"Catatannya bersih. Sama sekali tidak ada yang mencurigakan dari laki-laki bernama lengkap Putra Prasetya Wibowo itu." "Kau yakin?" "Yakin bos. Aku sudah menyelidiki semuanya." Zafier duduk di sofa kantornya menghadap ke arah kaca dengan tangan terlipat di dada. Teringat dengan wajah bahagia Shine tadi pagi saat bersama dengan lelaki itu. Zaf tidak suka melihat bagaimana dekatnya mereka. Rey yang diminta untuk menyelidiki hidup laki-laki itu sampai ke akar-akarnya juga tidak membuatnya lebih baik bahkan semakin gusar. Di dalam kepalanya, ada banyak pertanyaan yang membutuhkan jawabannya segera karena dia tidak mau lagi kecolongan. Banyak pihak yang tidak menyukainya dan menginginkan kehancurannya, dan taktik jitu yang banyak mereka gunakan masih sama dengan yang orang-orang zaman kuno lakukan, menggunakan seseorang yang berarti baginya untuk membuatnya menderita. Zaf hanya ingin memastikan kalau Shine tidak lagi diperdaya oleh orang lain apa lagi ini menyangkut tentang hati yang
"Kamu kenapa sayang?" tanya Putra saat merasakan Shine tidak nyaman duduk di sampingnya di antara kumpulan teman-temannya yang malam ini sedang merayakan sesuatu di club malam."Tidak apa-apa. Aku hanya tidak pernah terbiasa dengan tempat seperti ini."Putra tertawa. "Kamu gak perlu takut seperti itu. Ada aku yang menemanimu kan?"Shine tersenyum, memeluk lengan Putra dan mengangguk. "Iya sih tapi lebih asik lagi kalau kita bisa berdua aja malam ini."Putra duduk menghadap ke Shine dan menaikkan alisnya. "Berdua aja?"Shine mengerjapkan mata. "Maksudku kita bisa pergi nonton film atau makan nasi goreng berdua di tempat yang tidak seberisik ini."Putra tertawa. "Besok aja ya. Kita punya banyak waktu untuk melakukannya tapi malam ini kita di sini dulu. Aku tidak enak dengan temanku yang sudah mengundang kita untuk acaranya."Shine mengangguk dan akhirnya diam menemani Putra yang mengobrol dengan teman-temannya. Ada beberapa yang memesan minuman keras tapi Shine perhatikan kalau kekasihn
"Maafkan aku. Apa masih terasa sakit?" Shine mencoba untuk mengobati luka-luka yang di dapat Putra di beberapa area wajahnya dengan kapas, alkohol dan obat merah. Meski tidak terlalu parah tapi itu akan meninggalkan bekas. "Aku tidak apa-apa sayang. Jangan khawatir seperti itu." Shine tersenyum saat merasakan elusan di pipinya. Saat ini mereka sedang duduk di apotik sembari menunggu hujan yang menderas di luar mereda. "Kenapa dia sampai menghajarmu seperti ini?" "Aku tidak tahu. Seingatku tadi, aku hanya duduk di bar menunggu minuman sembari berbincang dengan bartender yang sudah aku kenal tapi tiba-tiba laki-laki itu nyolot, tidak terima dan menghajarku seperti ini. Aku bahkan tidak mengenalnya meski aku tahu dia siapa." Shine menaikkan alisnya. "Memangnya kamu tahu dia siapa?" "Zafier Gaster, right?" kata Putra seraya memperhatikan ekspresi wajahnya. "Pemilik perusahaan tempat di mana kamu bekerja." Shine menghela napasnya dan mengangguk. "Aku minta maaf, dia memang kadang s
Kepalan tangannya semakin menguat, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain duduk diam memperhatikan di dalam mobilnya yang terparkir di sebrang apotik, memandangi pasangan yang baru saja keluar dan berjalan berdua di bawah payung pergi ke arah berlawanan. Zaf melihat semua yang mereka lakukan. Bagaimana Shine mengobati luka laki-laki itu, bagaimana dia menatapnya, bagaimana Shine pasrah dipeluk dengan eratnya dan mereka tertawa bersama. "Aku membencimu Zafier Gaster." Kalimat itu terus terulang di dalam kepalanya. Mungkin selama ini Shine memang sudah membencinya tapi kalimat itu terasa berbeda kali ini. Shine membela laki-laki lain dan itu rasanya lebih menyakitkan. "Apa benar kau hanya menginginkannya?" desah Sheila di sampingnya, sejak tadi diam memperhatikan semua ekspresinya dan berasumsi. "Kau mencintainya, Zaf." "Tidak." Zaf mengalihkan tatapannya. "Ah, menyebalkan. Laki-laki yang terlihat terluka tapi tidak mau mengakuinya itu sangat-sangat menyebalkan. Kau menyangka
