"Masuk!!"Terdengar suara familiar yang setiap hari membentaknya. Kriet ...Pintu terbuka. Manik mata Leona melihat pria berjas tak lain suaminya itu serius dengan pekerjaannya. Setelah Leona perlahan menutup pintu itu, ia mengatakan, "Permisi, Pak! Saya mengantarkan makanan untuk Anda."Mendengar suara wanita yang di bencinya itu terdengar, gegas ia menoleh dengan cepat, wajahnya tidak terlihat senang, dua sudut bibir turun, rasanya tensi darahnya mulai naik."Leona?! Ngapain kamu datang ke sini!!" Berdiri dengan membusungkan dada. Menatap wajah Leona penuh kebencian. Sedikit pun ia tidak berani mengangkat wajahnya menatap Lucas. Memilih menundukkan kepala. Jua menetralisir ketakutannya."M—maaf Tuan. Saya hanya mengantarkan ini." Menunjukkan rantang yang di tentengnya. Ia berjalan maju untuk menyerahkan."Nyonya Elisa yang menyuruh saya, Tuan——"Dengan cepat Lucas merampasnya dari tangan Leona. Tanpa di duga pria itu melemparkan ke dinding hingga menimbulkan suara kegaduhan keras.
Annete segera mengambil amplop tebal itu dan memindahkannya ke dalam tas selempangnya.Wajahnya terlihat berseri-seri, karena pekerjaannya telah di bayar mahal oleh wanita mandul itu."Hijab yang aku kenakan, adalah modal utamaku menarik hati suami dan mertuaku.""Kamu lebih buruk dari seorang wanita hina, Elisa!!" Annette melebarkan sudut bibirnya mendengar penjelasan Elisa."Stt!! Pelankan suara mu. Aku tidak ingin ada mata-mata yang akan melaporkan semua pada Mas Lucas. Bisa-bisa, aku dicoret dari daftar kartu keluarga Mas Lucas! Lebih parahnya lagi, aku tidak mendapatkan harta sepeserpun dari pria itu."Elisa memancungkan bibirnya manja, dengan menunduk memainkan ujung pasmina nya. "Haha. Itu lebih bagus lagi." Annete yang gemar meneguk minuman bersoda itu terus meminumnya sampai tetes terakhir."Lebih parahnya kamu. Tante tapi menjerumuskan!!" "Menjerumuskan bagaimana?? Hahaaa ..." gelak tawa antara keduanya membuat cafe yang semula hening itu menjadi gaduh."Stt!! Dasar!! Tema
"Turunkan wanita itu!!" titah Lucas. Wajahnya tampak tidak senang melihat Edo membawanya dalam posisi ini.Dada Leona terasa berdebar-debar. Sudah bisa dipastikan pria itu akan memuntahkan laharnya setelah ini."Kau!! Dasar wanita hina!! Status mu adalah istriku!! Bisa-bisanya kamu—" ucapannya terpotong, melihat Elisa menyeka."Jangan Edo!! Biarkan saja Leona dalam gendongan. Keadaannya tidak baik sekarang!!" Edo masih mempertahankan tubuh Leona dalam tumpuan kedua tangannya. Lagi Elisa melanjutkan. "Biarkan saja Edo membawanya ke kamar. Dia masih lemas. Kau harus lebih perhatikan janin dalam kandungannya. Meski kau tidak perduli terhadap Leona, Mas!!" bantah Elisa."Turunkan dia, atau ..." Manik mata Lucas sudah menunjukkan amarahnya. Edo tidak dapat membantah lagi. Pria yang bekerja menjadi ajudannya ini, dari beberapa bulan lalu tergolong masih muda. Namun Lucas lebih memilihnya, karena pekerjaan di nilai memuaskan olehnya.Edo menurunkan pelan-pelan tubuh Leona, hingga ia dapat
