Agus yang di bantu dengan Pak Yang membawa tubuh babak belur Kevin ke dalam mobil mereka. “Pak Yang, kita ke rumah sakit,” perintah Agus. Pak Yang akhirnya menyalakan mesin mobil, mereka membawa Kevin ke salah satu pusat medis terdekat.“Baik, Pak,” jawab Pak Yang.Agus sendiri yang melihat Kevin tergeletak seperti tak bernyawa berusaha membangunkan Kevin. “Kevin, kau mendengar aku?” tegur Agus. Agus menepuk-nepuk Kevin yang sudah tak sadarkan diri.Agus juga melihat bahwa Kevin sudah tidak merespon, kondisinya sudah sangat stupor. Agus melihat ke seluruh tubuh Kevin yang sudah hampir penuh dengan pukulan bertubi-tubi. “Bagaimana kondisinya, pak?” tanya Pak Yang.“Cepat kita harus memeriksanya ke rumah sakit,” pinta Agus. Agus yang sudah menemukan Kevin dengan segera mengambil handphonenya, ia sendiri dengan segera menghubungi Heru. “Heru, aku menemukannya sesuai dengan dugaanku,” kata Agus.Ciit!Heru yang mendengarnya terkejut bukan main, ia sendiri juga menghentikan mobilnya denga
Kevin dengan segera di bawa ke dalam ruang Intensif untuk di lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sandra juga ikut dengan para suster dan dokter di belakangnya mengikuti kedua paman Sandra yang berusaha mengetahui kondisi Kevin.Agus yang melihat tadinya baik-baik saja berubah menjadi yang tak ingin di lihat oleh dirinya. “Ada apa ini? Bukankah sebelumnya baik-baik saja?” tanya Agus yang penasaran.“Mungkin dia hanya pingsan setelah apa yang terjadi dengannya,” jabar Heru yang juga ingin mengetahuinya.“Masalahnya bukan di situ, Paman.” Sandra tepat berada di depan mereka, berusaha menenangkan keadaan yang baru saja ia lihat tanpa di sadarinya.Agus bingung dengan ucapan Sandra, ia mengernyitkan dahinya, bingung dengan percakapan mereka yang entah mengapa seakan berusaha menutupinya. “Ada apa, Sandra?” tanya Agus yang kelihatan lebih mengkhawatirkan kondisi Kevin.Kedua mata Sandra memandang kepada pamannya sendiri yang berusaha untuk mencari tahu kesehatan Kevin. “Kita tunggu saja, pama
Kevin yang baru saja sadar mengundang perhatian suster dan dokter yang ada di sekitar bangsal IGD tersebut. Kevin yang baru bangun dari pingsannya bertepatan ketika dokter keluar dari ruangannya. “Bed nomor 3 sudah sadar, cepat di tensi,” katanya yang memberikan perintah.Suster yang berada di dekatnya, langsung mengecek tekanan darah Kevin. “90/80, dok,” ucap suster yang mengukur tekanan darah Kevin.Salah satu dokter yang ada di sampingnya mendekat, ia sendiri juga memeriksa detak jantung Kevin. “Kau sudah merasa enakan?” tanya dokter tersebut.Kevin menganggukkan kepalanya. “Apa aku boleh pulang?” tanya Kevin.“Kau boleh pulang tapi setidaknya kau juga jangan memaksakan dirimu,” ucapnya yang memperingatkan Kevin.“Aku baik-baik saja,” jawab Kevin kepada dokter tersebut.“Aku hanya memperingatkan dirimu supaya kau sendiri juga tidak melakukan hal-hal yang aneh saja lagi,” titah sang dokter. “Jaga dirimu,” lanjut dokter tersebut.“Ya, ya, ya, aku akan menjaga diriku,” ucap Kevin deng
Keadaan tersebut membuat Kevin hampir saja kehilangan akal sehatnya, ia antara bingung untuk melihat atau pulang dengan segera. Dari belakang tim polisi datang untuk menangkap Danny, salah satu team polisi tersebut adalah Mike bersama dengan teman lamanya, Erick, yang jarang ia temui.“Ada apa ini? Mengapa kalian ada di sini?” cecar Kevin kepada Mike.“Ceritanya panjang,” ucap asal Mike.Kevin terkejut dengan kehadiran Erick yang berada di rumah sakit, begitupun sebaliknya Erick sendiri juga terkejut melihat Kevin ada di dalam rumah sakit itu. “Lama tak jumpa,” sapa Erick.“Lama tak jumpa juga, kau masuk ke kepolisian juga?” tanya Kevin.“Sudah jangan banyak bicara, kita bicara nanti saja,” potong mike.“Kau sendiri mengapa ada di sini?” tanya Erick.“Ya, aku mengalami kecelakaan,” ucap Kevin yang memberitahu. Kevin sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan pamannya namun ia ingin mengetahui apa yang terjadi dengan Danny.Erick melihat gelagat aneh Kevin. “Kau kenapa?”Kevin menggar
