Kehadiran Bram di kantor kepolisian membuat semuanya memilih lebih respek terhadap Bram di bandingkan dengan Grace yang sudah menghebohkan jagat raya kepolisian tersebut. Mereka yang tahu sudah tidak berharap lagi kepada Grace.Berita di tangkapnya Grace di dalam kantor membuat mereka semua malu, mereka malah lebih baik memilih seorang preman yang masuk ke kantor pusat di banding seseorang yang bisanya menjilat orang lain dengan wajah polosnya.Walaupun Bram mendapatkan pengaruh besar di dalam kantornya sendiri di dalam hatinya gundah memikirkan Kevin yang sudah di anggapnya membantu sampai pada akhirnya. Wajahnya yang terlihat lesu bisa terlihat. “Pak Bram, kau baik-baik saja?” tanya Fitri.“Sudahlah.”Bram sedikit acuh dengan anak buahnya sendiri di dalam hatinya ia tidak ingin memberitahukan kepada anak buahnya sendiri. Erick yang melihatnya menyenggol Fitri. Fitri merasa tidak terima di senggol oleh Erick.Tatapan mata Fitri menyiratkan keingintahuannya. “Apa yang terjadi?” tanya
Bram masih termenung dalam diam, ia sendiri tidak sanggup jika harus melakukan semuanya secara bersamaan. Di hari bahagiannya ia justru harus menerima kenyataan bahwa setidaknya dia juga harus bekerja sama dengan sebaik mungkin.Bram sendiri menunggu telepon yang akan memberi tahukan hasil dari penyidikan yang tengah berlangsung. Bram berdecak kesal sementara waktu terus berjalan, ia menantikannya dengan segera mungkin.Kring..Bram yang sudah tidak sabar mengangkatnya. “Halo,” sapa Bram.Jenderal Andi yang mendengarnya ikut berdecak tak percaya. “Ternyata kau cukup gigih,” basa-basinya.“Jangan banyak basa basi. Cepat, katakan!” sembur Bram yang sudah menunggu lama.“Ha-ha-ha. Sabar.” Andi tertawa sedikit meledek. Salah satu anak buahnya masuk sembari membawa hasil yang sudah di duga, ia membuka hasil laporan tersebut. “Salah satunya benar Reporter Jo dan salah satunya lagi.”Kedua mata Andi terbeliak terkejut melihat hasil laporan yang tertuju kepada salah satu nama yang terlihat ta
Di dalam benak Fitri ia hanya bisa memikirkan beberapa hal saja, ia mencari spidol dan menggambarkan skema terbaik yang bisa mereka lakukan. Sementara semuanya memperhatikan dengan seksama.Mike dan Erick memuji kepintaran Fitri dalam mengatur strategi baru yang mumpuni. “Kenapa kita tidak terpikirkan?” tanya Mike kepada dirinya sendiri. Mike maju ke papan tulis tersebut. “Pak Bram, Fitri benar. Kita bisa menuntut reporter Jo terlebih dahulu,” sambung Mike.“Buktinya?”“Rekaman itu,” lanjut Erick. “Aku paham maksud dari strategi yang disusun oleh Fitri. Dengan kita menangkap reporter Jo, lalu membungkam si dokter gila maka Ferdiansyah si kaki tangannya akan muncul. Kunci utama kita adalah Indy, dia akan mengungkap semuanya,” tutup Erick yang tak mau kalah.Bram termangu-mangu mendengar penjelasan Erick. “Kalau di luar rencana itu bagaimana?”“Seperti biasa. Kita mainkan peran mereka masing-masing tanpa mereka sadari,” timpal Fitri yang sudah tidak sabaran. “Bagaimana?” tanya Fitri.“K
Kaki Fitri melintasi jalan yang sudah tidak asing lagi, ia buru-buru masuk ke dalam mobil van hitam yang sudah menunggunya. Baik Mike dan Erick mengejarnya berharap Fitri tidak salah dalam bersikap hari itu juga.Mike mengambil langkah yang besar berusaha mengimbangi langkah kakinya dengan kaki Fitri. “Fitri, perlahan-lahan,”“Cepatlah aku sudah tak sabaran,” ajak Fitri.“Kami paham tapi setidaknya kita perlu untuk menyusun satu lagi langkah besar,” cegah Bram supaya Fitri tak salah memilih.Pundak Fitri merosot mendengar celotehan Bram, ia tahu bahwa terkadang perkataan Bram ada benarnya. Dia juga tidak ingin melakukan kesalahan di tempat kerja si reporter tersebut. “Aku terlalu bersemangat untuk menangkapnya,” ujarnya dengan polos.“Tenanglah. Ketika kau tenang semuanya akan berjalan sesuai dengan keinginan kita. Kau harus bisa mengendalikan emosimu,” cegah Bram sekali lagi. Bram memandang kepada Fitri, pundak Fitri merosot mendengar pernyataan Bram.Fitri menghela napasnya di satu
Dicky bersama dengan Bram turun ke kantin bersama-sama walaupun semua mata tetap tertuju kepada mereka berdua. “Apa tidak apa-apa? Sudah terlalu banyak yang melihat kita,” cakap Bram.“Biarkan saja. Mereka orang-orang yang haus akan ‘gossip’,” kata Dicky yang tak percaya bahwa di saat seperti ini saja mereka masih bisa membicarakan orang lain.“Di gosok makin sip,” kekeh Fitri yang membenarkan percakapan tersebut. Mike menyenggol Fitri supaya dirinya tidak keterlaluan. “Diamlah aku hanya bercanda,” respon Fitri kepada Mike.Seluruh mata melihat kepada Fitri yang terlalu berani dalam mengatakan hal itu. “Sudah maklumi saja dirinya,” cakap Bram kepada semua orang termasuk kepada Dicky.“Tapi, memang benar. Gossip sama dengan ‘di gosok makin sip’. Sehingga melahirkan berita yang di nilai tidak pantas. Ah, jelas saja Audrey bersikekeh, aku paham sekarang,” ucap Dicky.Kaki mereka menuju ke kantin bawah sementara hampir seluruh pegawai yang melihat mereka mulai berbisik satu sama lain. Eri
Mike dan Erick menggelandang Jovando keluar dari kantor. Jovando benar-benar di permalukan di depan seluruh karyawannya. Penangkapan Jovando jelas membuat geger orang-orang yang membantunya tak memungkiri Indy.Indy yang mengetahui Jovando di tangkap, hampir saja membuat dirinya terluka. Kartu Asnya terbuka satu lagi, ia yang sudah menutupinya dengan sangat rapat harus terpaksa turun tangan lagi.Setelah persidangan itu hanya satu orang yang bisa ia yakini untuk membantunya Ferdiansyah untuk menyingkirkan kakaknya, Dr. Frederick. Liciknya Indy sendiri yang sudah mengatur semuanya.Berbeda di dalam kantor ‘Harian Go’ mereka semua menimbulkan kontroversi ada yang pro dan ada yang kontra. Semuanya tidak tahu namun hal itu justru terkuak oleh Audrey Chan yang tanpa sengaja mendapatkan tawaran membuka kasus malpraktik Dr. Frederick.“Dasar memalukan!” pekik seorang karyawan.“Menjijikan!” teriak seorang karyawan lainnya.“Bisa-bisanya aku bekerja dengan dirinya,” umpat seseorang di belakan
Sandra melihat kepada Kevin untuk bisa melanjutkan penyelidikan yang berhubungan dengan ibunya, dia juga tidak lupa memberikan semangat kepada Kevin untuk tetap terus bertahan di tengah segala kejadian yang terjadi satu per satu.Kevin mendekat kepada Sandra. “Tunggu aku,” cakapnya matang kepada Sandra. Sandra bergumam seraya mengiyakan apa yang akan di lakukan Kevin.“Aku akan menunggumu,” kata Sandra yang menelan salivanya. “Apapun yang terjadi dia tetap ibumu. Kuatkan hatimu, Kevin,” lanjut Sandra.Kevin menganggukan kepalanya sembari tersenyum, ia paham maksud dan tujuan Sandra bukan hanya untuk menguatkan dirinya namun ia harus berani maju untuk bisa menghentikan pertunjukan yang di berikan ibunya selama ini. “Aku pergi dulu,” ucap Kevin.Sandra membalas ucapan Kevin tersebut, ia melihat kepergian Kevin dari jauh. Dirinya sendiri berharap bahwa malam itu akan menjadi malam yang lebih baik dari sebelumnya. Di satu sisi Sandra berusaha untuk bisa beristirahat.Belum lama Sandra mer
Tania sendiri juga tidak tahu harus mengatakan apa. “Dia baru dari sini mana mungkin dia tertangkap. Pasti ada yang melaporkannya,” terang Tania. “Dan itu pun dia tidak melakukannya, aku menyaksikannya. Aku saksinya,”“Kau sudah berapa lama?” tanya Sandra.“Lima belas menit aku mendengar kalian berdua,” tukas Tania.Kevin masih bingung dengan perkataan Tania sementara tante Miranti baru saja masuk ke dalam setelah membelikan beberapa camilan untuk Sandra. “Sandra, kau baik-baik saja?” tanya tante Miranti.“Aku baik-baik saja, tante.”Kedua mata Miranti melihat bergantian kepada Kevin, Tania dan Sandra. “Kalau Sandra baik-baik saja dan tidak terluka berarti dia di jebak. Kau tahu siapa pelakunya?” tanya Miranti yang tidak ingin memperkeruh suasana.Kevin menyadari penjelasan tante Miranti ia juga berpikiran yang sama dengan tante Miranti. “Tante benar. Tunggu, apa yang di lakukan Linda?” tanya Kevin kepada Sandra.“Linda mengakui kepadaku bahwa ia di suruh ibumu untuk membuatku mati!”
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya