Pukul 2 dinihari, Bopak dan Hilman beringsut-ingsut tidur di dekat Gibran dan Ramon, tak lama keduanya ngorok. Gibran sampai tertawa dalam hati, melihat dua sahabatnya kecapekan abis ‘nyangkul’ tubuh Neng Lilis barusan.Paginya…!“Hei bangun kebo, ye berdua ini ngoroknya nyaring banget sih, kayak bunyi rantai karatan saja huhh!” suara cempreng Ramon membangunkan keduanya, apalagi dia langsung menendang kaki kedua sahabatnya.Gibran terlihat baru keluar dari toilet dan bersiap ganti baju. Bopak dan Hilman pun kucek-kucek mata. Lagi enak-enaknya bobo malah dibangunin Ramon.“Ini jam berapa sih, masih subuh banget kale!” Hilman menguap dan mengira masih belum pagi, Ramon sampai mendorong kepala Hilman, nafas remaja ini bau jigong.“Dyeeehh dasar kebo, ini udah pukul 7.35 menitan tauuu, ntuhh liat jam dinding! Ayoo cepatan, ntar kalian di cari pa guru lagi. Kami duluan dengan bos geng, ayoo Gib, biarin dua kebo ini!” sungut Ramon sambil lenggang kangkung jalan duluan.“Jangan lupa mandi j
“Kumpul semua yang laki-laki,” teriak di Kades ini, sambil cabut goloknya. Geger bukan main siswa SMU 75 ini. Dari 210 siswa baru, ada 78 orang siswa laki dan sisanya siswa perempuan, dari panitia yang berjumlah 15 orang, ada 7 laki-laki, termasuk Gibran cs.3 guru yang coba lobi sang Kades gagal total, si kades yang sedang murka ini tetap minta semua siswa laki-laki berbaris di depan.Kini 85 siswa laki-laki pun terpaksa berbaris di depan balai desa. Wajah Bopak, Hilman dan Adi terus-terusan pucat.Gibran antara tertawa dan kasian melihat 3 sahabatnya ini. Padahal diapun sebetulnya deg degan, karena diam-diam ikutan ngintip.“Hei kalian berempat, tunjuk yang mana laki-laki kurang ajar yang berani intip kalian mandi,” perintah si Kades Sunarya sambil melotot menatap ke arah Gibran cs.Tapi sebelum ke 4 gadis manis ini bergerak, Gibran maju dan mendekati si Kades Sunarya, yang masih pegang golok terhunus.Tanpa rasa takut Gibran pun langsung berbisik, si kades ini terlihat angguk-anggu
Gibran hanya bisa geleng-geleng kepala, saat ke 4 wanita denok ini pilih 4 ponsel yang harganya hampir 25 jutaaan per biji, dan Gibran harus gesek kartunya dan membayar semuanya.“Ih mas Gibran hebat banget, tajirrr nggak ketulungan, mampu belikan kita ponsel impian ini,” seru salah satu gadis ini, sambil mencium-cium ponsel barunya, hingga Gibran tertawa geli.“Kita jangan buru-buru pulang, jalan-jalan dulu donk di sini, mau ya mas?” rekannya menimpali.“T-tapi…bagaimana dengan pa Kades, kan beliau pesan jangan kemalaman?”Gibran masih terkaget-kaget dengan ulah ke 4 wanita manis ini, yang tak dia sangka-sangka, janda ke empatnya.“Ahh soal itu, serahkan ke Neng Euis, dia kan keponakan pa Kades,” sahut yang lain lagi, sambil menatap Euis yang sejak di sungai siang tadi jadi perhatian Gibran.“Maaf paman, kami agak malam dikit yaa, mesih mobil paman ngadat, terpaksa mobil di bawa ke bengkel untuk di service?”Terdengar Euis bicara dengan Kades Sunarya dengan ponselnya yang baru, alasa
2 bulan kemudian...!“Bolehkah aku ke rumah kamu Laura..?” Gibran menatap wajah cantik Laura, saat jam istirahat di kantin sekolah langganannya.“Emmm…gimana yaah, kata papa, aku baru mau 16 tahun, belum boleh dekat-dekat lawan jenis Bang?”Laura tentu saja kaget dengan keinginan Gibran yang ingin ngapeli dia di malam minggu, walaupun hatinya berbunga-bunga, tapi larangan Roy Sumanjaya papanya membuat Laura gamang.“Kamu masih 15 tahunan, belum 17 tahunan, tak boleh dekat-dekat pria, apalagi pacaran, ingat itu!” larangan Roy membuat Laura tak berani langgar pantangan itu.Gibran pun hanya bisa menghela nafas panjang, mereka makin hari makin dekat, semua siswa SMU 75 ini sudah anggap keduanya pacaran.Suatu hari mobil jemputan Laura terjebak macet, Gibran yang melihat Laura berdiri di dekat pintu pagar sekolah mendekati dengan motornya.“Mana jemputan kamu Laura?”“Terjebak macet Bang, eh aku ikut Abang aja yaa, daripada bengong di sini?”“Boleh, ayoo, tak apa nggak pakai helm, kita ak
Mobil sport keluaran terbaru yang harganya diatas 10 miliaran pun nangkring di garasi SMU 75. “Wewww…akhirnya si pangeran Harnady keluar juga jatidiri aslinya, boleh donk eike pinjam!”Ramon seperti biasa adalah orang pertama yang selalu heboh, dengan santainya Gibran kasihkan kunci mobil ini ke Ramon, yang langsung klepek-klepek menerimanya.“Huhh banci, emank ini sepeda pancal, boleh pinjam!” sungut Hilman, ngiri juga dia, Gibran begitu entengnya kasih kunci ke Ramon.Semua sahabatnya sudah paham, kedua orang ini bak Tom dan Jerry tak pernah akur, tapi aslinya saling mencari kalau tak kelihatan satu sama lain.“Sirik ajeee lo hitam, yang penting si Gib-gib ngasih ke eiki donk kuncinya, yee nggak usah ikutan yaa, prett!” Ramon tak mau kalah, kedua orang ini sambil berdebat aseek melihat-lihat kondisi mobil ini.Hanya Bopak yang melihat sahabat dekatnya ini agak lain. 'Pasti ada sesuatu ini-' batinnya.“Gib…ada masalah dengan Laura..?” pancingnya, sambil mengiringi langkah Gibran masu
Gara-gara inilah, Gibran pun jadi pribadi yang pendiam dan tak banyak bicara. Diapun tak kaget saat dengar kabar dari Oni, kini Laura dipindahkan papa-nya ke sekolah lain, setelah kejadian di rumah si cantik ini, yang bikin dia sering melamun.Bopak cs pun jadi iba melihat sang bos geng SMU 75 sering melamun ini, sehingga mereka berusaha menghibur dengan cara mereka.Kadang-kadang mereka ajak Gibran ke pub, inilah yang membuat Gibran cs mulai kenal minuman beralkohol dan merokok.Tapi Gibran tak berani sampai mabuk, larangan papa dan mama nya membuatnya tak berani begitu."Silahkan kamu minum, tapi hanya sekedar mencicipi, jangan jadi kebiasan apalagi mabuk. Merokok juga, sekedar melepas kesuntukan...tapi jangan kecanduan, kamu masih muda!" Tommy beri nasehat ke anaknya ini.Di SMU 75 pun kini jadi sekolah paling angker dan disegani semenjak Gibran jadi Ketua OSIS, kalau mendengar teman-temannya di ganggu geng motor atau pelajar dari sekolah lain.Tak butuh waktu lama, pelakunya akan
“Aku sudah bertemu orang tua kandungku..!” sahut Gibran.“Ohh…pasti ortu kamu orkay-kan, kulihat kamu beda dengan dulu,” kali ini Desy mengangkat wajahnya, lalu buru-buru menundukan kepalanya lagi, sambil meremas-remas jarinya.Gibran senyum sedikit. “Orang tua kamu bagaimana keadaannya sekarang Des..?” Gibran ulangi pertanyaannya.Desy terlihat menghela nafas. “Ayahku…sekarang stroke Gib, hanya duduk di kursi roda, ibuku…juga sakit-sakitan, hanya tinggal di rumah. Aku sengaja jalankan warung ini, pemiliknya pamanku sendiri..!”Suara Desy nyaris tak terdengar, matanya berkaca-kaca. Keduanya terdiam sesaat, Gibran pun sampai tak menyangka, begini kondisi keluarga Desy.Padahal seingatnya, 3 tahunan yang lalu keluarga Desy orang terpandang dan berkecukupan, mobil pun sampai 3 buah di garasi dan Handoyo memiliki jabatan publik, sebagai ketua dewan.Obrolan mereka terhenti sejenak, saat pelayan warung minta izin ke Desy untuk menutup warung makan ini.“Bopak, Hilman, bantu tutup warung in
Puas jalan-jalan mereka balik ke hotel, Gibran mengantar Desy hingga ke kamarnya.“Gib…makasih banyak ya, kamu ternyata tak berubah..walaupun dulu pernah dikecewakan ayahku!” sambil berkata begitu Desy menundukan wajahnya.Gibran tersenyum dan menarik dagu Desy, kaget juga gadis ini, Gibran bak seorang Cassanova yang sudah berpengalaman -padahal aslinya iya..!Desy makin kaget sampai tak bisa bergerak, saat bibirnya di cium Gibran, inilah pertama kalinya mereka berciuman.Saking kagetnya, Desy sampai mangap saja ketika bibirnya di lumat remaja ini. Gibran benar-benar bak Cassanova yang mampu bikin semua wanita takluk dengan gayanya.Gibran sebenarnya sudah sempat terpancing untuk berbuat lebih. Tapi dia sadar, Desy bak patung, tak ada reaksi.Gibran akhirnya menarik wajahnya dan tersenyum. Dia maklumi, Desy saat ini sedang tak mood dan masih terpikir ortunya di rumah sakit.“Lupakan yaa…yang penting kedua orang tuamu sembuh dulu dan semoga Om Handoyo bisa bangkit lagi kalau kelak semb