Mendengar itu Bude Meri ikut geram, ia tak terima bahwa adik perempuannya membelaku, orang yang bukan siapa-siapa."Jadi kamu hanya membela perempuan ini Janita! Yang jelas bukan siapa-siapa kamu, dia ini hanya orang lain yang akan menjadi calon mantumu saja! Itupun kalau jadi kalau gak jadi pasti kamu menyesal sudah membentak saya seperti ini," ungkap Bude Meri marah. Ia mengambil tas yang masih tergeletak di meja, mengambilnya dengan begitu kasar dan hentakan demi hentakan kaki dilangkahkan, bude Meri keluar duluan, lantaran tak terima dirinya dipermalukan oleh adik perempuannya demi hanya membelaku."Dian maafin bude Meri ya, dia memang begitu orangnya. Kalau bicara suka ceplas-ceplos, dan juga kalau tak setuju dia selalu melemparkan ucapan pedasnya itu. Saya harap kamu memakluminya ya, dan jangan terlalu di masukan kedalam hati," ungkap Bu Janita sembari mengelus pundakku.Aku hanya menganggukan kepala sambil melemparkan senyuman baik-baik saja.'Pantesan jali songong dan juga an
Setelah selesai perdebatan barusan, aku menjauh dari kediaman Jali. Untuk melihat-lihat barang yang lainnya. Mataku tak sengaja melihat kemeja warna hitam pekat dengan bahan yang lumayan bagus dan juga nyaman. Kalau di pakai oleh Haris pasti dia akan tambah tampan, jadi gak sabar ingin segera memberikan hadiah untuknya, apalagi besok adalah hari spesial baginya, yaitu besok tepatnya Haris ulang tahun."Mbak aku mau ini," seruku di saat pelayan mol tersebut sedang membereskan baju-baju berantakan.Haris yang melihatku mengerutkan dahi sambil nyengir kuda, "Lah kok Lo malah beli kemeja cowok sih?" tanya Jali dengan rasa yang ingin tahu meninggi."Gak usah kepo, suka-suka aku mau beli baju apapun," elakku. Kalau saja dia tau kalau baju kemeja hitam itu aku belikan untuk Haris pasti nanti dia akan mengada-ngada lagi kalau Haris adalah pacar mamanya."Kemeja ini berapa Mbak?" tanyaku pada pelayan tersebut."Murah kok Mbak ini cuma 550 ribu saja," ungkapnya sambil tersenyum ramah."Apa?!"
"Mas kamu kenapa pakai cincin di jari manis kamu? Kamu sudah…?" tanya Alina terhenti dengan segenap jiwa yang terasa kecewa."Alina aku mau jujur saja sama kamu, sebenarnya Mama udah jodohin aku sama perempuan lain, dan kemarin kami baru saja tunangan. Tapi walaupun begitu hatiku tetap untukmu kok. Dan aku janji tidak akan pernah memberikan hatiku untuknya, pokoknya kamu jangan khawatir ya," sahut Rojali sembari mengelus-ngelus tangan wanita yang berada di hadapannya itu."Perempuan siapa?" tanya Alina penasaran."Emmm… nanti juga kamu bakalan tau.""Kok kamu gitu sih Mas, kamu sudah gak sayang lagi sama aku. Kamu jahat banget tau gak," papar Alina kesal tatkala Rojali sama sekali merahasiakan nama wanita tersebut.Alina tampak merajuk mengetahui semua yang keluar dari mulut pria pujaan hatinya itu, tak menyangka kalau cintanya tidak akan berlangsung ke pelaminan."Kalau kamu gak bawa ke rumah kamu, mana mungkin Mama kamu mengenalku. Dan pada akhirnya Mamamu malah memilihkan wanita la
"Ya sudah Dian, aku mau pulang dulu, aku sebenarnya sedang ada urusan nih, yang belum sempat aku selesaikan. Lain kali kita sambung obrolan ini lagi ya," pamit Alina, wanita yang telah lama mau bersahabat denganku itu melenggang sambil sesekali menoleh ke arahku.Tatkala melihat wajahnya entah kenapa hatiku tiba-tiba saja melemah, entah karena aku kasihan atau aku merasakan tidak tega, seandainya ia tahu bahwa aku telah bertunangan dengan pria yang sangat dicintainya itu."Hati-hati ya," ungkapku ketika langkah Alina mulai menjauh dari kediamanku saat ini.Aku duduk di kursi bangku yang ada sembari pandangan tengadah ke arah langit yang cerah dengan warna biru tosca dan awan putih, sayangnya hari ini hatiku tidak searah dengan warna langit.Aku menghela nafasku dengan begitu kasar, dengan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Diri ini benar-benar tidak sanggup jikalau Alina marah atau bahkan membenciku, sudah pasti aku akan merasa bersalah walaupun ini semua bukan hal yang ku ing
"Gue punya ide untuk membuat Mama Lo dan Emak gue tidak merestui semua ini," kataku sambil menatap wajah Rojali yang sedang fokus pada benda pipih di tangannya."Rojali! Lo bisa gak dengerin apa kata gue barusan hah?! Gue ini ngomong sama Lo, tapi Lo anggap gue radio butut!" ungkapku berteriak sembari mendekatkan mulut ini pada telinga pria itu.Sontak telinga Jali berdenging tatkala ulahku."Gila Lo! Gak usah deket-deket amat kali! Gue juga bisa denger suara Lo secara jelas! Lo pikir gue budek apa?!" gerutu Jali kesal."Sini gue bisikin ide gue," ungkapku sambil berbisik pada telinga Jali, sengaja ngomongnya di bisikin biar pembaca kagak tau kalau rencana kita apa. Soalnya kalau tau sekarang kagak seru lagi."Bagus juga ide Lo! Gimana kalau kita coba saja sekarang, siapa tau manjur," sahut Jali setuju."Beres bos," kataku sembari mengacungkan jempol tanda setuju.Hujan deras pun mulai terhenti, akhirnya Jali mengantarkanku untuk pulang. "Assalamualaikum Mak," seruku pada Emak ketika
"Dian makan bakso dulu yuk, aku lagi pengen nih. Entar aku yang traktir deh," ajak Alina tatkala aku sedang menunggu pelangganku."Tapi Lin gue 'kan sedang jagain gerobak cilok gue, entar kalau ada yang beli gimana?""Lo tinggal titipin dulu aja sama tukang tukang yang di sana, lagian cuma bentar kok. Gue pengen banget bakso gak tau kenapa. Mau ya mau," rengek ya memaksa.Aduh gimana ya, mana mungkin juga aku nolak, perut lumayan paper juga. Apalagi di traktir siapa yang akan berani nolak."Boleh deh, tapi aku mau nitipin dulu gerobak cilok aku sama tukang rujak. Lo bisa tungguin dulu 'kan?" "Beres, aku tunggu disini," ungkap Alina sumringah tatkala aku menyetujuinya.Aku melangkah untuk menghampiri tukang rujak yang berada tak jauh dari gerobak cilok, berencana akan menitipkan gerobak ini beberapa jam kedepan. Semoga gak lama deh."Yuk pergi," ajakku sembari melenggang mencari tukang bakso terdekat.Setelah beberapa menit berlalu akhirnya kami menemukan tukang bakso yang biasa kami
"Iya memang gue tunangan Jali, tapi semua itu lantaran keterpaksaan… Bukan mau gue Al," ucapku jelas terdengar di telinga Alina.Kedua bola mata wanita itu terbelalak sembari membekap Mulut dengan kedua tangan. Alina tak percaya dengan keadaan ini, ternyata kecurigaanku selama ini memang benar bahwa Jali telah bertunangan denganku.Alina menggeleng-gelengkan kepala tak percaya,"Terus kenapa kamu tidak jujur padaku selama ini Dia? Kamu sedang menutupi semua itu dariku? Kamu jahat Dian! Kamu jahat!... Mulai dari hari ini kita bukan sahabat lagi," sahut Alina.Air mata sahabat yang kini selalu baik padaku luruh membasahi pipinya yang cantik itu. Matanya yang berbinar berubah menatapku begitu nyalang dengan amarah yang telah meluap-luap."Al gue sudah bilang! Gue terpaksa melakukan ini! Gue terpaksa harus menerima lamaran dari Jali sebab gue…""Bacot! Aku tidak percaya itu. Ku pikir kamu sahabat yang akan selalu berada disampingku untuk selalu membantuku nyatanya apa! Kamu tak lain adalah
"Lo pikir gampang memutuskan hubungan kita ini, gue rasa sangat susah, apalagi hubungannya dengan Mama… gue cuma mau ngasih tau aja, kalau seandainya satu kali Mama kecewa dengan orang orang itu, maka 1000 cara pun dia tidak akan pernah memaafkannya, jadi Lo pikir-pikir dulu kalau mau memutuskan hubungan ini," ungkap Jali memberitahu. "Bukan maksud gue untuk menakuti, hanya saja memang itulah kenyataannya. Mama gue beda dari yang lain, bisa saja Emak dipecat dari pekerjaannya gara-gara ini… gue hanya kasihan melihat Emak," ulang lagi Rojali.Mendengar ungkapan demi ungkapkan yang dibicarakan oleh Rojali membuat pikiran ini semakin bimbang dan entah harus bagaimana."Terus kita mau gimana lagi, gue gak bisa mempertahankan ini semua kalau Alina marah sama gue. Jujur aja gue merasa bersalah telah mengganggu ketengan Lo dan Alina. Dan menjadi terganggu dengan adanya gue," sahutku sembari tak kuasa menahan air mata yang memaksa turun tanpa permisi.Dunia ku rasanya gelap tatkala diri ini
Hati gelisah tak menentu, kemana lagi Jali harus mencari istrinya yang hingga kini belum pulang. Sedangkan setahu Jali, Dian tidak punya sahabat ataupun kerabat lagi selain emaknya sendiri, kalau ke rumah Alina mana mungkin, sudah lama mereka tidak akur disebabkan memperebutkan cinta seorang Rojali. "Dian, Dian Lo di mana?" gumam Jali sembari pikirannya terus mencari. Padahal diluar hujan amat deras ditambah suasana terang pun sebentar lagi akan menjadi gelap. Jali menunggu di teras rumah. Sesekali pria bertubuh tinggi itu melihat ponsel, dan menghubungi istrinya akan tetapi masih tidak ada jawaban."Percuma kamu menunggu wanita itu sampai kapanpun sebab dia tidak akan balik lagi kesini," kata Bu Janita yang hendak menemani Jali."Ma, apa Mama tau Dian kemana? Mana mungkin Mama tidak tau seharian ini Dian dirumah bersama Mama?" tanya Jali dengan tatapan kosong itu. "Mama tidak tau apapun Jali!" selalu itu yang terlontar dari jawaban sang Mama.Sebentar lagi adzan magrib akan berkum
Setelah kepulangan Jali dari kantor untuk menggantikan Bu Janita kerja. Lantaran Bu Janita hari ini tidak bisa masuk dikarenakan kepalanya yang terasa pening sebab terlalu memikirkan pernikahan sang anak.Jali melenggang gontai sembari matanya terus melirik ke arah ruangan kamar dan juga semua penjuru ruangan. Disisi lain dia mencari sang istri yang tak terlihat batang hidungnya sama sekali. Hatinya bertanya dimanakah istrinya. Akan tetapi pikirannya langsung menjawab positif bahwa sang istri sedang keluar atau memasak di dapur. Setelah beberapa saat rebahan di kamar, Jali pun merasa terheran. Biasanya kalau Jali baru pulang, jam segini paling istrinya ada di kamar. Akan tetapi kali ini tidak terlihat sama sekali.Dengan rasa penasaran yang memuncak pria berhidung mancung itu melenggang menuju lanttai bawah. Ia mencari di setiap penjuru ruangan dilihatnya secara saksama, namun tak ada sosok sang istri yang terlihat melainkan ada sang Mama yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Saya beri kamu 2 pilihan, kamu mau pergi dari rumah ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan jali atau kamu mau bercerai dengan anak saya? Sebab saya tidak rela anak saya harus bersanding denganmu."Wanita setengah baya itu memberikan dua pilihan yang membuat nafas Diandra sesak. Awalnya Dian sangat enggan dan menolak untuk membuka mulut lantas pilihan tersebut sangat susah untuk dipilih. Bu Janita melangkah mengelilingi kediaman menantunya yang saat ini masih berdiri, mematung dengan pikiran yang melayang jauh entah kemana. "Cepat bicara?! Kesabaran saya sudah habis, saya benar-benar marah dan benci sama kamu Dian, andai saya tau kalau kamu itu wanita miskin yang memang matre mungkin saya tidak akan pernah mau menjodohkan kamu. Nyatanya saya hanya di bohongi oleh wajah polos yang kamu miliki!"Begitu geram Bu Janita memaksa Dian untuk memilih salah satu pilihan yang membuat Dian tidak sanggup untuk memilih. Dian terdiam mematung dengan deraian air mata yang terus saja berlinang mem
"Tadinya aku menikahi Dian atas di dasari karena paksaan Mama dan juga aku ingin membuat Haris cemburu, tapi nyatanya malah aku yang mulai menyukai Dian Ma, aku mohon jangan biarkan aku berpisah dengannya lagi Ma," ungkap Jali. Akan tetapi Bu Janita sangat kecewa dengan kedua pasangan itu terutama pada sang menantu yang tega membohonginya dan mau dibayar oleh Jali. Seharusnya Dian tidak harus melakukan itu demi sebuah uang."Tapi Mama sudah terlanjur kecewa sama kamu dan istri kamu! Jangan-jangan sekarang juga kamu membohongi Mama lagi kalau kamu mempunyai perasaan pada Dian. Pokoknya Mama tidak mau percaya dengan kamu Jali. Dan Mama tidak suka melihat Dian, terserah kamu, kalau kamu tidak mau pergi dari sini kamu ceraikan istri kamu yang murahan itu! Mama sangat eneg lihatnya. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih istimewa dan mempunyai harga diri," sahut Bu Janita dengan emosi yang meluap. Ia begitu kecewa saat tau bahwa pernikahan sang anak adalah pernikahan bayaran. Bah
"Sayang aku mau ke kamar duluan ya kalau kamu mau disini dulu."Jali melenggang ke lantas 2 menaiki tangga untuk menyimpan tas besar yang saat ini Dian bawa. Kali ini Dian membawa beberapa foto dan juga barang kesayangannya yang sempat ia simpan di rumah Emak.Padahal wanita muda berbulu mata lentik itu masih merasakan betah dirumah masa kecilnya dulu. Akan tetapi Jali memaksanya untuk pulang ikut bersamanya.Aku terpaku di ruangan utama, kaki Dian rasanya pegal sekali walaupun Dian baru saja menaiki mobil saat datang kesini."Berani juga ya kamu datang lagi kesini! Gak tau malah banget! Sudah menjadi pengganggu suami mertuanya, eh malah balik lagi. Kalau aku sih malas banget! Malu banget! Mau ditaruh dimana muka yang cantik ini, Dasar pengganggu suami orang. Eh bukan suami orang lebih tepatnya suami mertua sendiri! Menanti macam apa?!" Ledekan pedas itu sudah sering Dian dengan, dan suara yang meledek Dian pun tak lain adalah wanita yang pernah mewarnai kehidupan suaminya."Eh Rindu
"Jangan sebut istriku murahan Ma. Dian kamu yakin 'kan tidak bermaksud menggoda Haris? Sekarang kamu katakan di hadapan kami semua kalau kamu tidak bersalah," titah Jali sembari memandang sang istri penuh rasa bersalah sebab sebelumnya ia septa tak percaya."Iya, aku sama sekali tak mencintai siapapun terkecuali suamiku sendiri," ungkap Dian.Wanita muda cantik terkejut tatkala sang suami kini mulai mempercayainya, dengan senang hati Dian memeluk Jali di hadapan semua anggota keluarganya membuat Emak Jamilah seketika terharu melihat adegan sepasang sejoli yang tak ingin dipisahkan itu.Dian pun tak menyangka kalau akhirnya dia bisa lagi memeluk tubuh sang suami dengan erat setelah permasalahan yang hampir saja membuat dirinya dan Jali berpisah untuk selamanya.Mak Jamilah tersenyum penuh kebahagiaan yang tiada Tara, ia ikut senang dengan kehadiran Jali yang datang disaat waktu begitu tepat."Sayang pokoknya aku gak mau tau, Jali dan Dian harus bercerai, mereka tidak boleh disatukan, s
Pagi ini langit amatlah mendung ditemani rintikan hujan membasahi genting dan juga halaman semuanya nampak basah. Dian yang kala itu sedang termenung, berharap hadirnya kedatangan seseorang, tapi mungkin semuanya hanya bayangan semata. Mata mungkin suaminya datang kesini."Dian ayo makan," titah Mak Jamilah tatkala sang cucu malah tak bergeming sama sekali. Mak Jamilah pun mengambil tindakan dengan mengambilkan nasi pada piring kosong milik Dian. "Mak, gak usah repot-repot, Dian sedang malas makan, nanti saja makannya ya," sahut Dian sembari menolak sepiring nasi putih yang disodorkan Mak Jamilah."Dian kamu kemana?" seru Mak Jamilah pada sang cucu yang tiba-tiba saja gegas bangkit meninggalkan meja makan.Mak Jamilah pun nampak bingun dengan keadaan semua ini. Dian kembali duduk di ruang utama sembari matanya terus saja memandangi air hujan yang semakin siang semakin deras. Percikan kerinduan mulai terasa, nyatanya jauh dari sang suami membuatnya sangat terpuruk. Padahal baru saj
"Dian, kamu kenapa Nak, kenapa harus menangis? Apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu kesini sendiri? Suamimu mana?" Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut nenek tua yang telah keriput dimakan usia. Emak Jamila begitu kaget saat melihat keadaan sang cucu yang telah menangis tersedu-sedu. Mata lentik Dian kini berubah menjadi bengkak disertai warna merah."Mak Dian di fitnah oleh Haris dan bude Meri, mereka menuduh Dian berselingkuh, padahal aku sama sekali tidak melakukan hal keji itu, apalagi saat ini statusku istri orang. Mana berani aku melakukan itu," tak hentinya wanita muda itu menangis.Dian memeluk tubuh sang nenek, walaupun air matanya tak henti terus saja luruh. Dengan perlahan Mak Jamilah mengelus bahu Dian dengan telapak tangan begitu lembut."Kita masuk Nak, bicarakan di dalam saja, tidak enak kalau orang lain melihat kamu sedang menangis begini," sahut Mak Jamilah sembari memapah tubuh Dian yang nampak lemas itu.Mak Jamila membawa cucunya masuk kedalam rumah dan me
"Apa maksud kalian dengan semua ini?!" tiba-tiba saja Bu Janita bersama Jali datang sembari melotot.Bagi Janita hari ini adalah hari yang terburuk, rasanya seperti si sambar gledek disiang bolong. Menantu kesayangannya berselingkuh dengan suami muda yang amat dicintainya.Janita memperlihatkan sebuah gambar, yang memang mambuat Dian dan Haris tentu saja terlonjak kaget, gambar yang di perlihatkan Janita, yakni gambar saat Haris mencium Diandra tadi.Mata Dian melirik bergantian pada kediaman bude Meri, wanita berparas cantik itu yakin bahwa Foto itu pemberian dari bude Meri, pantas saja ia merasa bahwa ada sinar Blige ponsel pada saat Haris hampir saja menodainya."Ma, tadi Haris mau melukai aku makannya dia menciumi secara paksa, tadi aku sudah coba melawan akan tetapi tanganku tak bisa melawan dan memberontak," ungkapku tergopoh menjelaskan pada sang mertua.Akan tetapi sepertinya Bu Janita tak percaya sama sekali sebab ia membaca pesan dari bude Meri bahwa Diandra menggoda Haris -