya berhenti mengamuk. Dengan suara yang melengking tinggi,
Saling todong antara Grace dan para petugas keamanan rumah sakit Medicamento Hospital masih terus berlangsung. Tak ada pihak yang mau mengalah, tetapi tak ada pula yang berani untuk memulai tembak-menembak.Kedua belah pihak sama-sama menunggu.Sementara itu, Edward telah dibawa ke ruang perawatan.“Beritahu Nyonya Adelia, Tuan Edward ternyata benar-benar keracunan!” ucap seorang dokter muda setelah memeriksa kondisi Edward.Selang beberapa saat, Adelia pun tiba di ruang perawatan Edward.“Bagaimana keadaannya?” tanya wanita berparas bidadari itu dengan nada suara yang terdengar sedikit panik.Dokter menggeleng lemah lalu menjawab lirih, “Maaf, Nyonya. Kami masih belum dapat mengidentifikasi racun di dalam tubuh Tuan Edward. Untuk sementara, kami hanya dapat memperlambat penyebaran racun itu supaya tidak membahayakan organ vital.”Seorang perawat laki-laki kemudian menambahkan, “Sebenarnya, kita dapat menggali informasi dari wanita yang membawa Tuan Edward ke sini. Akan tetapi, wanita
Hari itu, Edward memang tak mungkin dihubungi.Sejak tadi malam, putra Victoria Desplazado yang juga merupakan suami Grace Wijaya itu telah dikurung di salah satu gudang bawah tanah pabrik obat Sanus Pharmacy. Dia ditangkap dan dikurung oleh Winston Wijaya karena ketahuan menelepon ibunya, pada suatu sore dua hari yang lalu.Saat itu, Winston mendengar bahwa Edward siap bekerja sama untuk mengusir orang-orang dari Negara Vicinus yang bercokol di pabrik obat Sanus Pharmacy.Seolah terinspirasi oleh pembicaraan telepon yang tak sengaja didengarnya tersebut, Winston selaku tetua Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus langsung menyusun rencana untuk menjadikan Edward sebagai mata-mata.Demi memuluskan rencananya, dia memerintahkan Riana Blake agar meracuni Edward!Selain itu, dia juga memaksa Grace untuk membantu.“Sebentar lagi, Negara Vicinus mungkin akan terlibat dalam perang terbuka melawan Morenmor. Keluarga Wijaya adalah keluarga teratas di Negara Vicinus, tentu harus melakukan yang te