Kevin yang berusaha untuk bisa santai ternyata pada kenyataannya ia juga tidak bisa santai, beberapa kali ia melihat kondisi sekitar namun tetap tidak ada orang yang mencurigakan. Dia dengan segera menuntaskan pekerjaannya.Kevin melihat jumlah makanan yang sudah sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut, selang belum lama ia melihat jam kerjanya. “Aahh aku lupa,” kata Kevin terhadap dirinya sendiri.Kevin yang lupa mentransfer sejumlah uang kepada Lia akhirnya mentransfer sejumlah uang kepada adiknya tersebut, ia mengirimkan bukti transfer tersebut bersama dengan ucapan maaf bahwa ia telat mengirimkan.Beruntung Lia sendiri sedang tidak emosi sehingga ia bisa dengan tenang melanjutkan pekerjaannya, ia yang sudah berusaha untuk tidak menggubris akhirnya mulai merasa risih dengan tatapan curiga terhadap dirinya sendiri.Kring KringHandphone Kevin berdering dengan segera ia mengangkatnya takut-takut Felix temannya memberitahu kabar mengenai ayahnya namun ternyata bukan dari Felix mel
Sandra yang kala itu baru pertama kali bekerja harus belajar secara perlahan, ia juga sebenarnya masih mengingat dengan pasti akan kuliahnya. Hari pertama bekerja membuatnya sangat lelah sementara ia sedari tadi belajar untuk menginput dan memperdagangkan.Kepala toko yang mengawasi Sandra juga senang akan kehadiran Sandra di toko, belum lama toko beroperasional mereka sudah mendapatkan pelanggan. Beberapa masuk hanya untuk melihat Sandra saja hingga membuat Sandra sendiri salah tingkah namun ia hanya menganggap itu sebagai pembelajaran saja.Kepala toko yang berada di lokasi juga senang akan kehadiran pelanggan beberapa kali pelanggan yang membeli juga memuji kencantikan Sandra. Tak ayal banyak yang menduga bahwa setidaknya pemicu kehadiran pelanggan adalah Sandra itu sendiri.Kepala toko yang baru saja menerima barang masuk keluar dari gudang belakang. “Sandra, bagaimana dengan hari pertamamu?” tanyanya. Sementara itu wajah laki-laki tersebut memandang ke arah tubuh sintal Sandra.K
Kevin memandang ke dalam kotak tersebut terlihat bahwa Sandra sangat terkejut akan ancaman yang ia dapatkan. Tubuh Sandra gemetar ketika mengetahui ancaman yang terjadi di dalam kehidupannya secara pribadi. “Kita masuk dulu,” ucap Kevin.Belum lama mereka hendak masuk terdengar beberapa suara yang tidak jauh dari sekitar lift yang menuju kamar Sandra. “Di ruang berapa?”“Kamar nomor 10,” katanya yang menjawab dengan segera.“Sepertinya orang baru,” celetuk temannya.“Sudah bawa saja,” perintah temannya, “Tugas kita masih banyak,” kata temannya kepada teman satunya lagi.“Baiklah.” Mereka akhirnya menuruti perkataan bosnya sendiri, laki-laki yang tepat berada di belakangnya membantu mendorong barang berat yang mereka bawa tersebut. Mereka berusaha mengerahkan tenaga demi membawa barang berat tersebut.Kevin yang semakin mendengar ucapan tersebut dengan takut-takut mengajaknya masuk ke dalam kamar milik Sandra tersebut. Sandra terkejut dengan perbuatan yang di berikan Kevin kepada dirin
Kevin yang melihat isi pesan tersebut terlihat merinding ketika ada seseorang yang mengirimkan pesan untuk menemuinya ketika sudah selesai dari rumah kekasih hatinya di taman dekat rumah susun tersebut.Agus dan Heru yang terkejut sedikit tidak tahu menahu akan kejadian yang menimpa kepada Kevin. “Apa yang terjadi?” tanya Sandra yang juga ikut tersentak melihat perilaku Kevin yang tiba-tiba saja berubah.“Sepertinya kita di awasi,” ucap Kevin dengan takut-takut.Wajah Heru, Agus dan Sandra yang mendengar mereka di awasi berubah mengeras, mereka yang awalnya tidak ingin menggubris kehidupan Kevin akhirnya harus mendengarkan keluh kesah Kevin itu sendiri. “Memangnya apa yang terjadi?” tanya Heru.“Entahlah aku juga tidak tahu. Satu hari yang lalu aku baru saja dari kantor polisi dan mendapatkan bahwa nama Ibuku di bawa-bawa,” jelas Kevin.“Siapa yang mengirim pesan tersebut?” tanya Sandra.Kevin menelan salivanya sendiri. “Sepertinya paman Danny yang mengirimkan pesan tersebut kepada sa
