"Mas! Mas!! Aku bisa jelaskan padamu. Tolong dengarkan aku..." pinta Elisa. Ia memohon dengan menciumi tangannya. Namun Lucas sudah terlanjur murka.Sekali dia memberi kepercayaan pada orang lain, dan orang itu membuat noda hitam di dalamnya. Lucas tidak akan memaafkannya. Sudah beberapa kali Elisa membuat kesalahan, Lucas memberikannya kesempatan. Untuk satu ini, ia tidak akan mempercayainya."Kumohon percayalah, aku akan jelaskan semuanya." Elisa menggenggam erat lengannya meminta Lucas percaya padanya.Namun pria itu sudah menunjukkan taringnya. Hingga Elisa terduduk dan bersimpuh, Lucas tidak menghiraukannya. Saat Elisa memegang erat kakinya yang akan pergi, pria itu menendangnya hingga wanita itu menangis."Mas ... Kau mau ke mana?" Teriakan itu tidak di gubrisnya. Ia pergi saja dengan membawa kemurkaannya.Menunggangi kuda bermesin ya. Dengan cepat melesat dengan kecepatan tinggi. Tangannya menggenggam erat. Ia hantamkan pada dasboard mobilnya, Dengan seruan kata-kata kemurkaan
Leona menunjuk rumah kecil di balik sumur. "Parkir aja motor Tuan di sini," ujarnya.Menurunkan koper dan menariknya menuju pintu yang terlihat usang dan tertutup.Ia menatap Lucas sejenak. Lalu memutuskan untuk mengetuk pintu tersebut.Setelah ketukan ke tiga kalinya. Terlihat handle pintu terbuka. Leona menunggunya dengan hati berdebar. Berharap besar jika orang yang membuka pintu tersebut adalah ibunya. Sungguh selama ini ia membuang waktu dengan mempercayai ucapan sang ayah, jika ibunya telah berkhianat. Bahkan sebenarnya, ayahnya-lah yang membohonginya. Setelah pintu terbuka, barulah mereka dapat melihat wanita ringkih dengan hijab lusuh berwarna hijau. Secepat itu bulir air membanjiri kelopak mata Leona.Terlihat bibir itu bergetar hebat. Seakan ingin mengeluarkan suara namun tercekat di tenggorokan. "Leona?"Leona tidak mampu menggerakkan bibirnya. Hanya tangannya yang lembut lekas merentang dan memeluk tubuhnya. "Ibu ...""Leona anakku. Kau kah ini, Nak?""Iya Bu. Ini Leona
Leona menggeleng pelan. "Tidak, Bu. Selama ini Leona bekerja sebagai baby sitter anak ku sendiri.""Maafkan segala kesalahan Ayahmu ya Leona," ucap Nina.Leona mendongak melihat wajah sang ibu. "Ibu tidak perlu merasa bersalah begitu atas kesalahan Ayah. Ini semua sudah takdirku, Bu. Leona menerima dengan ikhlas."Wanita yang sudah tidak muda lagi itu mengelus kening Leona. Ia mengatakan untuk bersabar. "Nak, setelah pernikahan kamu dengan Edo, ibu yakin kau akan menemukan kebahagiaanmu.""Amiin ... Terima kasih doanya, Bu."***Hari yang ditunggu telah tiba, tidak digelar secara besar-besaran. Acaranya berlangsungnya pun sama persis dengan acara pernikahannya dengan Lucas. Di kantor KUA saja.Sungguh ia tidak merasa takut atau hal lain yang dipikirkan. Ia merasa tenang. Didampingi Ibu Nina dan Ben. Meskipun Ben tidak setuju jika Leona menikah dengan Edo. Tidak ada percakapan antara Ibu Nina dan Ben, hati Nina sudah sakit melihat pria itu muncul di depan matanya. Pria berpeci putih,
"Rumah kamu nyaman, Mas. Bersih juga." Manik mata Leona mengedarkan pandangan ke segala sisi ruangan.Tidak ada satupun pakaian tergeletak di kursi atau di gantung. Bug!Terkejut, Edo mendorong tubuh Leona jatuh ke pelukannya. Leona yang belum terlihat siap sedikit menghindari."Kenapa menjauh?" tanya Edo mengernyitkan kening."Tidak apa-apa, Mas." Ia mengangkat sudut bibirnya hambar. Tidak seperti sedang tersenyum. "Boleh kan aku minta sekarang??"Edo menaikkan alisnya ke atas. Meminta jawaban secepatnya. Wajah Leona mendadak panik. Seakan dia lupa jika pria itu suaminya sekarang. "Minta??""Ya? Kamu gak mau ya?" "Ah. T—tidak. Bukan gitu, Mas." Leona tidak siap jika pria itu meminta sekarang. 'Aduh, bagaimana ini? Aku tidak siap. Apa kau menolaknya saja?'"Mau aku buatkan kopi dulu, Mas?" Berniat mengalihkan pembahasan.Edo menggeleng. Dengan cepat ia merangkul dari belakang. Membuat Leona menarik dan menghembuskan napas berulang kali karena gugup."Bagaimana, Mas?" tanya Leona k
Tampak Lucas tersenyum, tanpa ke duanya tahu. 'Leona ... Aku akan segera menikahimu. Kita akan hidup bersama selamanya bersama buah hati kita,' batin Lucas. "Aku minta tinggalkan aku! Kumohon keluarlah, biarkan aku sendiri!!" suruhnya pada mereka berdua."Leona ... Maafkan aku, sungguh bukan ini sebenarnya keinginan ku. Namun, keadaan yang memaksa diriku untuk —""Sudahlah, Mas. Dari pada Tuan Lucas membawamu ke jeruji besi, lebih baik kamu berpisah denganku!"Leona sedih, karena tidak ada dari ke dua pria itu memprioritaskan nya. Sungguh, di dunia ini tidak ada yang benar-benar baik padanya.Sebelum Edo pergi, ia memegang tangan Leona. Sungguh Lucas tak ingin melihat mereka seperti itu. Tapi mungkin ini akan menjadi yang terakhir kali untuk itu. Ia pun membiarkan saja. Terdengar langkah kaki setelah pintu terbuka. Mereka melihat, seorang wanita datang. Ya, dia Leona, menggandeng seorang anak kecil, tak lain buah hati Leona, Vinc. Lucas kesal saja melihat wajah Elisa itu."Untuk apa
Brak!! Suara gebrakan keras menghantam pintu utama. Seperti hari sebelumnya, ia tahu siapa pelakunya. "Buka pintunya Leona!!" Karena wanita itu masih diam dalam ketakutannya, terpaksa ia memberanikan diri untuk keluar untuk membukanya.Sudah dapat dipastikan, merekalah yang berbuat kegaduhan ini. "Lama sekali kamu membuka pintunya!? Hah!!? Apa berniat lari lewat pintu belakang!?" Pertanyaan yang tidak pernah terdengar dengan intonasi rendah."Maaf, tidak ada niat sedikitpun saya untuk melarikan diri—"Tangannya menjulur kerahnya, "Mana uang yang sudah kau janjikan Minggu lalu?!" "Maaf, saya belum mendapatkan uangnya. Beri saya waktu beberapa hari lagi." Leona menghembuskan nafas berat. Salah satu diantaranya mendorong tubuh Leona hingga terjungkal ke lantai. "Kau terlalu banyak memberikan janji palsu, Leona. Bos kami tidak senang jika mendapatkan jawaban ini darimu. Kalau kau tidak mau membayarnya, apa kau rela tubuhmu yang menjadi jaminan?!" ucapnya di sertai tawa. "Kurang ajar
Nyonya Elisa tetap dengan sabarnya menuntun Leona sampai dimeja makan, tepat di hadapannya.Perasaan Leona campur aduk. Kali ini ia merasa sedang berhadapan dengan patung dengan wajah menyeramkan.Tampak juga para asisten berdiri sedikit jauh dari meja; memperhatikan Leona. "Perkenalkan semuanya ... Dia adalah Leona, wanita yang sudah saya ceritakan pada kalian sebelumnya. Jadi harapan saya, kalian dapat memperlakukan wanita ini sama seperti Elisa. Karena ia juga akan menjadi Nyonya Lucas." Penjelasan Elisa tidak mendapatkan perhatian sedikit pun dari Lucas."Leona, pria mengenakan kemeja putih di hadapan kamu ini adalah Tuan Lucas, calon suamimu. Ucapkan salam pada calon suamimu!!" titahnya dengan sangat lembut.Saat Leona menjulurkan tangannya ke arah Lucas, pria itu menampiknya tanpa berkata. Membuat Leona terkejut. Sesuai apa yang dipikirkan, sepertinya hanya Elisa saja yang bersikap baik padanya."Mas, apa yang kau lakukan?!"Lucas gegas berdiri. Merapikan sedikit kemejanya, men
Lucas mencoba menghentikan tingkah Leona. Tapi wanita itu seakan tidak dapat mengontrol tubuhnya. "Leona!! Hentikan!! Apa yang akan kau lakukan!!?" "Malam ini adalah malam kita berdua, Tuan. Jadi lakukanlah seperti seharusnya suami istri lakukan!!" "Dasar murahan!" umpatnya mendorong tubuh Leona, berusaha menolak. Yang ada malah Leona makin beringas. Ia membalas dorongan Lucas hingga terjatuh. Ternyata minuman jamu yang di berikan Bibi sudah di campur dengan obat perangsang, hingga Leona tidak dapat mengendalikan dirinya. Leona memberikan sentuhan panas pada Lucas, hingga pria itu tidak akan kuat menahannya. Pria mana yang tahan melihat wanita dalam keadaan seperti ini? Cinta yang seharusnya ia jaga kuat untuk Elisa pun luruh begitu saja malam itu. "Sial!! Apa yang terjadi terhadapmu, Leona?!" Lucas memicingkan sebelah mata. Wanita itu tidak menjawab, ia hanya sibuk dengan gerakan konyolnya. Sementara Lucas mengimbangi. "Kau tidak terlalu mahir, Leona! Tidak seperti aura tu
Tampak Lucas tersenyum, tanpa ke duanya tahu. 'Leona ... Aku akan segera menikahimu. Kita akan hidup bersama selamanya bersama buah hati kita,' batin Lucas. "Aku minta tinggalkan aku! Kumohon keluarlah, biarkan aku sendiri!!" suruhnya pada mereka berdua."Leona ... Maafkan aku, sungguh bukan ini sebenarnya keinginan ku. Namun, keadaan yang memaksa diriku untuk —""Sudahlah, Mas. Dari pada Tuan Lucas membawamu ke jeruji besi, lebih baik kamu berpisah denganku!"Leona sedih, karena tidak ada dari ke dua pria itu memprioritaskan nya. Sungguh, di dunia ini tidak ada yang benar-benar baik padanya.Sebelum Edo pergi, ia memegang tangan Leona. Sungguh Lucas tak ingin melihat mereka seperti itu. Tapi mungkin ini akan menjadi yang terakhir kali untuk itu. Ia pun membiarkan saja. Terdengar langkah kaki setelah pintu terbuka. Mereka melihat, seorang wanita datang. Ya, dia Leona, menggandeng seorang anak kecil, tak lain buah hati Leona, Vinc. Lucas kesal saja melihat wajah Elisa itu."Untuk apa
"Rumah kamu nyaman, Mas. Bersih juga." Manik mata Leona mengedarkan pandangan ke segala sisi ruangan.Tidak ada satupun pakaian tergeletak di kursi atau di gantung. Bug!Terkejut, Edo mendorong tubuh Leona jatuh ke pelukannya. Leona yang belum terlihat siap sedikit menghindari."Kenapa menjauh?" tanya Edo mengernyitkan kening."Tidak apa-apa, Mas." Ia mengangkat sudut bibirnya hambar. Tidak seperti sedang tersenyum. "Boleh kan aku minta sekarang??"Edo menaikkan alisnya ke atas. Meminta jawaban secepatnya. Wajah Leona mendadak panik. Seakan dia lupa jika pria itu suaminya sekarang. "Minta??""Ya? Kamu gak mau ya?" "Ah. T—tidak. Bukan gitu, Mas." Leona tidak siap jika pria itu meminta sekarang. 'Aduh, bagaimana ini? Aku tidak siap. Apa kau menolaknya saja?'"Mau aku buatkan kopi dulu, Mas?" Berniat mengalihkan pembahasan.Edo menggeleng. Dengan cepat ia merangkul dari belakang. Membuat Leona menarik dan menghembuskan napas berulang kali karena gugup."Bagaimana, Mas?" tanya Leona k
Leona menggeleng pelan. "Tidak, Bu. Selama ini Leona bekerja sebagai baby sitter anak ku sendiri.""Maafkan segala kesalahan Ayahmu ya Leona," ucap Nina.Leona mendongak melihat wajah sang ibu. "Ibu tidak perlu merasa bersalah begitu atas kesalahan Ayah. Ini semua sudah takdirku, Bu. Leona menerima dengan ikhlas."Wanita yang sudah tidak muda lagi itu mengelus kening Leona. Ia mengatakan untuk bersabar. "Nak, setelah pernikahan kamu dengan Edo, ibu yakin kau akan menemukan kebahagiaanmu.""Amiin ... Terima kasih doanya, Bu."***Hari yang ditunggu telah tiba, tidak digelar secara besar-besaran. Acaranya berlangsungnya pun sama persis dengan acara pernikahannya dengan Lucas. Di kantor KUA saja.Sungguh ia tidak merasa takut atau hal lain yang dipikirkan. Ia merasa tenang. Didampingi Ibu Nina dan Ben. Meskipun Ben tidak setuju jika Leona menikah dengan Edo. Tidak ada percakapan antara Ibu Nina dan Ben, hati Nina sudah sakit melihat pria itu muncul di depan matanya. Pria berpeci putih,
Leona menunjuk rumah kecil di balik sumur. "Parkir aja motor Tuan di sini," ujarnya.Menurunkan koper dan menariknya menuju pintu yang terlihat usang dan tertutup.Ia menatap Lucas sejenak. Lalu memutuskan untuk mengetuk pintu tersebut.Setelah ketukan ke tiga kalinya. Terlihat handle pintu terbuka. Leona menunggunya dengan hati berdebar. Berharap besar jika orang yang membuka pintu tersebut adalah ibunya. Sungguh selama ini ia membuang waktu dengan mempercayai ucapan sang ayah, jika ibunya telah berkhianat. Bahkan sebenarnya, ayahnya-lah yang membohonginya. Setelah pintu terbuka, barulah mereka dapat melihat wanita ringkih dengan hijab lusuh berwarna hijau. Secepat itu bulir air membanjiri kelopak mata Leona.Terlihat bibir itu bergetar hebat. Seakan ingin mengeluarkan suara namun tercekat di tenggorokan. "Leona?"Leona tidak mampu menggerakkan bibirnya. Hanya tangannya yang lembut lekas merentang dan memeluk tubuhnya. "Ibu ...""Leona anakku. Kau kah ini, Nak?""Iya Bu. Ini Leona
"Mas! Mas!! Aku bisa jelaskan padamu. Tolong dengarkan aku..." pinta Elisa. Ia memohon dengan menciumi tangannya. Namun Lucas sudah terlanjur murka.Sekali dia memberi kepercayaan pada orang lain, dan orang itu membuat noda hitam di dalamnya. Lucas tidak akan memaafkannya. Sudah beberapa kali Elisa membuat kesalahan, Lucas memberikannya kesempatan. Untuk satu ini, ia tidak akan mempercayainya."Kumohon percayalah, aku akan jelaskan semuanya." Elisa menggenggam erat lengannya meminta Lucas percaya padanya.Namun pria itu sudah menunjukkan taringnya. Hingga Elisa terduduk dan bersimpuh, Lucas tidak menghiraukannya. Saat Elisa memegang erat kakinya yang akan pergi, pria itu menendangnya hingga wanita itu menangis."Mas ... Kau mau ke mana?" Teriakan itu tidak di gubrisnya. Ia pergi saja dengan membawa kemurkaannya.Menunggangi kuda bermesin ya. Dengan cepat melesat dengan kecepatan tinggi. Tangannya menggenggam erat. Ia hantamkan pada dasboard mobilnya, Dengan seruan kata-kata kemurkaan
"Breng sek kalian!!?" ucapan kotor itu keluar juga dari mulut Leona. Masalahnya sangat berat, di tambah lagi ini."L—Leona??! Kapan kamu datang, Nak? Kenapa kamu gak bilang-bilang dulu mau ke sini?!" tanya Ben dengan terbata-bata, di sertai suara yang bergetar.Terlihat jelas sekali jika pria itu ketakutan. Ia yakin jika putrinya telah mendengar semua pembicaraannya dengan Annette. Apa lagi wajahnya Leona tidak seperti biasanya. Ben harus berhati-hati.Leona masa bodoh sekarang dengan pria itu. Sudah merasa pantas saja dia masuk penjara. Kenapa Lucas harus susah-susah mengeluarkan dari jeruji besi? Jika memang ayahnya bersalah. Ben berjalan menghampiri Leona yang menunjukkan kemarahan. Berusaha memegangi tangannya, namun Leona membuangnya begitu saja. Menolaknya kasar. Membuat hati Ben tersayat."Lepas!! Aku tak sudi melihat kalian!! Kalian berdua kejam!! Kalian yang menyebabkan ibu pergi!!" ucap Leona dengan air mata menggenang."Ayah akan jelaskan, Leona!!" pinta Ben dengan wajah
Tangis Leona pecah. Ia merebahkan tubuhnya, menarik selimut lebih tinggi sampai menutup kepala. Menumpahkan segala jeritan dalam hatinya. Sementara Edo membiarkan saja, turun dari ran jang dan mengenakan pakaiannya kembali.***Saat itu, Leona harus menemui Lucas. Ya harus menjelaskan; jika semua yang dikatakan oleh Edo adalah bohong. Langkah kakinya berat mencari Lucas di segala penjuru rumah. Ia tidak melihatnya di manapun. Sampai langkah kaki Leona, terhenti di ambang pintu belakang yang terhubung dengan taman di belakang kediamannya. Pria itu duduk membelakanginya di atas tanaman rumput yang sengaja di tanam tukang kebun. Dengan wajah yang disembunyikan di antara dua lutut nya. "Apa yang dilakukan Tuan Lucas di sana?" tanya Leona seorang diri. Tanpa menunggu lama Leona berjalan menghampirinya. Entah salah atau benar dengan lancangnya Leona menemui suami orang di tempat itu. "Tuan," sapanya. Pria itu seketika mengangkat kepalanya mendongak melihat Leona berdiri di sebelahnya
Leona masuk ke dapur, di sana sudah tersedia beberapa hidangan di atas nampan. "Selamat siang, Leona?""Nyonya? Anda belum makan siang?" "Sudah. Ini makanan untuk kamu dan Edo. Kamu tidak perlu repot masak. Kasian Edo menunggu lama nantinya. "Leona berpikir, tumben wanita itu baik pada Leona. Semenjak beberapa bulan lamanya Elisa menunjukkan taringnya, saat ini ia terlihat berbeda. Mungkin ia sudah berubah, tidak ingin memiliki pikiran negatif Leona menerima saja nampan bundar dari dua tangannya."Terima kasih Nyonya," ucapnya. "Sama-sama, lagian itu juga sisa makanan tadi kok. Tidak perlu berterima kasih." Elisa menarik satu sudut bibirnya lalu keluar.Leona tidak peduli lagi, asal cepat menghidangkan makanan ini untuk Edo. Gegas ia berjalan menuju meja makan. Terlihat ia sabar menunggu, buktinya ia tidak pergi dari kursi itu. Beberapa saat lalu, Lucas mengizinkan mereka duduk di meja yang sama. Jika Lucas dan Elisa selesai, mereka boleh memakainya."Silahkan Tuan."Manik mata pem
Hari ini Leona mencoba bicara pada Lucas kembali.Selama di kediaman Lucas, ia tidak di beri izin keluar dari kediamannya. Rasanya ingin menemui ayahnya. Waktu sudah berjalan 2 tahun dan dia belum juga bertemu dengannya.Hari ini Leona mencoba bicara pada Lucas kembali.Terlihat pria itu bersantai di teras dengan meneguk cairan hitam dari sebuah cangkir berbahan dasar porselen.Perlahan ia berjalan mendekati Lucas. Ia menyadari kehadiran Leona. "Tuan, hari ini saya izin bertemu dengan ayah saya."Pria itu menoleh, "Baiklah, aku akan suruh Edo mengantarmu.""Tidak perlu, Tuan. Saya bisa ke sana seorang diri.""Sudahlah, menurut saja!" kata Lucas. Ia pasti terkejut, karena rumah miliknya dahulu telah terjual. Edo akan mengantar Leona ke rumah Beni yang baru, meskipun tidak terlalu besar. Namun Beni sangat berterima kasih padanya. Sudah lebih dari cukup segala bantuan yang di berikan keluarga Lucas."Baiklah. Bersiaplah!!"Hari itu juga Edo mengantarnya. Selama di perjalanan Edo mengaja