Setelah selesai perdebatan barusan, aku menjauh dari kediaman Jali. Untuk melihat-lihat barang yang lainnya. Mataku tak sengaja melihat kemeja warna hitam pekat dengan bahan yang lumayan bagus dan juga nyaman. Kalau di pakai oleh Haris pasti dia akan tambah tampan, jadi gak sabar ingin segera memberikan hadiah untuknya, apalagi besok adalah hari spesial baginya, yaitu besok tepatnya Haris ulang tahun."Mbak aku mau ini," seruku di saat pelayan mol tersebut sedang membereskan baju-baju berantakan.Haris yang melihatku mengerutkan dahi sambil nyengir kuda, "Lah kok Lo malah beli kemeja cowok sih?" tanya Jali dengan rasa yang ingin tahu meninggi."Gak usah kepo, suka-suka aku mau beli baju apapun," elakku. Kalau saja dia tau kalau baju kemeja hitam itu aku belikan untuk Haris pasti nanti dia akan mengada-ngada lagi kalau Haris adalah pacar mamanya."Kemeja ini berapa Mbak?" tanyaku pada pelayan tersebut."Murah kok Mbak ini cuma 550 ribu saja," ungkapnya sambil tersenyum ramah."Apa?!"
"Mas kamu kenapa pakai cincin di jari manis kamu? Kamu sudah…?" tanya Alina terhenti dengan segenap jiwa yang terasa kecewa."Alina aku mau jujur saja sama kamu, sebenarnya Mama udah jodohin aku sama perempuan lain, dan kemarin kami baru saja tunangan. Tapi walaupun begitu hatiku tetap untukmu kok. Dan aku janji tidak akan pernah memberikan hatiku untuknya, pokoknya kamu jangan khawatir ya," sahut Rojali sembari mengelus-ngelus tangan wanita yang berada di hadapannya itu."Perempuan siapa?" tanya Alina penasaran."Emmm… nanti juga kamu bakalan tau.""Kok kamu gitu sih Mas, kamu sudah gak sayang lagi sama aku. Kamu jahat banget tau gak," papar Alina kesal tatkala Rojali sama sekali merahasiakan nama wanita tersebut.Alina tampak merajuk mengetahui semua yang keluar dari mulut pria pujaan hatinya itu, tak menyangka kalau cintanya tidak akan berlangsung ke pelaminan."Kalau kamu gak bawa ke rumah kamu, mana mungkin Mama kamu mengenalku. Dan pada akhirnya Mamamu malah memilihkan wanita la
"Ya sudah Dian, aku mau pulang dulu, aku sebenarnya sedang ada urusan nih, yang belum sempat aku selesaikan. Lain kali kita sambung obrolan ini lagi ya," pamit Alina, wanita yang telah lama mau bersahabat denganku itu melenggang sambil sesekali menoleh ke arahku.Tatkala melihat wajahnya entah kenapa hatiku tiba-tiba saja melemah, entah karena aku kasihan atau aku merasakan tidak tega, seandainya ia tahu bahwa aku telah bertunangan dengan pria yang sangat dicintainya itu."Hati-hati ya," ungkapku ketika langkah Alina mulai menjauh dari kediamanku saat ini.Aku duduk di kursi bangku yang ada sembari pandangan tengadah ke arah langit yang cerah dengan warna biru tosca dan awan putih, sayangnya hari ini hatiku tidak searah dengan warna langit.Aku menghela nafasku dengan begitu kasar, dengan harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Diri ini benar-benar tidak sanggup jikalau Alina marah atau bahkan membenciku, sudah pasti aku akan merasa bersalah walaupun ini semua bukan hal yang ku ing
"Gue punya ide untuk membuat Mama Lo dan Emak gue tidak merestui semua ini," kataku sambil menatap wajah Rojali yang sedang fokus pada benda pipih di tangannya."Rojali! Lo bisa gak dengerin apa kata gue barusan hah?! Gue ini ngomong sama Lo, tapi Lo anggap gue radio butut!" ungkapku berteriak sembari mendekatkan mulut ini pada telinga pria itu.Sontak telinga Jali berdenging tatkala ulahku."Gila Lo! Gak usah deket-deket amat kali! Gue juga bisa denger suara Lo secara jelas! Lo pikir gue budek apa?!" gerutu Jali kesal."Sini gue bisikin ide gue," ungkapku sambil berbisik pada telinga Jali, sengaja ngomongnya di bisikin biar pembaca kagak tau kalau rencana kita apa. Soalnya kalau tau sekarang kagak seru lagi."Bagus juga ide Lo! Gimana kalau kita coba saja sekarang, siapa tau manjur," sahut Jali setuju."Beres bos," kataku sembari mengacungkan jempol tanda setuju.Hujan deras pun mulai terhenti, akhirnya Jali mengantarkanku untuk pulang. "Assalamualaikum Mak," seruku pada Emak ketika
