Kinar dan Rea kaget melihat barang-barang baru di rumahnya. Semua barang yang menurut mereka mewah, kini sudah ada di dalam rumah. โIbuk beli semua ini?โ tanya Kinar sambil memegang lemari es dan mesin cuci di dapur. Sementara Rea yang tahu kasur barunya besar dan bagus berteriak dari dalam kamar kegirangan. โOm Damar yang beli, bukan Ibuk,โ jawab Ratih. โOm Damar itu konglomerat, ya, Buk? Kalau dari bentuk tubuhnya, sih, perawakan orang kaya raya.โโIbuk juga nggak tahu, yang Ibuk tahu Om Damar kerja di tambang dan gajinya banyak.โโApa Om Damar punya waktu untuk ngambil rapor ke sekolahku, ya, Buk?โโKenapa memangnya?โโKalau temen-temen SMP-ku, 'kan, belum pernah lihat Bapak kayak apa. Siapa tahu Om Damar punya waktu dan mau jadi Bapakku untuk ngambil rapor di sekolah.โโKamu serius, Kinar? Kamu benar-benar sudah menerima Om Damar sebagai pengganti Bapak?โ Ratih duduk mendekati Kinar yang duduk di ruang makan.โTidak ada yang bisa menggantikan posisi Bapak di hatiku. Tapi meliha
Damar masih mencoba menghubungi Clarisa. Namun, teleponnya tetap diabaikan. Damar tahu hal ini pasti akan terjadi, tetapi apa pun resikonya, Damar tetap harus menghadapinya. [Papa bisa jelaskan semuanya, Sayang. Jika kamu kenal dengan Ratih, kamu pasti akan menyukainya. Dia sangat baik, awalnya dia bahkan tidak tahu kalau Papa seorang direktur. Dia baru tahu setelah Papa nikahi, dan dia tampak ketakutan. Dia takut dengan apa yang Papa miliki.]Damar mengirimkan pesan kepada Clarisa, sekian detik, pesan itu dibaca, tetapi tidak ada balasan. Damar tersenyum. Sebenarnya Clarisa penasaran, tetapi ia suka sekali merajuk terlebih dulu. [Papa yang menyukainya duluan, bukan dia. Asal kamu tahu dia berulang kali menolak Papa. Tapi entah kenapa Papa ingin selalu dekat dengan Ratih. Dia jauh berbeda dengan Debbi, kamu ingat Debbi, 'kan? Dari sudut mana pun ia berbeda dengan Debbi, termasuk kepribadiannya.]Chat itu langsung bercentang biru, artinya Clarisa masih menunggu Damar menceritakan sem
Damar meremas rambutnya. Ternyata kejadian tempo hari tidak membuat Debbi jera, tetapi justru membuatnya semakin nekat. Damar tahu, ibunya adalah sosok yang tidak mudah dekat dengan orang baru. Bahkan dulu dengan Imelda, beliau tidak pernah dekat. Itu juga yang menjadi salah satu alasan Imelda pergi meninggalkan rumah di saat Clarisa masih kecil. โDia bukan calon istriku, Buk. Percayalah! Wanita itu hanya mengada-ada,โ ucap Damar meyakinkan ibunya. โTapi dia mengenalmu dan tahu setiap detail pekerjaan dan apartemenmu. Kalau tidak dekat, tidak mungkin dia tahu semua itu.โโApa dia masih di sana?โ tanya Damar pelan. โIya, masih. Kamu mau bicara dengannya?โโKalau Ibuk mengizinkan, aku akan bicara dengannya.โIbu Damar kembali ke ruang tamu. Ia melihat Debbi sedang memainkan ponselnya.โDamar ingin bicara padamu.โ Ibu Damar menyerahkan ponselnya. Ia menekan loudspeaker karena ingin tahu apa yang mereka bicarakan. โHalo, Sayang, aku sudah sampai di Solo. Kapan kamu akan menyusul?โ tan
โEhm, hari ini aku harus balik ke Kalimantan lagi, Buk. Sabtu sore aku pulang.โโKenapa kamu mengalihkan pembicaraan, Damar. Ibuk tanya, maksud dari perkataan gadis itu apa?โ Ibu Damar mengulang pertanyaan yang sama. โBesok Sabtu aku akan menjelaskan semua ke Ibuk. Maaf, aku tidak bisa menginap, Buk. Besok ada meeting penting yang harus aku hadiri.โโKamu ini nggak pernah berubah, dari dulu suka sekali membuat Ibumu penasaran. Untung Ibuk nggak punya penyakit jantung!โUsai makan, Damar langsung mencari penerbangan ke Kalimantan. Sempat terlintas dalam pikirannya untuk mampir ke Yogyakarta dan menemui Ratih sebentar, tetapi Damar pikir jika sudah bertemu dengan Ratih waktu yang sebentar hanya akan membuatnya bertambah rindu. Akhirnya ia putuskan untuk langsung pulang ke Kalimantan. [Aku ada di Solo, tetapi hanya sebentar karena ada kondisi darurat. Maaf tidak mampir ke Yogyakarta, aku harus pulang sekarang. Besok pagi ada meeting yang tidak bisa aku tinggalkan. Kamu nggakpapa 'kan a
โTidak, Pak! Kami bukan pencuri. Ini semua belanjaan kami, dan kami sedang mengantre di kasir. Tapi orang itu--dia tanteku, Pak. Dia yang mendorong ibuk hingga jatuh,โ Kinar menjelaskan kepada penjaga toko sambil membantu Ratih berdiri. โMakanya jadi orang jangan sombong-sambong! Tanggung tuh akibatnya!โ ketus Galuh. โSebenarnya apa yang terjadi? Kalau kalian bikin keributan di sini. Saya bisa membawa kalian ke kantor.โ Penjaga toko itu membantu Ratih dan Kinar memunguti barang yang berserakan. โMaaf, Pak. Ini hanya salah paham. Maaf kalau sudah membuat kegaduhan,โ ucap Ratih sopan. โBaiklah, lain kali jika terulang. Maka saya akan membawa kalian ke kantor, kalian harus bayar ganti rugi atas kegaduhan yang telah kalian buat.โGaluh tanpa merasa bersalah langsung pergi dari tempat itu. Sementara Ratih, Kinar, Rea dan petugas keamanan itu masih membereskan barang yang berserakan. โTerima kasih, Pak,โ ucap Ratih saat selesai membereskan itu semua. Ratih kembali mengantre di kasir.
Ratih melongo tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Radit. Cerai? Radit benar-benar menceraikan Tika di depan orang banyak. Radit tidak peduli Tika histeris dan memanggil-manggil namanya. Tika menyusul Radit pulang. โApa kita perlu ke Dokter, Mbak?โ ujar Bu Tutik yang masih jongkok di samping Ratih. โNggak perlu, Bu. Setelah ini biar saya kompres saja, nanti juga sembuh.โโMbak Ratih yakin? Apa saya perlu memberitahu Mas Damar?โโJangan beritahu suami saya, Bu Tutik. Takut mengganggu pekerjaannya. Besok juga dia pulang,โ jawab Ratih sambil memegang kepalanya yang masih berdenyut. Bu Tutik membantu Ratih masuk ke rumah. Ia mengambilkan air hangat dan handuk kecil untuk mengompres memar di kepala Ratih. โKalau sampai nanti siang masih sakit, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Mbak Ratih. Saya siap kapan pun untuk membantu Mbak Ratih.โโTerima kasih, Bu Tutik. Ibuk terlalu baik. Maaf kalau saya sering merepotkan Ibuk!โโKalian sudah seperti keluarga saya sendiri. J
Ratih awalnya ragu. Namun, begitu ia ingat pada semua yang telah dilakukan Damar untuk keluarganya, hatinya runtuh. Malam ini, ia menyerahkan segalanya yang ia miliki untuk Damar suaminya. Begitu juga dengan Damar, tak ada lagi keraguan untuk memiliki Ratih seutuhnya. Bukan hanya kenikmatan semata, tetapi janji untuk menemani hingga tutup usia. Azan Subuh membangunkan Ratih. Tangan Damar masih erat memeluknya. Ratih menggenggam sebentar tangan itu, lalu melepaskan dari pinggangnya. โMas, sudah Subuh. Bangun, salat dulu,โ Ratih membangunkan Damar. Ia mengusap pipi Damar dengan lembut. Damar membuka mata, lalu mengulas senyum. Damar meregangkan tangan, lalu duduk di bibir ranjang. โTerima kasih untuk malam ini, Sayang. Andai bisa seperti ini tiap malam,โ ucap Damar sambil meraih kepala Ratih. Mengecupnya singkat. Wajah Ratih memerah, ia hanya mengangguk lalu bergegas ke kamar mandi tanpa berkata sepatah kata pun. Damar tertawa melihat istrinya yang salah tingkah. Ratih benar-benar me
