Mataku membeliak tatkala menyaksikan seorang pemuda berwajah tampan menghentikan acara laknat ini, pria yang datang di saat waktu yang tepat itu ternyata lelaki yang selalu membuatku marah dan kesal dengan tingkahnya."Rojali," gumamku seraya sumringah, mataku berkaca kini berubah membinar saat kedatangannya."Batalkan pernikahan ini! Dia adalah calon istri saya!" sentak Jali seraya berjalan tegas menghampiri kerumunan kami.Aku yang kala itu akan kabur untuk segera berlari mencari aman di belakang tubuh Jali, namun tangan Juragan Dingkul segera menahan diri ini."Lepaskan saya! Saya mau pergi!" kataku sambil mencoba menepis tangan juragan Dingkul. Akan tetapi pegangan tangannya begitu kuat hingga aku tetap tidak bisa melepaskannya."Diam disini kamu!" sentak Juragan Dingkul sembari menunjuk ke arah wajahku dengan memancarkan wajahnya yang begitu seram dan kasar, membuat seketika nyaliku menciut."Jakson, Nabil, Udin," habisi lelaki yang sok pahlawan ini. Jangan sampai dia lolos dan k
"Yakin kamu tidak apa-apa? Gimana kalau nanti kamu kenapa-napa lagi?" ungkapku membuat Bu Janita dan Emak senyam-senyum meledekku yang memastikan bahwa keadaan Jali nantinya akan baik-baik saja."Hmmm, ada yang mulai perhatian nih," goda Bu Janita sambil menyenggol tangan Emak dengan sikunya.Aku yang kala itu masih memapah tubuh Jali, jadi agak sedikit malu dan menjengkangkan tubuh Jali di dalam mobil."Lo kasar banget sih! Gak tau apa kalau seluruh tubuh gue sakit!" gerutu Jali."Sorry gue tidak sengaja."Kami berempat pulang, Emak dengan Bu Janita duduk di depan sedangkan aku bersama Jali duduk di kursi belakang. Rasanya ya aku penasaran sekali dengan uang yang dipinjam Emak begitu banyak. Ia pakai untuk apa?"Mak, sebenarnya uang yang dipinjam Enak itu kapan? Dan uangnya Emak pakai untuk apa?" tanyaku tanpa basa basi walaupun masih ada Jali dan juga Bu Janita."U-uang itu Emak pinjam 3 tahun lalu Dian, waktu suamimu meninggal dulu. Sengaja Emak pinjam uang sebanyak itu, sebab men
Setelah selesai mencuci muka kini ku berniat kembali untuk membuka daun pintu. Krieeeet!Tanganku dengan perlahan memutar kenop pintu tersebut, akan tetapi yang kubdapati pria itu telah beraninya sudah terkesiap di ambang pintu, membuat jantung ini hampir saja copot dan aku hampir saja menghajar wajahnya kerana begitu terkejut."Aaakh," jeritku terkejut.Akan tetapi tangan Jali berusaha menutupi mulut ku ini, "Diam Lo! Berisik," bisiknya terdengar lembut di dekat telingaku.Sesaat aku tertegun mencermati pria itu, aku begitu heran kenapa bisa ia berada disini."Jangan-jangan Lo ngintip gue barusan 'kan?!... Ngaku Lo?!" tanyaku menyelidik."Ngintip apaan, baru juga gue sampai disini. Dasar cewek PA, minggir gue mau masuk kedalam. Rasanya gue sudah tidak tahan ingin mengeluarkan segera apa yang telah ku tahan," kata Jali sambil melenggang kedalam kamar mandi dan menggeser tubuhku untuk keluar dari tempat sempit itu.Hati dan pikiran ini bertanya-tanya, mengapa dia berada di sini? Sedan
Mendengar itu Bude Meri ikut geram, ia tak terima bahwa adik perempuannya membelaku, orang yang bukan siapa-siapa."Jadi kamu hanya membela perempuan ini Janita! Yang jelas bukan siapa-siapa kamu, dia ini hanya orang lain yang akan menjadi calon mantumu saja! Itupun kalau jadi kalau gak jadi pasti kamu menyesal sudah membentak saya seperti ini," ungkap Bude Meri marah. Ia mengambil tas yang masih tergeletak di meja, mengambilnya dengan begitu kasar dan hentakan demi hentakan kaki dilangkahkan, bude Meri keluar duluan, lantaran tak terima dirinya dipermalukan oleh adik perempuannya demi hanya membelaku."Dian maafin bude Meri ya, dia memang begitu orangnya. Kalau bicara suka ceplas-ceplos, dan juga kalau tak setuju dia selalu melemparkan ucapan pedasnya itu. Saya harap kamu memakluminya ya, dan jangan terlalu di masukan kedalam hati," ungkap Bu Janita sembari mengelus pundakku.Aku hanya menganggukan kepala sambil melemparkan senyuman baik-baik saja.'Pantesan jali songong dan juga an
Setelah selesai perdebatan barusan, aku menjauh dari kediaman Jali. Untuk melihat-lihat barang yang lainnya. Mataku tak sengaja melihat kemeja warna hitam pekat dengan bahan yang lumayan bagus dan juga nyaman. Kalau di pakai oleh Haris pasti dia akan tambah tampan, jadi gak sabar ingin segera memberikan hadiah untuknya, apalagi besok adalah hari spesial baginya, yaitu besok tepatnya Haris ulang tahun."Mbak aku mau ini," seruku di saat pelayan mol tersebut sedang membereskan baju-baju berantakan.Haris yang melihatku mengerutkan dahi sambil nyengir kuda, "Lah kok Lo malah beli kemeja cowok sih?" tanya Jali dengan rasa yang ingin tahu meninggi."Gak usah kepo, suka-suka aku mau beli baju apapun," elakku. Kalau saja dia tau kalau baju kemeja hitam itu aku belikan untuk Haris pasti nanti dia akan mengada-ngada lagi kalau Haris adalah pacar mamanya."Kemeja ini berapa Mbak?" tanyaku pada pelayan tersebut."Murah kok Mbak ini cuma 550 ribu saja," ungkapnya sambil tersenyum ramah."Apa?!"