"Dian makan bakso dulu yuk, aku lagi pengen nih. Entar aku yang traktir deh," ajak Alina tatkala aku sedang menunggu pelangganku."Tapi Lin gue 'kan sedang jagain gerobak cilok gue, entar kalau ada yang beli gimana?""Lo tinggal titipin dulu aja sama tukang tukang yang di sana, lagian cuma bentar kok. Gue pengen banget bakso gak tau kenapa. Mau ya mau," rengek ya memaksa.Aduh gimana ya, mana mungkin juga aku nolak, perut lumayan paper juga. Apalagi di traktir siapa yang akan berani nolak."Boleh deh, tapi aku mau nitipin dulu gerobak cilok aku sama tukang rujak. Lo bisa tungguin dulu 'kan?" "Beres, aku tunggu disini," ungkap Alina sumringah tatkala aku menyetujuinya.Aku melangkah untuk menghampiri tukang rujak yang berada tak jauh dari gerobak cilok, berencana akan menitipkan gerobak ini beberapa jam kedepan. Semoga gak lama deh."Yuk pergi," ajakku sembari melenggang mencari tukang bakso terdekat.Setelah beberapa menit berlalu akhirnya kami menemukan tukang bakso yang biasa kami
"Iya memang gue tunangan Jali, tapi semua itu lantaran keterpaksaan… Bukan mau gue Al," ucapku jelas terdengar di telinga Alina.Kedua bola mata wanita itu terbelalak sembari membekap Mulut dengan kedua tangan. Alina tak percaya dengan keadaan ini, ternyata kecurigaanku selama ini memang benar bahwa Jali telah bertunangan denganku.Alina menggeleng-gelengkan kepala tak percaya,"Terus kenapa kamu tidak jujur padaku selama ini Dia? Kamu sedang menutupi semua itu dariku? Kamu jahat Dian! Kamu jahat!... Mulai dari hari ini kita bukan sahabat lagi," sahut Alina.Air mata sahabat yang kini selalu baik padaku luruh membasahi pipinya yang cantik itu. Matanya yang berbinar berubah menatapku begitu nyalang dengan amarah yang telah meluap-luap."Al gue sudah bilang! Gue terpaksa melakukan ini! Gue terpaksa harus menerima lamaran dari Jali sebab gue…""Bacot! Aku tidak percaya itu. Ku pikir kamu sahabat yang akan selalu berada disampingku untuk selalu membantuku nyatanya apa! Kamu tak lain adalah
"Lo pikir gampang memutuskan hubungan kita ini, gue rasa sangat susah, apalagi hubungannya dengan Mama… gue cuma mau ngasih tau aja, kalau seandainya satu kali Mama kecewa dengan orang orang itu, maka 1000 cara pun dia tidak akan pernah memaafkannya, jadi Lo pikir-pikir dulu kalau mau memutuskan hubungan ini," ungkap Jali memberitahu. "Bukan maksud gue untuk menakuti, hanya saja memang itulah kenyataannya. Mama gue beda dari yang lain, bisa saja Emak dipecat dari pekerjaannya gara-gara ini… gue hanya kasihan melihat Emak," ulang lagi Rojali.Mendengar ungkapan demi ungkapkan yang dibicarakan oleh Rojali membuat pikiran ini semakin bimbang dan entah harus bagaimana."Terus kita mau gimana lagi, gue gak bisa mempertahankan ini semua kalau Alina marah sama gue. Jujur aja gue merasa bersalah telah mengganggu ketengan Lo dan Alina. Dan menjadi terganggu dengan adanya gue," sahutku sembari tak kuasa menahan air mata yang memaksa turun tanpa permisi.Dunia ku rasanya gelap tatkala diri ini
"Ada apa sih Dian, kamu mau nanyain apa? Aku sedang sibuk banget banyak kerjaan," papar Haris tatkala Dian ingin mengajaknya bertemu.Pria itu nampak cemberut dan sepertinya tak ada gurat rindu walaupun telah lama tidak bertemu."Akhir-akhir ini aku merasa ada yang berbeda di antara kita, kamu seperti menjauh begitu saja. Apakah kamu ingin mengakhiri hubungan ini Haris?" tanyaku serius menatap wajah yang tak terdapat senyuman sama sekali."Diandra aku sibuk, aku banyak kerjaan. Bisa gak kamu jangan bahas ini lagi," sahut Haris.Wajah Haris datar sekali, tak ada senyuman ramah bahkan pelukan hangat seperti baru pertama kenal dan bertemu. Jangan-jangan yang di katakan Jali ada benarnya kalau Haris akan menikah dengan Bu Janita. Mungkin kalau aku tanyakan sekarang boleh juga, lagi pula hatiku sudah merinta-ronta dengan rasa penasaran ini."Boleh aku tanya sesuatu?" kataku sembari menatap mata yang sering ku rindukan.Akan tetapi tetap saja matanya beralih pada arah lain, seolah-olah Haris