Dari balik pintu Aditya bisa melihat ada seseorang yang tengah adu pendapat, ia tidak tahu bahwa yang datang tersebut, Kevin, anaknya sendiri. Aditya mengerutkan keningnya seorang laki-laki muda yang masih dalam keadaan terkantuk bangkit dari tempat tidurnya.Laki-laki muda tersebut hendak menuju kamar mandi. Aditya yang tidak tahu menghentikan aksi laki-laki tersebut. “Permisi, jangan di buka pintunya,” cakap Aditya yang memberitahunya.“Hmm.” Laki-laki tersebut berdeham. “Aku ingin ke kamar mandi,” ujarnya yang memberitahu.“Tolong, untuk sementara waktu jangan dulu,”“Dasar aneh,” umpat laki-laki tersebut dengan langkah gontai laki-laki itu meringsek maju ke depan.Cklek!Suara pintu terbuka Kevin terperanjat bahkan ia dan Linda jatuh berduaan ke lantai yang di saksikan oleh ayahnya sendiri. “Kevin!” pekik Aditya.Linda dan Kevin sama-sama ketakutan mereka harus menjelaskannya sementara mata Aditya membulat seketika itu melihat Kevin berduaan dengan wanita lain yang tak bukan adala
Bram bersama dengan yang lainnya keluar dari ruang perawatan Aditya. “Kalian berhati-hatilah,” usul Felix. “Untuk kesehatan ayahmu jangan kau hiraukan, dia pasti akan sembuh sedia kala,” lanjut Felix.Kevin menepuk pundak sahabatnya tersebut. “Tolong jaga ayahku dan calon istriku. Aku akan menemui kakekku,”“Kau juga, jaga dirimu,” kekeh Felix.“Kami pamit,” kata Bram kepada Felix.“Kalau begitu aku juga,” sahut Miranti. “Felix, kau juga, nak.” Felix tak menjawab ia hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju ia juga tidak ingin banyak bicara ketika akhirnya mereka mengetahui bahwa sang kakek ada di belakang mereka semua.Selama keluar dari rumah sakit semuanya membisu tidak ada yang berbicara satu sama lain, mereka juga tidak memungkiri bahwa setidaknya mereka masih harus memiliki satu tugas yang lain.Bram dengan segera menghubungi Erick dan Mike yang berada di pusat. “Mike, aku punya tugas untuk kalian,” sapa Bram di ujung telepon. “Tolong pastikan alamat Villa ‘De Mouse,” sambung B
Bram menelan salivanya. “Karena kau di sini kepalanya, menurutmu siapa yang harus aku tangkap terlebih dahulu?” Semua terdiam sejenak tidak ada yang bicara satu sama lain, ia berusaha mendapatkan jawaban yang tepat.Rudy memandang kepada Bram dengan tatapan penuh percaya diri. “Kau sudah tahu jawabannya, lalu, mengapa menanyakan hal tersebut?” tanya balik Rudy.“Kita tidak punya bukti cukup untuk menangkap wanita tersebut,” cakap Bram yang memberitahunya.“Mungkin tapi kita sudah memiliki bukti. Seluruh bukti illegal, sudah menjadi legal,” kata Rudy yang memperjelas posisi mereka.Bram terdiam sejenak memikirkan perkataan Rudy. “Kalau begitu kami harus pamit.” Bram bangkit dari tempat duduknya, ia juga melirik kepada Hendra.Kevin yang mendengarnya terkejut, jam di ruang tengah menunjukkan pukul 00.30. “Hei! Kau gila?! Kau tidak melihat jam di sana?” tandas Kevin yang tak suka dengan sikap Bram. “Kita baru sampai belum lama, seketika itu juga kau ingin kita pergi dari sini lagi?”Bram
Bram kembali menuju ruang kerjanya, ia yang awalnya stress bukan kepalang menjadi sedikit lega ketika mereka berhasil mendapatkan surat penangkapan. Bram melempar tubuhnya ke atas sofa hingga dirinya tertidur lelap hingga pagi hari.Bram yang terbangun melihat ke sisi sofanya. “Astaga. Kau mengejutkan saja,” kejut Bram yang sembari menghapus kotoran matanya sendiri, ia duduk di sofanya sembari menyadarkan dirinya sendiri.Kevin menghela napasnya sembari mengigit camilan. “Kenapa kau membiarkan mobilmu menyala? Kau mau aki mobilmu habis hanya karena membiarkan Air Conditioner menyala seharian begitu saja,” oceh Kevin yang sudah melihat Bram terbangun.“Aku tak tega melihatmu. Aku juga punya anak, jadi aku paham,” ceramahnya balik.“Ini.” Kevin mengembalikan kunci mobil yang sudah ia matikan tiga jam yang lalu sementara itu ia bangkit dan keluar dari ruangan Bram menuju ruang kerja anak buahnya. “Kau masih mau di sini?” ejek Kevin.“Keluarlah! Aku tak ingin melihatmu, lebih baik kau ma