"Kosong?? Bagaimana bisa?!"Bagaimana caranya ia menghubungi Tuan Lucas. Sementara ia belum mendapatkan gawai baru. Mungkin ia harus menyempatkan diri ke toko cell.Pria dengan bentuk tubuh atletis itu gegas menuju tempat penjualan ponsel terdekat...Sementara disana berdiri wanita berhijab yang sudah ada sebelum Edo datang.Terlihat lembar uang di serahkan pada dua pria yang di mintai tolong olehnya. "Ini untukmu!! Dan jangan katakan informasi pada siapapun!! Yang terpenting pria tadi. Mengerti!!" perintahnya pada pria yang di suruhnya membohongi Edo.Pria itu mengangguk paham. "Baik, Nyonya."Sementara gepok uang tebal ia lempar dan ditangkap oleh anak buah Edo. "Saya suka jika kerjasama ini berlanjut," ucapnya sambil terkekeh.Ia menatap angkuh ke arah wanita yang tak lain adalah Elisa ini. "Asal kau tak mempermainkan ku, dan setia terhadapku, uangku akan terus membanjiri kantongmu," jawab Elisa. Sedikit - sedikit ia menutup sebagian wajahnya dengan ujung pasmina.Dua mata mengekor
"LEONA!!"Seluruh aliran darah Leona seakan terhenti. Entahlah apa yang membuatnya kembali melakukan kesalahan ini. Ekor matanya melihat keseluruhan meja. Berkas-berkas itu sudah basah berwarna hitam. 'Astaghfirullah ... apa yang sudah kulakukan ini.'Lucas mendorong tubuh Leona hingga terjatuh ke lantai. "Aduh!""Wanita bodoh!!" umpatnya dengan wajah merah padam. "Lihatlah!! Apa yang sudah kaulakukan?! Kau tahu, ini ada proposal yang aku susun tiga hari yang lalu!! Dan lihat sekarang!! Kau berhasil membuatku hancur!! Kemana otakmu, Leona!!? HAH!!?"Leona tidak mampu berkata apapun, tubuhnya masih sangat lemas. Ia segera berdiri dengan wajah menunduk. "Tuan, saya minta maaf. Saya tidak sengaja," ucapnya lemah.Lucas maju beberapa langkah ke depan. Membuat Leona berjalan mundur sampai berhenti di tembok. Tubuhnya gemetar. Merasa setelah ini suaminya ini akan melahapnya mentah-mentah.Leona berdiri di antara dua tangan Lucas yang memegang tembok. Dengus nafas kasarnya hangat menyapu wa
Lucas duduk saja di sebelah Leona. Memperhatikan meja dan lantai sudah bersih tanpa dia tahu kapan wanita itu membersihkannya.Lucas memperhatikan tangannya bekerja dengan cepat. Baru diketahui jika Leona handal dalam mengoperasikan laptopnya.Bahkan ia mengakui sendiri tidak bisa secepat itu dalam bekerja sama dengan papan ketiknya. Dua matanya hampir lupa berkedip menyaksikan pekerjaan istri tak dianggapnya itu.Baru juga menemui Edo sebentar keluar, ia sudah mengerjakan sebagian pekerjaan yang dirusaknya.'Siapa sebenarnya kamu, Leona?!' batin Lucas penasaran. "Apakah ayahmu sudah keluar dari penjara?" Pertanyaan itu membuat Leona terdiam, lalu memperhatikan wajah suaminya.Beberapa saat ia bergeming dan segera menjawab dengan menggeleng kepala, "Belum." Singkat dan padat.Kembali Leona melanjutkan pekerjaannya. Begitu pun Lucas. Keduanya saling kolaborasi berusaha secepatnya menyelesaikan berkas proyek yang sudah rusak tadi. Sebelum pagi tiba.Tidak banyak percakapan diantara mer
Hari itu, waktu berputar dengan sangat cepat. Tak terasa penanda waktu telah menunjukkan pukul sebelas siang.Ponsel Elisa berdering beberapa kali. Wanita itu tengah malas hanya seharian berbaring tanpa melakukan kegiatan di atas ranjang, segera mengangkat panggilan dari suaminya.Memperhatikan layar ponsel baik-baik. Melihat nama kontak 'My Husband'. Segera ia mengangkatnya dengan malas. [Ya, sayang??][Sa, aku ada kabar baik.][Kabar apa itu, Mas?] Elisa berganti posisi menjadi duduk. Ikut penasaran apa yang akan di informasikan padanya.[Aku menang tender besar hari ini. Dan proposal yang aku kerjakan tadi malam bersama Leona, berhasil menggaet investor. Banyak dari mereka menanamkan saham terbesar di perusahaan kita—] jelas Lucas panjang lebar.Sementara Elisa bergeming dengan pikiran cemburu sekaligus kesal.'Apa kata Mas Lucas? Mengerjakan berkas proyek bersama Leona??! Bagaimana bisa?? Bukankah tadi malam Leona di marahi habis-habisan karena menumpahkan kopi?? Apa wanita itu