Damar merangkul Kinar, lalu tersenyum manis ke arah Aldo. Remaja yang sangat berani menurut Damar. โOm tidak melarang dan tidak membatasi Kinar berteman dengan siapa pun, tetapi kalau sudah menyangkut perasaan, itu terserah Kinar mau bagaimana. Siapa namanu, Nak?โ tanya Damar. โSaya Aldo, Om. Saya menyukai Kinar sejak Kinar masuk di sekolah ini. Tapi Kinar tidak pernah respon terhadap saya,โ sahut Aldo. โKinar, apa kamu menyukai Aldo?โโAku nggak benci Kak Aldo, Ayah. Hanya saja, aku nggak mau pacaran dulu. Takut mengganggu sekolah. Aku pengen sekolah tinggi dan menjadi orang sukses dulu, biar bisa bahagiain Ibuk.โโNah, sekarang Aldo sudah denger sendiri jawaban dari Kinar, 'kan? Terus maunya Aldo bagaimana?โโSaya tetap mau berteman dengan Kinar, Om. Kalau sesekali main ke rumah Kinar boleh nggak, Om?โโSilakan! Kamu boleh main ke rumah. Kalian bisa berteman dulu sampai kalian dewasa nanti. Siapa tahu kalian memang jodoh!โโAyaaah!โ rengek Kinar sambil mencubit lengan Damar. Seme
Damar langsung menuju kamar tempat Ratih dirawat, ia belum bisa berlari. Namun, Damar berusaha berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Ratih. Sampai di depan kamar Ratih, Damar menarik napas panjang. Merasakan sedikit nyeri pada kakinya yang terluka. โRatih kamu kenapa?โ ucap Damar begitu melihat istrinya terbaring lemah di ranjang. Kinar, Rea dan Bu Tutik mendekat, menyalami Damar. โMaaf, Mas ....โ โMaaf untuk apa? Apa yang terjadi sampai kamu dibawa ke sini? Apa sakit kepalamu kambuh lagi?โ tanya Damar cemas. Ratih malah menitikkan air mata. โAku nggak bisa menyelematkan anak kita.โ Kini Ratih terisak. Damar yang terlihat bingung, hanya bisa memeluk Ratih sambil berpikir tentang apa yang terjadi. โMaaf, Mas Damar. Saya lancang menandatangi surat operasi pengangkatan janin tanpa minta persetujuan dari Mas Damar lebih dulu. Karena kondisi darurat dan kondisi Mbak Ratih yang semakin memburuk.โ Bu Tutik mencoba menerangkan apa yang baru saja terjadi. โKamu mengandung, Ratih
6 bulan berlalu, Damar sudah bisa jalan hanya dengan menggunakan tongkat, bahkan sesekali ia berjalan tanpa tongkat. Kinar duduk di bangku kelas delapan dan Rea sudah kelas enam. โRatih, tadi pemilik perusahaan video call denganku, beliau ....โโKenapa, Mas?โโAku sudah harus balik ke Kalimantan. Bekerja lewat online memang tidak bisa maksimal. Hendri harus bolak-balik ke sini dan itu membuat pekerjaan kantor keteteran.โโMas Damar menetap di sana?โ Ratih yang semula berdiri di dekat meja makan, kini sudah duduk di sebelah Damar di ruang keluarga. โBukan menetap, tetapi lebih sering di sana daripada di rumah. Sabtu Minggu aku di rumah.โโApa Mas Damar nggak capek? Dengan kondisi Mas yang belum sehat betul?โ tanya Ratih khawatir, tetapi Damar menggeleng. โSudah menjadi tanggung jawabku, Ratih. Toh, bandara tidak begitu jauh dari sini. Namun, ada satu janji yang belum aku tunaikan.โโApa itu, Mas?โ Ratih mengerutkan keningnya. โAku ingin mengajak kamu dan anak-anak liburan ke luar n
Sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti di halaman rumah Ratih. Perempuan tua yang masih cantik dan modis itu keluar dari mobil. Beliau mengamati sekeliling rumah Ratih.Halaman rumahnya kecil dan tidak berpagar meski tertata rapi dan cantik. Teras rumah minimalis, hanya ada satu kursi panjang dari bambu dan satu meja kecil. Meski kecil, Rumah Ratih terlihat baru dan paling bagus dari tetangga kiri dan kanannya. Suasana rumah sepi, Kinar dan Rea masih di sekolah, Ratih sedang menyetrika baju dan Damar sibuk dengan pekerjaan kantornya. Ratih berlari ke depan saat mendengar suara pintu diketuk. Ia melihat Bu Dian sudah berdiri di sana--masih dengan wajah yang tidak ramah. Ratih mengulurkan tangan, lalu menyuruh Bu Dian dan sopirnya masuk. โKok, sepi?โ tanya Bu Dian tanpa basa-basi. โIya, anak-anak masih sekolah, belum pulang. Saya panggilkan Mas Damar sebentar.โ Ratih gegas masuk ke kamar, memberitahu Damar kalau Bu Dian sudah datang, lalu mendorong Damar dengan kursi rodanya ke
Damar pulang ke rumah Ratih. Kepulangan Damar disambut gembira oleh Rea dan Kinar. Kinar tidak menyangka kalau Damar akan memilih pulang ke rumah mereka daripada pulang ke Solo. Kinar semakin yakin bahwa Damar adalah sosok Bapak yang benar-benar ia rindukan selama ini. Ratih membantu Damar pindah dari kursi roda ke ranjang. Meski dengan susah payah, ia berhasil memindahkan Damar. โMaaf kalau aku berat dan menyusahkanmu!โโIni sudah tugasku, Mas. Kamu nggak usah minta maaf,โ jawab Ratih. โAku akan belajar menggeser tubuhku sendiri, biar tidak memberatkanmu!โโJangan tergesa-gesa, biarkan kondisi Mas Damar membaik dulu. Minum obat, makan yang banyak, biar lekas sembuh!โ Damar mengusap lengan Ratih yang duduk di sampingnya. โAku pengen makan sayur lodeh, boleh?โโBaik, nanti aku masak lodeh buat Mas Damar. Mau apa lagi?โ tanya Ratih. โCuma itu, sekarang aku mau telpon Hendri dulu. Ada dokumen yang harus aku tanda tangani. Aku mau minta dikirim lewat email saja.โโApa nggak istiraha
Ratih bangun kesiangan. Semalam, berkali-kali ia terbangun karena sakit kepala. Sampai hampir subuh ia baru bisa tidur. Ratih melihat isi kulkas yang hampir kosong, ia berniat belanja dulu ke warung Pak Joni di ujung gang, memasak baru berangkat ke rumah sakit. Usai belanja Ratih memasak beberapa jenis makanan. Siapa tahu, Clarisa dan Bu Dian ingin makan masakannya. Tak lupa Ratih membeli jajan pasar untuk camilan Damar di siang hari nanti. Jam sepuluh semua selesai. Kinar dan Rea sudah makan, Ratih juga menyempatkan diri untuk sarapan. Ia tidak mau sakit kepalanya kambuh lagi dan membuat Damar khawatir. โBuk, nanti Aldo izin main ke sini apakah boleh?โ tanya Kinar saat Ratih sudah bersiap di atas motornya. โAsal ada Bu Tutik di rumah, boleh saja. Tapi kalau cuma kalian berdua, Ibuk nggak kasih izin.โโIya, Kinar ngerti. Itu Bu Tutik sudah datang!โ Kinar menunjuk Bu Tutik yang berjalan ke arah mereka. โMaaf, Mbak, baru bisa ke sini. Tadi bantuin Bu Sinta bersih-bersih rumah,โ uca
โHoreee, Ibuk pulang!โ seru Rea saat melihat Ratih memarkir motornya di halaman. โKok, Mbak Ratih sudah pulang, bukannya hari ini Mas Damar operasi? Mas Damar sama siapa, Mbak? Bagaimana keadaannya?โโAlhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar, Bu. Di sana ada Ibunya Mas Damar. Jadi, malam ini saya bisa tidur di rumah. Bu Tutik bisa istirahat dulu. Bu Tutik juga pasti capek jagain anak-anak.โโWalaaah, enggak, Mbak. Lha wong anak-anaknya Mbak Ratih pinter-pinter dan mandiri, makan pun gampang, apa-apa mau. Saya seneng sama mereka, nurut nggak aneh-aneh.โโAlhamdulillah, Bu. Terima kasih untuk bantuannya. Besok kalau sudah mau berangkat ke rumah sakit lagi, saya hubungi Bu Tutik.โโDengan senang hati, Mbak Ratih. Kapan saja Mbak Ratih butuh, saya siap bantu. Kalau begitu sekarang saya permisi dulu. Saya sudah masak untuk makan malam, Mbak. Sisa uang belanja masih saya bawa.โโIya, dibawa Bu Tutik dulu saja. Nanti saya tambahi, sekali lagi makasih, ya, Bu.โโSama-sama, Mbak Ratih,
Hari ini operasi pemasangan pen di kaki Damar. Ratih dan Clarisa menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan cemas. Mereka berharap operasi berjalan lancar dan Damar bisa segera sembuh. Tidak ada percakapan di antara mereka. Baik Ratih maupun Clarisa sibuk dengan pikiran masing-masing. Beberapa saat kemudian, telepon Clarisa berdering. Panggilan video dari Imelda, Mamanya. โHalo, Sayang. Apa operasinya sudah selesai?โโBelum, Ma. Sudah satu jam lebih, tapi Papa belum keluar dari kamar operasi.โโKamu nunggu sama siapa?โโSama Tante Ratih, istrinya Papa.โโMama mau ngomong sama dia boleh?โ Clarisa mengangguk lalu mengulurkan ponselnya ke Ratih. Tanpa ragu, Ratih menerima ponsel itu, apa pun yang akan ia dengar, ia sudah siap. โHalo, kenalkan aku Imelda, Mamanya Clarisa,โ ucap Imelda. Ia menatap Ratih lalu tersenyum ramah.โSalam kenal, Mbak. Saya Ratih, istrinya Mas Damar.โโTolong titip Clarisa kalau dia pas di Indonesia, ya. Titip juga mantan suamiku. Dia orangnya gampang-gamp
โMas Damar kenapa?โ tanya Ratih saat tahu Damar tengah mengusap airmata.โMakasih, Ratih, makasih,โ ucap Damar sambil menggenggam tangan Ratih. โMakasih untuk apa?โโSudah mau merawatku yang cacat seperti sekarang ini. Maaf jika aku merepotkanmu!โโItu sudah kewajibanku sebagai seorang istri. Tidak perlu mengucapkan maaf. Kemarin pas aku sakit, kamu juga merawatku. Tidak ada yang repot dan direpoti. Bagaimanapun keadaannya, ya, harus dihadapi bersama.โโKamu janji nggak akan tinggalin aku kalau aku cacat?โโMas hanya sakit, bukan cacat. Mas Damar akan jalan lagi. Sekarang semua serba canggih, jadi jangan takut soal itu. Sudah sekarang Mas Damar tidur, istirahat, biar cepat pulih dan bisa segera dioperasi.โDamar mengangguk. Ia menaikkan selimut, lalu berusaha memejamkan mata. Sementara Kinar sudah terlelap di ranjang kecil. Ratih membereskan meja, lalu merebahkan diri di sofa. Matanya menatap langit-langit kamar. Ia berpikir tentang Damar. Hidup dengan harta yang berlimpah tidak men
Radit berlalu dari rumah Ratih. Pria itu adalah masa lalu Ratih, sejak belasan tahun lalu, Ratih sudah mengubur perasaannya dalam-dalam. Namun, Radit seperti bayang-bayang yang selalu mengikuti ke mana saja Ratih pergi. Bahkan saat suami Ratih yang pertama masih hidup. Mungkin itulah yang menjadi sebab kenapa Tika sangat membenci dan menyimpan api cemburu kepadanya. Ratih kembali ke dapur. Sudah hampir jam lima sore. Ia harus segera menyelesaikan masakannya dan kembali ke rumah sakit. โMalam ini Ibuk tidur di rumah sakit atau tidur di rumah?โ tanya Kinar saat membantu Ratih memasak di dapur. โIbuk harus kembali ke rumah sakit dulu. Soal pulang atau enggaknya, Ibuk belum tahu.โKinar tampak membuang napas panjang. Bukan merasa perhatiannya direbut oleh ayah sambungnya, tetapi ia merasa kasihan kepada ibunya yang juga dalam kondisi baru sembuh dari sakit. โAku temani ke rumah sakit, ya, Buk! Nanti kalau Ibuk mau menginap di sana, aku bisa pulang naik ojek online. Mumpung liburan se