Grace yang sudah kepalang basah akhirnya hanya bisa mengambil pilihan yang di berikan Agustinus kepada dirinya. Dia dengan berat hati menuju ruang Agustinus yang sudah menunggunya.Langkah kaki Grace menuju ruangan, ia mengetuk pintunya. “Masuk,” jawab Agustinus dari dalam ruangannya.Klik.Suara pintu terdengar Grace masuk ke dalam ruangan tersebut. Agustinus mendongak melihat kepada Grace. “Kau sudah membuat keputusan?”“Ya.” Grace menyerahkan surat pengunduran dirinya. “Ini surat pengunduran diriku. Tolong, proses kapan saja.”“Tentu. Kau seorang polisi tapi mengaku membela orang yang salah bahkan menggunakan tindakan yang tidak harus di lakukan, bahkan menggunakan tindakan koersif di depan publik. Tentu saja, kau harus mengundurkan diri.”“Maafkan aku.”“Dasar brengsek, kenapa kau melakukan itu? Aku sudah bertahun-tahun mengenal dirimu. Aku tahu kau bukan orang yang seperti itu. Kau tidak menerima suap atau perlakuan khusus. Apa alasannya?” cecar Agustinus yang hendak berusaha men
Bram menatap bukti baru tersebut. “Apa yang terjadi antara dirimu dengan Indy?” tanyanya yang berusaha menguak kebenaran. Grace terhenyak mendengar pertanyaan tersebut, ia sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Indy.“Aku dan Indy tidak terjadi apa-apa namun itu terjadi begitu saja,” akunya.“Lalu, apa yang membuat dirimu membantu dirinya?”“10 tahun yang lalu aku sedang menunggu Indy. Aku menunggu di atas atap kepolisian, katanya ia ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Akhirnya aku ke atas atap dan menunggu, di saat yang bersamaan seseorang menelepon diriku mereka berusaha menangkap penjahat tapi kekurangan personil.”“Hingga akhirnya aku meninggalkan lokasi dan membantu mereka, ketika sampai di tempat perkara aku berhasil menembakkannya. Ternyata pelaku tersebut Bandar narkoba, Danny, orang yang sama yang kau tangkap tapi dia lari dari kami. Hingga akhirnya ia menyerahkan dirinya kepadamu, bukan?”“Tepat. Danny tiba-tiba menyerahkan dirinya. Lalu, kelanjutannya?” imbuh Bram.“Setelah
Kehadiran Bram di kantor kepolisian membuat semuanya memilih lebih respek terhadap Bram di bandingkan dengan Grace yang sudah menghebohkan jagat raya kepolisian tersebut. Mereka yang tahu sudah tidak berharap lagi kepada Grace.Berita di tangkapnya Grace di dalam kantor membuat mereka semua malu, mereka malah lebih baik memilih seorang preman yang masuk ke kantor pusat di banding seseorang yang bisanya menjilat orang lain dengan wajah polosnya.Walaupun Bram mendapatkan pengaruh besar di dalam kantornya sendiri di dalam hatinya gundah memikirkan Kevin yang sudah di anggapnya membantu sampai pada akhirnya. Wajahnya yang terlihat lesu bisa terlihat. “Pak Bram, kau baik-baik saja?” tanya Fitri.“Sudahlah.”Bram sedikit acuh dengan anak buahnya sendiri di dalam hatinya ia tidak ingin memberitahukan kepada anak buahnya sendiri. Erick yang melihatnya menyenggol Fitri. Fitri merasa tidak terima di senggol oleh Erick.Tatapan mata Fitri menyiratkan keingintahuannya. “Apa yang terjadi?” tanya
Bram masih termenung dalam diam, ia sendiri tidak sanggup jika harus melakukan semuanya secara bersamaan. Di hari bahagiannya ia justru harus menerima kenyataan bahwa setidaknya dia juga harus bekerja sama dengan sebaik mungkin.Bram sendiri menunggu telepon yang akan memberi tahukan hasil dari penyidikan yang tengah berlangsung. Bram berdecak kesal sementara waktu terus berjalan, ia menantikannya dengan segera mungkin.Kring..Bram yang sudah tidak sabar mengangkatnya. “Halo,” sapa Bram.Jenderal Andi yang mendengarnya ikut berdecak tak percaya. “Ternyata kau cukup gigih,” basa-basinya.“Jangan banyak basa basi. Cepat, katakan!” sembur Bram yang sudah menunggu lama.“Ha-ha-ha. Sabar.” Andi tertawa sedikit meledek. Salah satu anak buahnya masuk sembari membawa hasil yang sudah di duga, ia membuka hasil laporan tersebut. “Salah satunya benar Reporter Jo dan salah satunya lagi.”Kedua mata Andi terbeliak terkejut melihat hasil laporan yang tertuju kepada salah satu nama yang terlihat ta
Di dalam benak Fitri ia hanya bisa memikirkan beberapa hal saja, ia mencari spidol dan menggambarkan skema terbaik yang bisa mereka lakukan. Sementara semuanya memperhatikan dengan seksama.Mike dan Erick memuji kepintaran Fitri dalam mengatur strategi baru yang mumpuni. “Kenapa kita tidak terpikirkan?” tanya Mike kepada dirinya sendiri. Mike maju ke papan tulis tersebut. “Pak Bram, Fitri benar. Kita bisa menuntut reporter Jo terlebih dahulu,” sambung Mike.“Buktinya?”“Rekaman itu,” lanjut Erick. “Aku paham maksud dari strategi yang disusun oleh Fitri. Dengan kita menangkap reporter Jo, lalu membungkam si dokter gila maka Ferdiansyah si kaki tangannya akan muncul. Kunci utama kita adalah Indy, dia akan mengungkap semuanya,” tutup Erick yang tak mau kalah.Bram termangu-mangu mendengar penjelasan Erick. “Kalau di luar rencana itu bagaimana?”“Seperti biasa. Kita mainkan peran mereka masing-masing tanpa mereka sadari,” timpal Fitri yang sudah tidak sabaran. “Bagaimana?” tanya Fitri.“K
Kaki Fitri melintasi jalan yang sudah tidak asing lagi, ia buru-buru masuk ke dalam mobil van hitam yang sudah menunggunya. Baik Mike dan Erick mengejarnya berharap Fitri tidak salah dalam bersikap hari itu juga.Mike mengambil langkah yang besar berusaha mengimbangi langkah kakinya dengan kaki Fitri. “Fitri, perlahan-lahan,”“Cepatlah aku sudah tak sabaran,” ajak Fitri.“Kami paham tapi setidaknya kita perlu untuk menyusun satu lagi langkah besar,” cegah Bram supaya Fitri tak salah memilih.Pundak Fitri merosot mendengar celotehan Bram, ia tahu bahwa terkadang perkataan Bram ada benarnya. Dia juga tidak ingin melakukan kesalahan di tempat kerja si reporter tersebut. “Aku terlalu bersemangat untuk menangkapnya,” ujarnya dengan polos.“Tenanglah. Ketika kau tenang semuanya akan berjalan sesuai dengan keinginan kita. Kau harus bisa mengendalikan emosimu,” cegah Bram sekali lagi. Bram memandang kepada Fitri, pundak Fitri merosot mendengar pernyataan Bram.Fitri menghela napasnya di satu
Dicky bersama dengan Bram turun ke kantin bersama-sama walaupun semua mata tetap tertuju kepada mereka berdua. “Apa tidak apa-apa? Sudah terlalu banyak yang melihat kita,” cakap Bram.“Biarkan saja. Mereka orang-orang yang haus akan ‘gossip’,” kata Dicky yang tak percaya bahwa di saat seperti ini saja mereka masih bisa membicarakan orang lain.“Di gosok makin sip,” kekeh Fitri yang membenarkan percakapan tersebut. Mike menyenggol Fitri supaya dirinya tidak keterlaluan. “Diamlah aku hanya bercanda,” respon Fitri kepada Mike.Seluruh mata melihat kepada Fitri yang terlalu berani dalam mengatakan hal itu. “Sudah maklumi saja dirinya,” cakap Bram kepada semua orang termasuk kepada Dicky.“Tapi, memang benar. Gossip sama dengan ‘di gosok makin sip’. Sehingga melahirkan berita yang di nilai tidak pantas. Ah, jelas saja Audrey bersikekeh, aku paham sekarang,” ucap Dicky.Kaki mereka menuju ke kantin bawah sementara hampir seluruh pegawai yang melihat mereka mulai berbisik satu sama lain. Eri
Mike dan Erick menggelandang Jovando keluar dari kantor. Jovando benar-benar di permalukan di depan seluruh karyawannya. Penangkapan Jovando jelas membuat geger orang-orang yang membantunya tak memungkiri Indy.Indy yang mengetahui Jovando di tangkap, hampir saja membuat dirinya terluka. Kartu Asnya terbuka satu lagi, ia yang sudah menutupinya dengan sangat rapat harus terpaksa turun tangan lagi.Setelah persidangan itu hanya satu orang yang bisa ia yakini untuk membantunya Ferdiansyah untuk menyingkirkan kakaknya, Dr. Frederick. Liciknya Indy sendiri yang sudah mengatur semuanya.Berbeda di dalam kantor ‘Harian Go’ mereka semua menimbulkan kontroversi ada yang pro dan ada yang kontra. Semuanya tidak tahu namun hal itu justru terkuak oleh Audrey Chan yang tanpa sengaja mendapatkan tawaran membuka kasus malpraktik Dr. Frederick.“Dasar memalukan!” pekik seorang karyawan.“Menjijikan!” teriak seorang karyawan lainnya.“Bisa-bisanya aku bekerja dengan dirinya,” umpat seseorang di belakan