"Yes!! Mertuaku tersayang akan datang kemari. Aku yakin mereka akan tambah menyayangiku. Tidak akan ada cela antara kita, gara-gara perihal anak!!" ucap Elisa kegirangan.Ia turun dari ranjang dan segera datang menemui Leona. "Leona ... beban penderitaanmu akan aku tambah lagi. Bersiap—siaplah menjadi semakin menderita. Hehe." Sampainya di ambang pintu, ia melihat Leona duduk di tepi ranjang dengan mengelus perutnya yang belum terlihat buncit.Masih berdiri di sana mendengarkan wanita sengsara tujuh turunan itu memberikan percakapan kecil untuk anaknya. "Sayang ... sehat —sehat ya di kandungan mama. Ah ... Mama tidak sabar melihatmu lahir ke dunia, Mama tidak sabar menggendong mu——"Rasanya Elisa tidak betah mendengar dia bicara kayak wanita gila. "Usia kandungan masih beberapa hari, sudah di ajak bicara? Wanita gak pernah makan bangku sekolah emang!! Memang dia pikir, janin itu Uda bisa mendengarnya?!" .Tidak ingin berlama-lama, Elisa masuk saja tanpa permisi. Leona memperhatikan
Tampak Lucas tersenyum, tanpa ke duanya tahu. 'Leona ... Aku akan segera menikahimu. Kita akan hidup bersama selamanya bersama buah hati kita,' batin Lucas. "Aku minta tinggalkan aku! Kumohon keluarlah, biarkan aku sendiri!!" suruhnya pada mereka berdua."Leona ... Maafkan aku, sungguh bukan ini sebenarnya keinginan ku. Namun, keadaan yang memaksa diriku untuk —""Sudahlah, Mas. Dari pada Tuan Lucas membawamu ke jeruji besi, lebih baik kamu berpisah denganku!"Leona sedih, karena tidak ada dari ke dua pria itu memprioritaskan nya. Sungguh, di dunia ini tidak ada yang benar-benar baik padanya.Sebelum Edo pergi, ia memegang tangan Leona. Sungguh Lucas tak ingin melihat mereka seperti itu. Tapi mungkin ini akan menjadi yang terakhir kali untuk itu. Ia pun membiarkan saja. Terdengar langkah kaki setelah pintu terbuka. Mereka melihat, seorang wanita datang. Ya, dia Leona, menggandeng seorang anak kecil, tak lain buah hati Leona, Vinc. Lucas kesal saja melihat wajah Elisa itu."Untuk apa
"Rumah kamu nyaman, Mas. Bersih juga." Manik mata Leona mengedarkan pandangan ke segala sisi ruangan.Tidak ada satupun pakaian tergeletak di kursi atau di gantung. Bug!Terkejut, Edo mendorong tubuh Leona jatuh ke pelukannya. Leona yang belum terlihat siap sedikit menghindari."Kenapa menjauh?" tanya Edo mengernyitkan kening."Tidak apa-apa, Mas." Ia mengangkat sudut bibirnya hambar. Tidak seperti sedang tersenyum. "Boleh kan aku minta sekarang??"Edo menaikkan alisnya ke atas. Meminta jawaban secepatnya. Wajah Leona mendadak panik. Seakan dia lupa jika pria itu suaminya sekarang. "Minta??""Ya? Kamu gak mau ya?" "Ah. T—tidak. Bukan gitu, Mas." Leona tidak siap jika pria itu meminta sekarang. 'Aduh, bagaimana ini? Aku tidak siap. Apa kau menolaknya saja?'"Mau aku buatkan kopi dulu, Mas?" Berniat mengalihkan pembahasan.Edo menggeleng. Dengan cepat ia merangkul dari belakang. Membuat Leona menarik dan menghembuskan napas berulang kali karena gugup."Bagaimana, Mas?" tanya Leona k
Leona menggeleng pelan. "Tidak, Bu. Selama ini Leona bekerja sebagai baby sitter anak ku sendiri.""Maafkan segala kesalahan Ayahmu ya Leona," ucap Nina.Leona mendongak melihat wajah sang ibu. "Ibu tidak perlu merasa bersalah begitu atas kesalahan Ayah. Ini semua sudah takdirku, Bu. Leona menerima dengan ikhlas."Wanita yang sudah tidak muda lagi itu mengelus kening Leona. Ia mengatakan untuk bersabar. "Nak, setelah pernikahan kamu dengan Edo, ibu yakin kau akan menemukan kebahagiaanmu.""Amiin ... Terima kasih doanya, Bu."***Hari yang ditunggu telah tiba, tidak digelar secara besar-besaran. Acaranya berlangsungnya pun sama persis dengan acara pernikahannya dengan Lucas. Di kantor KUA saja.Sungguh ia tidak merasa takut atau hal lain yang dipikirkan. Ia merasa tenang. Didampingi Ibu Nina dan Ben. Meskipun Ben tidak setuju jika Leona menikah dengan Edo. Tidak ada percakapan antara Ibu Nina dan Ben, hati Nina sudah sakit melihat pria itu muncul di depan matanya. Pria berpeci putih,
Leona menunjuk rumah kecil di balik sumur. "Parkir aja motor Tuan di sini," ujarnya.Menurunkan koper dan menariknya menuju pintu yang terlihat usang dan tertutup.Ia menatap Lucas sejenak. Lalu memutuskan untuk mengetuk pintu tersebut.Setelah ketukan ke tiga kalinya. Terlihat handle pintu terbuka. Leona menunggunya dengan hati berdebar. Berharap besar jika orang yang membuka pintu tersebut adalah ibunya. Sungguh selama ini ia membuang waktu dengan mempercayai ucapan sang ayah, jika ibunya telah berkhianat. Bahkan sebenarnya, ayahnya-lah yang membohonginya. Setelah pintu terbuka, barulah mereka dapat melihat wanita ringkih dengan hijab lusuh berwarna hijau. Secepat itu bulir air membanjiri kelopak mata Leona.Terlihat bibir itu bergetar hebat. Seakan ingin mengeluarkan suara namun tercekat di tenggorokan. "Leona?"Leona tidak mampu menggerakkan bibirnya. Hanya tangannya yang lembut lekas merentang dan memeluk tubuhnya. "Ibu ...""Leona anakku. Kau kah ini, Nak?""Iya Bu. Ini Leona
"Mas! Mas!! Aku bisa jelaskan padamu. Tolong dengarkan aku..." pinta Elisa. Ia memohon dengan menciumi tangannya. Namun Lucas sudah terlanjur murka.Sekali dia memberi kepercayaan pada orang lain, dan orang itu membuat noda hitam di dalamnya. Lucas tidak akan memaafkannya. Sudah beberapa kali Elisa membuat kesalahan, Lucas memberikannya kesempatan. Untuk satu ini, ia tidak akan mempercayainya."Kumohon percayalah, aku akan jelaskan semuanya." Elisa menggenggam erat lengannya meminta Lucas percaya padanya.Namun pria itu sudah menunjukkan taringnya. Hingga Elisa terduduk dan bersimpuh, Lucas tidak menghiraukannya. Saat Elisa memegang erat kakinya yang akan pergi, pria itu menendangnya hingga wanita itu menangis."Mas ... Kau mau ke mana?" Teriakan itu tidak di gubrisnya. Ia pergi saja dengan membawa kemurkaannya.Menunggangi kuda bermesin ya. Dengan cepat melesat dengan kecepatan tinggi. Tangannya menggenggam erat. Ia hantamkan pada dasboard mobilnya, Dengan seruan kata-kata kemurkaan
"Breng sek kalian!!?" ucapan kotor itu keluar juga dari mulut Leona. Masalahnya sangat berat, di tambah lagi ini."L—Leona??! Kapan kamu datang, Nak? Kenapa kamu gak bilang-bilang dulu mau ke sini?!" tanya Ben dengan terbata-bata, di sertai suara yang bergetar.Terlihat jelas sekali jika pria itu ketakutan. Ia yakin jika putrinya telah mendengar semua pembicaraannya dengan Annette. Apa lagi wajahnya Leona tidak seperti biasanya. Ben harus berhati-hati.Leona masa bodoh sekarang dengan pria itu. Sudah merasa pantas saja dia masuk penjara. Kenapa Lucas harus susah-susah mengeluarkan dari jeruji besi? Jika memang ayahnya bersalah. Ben berjalan menghampiri Leona yang menunjukkan kemarahan. Berusaha memegangi tangannya, namun Leona membuangnya begitu saja. Menolaknya kasar. Membuat hati Ben tersayat."Lepas!! Aku tak sudi melihat kalian!! Kalian berdua kejam!! Kalian yang menyebabkan ibu pergi!!" ucap Leona dengan air mata menggenang."Ayah akan jelaskan, Leona!!" pinta Ben dengan wajah
