Chapter: Bab 33Bab 33RUMAH SAKIT JIWA "BAHAGIA"Lelaki yang kupanggil Bapak itu duduk mendekap kedua kaki di sudut ruang. Sesekali berteriak. Sesekali memukul-mukul teralis sambil mengumpat. Pernah sekali waktu ia menangis sangat lama. Memanggil-manggil nama Ningsih--Ibuku, yang sudah berpulang beberapa hari lalu. Menurut Dokter, Bapak mengalami gangguan bipolar. Namun, sikap Bapak terkadang terlalu ekstrim. Bapak kerap mengamuk dan tidak segan menyakiti orang lain. Hari ini aku mengunjunginya, tetapi aku hanya bisa menatapnya dari jauh. Bapak yang kerap menyakiti Ibu, aku dan Dika, nyatanya harus berakhir di rumah sakit jiwa usai Ibu meninggal. Seperti inikah cinta? Aku bahkan tidak bisa mengartikan perasaan Bapak kepada Ibu selama ini. Jika benar cinta, kenapa harus saling menyakiti. Namun, jika itu bukan perasaan cinta, kenapa Bapak bisa sesakit itu saat Ibu pergi? Dokter Darel merangkul bahuku. Ia juga tengah memandang Bapak.“Mungkin, aku bisa akan lebih gila jika kamu meninggalkan aku, Vi
Terakhir Diperbarui: 2024-01-20
Chapter: Bab 32“Pak, ayok kita pulang!“ Aku mencoba mengulangi ucapanku sekali lagi. Aku memegang tangan Bapak, tetapi Bapak menepisnya. Tatapan Bapak kepadaku semakin tajam. Mulutnya bergetar. “Kamu yang sudah bunuh Ningsih! Pasti kamu yang sudah membunuh Ningsih!“ Bapak berusaha meraih tubuhku. Namun, dengan sigap Dokter Darel menarik tubuhku ke belakang. Tidak dapat meraih tubuhku, Bapak mengambil batu di sebelahnya, lalu melempar ke arahku dan Dokter Darel. Beruntung kami dapat menghindar. Dokter Darel lantas meraih tanganku, membawaku berlari meninggalkan tanah pemakaman. Aku duduk di dalam mobil, napasku masih tersengal. Saat Dokter Darel hendak memajukan mobil, aku melarangnya. “Sebentar, Dok! Aku ingin melihat Bapak sebentar.“Aku melihat Bapak duduk di sebelah makam Ibu, tak lama, Bapak berbaring sambil memeluk makam Ibu. Entah apa yang Bapak rasakan saat ini, sebuah kehilangan atau rasa penyesalan? Karena di sepanjang usia pernikahan mereka, Bapak tidak pernah membahagiakan Ibu. “Kit
Terakhir Diperbarui: 2024-01-18
Chapter: Bab 31Sepekan berlalu. Aku menjalani rutinitas baru menjadi Ibu rumah tangga, memasak, mengantar Kesya ke sekolah dan menemaninya belajar. Hari ini Dokter Darel pulang awal, ia nampak tergesa dan memintaku untuk segera berganti baju. “Memangnya kita mau ke mana, Dok?“ tanyaku penasaran. “Ke rumah sakit.““Kenapa? Ada apa?“ sahutku. “Sudah, pokoknya cepat ganti baju karna kita gak punya banyak waktu.“Aku pun menuruti apa yang diperintahkan Dokter Darel. Aku tahu saat panik begitu orang tidak suka menanggapi banyak pertanyaan. Perjalanan ke rumah sakit yang biasa ditempuh dengan waktu setengah jam, kali ini hanya butuh waktu dua puluh menit. Dokter Darel benar-benar seperti dikejar setan. Wajahnya panik, dan ia tak banyak bicara. Hanya sesekali ketika ia harus menerima telepon dari rumah sakit karena ada pasien darurat. Kalau memang sedang ada pasien darurat, kenapa ia mengajakku? Sampai di lobi, Dokter Darel menarik tanganku untuk berjalan lebih cepat. Di depan pintu ICU, matanya nana
Terakhir Diperbarui: 2024-01-17
Chapter: Bab 30“Aku sudah dijemput, duluan, ya Ka!“Aku gegas membuka pintu mobil lalu masuk dengan dada yang berdegub luar biasa. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Dokter Darel langsung melajukan mobil, bahkan kali ini lebih kencang dari biasanya. “Tadi Raka, temanku. Ada motor yang ngebut dan airnya kena mukaku.“ Aku mencoba menjelaskan meski Dokter Darel tidak menanyakan apa pun. “Romantis, ya,“ sahut Dokter Darel sambil melepas senyum. Senyum yang tidak manis seperti biasanya. “Maaf, itu benar-benar tidak sengaja.““Lain kali jangan diulangi, aku nggak suka! Dan memang tidak pantas seorang istri berduaan dengan laki-laki meskipun itu teman sekolah!“ Nada bicara Dokter Darel sedikit ketus, aku hanya mengangguk mengiyakan. Apakah Dokter Darel cemburu? Wajahnya lucu sekali. Wajah yang biasa hangat dan lembut itu, sekarang berubah menjadi muram. Hampir tiga puluh menit kita menempuh perjalanan, hingga akhirnya sampai di lapas tempat Ibu ditahan. Sudah sebulan Ibu di sini, dan minggu depan kas
Terakhir Diperbarui: 2024-01-15
Chapter: Bab 29Bab 29Aku bangun sebelum subuh. Dokter Darel dan Kesya masih terlelap. Pelan, aku beranjak dari ranjang menuju dapur. Namun, ternyata aku kalah pagi. Bik Yem sudah lebih dulu bangun. “Mbak Vio biar saya saja. Mbak Vio siap-siap saja. Kata Mas Arka, hari ini Mbak Vio masuk sekolah, 'kan?“ ucap Bik Yem saat aku membuka kulkas dan mengambil beberapa sayuran. “Saya sudah terbiasa, Bik. Bik Yem nggak usah sungkan.““Itu kalau di rumah Mbak Vio. Kalau di sini, memasak sudah jadi pekerjaan saya,“ sahut Bik Yem. “Tapi boleh 'kan kalau saya ingin memasak untuk Dokter Darel dan Kesya.“Bik Yem diam sebentar, lalu mengangguk. “Boleh, Mbak. Asal tidak mengganggu sekolahnya Mbak Vio.““Tinggal ngambil ijazah, kok, Bik. Sudah selesai sekolahnya.“Akhirnya Bik Yem membiarkan aku memasak. Bik Yem menyelesaikan pekerjaan rumah yang lain. Beruntung dulu aku suka belajar memasak dari Ibu, jadi sekarang aku bisa memasak bermacam-macam makanan. Selesai memasak aku kembali ke kamarku, menyelesaikan s
Terakhir Diperbarui: 2024-01-14
Chapter: Bab 28Dokter Darel mengecup keningku, dan itu membuatku melonjak kaget. Dokter Darel tersenyum, lalu mencubit pipiku gemas. “Ayok turun. Kesya pasti sudah menunggu kita.““Dok ....“ Aku masih ragu, dan ciuman di kening tadi masih menyisakan getar aneh di dada. Dokter Darel menangkap perasaan gugup itu. “Jangan bilang itu ciuman pertamamu, ya!“ ucap Dokter Darel sambil tertawa. Aku menepuk bahunya dengan sedikit keras. Mungkin wajahku saat ini sudah memerah, dan itu memalukan. Aku berjalan mengikuti Dokter Darel. Kesya berlari menyambut kedatangan papanya. Ia memeluk lalu mencium seluruh bagian wajah Dokter Darel, seolah-olah sudah lama sekali sudah tidak bertemu. “Papa perginya lama! Kenapa Kesya nggak diajak.“ Kesya merajuk. Usai bersorak karena rindu, kini ia mengerucutkan bibir. “Yang penting sekarang Papa sudah pulang, 'kan? Oya, Papa bawa temen buat kamu.““Kak Viola, 'kan? Tadi Kesya sudah lihat. Tuh, orangnya!“ Kesya menunjukku. “Mulai sekarang, kamu panggil Kak Vio dengan sebu
Terakhir Diperbarui: 2024-01-13
Chapter: JSO 45 (tamat) Damar langsung menuju kamar tempat Ratih dirawat, ia belum bisa berlari. Namun, Damar berusaha berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Ratih. Sampai di depan kamar Ratih, Damar menarik napas panjang. Merasakan sedikit nyeri pada kakinya yang terluka. “Ratih kamu kenapa?“ ucap Damar begitu melihat istrinya terbaring lemah di ranjang. Kinar, Rea dan Bu Tutik mendekat, menyalami Damar. “Maaf, Mas ....“ “Maaf untuk apa? Apa yang terjadi sampai kamu dibawa ke sini? Apa sakit kepalamu kambuh lagi?“ tanya Damar cemas. Ratih malah menitikkan air mata. “Aku nggak bisa menyelematkan anak kita.“ Kini Ratih terisak. Damar yang terlihat bingung, hanya bisa memeluk Ratih sambil berpikir tentang apa yang terjadi. “Maaf, Mas Damar. Saya lancang menandatangi surat operasi pengangkatan janin tanpa minta persetujuan dari Mas Damar lebih dulu. Karena kondisi darurat dan kondisi Mbak Ratih yang semakin memburuk.“ Bu Tutik mencoba menerangkan apa yang baru saja terjadi. “Kamu mengandung, Ratih
Terakhir Diperbarui: 2024-04-26
Chapter: JSO 446 bulan berlalu, Damar sudah bisa jalan hanya dengan menggunakan tongkat, bahkan sesekali ia berjalan tanpa tongkat. Kinar duduk di bangku kelas delapan dan Rea sudah kelas enam. “Ratih, tadi pemilik perusahaan video call denganku, beliau ....““Kenapa, Mas?““Aku sudah harus balik ke Kalimantan. Bekerja lewat online memang tidak bisa maksimal. Hendri harus bolak-balik ke sini dan itu membuat pekerjaan kantor keteteran.““Mas Damar menetap di sana?“ Ratih yang semula berdiri di dekat meja makan, kini sudah duduk di sebelah Damar di ruang keluarga. “Bukan menetap, tetapi lebih sering di sana daripada di rumah. Sabtu Minggu aku di rumah.““Apa Mas Damar nggak capek? Dengan kondisi Mas yang belum sehat betul?“ tanya Ratih khawatir, tetapi Damar menggeleng. “Sudah menjadi tanggung jawabku, Ratih. Toh, bandara tidak begitu jauh dari sini. Namun, ada satu janji yang belum aku tunaikan.““Apa itu, Mas?“ Ratih mengerutkan keningnya. “Aku ingin mengajak kamu dan anak-anak liburan ke luar n
Terakhir Diperbarui: 2024-04-26
Chapter: JSO 43Sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti di halaman rumah Ratih. Perempuan tua yang masih cantik dan modis itu keluar dari mobil. Beliau mengamati sekeliling rumah Ratih.Halaman rumahnya kecil dan tidak berpagar meski tertata rapi dan cantik. Teras rumah minimalis, hanya ada satu kursi panjang dari bambu dan satu meja kecil. Meski kecil, Rumah Ratih terlihat baru dan paling bagus dari tetangga kiri dan kanannya. Suasana rumah sepi, Kinar dan Rea masih di sekolah, Ratih sedang menyetrika baju dan Damar sibuk dengan pekerjaan kantornya. Ratih berlari ke depan saat mendengar suara pintu diketuk. Ia melihat Bu Dian sudah berdiri di sana--masih dengan wajah yang tidak ramah. Ratih mengulurkan tangan, lalu menyuruh Bu Dian dan sopirnya masuk. “Kok, sepi?“ tanya Bu Dian tanpa basa-basi. “Iya, anak-anak masih sekolah, belum pulang. Saya panggilkan Mas Damar sebentar.“ Ratih gegas masuk ke kamar, memberitahu Damar kalau Bu Dian sudah datang, lalu mendorong Damar dengan kursi rodanya ke
Terakhir Diperbarui: 2024-04-26
Chapter: JSO 42Damar pulang ke rumah Ratih. Kepulangan Damar disambut gembira oleh Rea dan Kinar. Kinar tidak menyangka kalau Damar akan memilih pulang ke rumah mereka daripada pulang ke Solo. Kinar semakin yakin bahwa Damar adalah sosok Bapak yang benar-benar ia rindukan selama ini. Ratih membantu Damar pindah dari kursi roda ke ranjang. Meski dengan susah payah, ia berhasil memindahkan Damar. “Maaf kalau aku berat dan menyusahkanmu!““Ini sudah tugasku, Mas. Kamu nggak usah minta maaf,“ jawab Ratih. “Aku akan belajar menggeser tubuhku sendiri, biar tidak memberatkanmu!““Jangan tergesa-gesa, biarkan kondisi Mas Damar membaik dulu. Minum obat, makan yang banyak, biar lekas sembuh!“ Damar mengusap lengan Ratih yang duduk di sampingnya. “Aku pengen makan sayur lodeh, boleh?““Baik, nanti aku masak lodeh buat Mas Damar. Mau apa lagi?“ tanya Ratih. “Cuma itu, sekarang aku mau telpon Hendri dulu. Ada dokumen yang harus aku tanda tangani. Aku mau minta dikirim lewat email saja.““Apa nggak istiraha
Terakhir Diperbarui: 2024-04-26
Chapter: JSO 41Ratih bangun kesiangan. Semalam, berkali-kali ia terbangun karena sakit kepala. Sampai hampir subuh ia baru bisa tidur. Ratih melihat isi kulkas yang hampir kosong, ia berniat belanja dulu ke warung Pak Joni di ujung gang, memasak baru berangkat ke rumah sakit. Usai belanja Ratih memasak beberapa jenis makanan. Siapa tahu, Clarisa dan Bu Dian ingin makan masakannya. Tak lupa Ratih membeli jajan pasar untuk camilan Damar di siang hari nanti. Jam sepuluh semua selesai. Kinar dan Rea sudah makan, Ratih juga menyempatkan diri untuk sarapan. Ia tidak mau sakit kepalanya kambuh lagi dan membuat Damar khawatir. “Buk, nanti Aldo izin main ke sini apakah boleh?“ tanya Kinar saat Ratih sudah bersiap di atas motornya. “Asal ada Bu Tutik di rumah, boleh saja. Tapi kalau cuma kalian berdua, Ibuk nggak kasih izin.““Iya, Kinar ngerti. Itu Bu Tutik sudah datang!“ Kinar menunjuk Bu Tutik yang berjalan ke arah mereka. “Maaf, Mbak, baru bisa ke sini. Tadi bantuin Bu Sinta bersih-bersih rumah,“ uca
Terakhir Diperbarui: 2024-04-26
Chapter: JSO 40“Horeee, Ibuk pulang!“ seru Rea saat melihat Ratih memarkir motornya di halaman. “Kok, Mbak Ratih sudah pulang, bukannya hari ini Mas Damar operasi? Mas Damar sama siapa, Mbak? Bagaimana keadaannya?““Alhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar, Bu. Di sana ada Ibunya Mas Damar. Jadi, malam ini saya bisa tidur di rumah. Bu Tutik bisa istirahat dulu. Bu Tutik juga pasti capek jagain anak-anak.““Walaaah, enggak, Mbak. Lha wong anak-anaknya Mbak Ratih pinter-pinter dan mandiri, makan pun gampang, apa-apa mau. Saya seneng sama mereka, nurut nggak aneh-aneh.““Alhamdulillah, Bu. Terima kasih untuk bantuannya. Besok kalau sudah mau berangkat ke rumah sakit lagi, saya hubungi Bu Tutik.““Dengan senang hati, Mbak Ratih. Kapan saja Mbak Ratih butuh, saya siap bantu. Kalau begitu sekarang saya permisi dulu. Saya sudah masak untuk makan malam, Mbak. Sisa uang belanja masih saya bawa.““Iya, dibawa Bu Tutik dulu saja. Nanti saya tambahi, sekali lagi makasih, ya, Bu.““Sama-sama, Mbak Ratih,
Terakhir Diperbarui: 2024-04-25