Grace yang sudah kepalang basah akhirnya hanya bisa mengambil pilihan yang di berikan Agustinus kepada dirinya. Dia dengan berat hati menuju ruang Agustinus yang sudah menunggunya.Langkah kaki Grace menuju ruangan, ia mengetuk pintunya. “Masuk,” jawab Agustinus dari dalam ruangannya.Klik.Suara pintu terdengar Grace masuk ke dalam ruangan tersebut. Agustinus mendongak melihat kepada Grace. “Kau sudah membuat keputusan?”“Ya.” Grace menyerahkan surat pengunduran dirinya. “Ini surat pengunduran diriku. Tolong, proses kapan saja.”“Tentu. Kau seorang polisi tapi mengaku membela orang yang salah bahkan menggunakan tindakan yang tidak harus di lakukan, bahkan menggunakan tindakan koersif di depan publik. Tentu saja, kau harus mengundurkan diri.”“Maafkan aku.”“Dasar brengsek, kenapa kau melakukan itu? Aku sudah bertahun-tahun mengenal dirimu. Aku tahu kau bukan orang yang seperti itu. Kau tidak menerima suap atau perlakuan khusus. Apa alasannya?” cecar Agustinus yang hendak berusaha men
Bram menatap bukti baru tersebut. “Apa yang terjadi antara dirimu dengan Indy?” tanyanya yang berusaha menguak kebenaran. Grace terhenyak mendengar pertanyaan tersebut, ia sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Indy.“Aku dan Indy tidak terjadi apa-apa namun itu terjadi begitu saja,” akunya.“Lalu, apa yang membuat dirimu membantu dirinya?”“10 tahun yang lalu aku sedang menunggu Indy. Aku menunggu di atas atap kepolisian, katanya ia ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Akhirnya aku ke atas atap dan menunggu, di saat yang bersamaan seseorang menelepon diriku mereka berusaha menangkap penjahat tapi kekurangan personil.”“Hingga akhirnya aku meninggalkan lokasi dan membantu mereka, ketika sampai di tempat perkara aku berhasil menembakkannya. Ternyata pelaku tersebut Bandar narkoba, Danny, orang yang sama yang kau tangkap tapi dia lari dari kami. Hingga akhirnya ia menyerahkan dirinya kepadamu, bukan?”“Tepat. Danny tiba-tiba menyerahkan dirinya. Lalu, kelanjutannya?” imbuh Bram.“Setelah
Kehadiran Bram di kantor kepolisian membuat semuanya memilih lebih respek terhadap Bram di bandingkan dengan Grace yang sudah menghebohkan jagat raya kepolisian tersebut. Mereka yang tahu sudah tidak berharap lagi kepada Grace.Berita di tangkapnya Grace di dalam kantor membuat mereka semua malu, mereka malah lebih baik memilih seorang preman yang masuk ke kantor pusat di banding seseorang yang bisanya menjilat orang lain dengan wajah polosnya.Walaupun Bram mendapatkan pengaruh besar di dalam kantornya sendiri di dalam hatinya gundah memikirkan Kevin yang sudah di anggapnya membantu sampai pada akhirnya. Wajahnya yang terlihat lesu bisa terlihat. “Pak Bram, kau baik-baik saja?” tanya Fitri.“Sudahlah.”Bram sedikit acuh dengan anak buahnya sendiri di dalam hatinya ia tidak ingin memberitahukan kepada anak buahnya sendiri. Erick yang melihatnya menyenggol Fitri. Fitri merasa tidak terima di senggol oleh Erick.Tatapan mata Fitri menyiratkan keingintahuannya. “Apa yang terjadi?” tanya
Bram masih termenung dalam diam, ia sendiri tidak sanggup jika harus melakukan semuanya secara bersamaan. Di hari bahagiannya ia justru harus menerima kenyataan bahwa setidaknya dia juga harus bekerja sama dengan sebaik mungkin.Bram sendiri menunggu telepon yang akan memberi tahukan hasil dari penyidikan yang tengah berlangsung. Bram berdecak kesal sementara waktu terus berjalan, ia menantikannya dengan segera mungkin.Kring..Bram yang sudah tidak sabar mengangkatnya. “Halo,” sapa Bram.Jenderal Andi yang mendengarnya ikut berdecak tak percaya. “Ternyata kau cukup gigih,” basa-basinya.“Jangan banyak basa basi. Cepat, katakan!” sembur Bram yang sudah menunggu lama.“Ha-ha-ha. Sabar.” Andi tertawa sedikit meledek. Salah satu anak buahnya masuk sembari membawa hasil yang sudah di duga, ia membuka hasil laporan tersebut. “Salah satunya benar Reporter Jo dan salah satunya lagi.”Kedua mata Andi terbeliak terkejut melihat hasil laporan yang tertuju kepada salah satu nama yang terlihat ta
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya