Puas jalan-jalan mereka balik ke hotel, Gibran mengantar Desy hingga ke kamarnya.“Gib…makasih banyak ya, kamu ternyata tak berubah..walaupun dulu pernah dikecewakan ayahku!” sambil berkata begitu Desy menundukan wajahnya.Gibran tersenyum dan menarik dagu Desy, kaget juga gadis ini, Gibran bak seorang Cassanova yang sudah berpengalaman -padahal aslinya iya..!Desy makin kaget sampai tak bisa bergerak, saat bibirnya di cium Gibran, inilah pertama kalinya mereka berciuman.Saking kagetnya, Desy sampai mangap saja ketika bibirnya di lumat remaja ini. Gibran benar-benar bak Cassanova yang mampu bikin semua wanita takluk dengan gayanya.Gibran sebenarnya sudah sempat terpancing untuk berbuat lebih. Tapi dia sadar, Desy bak patung, tak ada reaksi.Gibran akhirnya menarik wajahnya dan tersenyum. Dia maklumi, Desy saat ini sedang tak mood dan masih terpikir ortunya di rumah sakit.“Lupakan yaa…yang penting kedua orang tuamu sembuh dulu dan semoga Om Handoyo bisa bangkit lagi kalau kelak semb
Gibran jadi ingat ucapan kakek Purnomo dulu, agar dia jangan pernah lupakan Tante Renita yang berjasa menolongnya saat berusia 6 tahun hingga 15 tahunan.“Syukurlah, kamu bertemu orang baik yang bernama Tante Renita itu, kelak kamu bantu dia dan anaknya tersebut.”Pesan kakeknya itu membuat Gibran kecewa gagal bertemu Renita. Padahal dia sudah berniat akan bantu Renita dan Dewi tak tanggung-tanggung.Uang tak berseri yang di beri Tommy, membuat Gibran tak perlu pusing. Seperti halnya saat dia bantu ortunya Desy.Tommy sudah wanti-wanti, agar Gibran hati-hati gunakan uangnya. Tapi selama ini Tommy lega, anaknya bisa jaga kepercayaannya itu.Setiap cek saldo anaknya, Tommy malah kaget, pengeluaran Gibran sangat minim bagi sekelas Tommy, yang sebulannya bisa keluarkan miliaran saban bulan.Selama Gibran dan Hilman tinggal dii rumah Bopak, ortunya sangat bangga bukan main, apalagi saat tahu siapa jatidiri sahabat anaknya ini.Ayahnya Bopak sampai pesan agar anaknya harus jadi pelindung Gi
Gibran tetap tenang, tapi urat syaraf di tubuhnya menegang. Ini tak main-main lagi, Jacky mulai keluarkan senjata tajam.Bopak dan Hilman yak khawatir, mereka tahu kelihaian Gibran, namun Si Bibik warung dan Evi anaknya yang pucat pasi melihat ini. Beberapa warga juga mulai nonton pertarungan kedua remaja ini.Bresss…bresss...ayunan pisau Jacky karena emosi tinggi ini menerpa ke tubuh Gibran. Tapi remaja ini langsung refleks menghindar.Tiba-tiba Gibran melakukan tendangan berputar, bughhh…tubuh Jacky terpelanting, pisaunya jatuh. Lagi-lagi wajahnya coreng moring kena lumpur.Gibran kembali berdiri tenang, dia tak berminat menghajar Jacky yang kini mengaduh-ngaduh sambil merangkak di tanah.Terlihatlah aslinya remaja ini yang cengeng dan pengecut, dia seakan beri isyarat agar 5 rekannya jangan diam saja.Bopak mengambil pisau itu dan ke 5 rekan Jacky langsung mundur, niat mereka tadinya ingin membantu Jacky. Tapi melihat Bopak memegang pisau milik Jacky yang terjatuh ke tanah, nyali m
“Dulu aku pernah mau di jodohkan ayah, tapi setelah ayah kalah pilkada dan bangkrut, perjodohan itu batal. Padahal, aku harus jujur ya Gib, aku juga suka calon jodohku itu..tapi kami tak jodoh, ayahnya tak setuju saat tahu keluarga kami tak seperti dulu lagi!” aku Desy apa adanya.Gibran tersenyum maklum, kini giliran dia yang agak cemburu. Tapi mau gimana lagi, sejak lulus SMP, baru kali ini mereka jalin kontak lagi.Wajarlah Desy cari penggantinya...tapi bak karma, saat tahu keluarga Desy bangkrut, keluarga calon suaminya menolaknya...karena nggal level lagi. Mereka jalan kaki saja di bawah jembatan Ampera sambil gandengan tangan, layaknya orang lagi jatuh cinta, sambil mengingat kisah masa-masa di SMP dulu yang indah.“Kapan lagi kamu ke sini Gib..?” Desy pecah keheningan.“Kalau liburan, tentu aku pingin lagi ke sini.” Desy tersenyum senang, ini seolah menandakan Gibran tak akan melupakannya.“Aku tunggu…!” sahut Desy tanpa sadar, sambil mempererat genggamannya.“Moga saat aku da
Setelah satu hari penuh bersama Desy dan tak puas-puasnya bercinta, Gibran lalu mengantar gadis cantik ini pulang, Gibran pamit dengan Handoyo dan istrinya, balik lagi ke Jakarta.“Bila kamu ke sini lagi, halaman buat mobil kamu parkir sudah tersedia, apa mau di buatkan garasi sekalian…biar bisa menetap di sini…seperti milikmu yang betah banget ngedon di sini,” canda Desy sambil bisik mesra sambil menunjuk pahanya, saat mereka bicara berdua di teras.Desy bahkan minta Gibran tak sungkan siram rahimnya dan berharap buah cinta mereka ini benar-benar jadi, Desy siap hamil...tapi lupa mereka belum menikah!Sama-sama muda, sama cinta, keduanya bak bulan madu di hotel itu.Gibran tertawa dan bilang sangat mencintai Desy dan janji akan berusaha ke sini lagi bila ada waktu. CLBK keduanya sukses…tapi apakah hubungan ini akan mulus…?Harapan Desy jadi kenyataan, dua bulanan kemudian haidnya telat...tapi ini dia sembunyikan dari Gibran!Rachel menatap wajah Gibran, antara kaget dan senang meland
“Semoga saja Bang, tapi di sini kan aman, tuh pos polisi nggak jauh dari sini,” tunjuk Dyan ke pos polisi yang berjarak hanya 20 meteran dari pagar depan galeri ini.“Iya, tapi kalau ada apa-apa cepat hubungi Abang ya. Semoga dia hanya kagum dengan lukisan kamu, tak ada niat jahat!” cetus Gibran was-was, Dyan pun mengangguk.Gibran sangat perhatian dengannya. Dyan sakit pun Gibran tak pernah meninggalkannya hingga sembuh, bahkan rela menggendongnya ke toilet juga memandikannya.Gibran juga tak segan tegur Dyan kalau sudah kecapekan. “Jangan memaksakan diri, istirahat dulu bila capek!” nasehat Gibran buat ponakannya ini.Sejak lulus SMP Dyan tak lagi sekolah, dia hanya fokus dengan hobby melukisnya, walaupun tetap ada guru yang ngajarin dirinya atau home schooling.Namun, besoknya kembali Gibran melihat pria ini hanya duduk di tempat itu lagi, dan ini terus berlangsung sampai 2 hari.Hari ke 3 Gibran pun penasaran. Dia pagi-pagi sudah berada di galeri Dyan, yang memutuskan nginap di si
Kalau Gibran sudah melupakan soal Arya, adalah Dyan yang sering termenung, ini membuat Gibran jadi bingung sendiri.“Kamu kenapa Dyan, sering termenung begitu..?” Gibran bertanya sambil menatap keponakannya, yang hanya memegang kuas dan terlihat belum lakukan aktivitas melukisnya.“Bang…apakah…Om Arya itu, ayah kandungku..?” kaget juga Gibran dengan pertanyaan Dyan, tentu saja dia tak berani mengiyakan.Gibran sama sekali tak tahu riwayat kakaknya ini, Rachel ibunya juga tak pernah cerita, juga ayahnya.“Itu…aduh…Abang nggak tahu, hanya mami kamulah yang lebih tahu!”“Tapi mami sudah wanti-wanti dan malah nambah CCTV di galeri ini, dia bilang kalau sampai Om Arya ke sini lagi, mami akan kirim bodyguard untuk menghajar Om Arya!” cetus Dyan sambil memandang Gibran lalu menunjuk 3 buah CCTV baru yang di pasang orang suruhan ibunya.“Sudahlah, kita nggak perlu pusingin lagi yaah, mami kamu pasti punya alasan kuat usir Om Arya. Lagian mami kamu sudah bilang, dia bukan ayah kandungmu, mendi
Acara pun selesai tepat pukul 22.00 malam. “Gibran kamu bawa mobil nggak, aku ikut numpang yaah, malam ini sopirku tak bisa jemput aku?”“Boleh…mari!” Gibran pun tak ragu ajak Val ke mobilnya, Hilman malam ini bawa motor sendiri, sehingga dia tak numpang dengan Gibran.Tak lama keluar dari kampus, Gibran hentikan mobil SUV-nya di pinggir jalan. “Ada apa Gib..?” Val kaget.“Sebentar Val, aku mau menolong seseorang!” Val bukannya berdiam diri di mobil, dia ikutin kemana Gibran melangkah.“Hei kalian mau apa, lepaskan dia?” Gibran membentak dua orang yang sedang memegang pria setengah tua, yang terlihat berdarah bibirnya dan wajahnya bengap.“Hehh lihat ni anak kayaknya lebih tajir, liat deh mobilnya aja mewah. Eeh ada pacarnya, wuih cakep benar kayak artis Korea eh bukan, mirip bulay,” seru orang ini sambil menatap Val yang berjalan mendekati Gibran.Namun setelahnya dia langsung terjengkang ke aspal, sebuah pukulan kilat Gibran layangkan ke wajahnya.Temannya pun sama saja, belum sempa