Lelaki muda bertubuh atletis itu adalah Gerald Wijaya.Edward langsung tersenyum lebar saat mengetahui bahwa lelaki yang baru turun dari kepala truk trailer yang sudah dimodifikasi itu adalah calon kakak iparnya. Senyumnya makin lebar saat melihat barisan panjang di belakang kendaraan yang ditumpangi oleh calon kakak iparnya itu.Barisan panjang itu amat kuat.Leon bahkan sampai harus menelan ludah saat menyadari bahwa dia tidak mampu melihat ujung paling belakang dari barisan itu.Tak ada pilihan lain, sepertinya dia harus meminta bantuan Martin.Dia pun segera mengeluarkan ponselnya dan menelepon.Tak ada jawaban.Leon mencoba lagi, tetapi hasilnya sama.Setengah putus asa, dia akhirnya menghampiri Gerald.“Saya Leon, cucu angkat Tuan Besar Wilson Sanjaya. Kendaraan rombongan Keluarga Wijaya sepertinya agak banyak dan beragam, akan butuh banyak waktu untuk menyiapkan lahan parkir khusus yang sesuai. Saya harap Tu
Gerald tak membuang waktu.Dia segera menghampiri truk boks kecil yang berada di belakang kepala truk trailer yang tadi dia gunakan untuk merobohkan pintu gerbang istana Keluarga Sanjaya. Tak lama kemudian, truk boks kecil itu sudah berada di hadapan Leon.Tak ingin kecolongan, Leon segera memerintahkan para pengawal Keluarga Sanjaya memeriksa truk kecil itu dengan sebuah alat detektor canggih. Namun, mereka tidak bisa memeriksa isi di dalam boks karena pintunya terkunci rapat.Sebuah gembok berlapis emas yang dihias dengan pita warna merah menyala tampak anggun bergantung di gerendel pintu boks itu.“Mana kuncinya?” tanya Leon pada Gerald.Gerald tersenyum tipis, lalu menyerahkan sebuah amplop berwarna merah dengan hiasan pita warna emas kepada Leon.Leon menerima dan membuka amplop itu dengan hati-hati, lalu mengeluarkan isinya.Sebuah kunci berlapis emas terlihat menempel pada kartu ucapan mewah yang terdapat di dalam amplop merah itu.“Itu kuncinya,” kata Gerald memberitahu.Leon
Para tamu mulai gelisah.Sebaliknya, Winston terlihat makin pongah.Di bawah todongan enam pucuk senjata berlaras panjang, lelaki tua berwajah bengis itu justru terlihat sangat santai. Dia bahkan berteriak dengan nada yang sangat menghina, “Wilson Sanjaya, apakah kamu benar-benar akan membiarkan para pengawalmu ini terus menodongku dengan senjata mainan seperti ini? Apakah kamu ingin nasib mereka sama seperti para pelayan dan pengawal setiamu yang mati sia-sia 50 tahun lalu?”Kakek Sanjaya terlonjak kaget.Dia tidak menyangka Winston akan mengungkit peristiwa tragis setengah abad silam itu.Sepasang matanya langsung menyipit, berusaha mengenali dan mengingat sosok bernama Winston yang mengaku sebagai perwakilan resmi Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus itu.“Siapa kamu?” tanya Kakek Sanjaya setelah gagal mengenali sosok tua bertampang bengis itu.“Masih bertanya? Baiklah, aku ulangi. Namaku adalah Winston Wijaya dan aku datang mewakili Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus!” jawab Winst
Sebuah jam besar! Keluarga Wijaya ternyata memberi hadiah sebuah jam besar sebagai kado ulang tahun untuk Kakek Sanjaya. Dalam kepercayaan masyarakat Morenmor saat itu, memberikan jam sebagai hadiah ulang tahun sebenarnya memiliki makna yang sangat mendalam dan beragam tergantung pada siapa yang memberi dan siapa yang menerima. Jika diberikan oleh teman atau orang yang memiliki hubungan baik, maka jam sebagai kado ulang tahun akan memiliki arti sebagai pengingat agar memanfaatkan waktu sebaik mungkin demi tercapainya semua target dan cita-cita tepat pada saatnya sesuai rencana. Sebaliknya, jam sebagai hadiah ulang tahun akan memiliki makna yang sangat buruk jika diberikan oleh musuh. Jam sebagai hadiah ulang tahun dari musuh sama artinya dengan harapan agar tidak berumur panjang. Selain itu, memberi hadiah jam kepada musuh sering diartikan sebagai peringatan atau ancaman di mana penerimanya seolah sedang dipaksa untuk menghitung waktu yang tersisa. Kakek Sanjaya amat mengerti art
“Tidak mungkin!”Soraya Clint menggelengkan kepalanya berkali-kali. Janda kedua mendiang Jenderal Charles Sanjaya itu berusaha sekuat untuk tenaga menyangkal kebenaran yang disampaikan Pamela.Pamela hanya tersenyum melihat sikap istri muda mendiang suaminya itu.Dia kemudian berbisik lirih, “Leon memang putramu, anak kandung yang kamu lahirkan 24 tahun lalu di rumah sakit Medicamento Hospital.”“Aku tidak percaya, kamu pasti berdusta!” tukas Soraya, setengah panik.“Aku tidak memintamu untuk percaya. Aku hanya ingin memberitahumu,” sahut Pamela datar.Soraya mengernyitkan kening sambil bertanya curiga, “Kenapa kamu ingin memberitahuku? Apa tujuanmu sebenarnya?”Pamela menjawab, “Seperti yang kukatakan sejak awal, saat ini Keluarga Sanjaya di ambang kehancuran dan hanya Leon yang dapat menyelamatkan. Dia harus muncul untuk mencegah Keluarga Wijaya dari Vicinus mengambil
Mobil golf itu melaju lagi.Kedua penumpangnya tak banyak bicara lagi.Leon lebih banyak berkonsentrasi pada jalanan yang mereka lalui.Sebaliknya, Soraya masih menikmati kebahagiaan yang terus menjalar hangat dalam hatinya. Rasa hangat yang murni tanpa prasangka, menghapus semua kebencian dan kebekuan yang menggumpal dalam dada. Terus tumbuh tak terkendali, mengubah segala murka dan amarah menjadi kasih sayang yang tulus tanpa batas.Mungkinkah Leon benar-benar anak kandungnya?Mengapa rasa ini begitu murni dan tulus?Soraya menghela napas panjang lalu mengembuskannya ringan. Lega dan tanpa beban, seakan menghapus seluruh keraguan di dalam hati.Sekali lagi, dia menatap wajah Leon.Mencoba mencari sedikit kemiripan dengan wajahnya atau wajah mendiang suaminya.“Siapa yang memberi nama Leon padamu?” tanya Soraya lirih, mencoba menggali masa lalu Leon.Leon mengangkat bahu seraya menggeleng lalu menjawab lemah setengah berbisik, “Saya tidak tahu, mungkin Ibu pengurus Panti Asuhan. Saya
Leon tidak membuang waktu. Dia segera mengunjungi mansion mewah tempat kediaaman pribadi Pamela Atmaja di bukit Desperato pada keesokan harinya, bersama delapan orang pengawal khusus Keluarga Sanjaya. Persis seperti dugaannya, Pamela terlihat sudah menunggu. Janda pertama mendiang Jenderal Charles Sanjaya itu menyambut kedatangan anak tirinya sambil mengembangkan senyum ramah yang entah asli atau hanya berpura-pura. “Masuklah, aku sudah menunggumu!” ajak Pamela, ramah dan hangat. Leon menyahut sopan, “Terima kasih, Nyonya.” Selanjutnya, mereka pergi ke sebuah gazebo di samping kolam besar di taman belakang. Suara gemuruh air terjun yang jatuh dari puncak tebing buatan setinggi hampir empat meter yang terdapat di sisi belakang kolam itu cukup menjadi jaminan bahwa obrolan mereka tidak akan dapat didengar oleh orang lain. “Kalau aku tidak salah duga, kedatanganmu ke sini pasti ada kaitannya dengan Soraya. Apakah benar begitu?” tebak Pamela santai, membuka obrolan. “Bisa dibilang b
Musuhnya musuhmu adalah temanmu!Sepertinya, Pamela sangat memahami makna prinsip itu.Dia tahu bahwa dendam Keluarga Desplazado terhadap Soraya sudah mengakar hingga ke tulang, tentu tak perlu banyak upaya untuk membuat dendam itu menjadi perseteruan berdarah atau bahkan perang terbuka.Namun, saat ini Soraya sedang ditahan di istana Keluarga Sanjaya. Artinya, janda kedua Jenderal Charles Sanjaya itu berada di bawah perlindungan dan tanggung jawab keluarga teratas Morenmor itu. Tentu tak akan mudah untuk menyentuhnya begitu saja.Sementara di sisi yang berbeda, Pamela harus menjaga agar jangan sampai ada petunjuk apa pun yang akan menjadi bukti keterlibatannya dalam masalah itu.Bagaimanapun, setelah berhasil menyingkirkan Soraya, dia masih harus tampil sebagai pahlawan yang akan memperkenalkan dan mengantarkan Leon untuk menduduki tahta Keluarga Sanjaya. Bukan hanya itu, dia pun masih harus mengambil alih dan menguasai sebagian harta kekayaan keluarga teratas Morenmor itu sebagai ja