"Mas kamu kenapa pakai cincin di jari manis kamu? Kamu sudah…?" tanya Alina terhenti dengan segenap jiwa yang terasa kecewa."Alina aku mau jujur saja sama kamu, sebenarnya Mama udah jodohin aku sama perempuan lain, dan kemarin kami baru saja tunangan. Tapi walaupun begitu hatiku tetap untukmu kok. Dan aku janji tidak akan pernah memberikan hatiku untuknya, pokoknya kamu jangan khawatir ya," sahut Rojali sembari mengelus-ngelus tangan wanita yang berada di hadapannya itu."Perempuan siapa?" tanya Alina penasaran."Emmm… nanti juga kamu bakalan tau.""Kok kamu gitu sih Mas, kamu sudah gak sayang lagi sama aku. Kamu jahat banget tau gak," papar Alina kesal tatkala Rojali sama sekali merahasiakan nama wanita tersebut.Alina tampak merajuk mengetahui semua yang keluar dari mulut pria pujaan hatinya itu, tak menyangka kalau cintanya tidak akan berlangsung ke pelaminan."Kalau kamu gak bawa ke rumah kamu, mana mungkin Mama kamu mengenalku. Dan pada akhirnya Mamamu malah memilihkan wanita la
"Ya sudah Dian, aku mau pulang dulu, aku sebenarnya sedang ada urusan nih, yang belum sempat aku selesaikan. Lain kali kita sambung obrolan ini lagi ya," pamit Alina, wanita yang telah lama mau bersahabat denganku itu melenggang sambil sesekali menoleh ke arahku.Tatkala melihat wajahnya entah kenapa hatiku tiba-tiba saja melemah, entah karena aku kasihan atau aku merasakan tidak tega, seandainya ia tahu bahwa aku telah bertunangan dengan pria yang sangat dicintainya itu."Hati-hati ya," ungkapku ketika langkah Alina mulai menjauh dari kediamanku saat ini.Aku duduk di kursi bangku yang ada sembari pandangan tengadah ke arah langit yang cerah dengan warna biru tosca dan awan putih, sayangnya hari ini hatiku tidak searah dengan warna langit.Aku menghela nafasku dengan begitu kasar, dengan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Diri ini benar-benar tidak sanggup jikalau Alina marah atau bahkan membenciku, sudah pasti aku akan merasa bersalah walaupun ini semua bukan hal yang ku ing
"Gue punya ide untuk membuat Mama Lo dan Emak gue tidak merestui semua ini," kataku sambil menatap wajah Rojali yang sedang fokus pada benda pipih di tangannya."Rojali! Lo bisa gak dengerin apa kata gue barusan hah?! Gue ini ngomong sama Lo, tapi Lo anggap gue radio butut!" ungkapku berteriak sembari mendekatkan mulut ini pada telinga pria itu.Sontak telinga Jali berdenging tatkala ulahku."Gila Lo! Gak usah deket-deket amat kali! Gue juga bisa denger suara Lo secara jelas! Lo pikir gue budek apa?!" gerutu Jali kesal."Sini gue bisikin ide gue," ungkapku sambil berbisik pada telinga Jali, sengaja ngomongnya di bisikin biar pembaca kagak tau kalau rencana kita apa. Soalnya kalau tau sekarang kagak seru lagi."Bagus juga ide Lo! Gimana kalau kita coba saja sekarang, siapa tau manjur," sahut Jali setuju."Beres bos," kataku sembari mengacungkan jempol tanda setuju.Hujan deras pun mulai terhenti, akhirnya Jali mengantarkanku untuk pulang. "Assalamualaikum Mak," seruku pada Emak ketika