Kevin sendiri sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa, ia memandang punggung Sandra yang menjauh darinya. Kevin merasakan entah setan darimana yang membisikannya untuk membuatnya dengan segera melenyapkan pamannya sendiri.Bunuh. Bunuh. Bunuh saja. Bukankah dia yang sudah melukaimu kenapa juga kau masih berada di sini, masuklah dan buat dia mati dalam sekejap. Kevin mulai merasakan bisikan yang tak karuan, ia juga berharap bisikan demi bisikan tersebut berhenti seketika itu juga namun godaan untuk membunuhnya lebih kuat di banding dengan akal sehatnya sendiri.Kevin melihat dengan tatapan kosong, sehampa hatinya yang tak bisa ia utarakan. Kakinya masuk ke dalam ruang ICU yang sudah kosong tanpa ada pengawasan baik dari suster maupun dokter.Kevin mengambil pakain steril yang berada di dekat almari, ia mengenakannya secara keseluruhan. Kevin melirik ke arah kanan, kiri dan belakang memastikan tidak ada orang yang melihatnya masuk ke dalam area terlarang tersebut.Klik!Suara pint
Danny akhirnya terbangun dari komanya setelah operasi pengangkatan peluru yang bersarang di dadanya akibat salah tembak. Napasnya tersengal-sengal, ia menurunkan masker oksigennya. Dokter yang melihat aksi tersebut berusaha untuk mendekatinya.Mata dokter tersebut terbeliak melihat pasien yang baru saja terbangun dari komanya. “Permisi, saya harus memeriksanya dengan segera,” ujar sang dokter untuk memeriksa Danny.“Ma..maaf,” sahut Kevin dengan segera. Kevin akhirnya menyingkir dari bed pamannya sendiri.Kevin sendiri masih terkejut bukan main ketika ia melihat pamannya sendiri terbangun dari tidurnya. Erick bahkan Sandra juga shock bukan main mendengar bunyi senjata api yang di luncurkan oleh Erick tanpa sengaja.Dokter tersebut yang melihat bahwa Danny menurunkan masker oksigen memaikankannya kembali supaya Danny bisa terus bernapas. “Kau jangan banyak bicara. Kau harus di lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ucap sang dokter.Danny hanya bisa menganggukkan kepalanya sendiri, ia meli
Indy mendekati Kevin dengan langkah mantap ke dalam kantor polisi di temani dengan Hendra Tanudjaya seoarang pengacara keluarganya sendiri. “Ada apa ini? Kalian tidak berhak menangkap putraku!” pekik Indy.“Ibu!” bibir Kevin bergetar dengan hebat. Mengucapkan kata Ibu saja ia sudah berat bagaimana ia harus mengatakan yang terjadi kepada seisi keluarganya tersebut. Matanya memandang kepada pengacara kondang yang ada di depannya sendiri. Indy menatap tajam kepada Kevin. “Kau.” Bibir bergetar melihat putranya sendiri. “Berani-beraninya kau berusaha membunuh pamanmu sendiri?” marah Indy di depan para polisi yang ada di depan mereka. Sementara itu di sampingnya terlihat seorang Hendra Tanudjaya yang tampan bersih tanpa noda dengan menggunakan kacamata persegi, setelan jas berwarna abu-abu berdiri di depannya di apit oleh Ibunya Indy. Kevin bisa menebak apa yang terjadi sebelum mereka berdua kemari. Dari bentuk bibirnya Kevin bisa menebak bahwa ia berusaha untuk minta maaf atas insiden e
Kevin yang mendengarnya juga terkejut bukan main. Kakinya lemas bukan main, seluruh tubuhnya gemetar. “Sejak kapan Ibu mengetahuinya?” tanya Kevin dengan gemetar. Tangannya sendiri menahan meja yang berada di sampingnya.Indy menghela napasnya dengan berat. “Belum lama. Ibu yang mendesaknya, ketika ia memberitahu kepada Ibu. Ibu hanya ingin kau tidak terlibat lebih jauh lagi dengan Sandra,” aku Indy pada akhirnya.Kevin tidak mengerti jalan pikiran Ibunya sendiri. “Kenapa? Kenapa Ibu harus melindunginya? Itu tetap saja sebuah kejahatan, bu,” raung marah Kevin.“Walaupun dia kakak dari Ibu, ia tetap masih dalam keluarga jadi sudah pasti Ibu akan membelanya,” tutur Indy tanpa memikirkan kesalahan yang pernah di lakukan oleh Frederick di depan anaknya sendiri.Brak!Kevin geram mendengar ucapan Ibunya yang tanpa melihat kesalahan tersebut, pengakuan tersebut malah akan membuat Kevin merasa malu jika harus mendekati Sandra lebih jauh lagi, sementara akal sehatnya berusaha untuk memperbaik
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya