Kepalan tangannya semakin menguat, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain duduk diam memperhatikan di dalam mobilnya yang terparkir di sebrang apotik, memandangi pasangan yang baru saja keluar dan berjalan berdua di bawah payung pergi ke arah berlawanan. Zaf melihat semua yang mereka lakukan. Bagaimana Shine mengobati luka laki-laki itu, bagaimana dia menatapnya, bagaimana Shine pasrah dipeluk dengan eratnya dan mereka tertawa bersama. "Aku membencimu Zafier Gaster." Kalimat itu terus terulang di dalam kepalanya. Mungkin selama ini Shine memang sudah membencinya tapi kalimat itu terasa berbeda kali ini. Shine membela laki-laki lain dan itu rasanya lebih menyakitkan. "Apa benar kau hanya menginginkannya?" desah Sheila di sampingnya, sejak tadi diam memperhatikan semua ekspresinya dan berasumsi. "Kau mencintainya, Zaf." "Tidak." Zaf mengalihkan tatapannya. "Ah, menyebalkan. Laki-laki yang terlihat terluka tapi tidak mau mengakuinya itu sangat-sangat menyebalkan. Kau menyangka
"Sejak kapan kamu di situ?" desisnya seraya melepas earphonenya. "Sejak tadi. Apa kau tidak menyadarinya?" Zafier Gaster menaikkan alis dengan tatapan berkilat jahil. Shine mengangkat dagunya dan memandang kesal Zaf yang nampak santai sekali dengan kemeja merahnya yang lengannya sudah dia gelung sampai siku. "Sori, aku gak punya kemampuan indera keenam yang bisa mendeteksi makhluk gaib apalagi setan sepertimu," sindir Shine dengan seulas senyum devil. "Tidak masalah kalau dengan begitu aku bisa mendengarkan suara Shine Aurora yang sangat merdu sekali," Zaf menyindir balik. "Pintu keluarnya di sana, tolong pergilah dari sini." Shine tidak mau terus meladeni Zaf karena dia masih punya pekerjaan. Shine memilih duduk lagi di balik komputernya dan melanjutkan. "Cuma kau satu-satunya karyawanku yang berani mengusirku dari kantorku sendiri dan tidak aku pecat." Zaf berdiri dan menghampiri Shine. "Luar biasa sekali. Tidakkah kau merasa tersanjung?" "Bodo amat!" balas Shine dengan mata
Kedatangan Arsen ke Indonesia semata-mata hanya untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri siapa laki-laki yang sekarang berstatus kekasih Shine Aurora. Dia ingin memastikan kalau laki-laki itu tidak akan melukai sahabatnya, kalau perlu mengancamnya untuk tidak bertindak macam-macam. Kalau sampai Shine di sakiti maka Arsenlah yang akan maju dan menghajar sendiri laki-laki itu.Setelah perjumpaan mereka yang tanpa kesengajaan di depan kantor Shine, Arsen bisa melihat kalau dia hanya seorang lelaki sederhana yang sepertinya peduli dan serius menjalin kasih dengan sahabatnya tapi jelas Arsen akan tetap mengawasi mereka beberapa hari ini untuk memastikannya dan kembali ke Inggris setelah yakin kalau tidak ada yang perlu dikhawatirkan.Arsen jelas tahu kalau Shine pasti bahagia bisa mendapatkan kekasih seperti yang diinginkannya selama ini dan semarah apapun dia pada dirinya sendiri yang pengecut, Arsen tidak akan menghancurkan kebahagiaan itu. Sudah cukup Shine sendirian dan hanya memili
"Put,Dengar dulu penjelasanku. Apa yang kamu lihat tadi gak seperti apa yang kamu pikirkan." Shine menarik lengan Putra agar menghentikan langkah kakinya dan berbalik menghadapnya. "Aku gak perlu penjelasan lagi karena apa yang aku lihat dengan mataku sendiri itu sudah menjelaskan semuanya." Putra terlihat marah. "Kemarin aku baru aja tanya sama kamu dan menganggap kalau kamu memang wanita yang berbeda tapi nyatanya—" Putra tersenyum miris. "Kamu juga terpesona dengan lelaki berparas tampan dan banyak uang itu kan sampai mau diperlakukan seperti tadi." "Itu bukan karena kemauanku!" Shine mencoba menahan serbuan air matanya sementara dia berusaha meyakinkan Putra. "Laki-laki itu melakukannya atas dasar kesengajaan. Dia memang laki-laki brengsek yang suka bertingkah semaunya. Aku sama sekali tidak menyukainya bahkan membencinya." "Tapi kalian berciuman panas seperti tadi dan di mataku kamu seperti menerimanya begitu saja." "Tidak Put. Demi Tuhan!" Putra mendengus, mengacak rambutny
Sheila ternganga mendengarnya lalu meletakkan gelas wine-nya di meja dan menelengkan kepalanya memandangi Zaf yang terlihat sangat santai menyesapnya. "Sebagai wanita, aku jelas mengutuk alasan kenapa kau melakukannya bahkan sampai membuatnya patah hati seperti ini dan itu semata-mata untuk kepentinganmu sendiri. Tidakkah kau berpikir kalau kau sudah keterlaluan? Dia bukan boneka apalagi obat yang bisa kau gunakan untuk keegoisanmu itu. Victoria sudah lama menghilang dalam hidupmu dan kau seharusnya belajar pelan-pelan menerima kepergiannya bukannya malah berdiri di belakang wanita itu seperti seorang pengecut!" Sheila menumpahkan semua kekesalannya yang hanya ditanggapi seulas senyuman di wajah Zafier. "Zaf, aku mencoba untuk memperingatkanmu sebelum semuanya terlambat. Lepaskan dia dan cobalah untuk menjalani hidupmu dengan benar." "Sejak aku mengenal Shine, aku tidak pernah lagi tidur dengan wanita manapun.Bukankah itu suatu kemajuan?" "Itu karena kau menginginkannya!" desis She
"Apa yang harus aku lakukan sekarang supaya Putra percaya kalau aku tidak seperti apa yang dipikirkannya."Sasha menghela napas panjang seraya mengelus rambut Shine yang memeluknya sementara Arsen duduk di sofa lain di dalam rumah Shine. Sudah tiga hari Shine memilih tidak pergi bekerja dengan alasan sakit dan bosnya, Pak Williem terdengar bersalah saat meneleponnya, mengira kalau Shine sakit karena harus lembur."Pergi dan cari dia. Jangan mendekam di dalam rumah seperti ini," usul Sasha."Lebih baik kamu keluar dari sana, Shine. Aku akan mencarikanmu pekerjaan yang lain.""Aku juga dari dulu sudah berniat mengundurkan diri tapi tidak semudah itu berurusan dengan Zafier."Arsen berdecak. "Aku yang akan mengurusnya. Berapapun denda yang dia mau, biar aku yang bayar.""Tidak!" Shine menolak keras. "Aku tidak mau seperti itu.""Lalu kamu akan tetap bekerja dengan bos yang memang 99% sinting?" tanya Sasha.Shine menoleh. "Aku akan mencari cara lain untuk keluar dari sana. Yang harus aku
Shine Aurora duduk di halte yang sepi saat hari sudah berubah gelap dan hujan yang semakin menderas menahannya di sana, tidak peduli sekalipun tubuhnya terasa dingin dan kepalanya terasa agak pusing karena seharian dia belum makan. Mungkin ini kesempatan yang diberikan padanya untuk berbicara dengan Putra yang berhasil dia temui setelah menunggu selama beberapa jam di lobbi kantornya dan sedang duduk diam di sampingnya. Tidak mengeluarkan satu katapun dengan pandangan lurus ke depan tapi Shine tahu kalau dia menunggu semua penjelasannya. "Aku tidak memiliki hubungan apa pun dengan Zafier Gaster yang melibatkan masalah asmara." Shine menunduk, meremas kedua tangannya sendiri, menghela napas panjang "Kami memang memiliki hubungan yang tidak biasa terjadi diantara atasan dan bawahan—" Putra sontak menoleh dan itu membuat Shine langsung menjelaskan dengan cepat. "Kami memiliki kepentingan masing-masing." "Kamu menginginkan uangnya?" tembak Putra langsung. "Tidak!!" Shine menggelengkan
"Aku tidak suka kamu berada dekat dengan lelaki itu apapun alasannya," bisiknya di tengah derasnya hujan yang turun tapi bisa Shine dengar dengan jelas. "Aku tidak mau melawannya karena aku sadar posisiku yang tidak memiliki apa-apa dan berhadapan dengan lelaki seperti dia, aku tidak akan pernah menang. Dia bisa mendapatkan apapun yang diinginkannya bahkan harga diri seseorang sekalipun." "Jangan pedulikan dia," ucap Shine, berusaha meyakinkan Putra. "Yang terpenting kamu percaya padaku sepenuhnya." "Itu dia masalahnya, Shine." Putra memegangi kepalanya dengan kedua tangan, mengacak belakang rambutnya kemudian berdiri. "Aku ingin mempercayaimu tapi selama kamu masih berhubungan dengannya, aku tidak bisa menghilangkan kecurigaanku bahkan bayangan menyebalkan seperti kalian saling bercumbu di belakangku." Shine ikut berdiri. "Seharusnya kamu bisa lihat kalau aku serius dengan hubungan kita. Sejak awal, aku sama sekali tidak terpikat padanya. Lelaki sepertimulah yang aku inginkan seja