"Sejak kapan kamu di situ?" desisnya seraya melepas earphonenya. "Sejak tadi. Apa kau tidak menyadarinya?" Zafier Gaster menaikkan alis dengan tatapan berkilat jahil. Shine mengangkat dagunya dan memandang kesal Zaf yang nampak santai sekali dengan kemeja merahnya yang lengannya sudah dia gelung sampai siku. "Sori, aku gak punya kemampuan indera keenam yang bisa mendeteksi makhluk gaib apalagi setan sepertimu," sindir Shine dengan seulas senyum devil. "Tidak masalah kalau dengan begitu aku bisa mendengarkan suara Shine Aurora yang sangat merdu sekali," Zaf menyindir balik. "Pintu keluarnya di sana, tolong pergilah dari sini." Shine tidak mau terus meladeni Zaf karena dia masih punya pekerjaan. Shine memilih duduk lagi di balik komputernya dan melanjutkan. "Cuma kau satu-satunya karyawanku yang berani mengusirku dari kantorku sendiri dan tidak aku pecat." Zaf berdiri dan menghampiri Shine. "Luar biasa sekali. Tidakkah kau merasa tersanjung?" "Bodo amat!" balas Shine dengan mata
Kedatangan Arsen ke Indonesia semata-mata hanya untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri siapa laki-laki yang sekarang berstatus kekasih Shine Aurora. Dia ingin memastikan kalau laki-laki itu tidak akan melukai sahabatnya, kalau perlu mengancamnya untuk tidak bertindak macam-macam. Kalau sampai Shine di sakiti maka Arsenlah yang akan maju dan menghajar sendiri laki-laki itu.Setelah perjumpaan mereka yang tanpa kesengajaan di depan kantor Shine, Arsen bisa melihat kalau dia hanya seorang lelaki sederhana yang sepertinya peduli dan serius menjalin kasih dengan sahabatnya tapi jelas Arsen akan tetap mengawasi mereka beberapa hari ini untuk memastikannya dan kembali ke Inggris setelah yakin kalau tidak ada yang perlu dikhawatirkan.Arsen jelas tahu kalau Shine pasti bahagia bisa mendapatkan kekasih seperti yang diinginkannya selama ini dan semarah apapun dia pada dirinya sendiri yang pengecut, Arsen tidak akan menghancurkan kebahagiaan itu. Sudah cukup Shine sendirian dan hanya memili
"Put,Dengar dulu penjelasanku. Apa yang kamu lihat tadi gak seperti apa yang kamu pikirkan." Shine menarik lengan Putra agar menghentikan langkah kakinya dan berbalik menghadapnya. "Aku gak perlu penjelasan lagi karena apa yang aku lihat dengan mataku sendiri itu sudah menjelaskan semuanya." Putra terlihat marah. "Kemarin aku baru aja tanya sama kamu dan menganggap kalau kamu memang wanita yang berbeda tapi nyatanya—" Putra tersenyum miris. "Kamu juga terpesona dengan lelaki berparas tampan dan banyak uang itu kan sampai mau diperlakukan seperti tadi." "Itu bukan karena kemauanku!" Shine mencoba menahan serbuan air matanya sementara dia berusaha meyakinkan Putra. "Laki-laki itu melakukannya atas dasar kesengajaan. Dia memang laki-laki brengsek yang suka bertingkah semaunya. Aku sama sekali tidak menyukainya bahkan membencinya." "Tapi kalian berciuman panas seperti tadi dan di mataku kamu seperti menerimanya begitu saja." "Tidak Put. Demi Tuhan!" Putra mendengus, mengacak rambutny
Sheila ternganga mendengarnya lalu meletakkan gelas wine-nya di meja dan menelengkan kepalanya memandangi Zaf yang terlihat sangat santai menyesapnya. "Sebagai wanita, aku jelas mengutuk alasan kenapa kau melakukannya bahkan sampai membuatnya patah hati seperti ini dan itu semata-mata untuk kepentinganmu sendiri. Tidakkah kau berpikir kalau kau sudah keterlaluan? Dia bukan boneka apalagi obat yang bisa kau gunakan untuk keegoisanmu itu. Victoria sudah lama menghilang dalam hidupmu dan kau seharusnya belajar pelan-pelan menerima kepergiannya bukannya malah berdiri di belakang wanita itu seperti seorang pengecut!" Sheila menumpahkan semua kekesalannya yang hanya ditanggapi seulas senyuman di wajah Zafier. "Zaf, aku mencoba untuk memperingatkanmu sebelum semuanya terlambat. Lepaskan dia dan cobalah untuk menjalani hidupmu dengan benar." "Sejak aku mengenal Shine, aku tidak pernah lagi tidur dengan wanita manapun.Bukankah itu suatu kemajuan?" "Itu karena kau menginginkannya!" desis She