Agus yang perhatian dengan kondisi anak dari sahabatnya sendiri berusaha untuk melihat titik masalah yang harus di usut terlebih dahulu. “Paman bisa membantumu,” senyum Agus kepada Sandra.Sandra duduk sembari memeluk lutut kakinya sendiri, menahan malu di hadapan kedua pamannya sendiri. Heru juga duduk sembari menghela napasnya yang berat tersebut seakan semuanya sudah menjadi kenyataan.Sandra yang mendengar usulan dari Agus mendongaknya, ia menghapus air matanya yang berurai. “Maksud, Paman?” tanya Sandra.“Masalah ayahmu. Paman akan membantunya. Paman mengerti maksud perkataan yang terakhir, ada hubungannya dengan ayahmu,” tunjuk Agus yang memahami luapan seorang pemuda.Heru memandang kepada keponakannya sendiri yang juga berjuang untuk melupakan setiap masalah yang terjadi. “Paman, paham apa yang terjadi. Semuanya sudah terjadi, sekarang saatnya kita mengurai masalah tersebut satu per satu,” senyum Heru mengembang.Heru tertawa mendengarnya namun ia sendiri juga ingin memastikan
Agus yang di bantu dengan Pak Yang membawa tubuh babak belur Kevin ke dalam mobil mereka. “Pak Yang, kita ke rumah sakit,” perintah Agus. Pak Yang akhirnya menyalakan mesin mobil, mereka membawa Kevin ke salah satu pusat medis terdekat.“Baik, Pak,” jawab Pak Yang.Agus sendiri yang melihat Kevin tergeletak seperti tak bernyawa berusaha membangunkan Kevin. “Kevin, kau mendengar aku?” tegur Agus. Agus menepuk-nepuk Kevin yang sudah tak sadarkan diri.Agus juga melihat bahwa Kevin sudah tidak merespon, kondisinya sudah sangat stupor. Agus melihat ke seluruh tubuh Kevin yang sudah hampir penuh dengan pukulan bertubi-tubi. “Bagaimana kondisinya, pak?” tanya Pak Yang.“Cepat kita harus memeriksanya ke rumah sakit,” pinta Agus. Agus yang sudah menemukan Kevin dengan segera mengambil handphonenya, ia sendiri dengan segera menghubungi Heru. “Heru, aku menemukannya sesuai dengan dugaanku,” kata Agus.Ciit!Heru yang mendengarnya terkejut bukan main, ia sendiri juga menghentikan mobilnya denga
Kevin dengan segera di bawa ke dalam ruang Intensif untuk di lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sandra juga ikut dengan para suster dan dokter di belakangnya mengikuti kedua paman Sandra yang berusaha mengetahui kondisi Kevin.Agus yang melihat tadinya baik-baik saja berubah menjadi yang tak ingin di lihat oleh dirinya. “Ada apa ini? Bukankah sebelumnya baik-baik saja?” tanya Agus yang penasaran.“Mungkin dia hanya pingsan setelah apa yang terjadi dengannya,” jabar Heru yang juga ingin mengetahuinya.“Masalahnya bukan di situ, Paman.” Sandra tepat berada di depan mereka, berusaha menenangkan keadaan yang baru saja ia lihat tanpa di sadarinya.Agus bingung dengan ucapan Sandra, ia mengernyitkan dahinya, bingung dengan percakapan mereka yang entah mengapa seakan berusaha menutupinya. “Ada apa, Sandra?” tanya Agus yang kelihatan lebih mengkhawatirkan kondisi Kevin.Kedua mata Sandra memandang kepada pamannya sendiri yang berusaha untuk mencari tahu kesehatan Kevin. “Kita tunggu saja, pama
Kevin yang baru saja sadar mengundang perhatian suster dan dokter yang ada di sekitar bangsal IGD tersebut. Kevin yang baru bangun dari pingsannya bertepatan ketika dokter keluar dari ruangannya. “Bed nomor 3 sudah sadar, cepat di tensi,” katanya yang memberikan perintah.Suster yang berada di dekatnya, langsung mengecek tekanan darah Kevin. “90/80, dok,” ucap suster yang mengukur tekanan darah Kevin.Salah satu dokter yang ada di sampingnya mendekat, ia sendiri juga memeriksa detak jantung Kevin. “Kau sudah merasa enakan?” tanya dokter tersebut.Kevin menganggukkan kepalanya. “Apa aku boleh pulang?” tanya Kevin.“Kau boleh pulang tapi setidaknya kau juga jangan memaksakan dirimu,” ucapnya yang memperingatkan Kevin.“Aku baik-baik saja,” jawab Kevin kepada dokter tersebut.“Aku hanya memperingatkan dirimu supaya kau sendiri juga tidak melakukan hal-hal yang aneh saja lagi,” titah sang dokter. “Jaga dirimu,” lanjut dokter tersebut.“Ya, ya, ya, aku akan menjaga diriku,” ucap Kevin deng
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya