“Apakah mereka mati?”Adelia bertanya dalam hati ketika Martin menariknya keluar dari Toilet.Awalnya dia berjalan mengikuti Martin sambil memejamkan mata. Akan tetapi ketika langkah kakinya tersandung sesuatu yang berat, dia terpaksa membuka mata.Dia langsung bergidik ngeri saat melihat bahwa kakinya ternyata telah tersandung pada sesosok tubuh lelaki tanpa celana. Selain itu, tiga sosok tak bercelana yang lain juga terlihat bergelimpangan tak beraturan di lantai toilet – tak jauh dari sosok yang pertama.Adelia langsung membuang muka.Setengah berlari, dia kemudian menyusul Martin yang sudah lebih dulu berada di luar Toilet.Beberapa saat kemudian, Martin dan Adelia sudah tampak duduk di dalam sebuah mobil sedan berbadan lebar warna hitam mengkilap. Bukan mobil mewah, tapi cukup mahal – sehingga tak harus selalu mengalah di jalan.Martin mengemudikan mobilnya perlahan meninggalkan kawasan hotel murahan di pinggiran Morenmor itu, sementara Adelia duduk di sebelahnya dengan air muka
Adelia sudah pingsan selama dua hari.Selama dia pingsan, setengah Morenmor tenggelam dalam kekacauan.Kekacauan itu berawal dari sosok Martin yang marah dan kemudian kembali ke hotel murahan tempat Adelia dilecehkan. Sendirian, lelaki tua dengan kemampuan beladiri di luar nalar itu mengamuk dan mengahancurkan benda apa saja yang dilihatnya di hotel itu.Tak peduli apakah itu tamu atau karyawan hotel, semua orang yang berada di hotel itu – terkena imbas dari kemarahannya. Bahkan, orang-orang bodoh yang karena kebodohannya sengaja datang untuk menonton, juga tak luput dari kemarahan Martin.Yang paling ringan adalah ditempeleng sambil dicaci maki, sedangkan yang terparah adalah terpaksa harus mengalami patah tulang atau muntah darah. Tidak ada seorangpun yang dibunuh, walaupun sebagian besar dari orang-orang itu meratap dan memohon – agar diberi kematian yang cepat!Martin sepertinya benar-benar kalap.Dia tak pernah begini sebelumnya.Terakhir dia menggila seperti ini adalah 25 tahun
Hari ini, Adelia sudah pulih sepenuhnya.Dia juga sudah tahu bahwa Leon bukan kakak kandungnya.Saat ini, dia sedang bersiap-siap berangkat, hendak kembali ke Wisma Adultrium di Granda Peko.Leon ingin mengantar, tapi Adelia menolak keras.Gadis berparas bidadari itu berkata dengan nada pahit, “Semua sudah jelas sekarang. Kamu sudah terbukti bukan kakak kandungku, artinya kita bukan siapa-siapa. Aku hanya temanmu, jadi kamu tidak perlu mengantarku. Aku tidak mau jika nanti Ibu dan Nenek menyangka bahwa ada sesuatu yang lain di antara kita. Lebih baik kamu lanjutkan usahamu untuk menemukan keluargamu yang asli!”Leon tercenung mendengar ucapan Adelia.Dia ingat, pertemuannya dengan gadis berparas bidadari itu memang berawal dari kedatangannya ke Granda Peko.Saat itu, dia memang sengaja mengunjungi Wisma Adulterium untuk melacak jejak kematian Gloria Deplazado yang dia kira adalah ibu kandungnya.Namun segalanya justru berkembang ke arah yang berbeda dan sama sekali tidak sesuai dengan
Adelia bukan hanya cantik. Di balik kecantikan parasnya yang nyaris melampaui bidadari itu ternyata tersimpan kecerdasan yang juga jauh di atas rata-rata. Dia nyaris tak butuh usaha keras sama sekali untuk memahami semua tugasnya sebagai sekretaris CEO Medicamento Hospital. Selain itu, tekad Adelia yang hendak mempersembahkan sebuah pengabdian tanpa batas sebagai wujud perasaan cintanya pada Leon – juga membuat gadis berparas bidadari itu senantiasa terus menempa diri demi mengembangkan kemampuannya. Lebih dari itu, dukungan Ray sebagai pengawal pribadi sekaligus tangan kanan Adelia juga tak dapat diabaikan begitu saja. Mantan satpam rumah sakit yang banyak memiliki hubungan di kalangan dunia gelap itu sangat menopang Adelia dalam menggali dan mengembangkan semua potensi dirinya. Yang paling mengejutkan, ternyata diam-diam Martin juga mulai mengajarkan ilmu beladiri kepada Adelia. Guru sekaligus ayah angkat Leon itu sepertinya agak trauma dengan kejadian tragis yang hampir menimpa
Sesuai perintah Kakek Sanjaya, Martin datang menemui Pamela sekali lagi. Seperti yang terjadi sebelumnya, kedatangan Martin kali inipun tidak disambut baik oleh Pamela. Persis sebagaimana yang telah diperkirakan oleh Kakek Sanjaya, istri pertama Jenderal Charles itu memang menggunakan gosip tentang kedekatan Leon dan Adelia sebagai alasan untuk menentang perjodohan Nova dengan Leon. “Jika kamu datang hendak membicarakan tentang perjodohan putriku dengan Leon, maka lupakan saja. Aku tidak akan pernah menerima Leon sebagai menantuku! Suruh saja dia menikahi sekretaris rendahan itu!” ucap Pamela tanpa menahan apapun. Raut tidak senang tampak tergambar jelas di wajah menantu pertama Kakek Sanjaya itu. Martin tersenyum simpul mendengar ucapan Pamela. Dia tidak marah sama sekali. Dia malah menanggapi dengan amat santai, “Wah, ternyata Nyonya juga sudah termakan oleh gosip murahan itu. Tapi kedatangan saya hari ini bukan untuk membicarakan masalah itu. Sesuai kesepakatan sebelumnya, kit
“Martin!”“Alexa?”“Maafkan aku,” desis Alexa seraya melemparkan sebilah pisau kecil berwarna ungu mengkilap ke arah tubuh Martin.Martin hanya terkekeh melihat serangan Alexa yang sangat mendadak.Dia kemudian bergeser setengah langkah, mengelak dari jalur lintasan pisau yang dilemparkan Alexa – lalu melompat kabur dan hilang ditelan kegelapan.“Celaka!”Alexa memekik tertahan saat menyadari serangannya gagal.Dia langsung sadar, peluangnya untuk membunuh Martin akan langsung turun 100% ketika pisau yang dilemparkannya itu meleset.Padahal, dia sudah mengambil risiko yang amat tinggi dengan membiarkan Martin melihat dan mengenali wajahnya. Dia berani mengambil risiko itu karena berpikir bahwa malaikat pelindung Keluarga Sanjaya itu pasti akan terkejut dan kehilangan kewaspadaan – saat mengenalinya.Akibatnya, Martin memang terkejut.Namun, lelaki gagah itu tidak kehilangan kewaspadaan sedikitpun.Dia hanya kehilangan sedikit kelincahan dan kecepatannya.Akan tetapi bukan karena kaget
“Martin …”Kakek Sanjaya bergumam sedih campur marah ketika mengenali arloji dan cincin yang masih terpasang pada sebuah potongan tangan kiri manusia sebatas lengan atas yang baru saja diantarkan oleh seorang petugas polisi berpakaian preman.Selanjutnya, kegemparan hebat pun melanda istana kediaman Keluarga Sanjaya.Hampir semua anggota keluarga berkumpul di sebuah pergola besar seperti pendopo yang terdapat di taman belakang paviliun utama. Soraya Clint dan putranya, Edward Sanjaya, terlihat duduk dengan raut bingung campur tegang di antara mereka.Selain itu, seluruh pelayan dan pasukan pengawal juga dikumpulkan di suatu lapangan luas dekat pergola itu. Mereka tampak menunggu sambil saling bertanya-tanya antara satu dengan yang lainnya.“Ada apa ini?”“Siapapun, tolong beritahu aku – ada apa ini?”“Sepertinya ada masalah besar, tidak biasanya Tuan Besar menyuruh kita berkumpul di sini.”“Tapi masalah apa?”“Ssst – diam, Tuan besar sudah datang. Jangan ada yang bicara lagi!”Semua s
Hari itu Pamela amat berduka.Dia terlihat berdiri mematung di depan jasad Alexa masih terbujur kaku di atas ranjang.Jenazah perempuan tua itu tampak terbungkus rapat oleh selimut, persis seperti kepompong. Hanya wajahnya yang nampak, berwarna ungu kebiruan dengan urat-urat ungu kehitaman yang terlihat menonjol di sana sini – seolah ingin memberi kabar bahwa dia amat tersiksa sebelum mengembuskan napasnya yang terakhir.Pamela bergidik ngeri menyaksikan keadaan mayat Alexa.“Maafkan aku, Bibi. Siapapun yang telah melakukan ini padamu – aku tidak akan melepaskannya!” gumam Pamela lirih, setengah murka setengah berduka.Dia kemudian mulai memeriksa keadaan jasad Alexa, berusaha menemukan sesuatu yang dapat menjadi petunjuk untuk memulai penyelidikan.Sementara pada waktu yang sama di luar tembok benteng mansion mewah Pamela, Leon juga sedang memeriksa beberapa bekas bercak tetesan darah yang telah mengering di beberapa tempat – dekat sebuah jalan setapak yang letaknya tersembunyi jauh