Tangis Leona pecah. Ia merebahkan tubuhnya, menarik selimut lebih tinggi sampai menutup kepala. Menumpahkan segala jeritan dalam hatinya. Sementara Edo membiarkan saja, turun dari ran jang dan mengenakan pakaiannya kembali.***Saat itu, Leona harus menemui Lucas. Ya harus menjelaskan; jika semua yang dikatakan oleh Edo adalah bohong. Langkah kakinya berat mencari Lucas di segala penjuru rumah. Ia tidak melihatnya di manapun. Sampai langkah kaki Leona, terhenti di ambang pintu belakang yang terhubung dengan taman di belakang kediamannya. Pria itu duduk membelakanginya di atas tanaman rumput yang sengaja di tanam tukang kebun. Dengan wajah yang disembunyikan di antara dua lutut nya. "Apa yang dilakukan Tuan Lucas di sana?" tanya Leona seorang diri. Tanpa menunggu lama Leona berjalan menghampirinya. Entah salah atau benar dengan lancangnya Leona menemui suami orang di tempat itu. "Tuan," sapanya. Pria itu seketika mengangkat kepalanya mendongak melihat Leona berdiri di sebelahnya
Leona masuk ke dapur, di sana sudah tersedia beberapa hidangan di atas nampan. "Selamat siang, Leona?""Nyonya? Anda belum makan siang?" "Sudah. Ini makanan untuk kamu dan Edo. Kamu tidak perlu repot masak. Kasian Edo menunggu lama nantinya. "Leona berpikir, tumben wanita itu baik pada Leona. Semenjak beberapa bulan lamanya Elisa menunjukkan taringnya, saat ini ia terlihat berbeda. Mungkin ia sudah berubah, tidak ingin memiliki pikiran negatif Leona menerima saja nampan bundar dari dua tangannya."Terima kasih Nyonya," ucapnya. "Sama-sama, lagian itu juga sisa makanan tadi kok. Tidak perlu berterima kasih." Elisa menarik satu sudut bibirnya lalu keluar.Leona tidak peduli lagi, asal cepat menghidangkan makanan ini untuk Edo. Gegas ia berjalan menuju meja makan. Terlihat ia sabar menunggu, buktinya ia tidak pergi dari kursi itu. Beberapa saat lalu, Lucas mengizinkan mereka duduk di meja yang sama. Jika Lucas dan Elisa selesai, mereka boleh memakainya."Silahkan Tuan."Manik mata pem
Hari ini Leona mencoba bicara pada Lucas kembali.Selama di kediaman Lucas, ia tidak di beri izin keluar dari kediamannya. Rasanya ingin menemui ayahnya. Waktu sudah berjalan 2 tahun dan dia belum juga bertemu dengannya.Hari ini Leona mencoba bicara pada Lucas kembali.Terlihat pria itu bersantai di teras dengan meneguk cairan hitam dari sebuah cangkir berbahan dasar porselen.Perlahan ia berjalan mendekati Lucas. Ia menyadari kehadiran Leona. "Tuan, hari ini saya izin bertemu dengan ayah saya."Pria itu menoleh, "Baiklah, aku akan suruh Edo mengantarmu.""Tidak perlu, Tuan. Saya bisa ke sana seorang diri.""Sudahlah, menurut saja!" kata Lucas. Ia pasti terkejut, karena rumah miliknya dahulu telah terjual. Edo akan mengantar Leona ke rumah Beni yang baru, meskipun tidak terlalu besar. Namun Beni sangat berterima kasih padanya. Sudah lebih dari cukup segala bantuan yang di berikan keluarga Lucas."Baiklah. Bersiaplah!!"Hari itu juga Edo mengantarnya. Selama di perjalanan Edo mengaja